Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gilang Putra
"Pisang mas merupakan buah yang popular karena merupakan salah satu sumber dari vitamin dan mineral bagi tubuh manusia. Meskipun demikian, pisang mas tergolong komoditas yang sangat mudah rusak diakibatkan bakteri pembusuk. Ozon dapat berfungsi sebagai disinfektan yang tidak berbahaya dan telah diterapkan dalam pengawetan makanan. Pada penelitian ini, pisang mas sebagai sampel diawetkan dengan memanfaatkan gas ozon dengan variasi durasi kontak dan frekuensi penyemprotan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyemprotan ozon dalam menjaga kualitas pisang mas. Sampel diozonasi dengan dosis 3 ppm, variasi durasi kontak 3 menit, 5 menit, dan 10 menit dan frekuensi penyemprotan 1 kali, 2 kali, dan 3 kali. Parameter kualitas yang dievaluasi berupa nilai Total Bakteri Mesofil Aerobik, kandungan kalium, perubahan massa, total padatan terlarut, dan organoleptik. Sampel disimpan selama 7 hari untuk melihat perkembangan karakteristiknya. Gas ozon dengan durasi 10 menit dan frekuensi 1 kali menghasilkan nilai yang lebih rendah (3,45x103 CFU/g) dibandingkan sampel kontrol (6,20x104 CFU/g) dan menekan penurunan kekurangan massa dan total padatan terlarut sebesar 5,33% dan 16,67 % dalam penyimpanan 168 jam. Selain itu, gas ozon mampu menaikkan jumlah kandungan kalium sebesar 23% dan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik dibandingkan sampel kontrol

Lady finger banana is a popular fruit which is source of vitamins and minerals for the human body. Lady finger bananas are classified as a commodity that is easily damaged by rotting bacteria. Ozone can function as a disinfectant that is not harmful and has been applied in food preservation. In this study lady finger bananas as a sample were preserved to extend its shelf life using ozone with variations in contact duration and frequency of spraying. This study aims to determine the effect of ozone spraying on maintaining the quality of lady finger bananas. Sample was ozonated at dose of 3 ppm, contact duration of 3 minutes, 5 minutes and 10 minutes and frequency of 1 time, 2 times, and 3 times. The quality parameters evaluated by its total mesophyll aerobic bacteria, potassium content, fresh matter loss, total soluble solid, and organoleptic. Sample was stored for 7 days to see the development of its characteristics. Ozone gas with duration of 10 minutes and frequency of 1 time resulted lower values (3,45x103 CFU/g) than the control (6,20x104 CFU/g), suppress the decrease in fresh matter loss and total soluble solid up to 5.33% and 16.67% in 168 hours storage. In addition, ozone gas increased the amount of potassium content up to 23 % and resulted a higher organoleptic test value than the control"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dyah Cahyarini
"Sawi hijau merupakan salah satu tanaman holtikultura yang banyak dikonsumsi di Indonesia dengan masa simpan yang singkat sehingga dibutuhkan adanya perlakuan khusus untuk menjaga kualitas sawi hijau bertahan lebih lama. Salah satu metode yang biasa digunakan adalah hydrocooling. Selain metode hydrocooling, ozon yang memiliki sifat sebagai disinfektan juga dapat diterapkan sebagai salah satu bahan untuk mengawetkan makanan dan berbagai produk pertanian. Pada penelitian ini, dilakukan penggabungan antara proses ozonasi dan hydrocooling untuk menjaga kualitas sawi hijau. Sebelum diberi perlakuan hydrocooling, sawi hijau diozonasi terlebih dahulu dengan variasi dosis dan durasi kontak gas ozon. Sawi hijau diozonasi dengan dosis 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm; serta variasi durasi kontak selama 3 menit, 6 menit, dan 10 menit lalu diberi perlakuan hydrocooling selama 10 menit. Parameter yang dievaluasi adalah nilai Total Bakteri Mesofil Aerobik (TBMA), kandungan kalium, penurunan kadar air, dan uji organoleptik. Perlakuan ozonasi tambahan sebelum proses hydrocooling mampu membantu mengurangi jumlah bakteri TBMA menjadi 3,2 x 106 CFU/g (77% lebih rendah dibandingkan perlakuan hydrocooling saja dengan TBMA sebanyak 1,4 x 107 CFU/g) setelah 24 jam penyimpanan. Selain itu, kandungan kalium pada sawi hijau menjadi lebih stabil, warna, tekstur, serta bau pada sawi hijau pun menjadi lebih bertahan lama kesegarannya.

Green mustard is one of the horticultural plants that are widely consumed in Indonesia with a short shelf life so that special treatment is needed to maintain the quality of green mustard lasts longer. One method commonly used is hydrocooling. In addition to the hydrocooling method, ozone which has properties as a disinfectant can also be applied as an ingredient to preserve food and various agricultural products. In this study, a combination of ozonation and hydrocooling was carried out to maintain the quality of mustard greens. Before being given the hydrocooling treatment, the mustard greens were first ozonated with variations in the dose and duration of ozone gas contact. Green mustard was ozonated with doses of 1 ppm, 3 ppm, and 5 ppm; and variations in contact duration for 3 minutes, 6 minutes, and 10 minutes and then treated with hydrocooling for 10 minutes. Parameters evaluated were Total Aerobic Mesophyll Bacteria (TBMA), potassium content, decreased water content, and organoleptic tests. Additional ozonation treatment before the hydrocooling process was able to help reduce the number of TBMA bacteria to 3.2 x 106 CFU/g (77% lower than the hydrocooling treatment alone with TBMA as much as 1.4 x 107 CFU/g) after 24 hours of storage. In addition, the potassium content in mustard greens becomes more stable, the color, texture, and smell of mustard greens also last longer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sulthan Daffa Rafidh
"Permintaan global akan etanol sebagai bahan bakar alternatif terus meningkat. Kemajuan dalam semua aspek produksi etanol dinilai bermanfaat bagi berbagai industri. Salah satu alternatif yang sedang dikembangkan untuk memenuhi permintaan global adalah etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi glukosa yang disebut bioetanol. Konsentrasi etanol yang diperoleh berdasarkan proses fermentasi tersebut berada pada kisaran 7 – 8% (v/v). Proses pemurnian lanjutan harus dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi etanol yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan harga jual etanol hasil fermentasi dari glukosa. Proses adsorpsi menjadi salah satu proses yang dapat dilakukan dalam pemurnian bioetanol guna meningkatkan kemurnian etanol dengan prinsip yang digunakan adalah fenomena permukaan antara adsorben dengan adsorbat. Silica gel merupakan salah satu adsorben yang dapat digunakan untuk proses adsorpsi etanol – air karena dibentuk dari senyawa yang polar sehingga dapat berikatan dengan air, memiliki luas permukaan yang besar, selektivitas tinggi, dan mudah untuk regenerasi. Penelitian ini menghubungkan karakteristik adsorben dengan keefektifan proses adsorpsi etanol – air secara kontinyu yang dilakukan dengan menggunakan unggun tetap dengan dua jenis adsorben silica gel (biru dan putih). Proses adsorpsi dilakukan pada kondisi suhu dan tekanan atmosfer (25oC dan 1 atm). Kondisi awal ethanol adalah dibuat pada kemurnian 50% v/v dan 10% v/v lalu dialirkan kedalam kolom adsorber unggun tetap dengan laju umpan 10 mL/menit sampai silica gel jenuh (180 menit). Kurva breakthrough akan digunakan dalam menganalisis performa adsorben yang berada didalam kolom adsorber unggun tetap selama proses pemisahan etanol – air. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, silica gel biru lebih unggul memberikan konsentrasi etanol tertinggi dibanding silica gel putih. Hal tersebut terjadi karena silica gel biru memiliki luas permukaan yang lebih besar. Konsentrasi akhir etanol yang dihasilkan dengan menggunakan adsorben silica gel biru sebesar 62,77% untuk konsentrasi umpan etanol 50% dan 30,40% untuk konsentrasi umpan etanol 10%.

The global demand for ethanol as an alternative fuel continues to increase. Progress in all aspects of ethanol production is considered beneficial for various industries. One alternative that is being developed to meet global demand is ethanol which is produced from a glucose fermentation process called bioethanol. The ethanol concentration obtained by the fermentation process is in the range of 7 - 8% (v / v). A further refining process must be carried out to obtain a higher ethanol concentration so that it can increase the selling price of fermented ethanol from glucose. The adsorption process is one of the processes that can be carried out in bioethanol purification in order to increase the purity of ethanol with the principle used is the surface phenomenon between the adsorbent and the adsorbate. Silica gel is one of the adsorbents that can be used for the ethanol-water adsorption process because it is formed from polar compounds so that it can bind to water, has a large surface area, high selectivity, and is easy to regenerate. This study relates the characteristics of the adsorbent with the effectiveness of the continuous ethanol-water adsorption process using a fixed bed with two types of silica gel adsorbent (blue and white). The adsorption process is carried out at conditions of temperature and atmospheric pressure (25oC and 1 atm). The initial condition of ethanol is made at a purity of 50% v / v and 10% v / v and then flowed into a fixed bed adsorber column with a feed rate of 10 mL / minute until the silica gel is saturated (180 minutes). The breakthrough curve will be used to analyze the performance of the adsorbent in the fixed bed adsorber column during the ethanol - water separation process. Based on the research that has been done, blue silica gel is superior to providing the highest ethanol concentration than white silica gel. This happens because blue silica gel has a larger surface area. The final concentration of ethanol produced using blue silica gel adsorbent was 62.77% for 50% ethanol feed concentration and 30.40% for 10% ethanol feed concentration."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Ivana Mieldan
"Kopi merupakan salah satu minuman yang sering dikonsumsi masyarakat. Namun, efek negatif kafein seringkali menjadi perhatian, sehingga kopi dekaf menjadi alternatif. Kopi dekaf dapat dibuat menggunakan proses dekafeinasi salah satunya adalah Swiss Water Process yang efektif tanpa senyawa kimia dan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. Karbon aktif merupakan nanomaterial yang efektif sebagai adsorben dan dapat dibuat dari biomassa seperti ampas kopi yang tersedia melimpah seiring meningkatnya konsumsi kopi. Karbon aktif dapat ditingkatkan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan aktivator kimia untuk aktivasi seperti K2CO3. Penggunaan aktivator K2CO3 untuk meningkatkan luas permukaan spesifik karbon aktif yang lebih aman dibandingkan KOH. Sintesis karbon aktif dilakukan dengan K2CO3 pada rasio massa 2:1, 1:1, dan 1:2, pada suhu 800 °C selama satu jam. Penelitian ini bertujuan untuk menyintesis karbon aktif dari limbah biomassa ampas kopi dan mengaplikasikannya dalam dekafeinasi kopi. Karakterisasi karbon aktif menggunakan BET, SEM-EDS, dan bilangan iodin. Kadar kafein pasca dekafeinasi diuji dengan HPLC. Karbon aktif dari ampas kopi dan K2CO3 dengan rasio 1:1 menunjukkan luas permukaan terbesar, 1052 mg/g, meski yield-nya paling rendah, 18%. Karbon aktif ini mampu mengurangi kafein hingga 99% pada kopi arabika dalam 30 menit dan 95% pada kopi robusta dalam 2 jam.

Kopi merupakan salah satu minuman yang sering dikonsumsi masyarakat. Namun, efek negatif kafein seringkali menjadi perhatian, sehingga kopi dekaf menjadi alternatif. Kopi dekaf dapat dibuat menggunakan proses dekafeinasi salah satunya adalah Swiss Water Process yang efektif tanpa senyawa kimia dan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. Karbon aktif merupakan nanomaterial yang efektif sebagai adsorben dan dapat dibuat dari biomassa seperti ampas kopi yang tersedia melimpah seiring meningkatnya konsumsi kopi. Karbon aktif dapat ditingkatkan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan aktivator kimia untuk aktivasi seperti K2CO3. Penggunaan aktivator K2CO3 untuk meningkatkan luas permukaan spesifik karbon aktif yang lebih aman dibandingkan KOH. Sintesis karbon aktif dilakukan dengan K2CO3 pada rasio massa 2:1, 1:1, dan 1:2, pada suhu 800 °C selama satu jam. Penelitian ini bertujuan untuk menyintesis karbon aktif dari limbah biomassa ampas kopi dan mengaplikasikannya dalam dekafeinasi kopi. Karakterisasi karbon aktif menggunakan BET, SEM-EDS, dan bilangan iodin. Kadar kafein pasca dekafeinasi diuji dengan HPLC. Karbon aktif dari ampas kopi dan K2CO3 dengan rasio 1:1 menunjukkan luas permukaan terbesar, 1052 mg/g, meski yield-nya paling rendah, 18%. Karbon aktif ini mampu mengurangi kafein hingga 99% pada kopi arabika dalam 30 menit dan 95% pada kopi robusta dalam 2 jam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Khanza Kamilia
"
Penyimpanan dan transportasi gas alam merupakan tantangan utama dalam mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan. Adsorbed Natural Gas (ANG) adalah suatu metode potensial untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan gas alam. Pada penelitian ini, digunakan adsorben dari limbah botol polietilena tereftalat (PET) sebagai potensi pemanfaatan limbah plastik dalam sumber energi terbarukan. Pembuatan karbon aktif dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pre-treatment bahan baku, karbonisasi, aktivasi kimia dengan KOH 4 M, dan aktivasi fisika dengan aliran gas N2. Karbon aktif yang diperoleh kemudian dimodifikasi melalui proses impregnasi logam NiO dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2% untuk mengetahui kemampuannya sebagai adsorben. Berdasarkan karakterisasi melalui metode uji bilangan iodin, SEM, dan EDS, diketahui bahwa sampel karbon aktif yang terimpregnasi NiO 2% menunjukan hasil terbaik dengan luas permukaan 997,65 m2/g. Kemudian, dilakukan uji kapasitas adsorpsi dan desorpsi gas alam pada sampel nonimpregnasi dan sampel terimpregnasi untuk mengetahui peningkatan kapasitas penyimpanan gas alam. Kapasitas adsorpsi gas alam terbesar didapatkan oleh karbon aktif terimpregnasi NiO 2% pada suhu 28 oC dan tekanan 9 bar yang mampu mencapai 138,9 g/kg.

Storage and transportation of natural gas has become a major challenge in optimizing the use of renewable energy. Adsorbed Natural Gas (ANG) is a potential method to increase natural gas storage capacity. In this research, adsorbents from waste polyethylene terephthalate (PET) bottles were used as a potential of plastic waste as a renewable energy source. The preparation of activated carbon is carried out through several stages, namely pre-treatment of raw materials, carbonization, chemical activation with KOH 4 M, and physical activation with N2 gas flow. The activated carbon obtained was then modified through a NiO metal impregnation process with varying concentrations of 0.5%, 1% and 2% to determine its ability as an adsorbent. Based on characterization using the iodine number test method, SEM, and EDS, it is known that the activated carbon sample impregnated with 2% NiO showed the best results with a surface area of 997,65 m2/g. Then, natural gas adsorption and desorption capacity tests were carried out on non- impregnated samples and impregnated samples to determine the increase in natural gas storage capacity. The largest natural gas adsorption capacity was obtained by 2% NiO impregnated activated carbon at a temperature of 28 oC and a pressure of 9 bar which was able to reach 138,9 g/kg."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhael Cahya Nugraheni Budiharja
"Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer memberikan dampak kenaikan suhu dan perubahan iklim. Adsorpsi dengan adsorben merupakan pemisahan CO2 yang memiliki konsumsi energi dan biaya yang rendah. Karbon aktif dipilih sebagai adsorben karena memiliki kapasitas adsorpsi CO2 yang lebih baik pada tekanan atmosfer dan suhu yang tinggi. Ranting tanaman teh dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena memiliki kandungan karbon yang tinggi yaitu 53%. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan pengaruh pembuatan karbon aktif dari ranting teh melalui karbonisasi 400°C selama 1 jam menggunakan gas N2, dan aktivasi fisika pada suhu aktivasi yang divariasikan, yaitu 600, 700, dan 800°C selama 4 menit dengan pemanfaatan alat APS (arc plasma sintering), terhadap pembentukan pori, luas permukaan, pembentukan gugus fungsi, serta struktur dan ukuran kristal. Karakterisasi karbon aktif didapatkan melalui SEM, BET, FTIR, dan XRD. Kemudian, melalui alat TPD-CO2, jumlah kapasitas adsorpsi CO2 pada karbon aktif dari ranting teh dapat terukur. Melalui proses karbonisasi dan aktivasi fisika, didapatkan karbon aktif dengan luas permukaan 86,668 m2/g dan kapasitas adsorpsi 2,057 mmol/g yang optimal pada suhu aktivasi fisika 800°C.

Increasing CO2 concentrations in the atmosphere have an impact on rising temperatures and climate change. Adsorption with adsorbents is a CO2 separation that has low energy consumption and costs. Activated carbon was chosen as an adsorbent because it has better CO2 adsorption capacity at atmospheric pressure and high temperature. Tea plant twigs can be used as raw material for making active carbon because they have a high carbon content, namely 53%. This research was conducted to obtain the effect of making activated carbon from tea twigs through carbonization at 400°C for 1 hour using N2 gas, and physical activation at varied activation temperatures, namely 600, 700, and 800°C for 4 minutes using the APS (arc plasma sintering), on pore formation, surface area, formation of functional groups, as well as crystal structure and size. Characterization of activated carbon was obtained through SEM, BET, FTIR, and XRD. Then, using the TPD-CO2, the amount of CO2 adsorption capacity on activated carbon from tea twigs can be measured. Through the carbonization and physical activation process, activated carbon was obtained with a surface area of 86,668 m2/g and an adsorption capacity of 2,057 mmol/g which was optimal at a physical activation temperature of 800°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qotrun Nada Salsabila
"Kejibeling (Strobilanthes crispus) merupakan salah satu tanaman obat karena mengandung senyawa aktif, seperti senyawa fenolat, sehingga perlu dilakukan ekstraksi untuk mendapatkannya. Salah satu metode ekstraksi hijau yang memiliki banyak kelebihan dan dipilih untuk diterapkan pada penelitian ini adalah Ultrasound Assisted Enzymatic-Aqueous Two-Phase Extraction (UAE-ATPE). Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan dua parameter penting yang mampu menghasilkan nilai Total Phenolic Content (TPC) tertinggi pada ekstraksi daun kejibeling dengan metode UAE-ATPE. Parameter tersebut, yaitu suhu dengan variasi 30oC, 40oC, 50oC, dan 60oC serta konsentrasi enzim dengan variasi 3%-m/m, 5%-m/m, dan 7%-m/m. Metode analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis dipilih untuk menguji nilai TPC secara kuantitatif dengan asam galat sebagai larutan standarnya. Penelitian ini menghasilkan konsentrasi enzim terbaik, yaitu 7%-m/m, dan suhu terbaik, yaitu 60oC, dengan nilai TPC sebesar 8,03 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g sampel.

Kejibeling (Strobilanthes crispus) is one of the medicinal plants because it contains active compounds, such as phenolic compounds, then it needs to be extracted so that it can be utilized. One of green extraction method that has many advantages and was chosen to be applied to this study is Ultrasound Assisted Enzymatic-Aqueous Two-Phase Extraction (UAE-ATPE). This research was carried out to obtain two important parameters that were able to produce the highest Total Phenolic Content (TPC) values in kejibeling leaf extraction using the UAE-ATPE method. These parameters are temperature with variations of 30oC, 40oC, 50oC, and 60oC and enzyme concentrations with variations of 3%-m/m, 5%-m/m, and 7%-m/m. An analytical method using spectrophotometry UV-Vis was selected to quantitatively test TPC values with gallic acid as the standard solution. This study produced the best enzyme concentration, which is 7%-m/m, and the best temperature, which is 60oC, with a TPC value of 8.03 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Setiawan
"Penyediaan infrastruktur gas bumi di IKN Nusantara menjadi tantangan tersendiri karena terbatasnya infrastruktur gas bumi terpasang di sekitar Kalimantan Timur dan jumlah kebutuhan/permintaan gas bumi di IKN Nusantara yang tidak besar. Kedua hal tersebut secara langsung mempengaruhi keekonomian proyek agar dapat memenuhi indikator kelayakan. Oleh karena itu diperlukan asesmen terhadap alternatif penyediaan infrastruktur yang mampu memberikan benefit optimal. Penelitian dalam tesis ini mengkaji alternatif penyediaan infrastruktur gas bumi di IKN Nusantara dapat mencapai kelayakan secara tekno ekonomi dengan tiga kelompok utama opsi moda transportasi gas bumi, yaitu (1) moda pipa penyalur (pipeline), (2) moda beyond pipeline, dan (3) kombinasi kedua moda tersebut. Berdasarkan perhitungan dan analisis teknikal, opsi kombinasi: pipeline dan LNG adalah yang paling aplikatif, terbaik, dan layak sebagai solusi penyediaan gas bumi di IKN Nusantara untuk pelanggan rumah tangga, kecil dan komersial dengan biaya investasi (CAPEX) sebesar Rp 6 triliun hingga tahun 2045. Agar proyek penyediaan gas bumi di IKN Nusantara dapat layak dan memberikan manfaat bagi badan usaha yang akan ditunjuk oleh pemerintah, maka harga jual gas bumi kepada pelanggan rumah tangga, kecil, dan komersial adalah sebesar Rp 13.250,- sehingga memberikan nilai NPV sebesar Rp 1,4 triliun, IRR sebesar 10,961%, dan PBP pada tahun ke-14,48. Variabel yang paling berpengaruh pada kelayakan ekonomi proyek adalah CAPEX dan harga jual gas bumi, sehingga diperlukan peran pemerintah berupa kompensasi seperti subsidi atau penetapan harga jual gas bumi yang sesuai agar proyek penyediaan gas bumi di IKN Nusantara dapat menarik bagi badan usaha untuk berinvestasi di IKN Nusantara.

The provision of natural gas infrastructure in IKN Nusantara is a challenge due to the limited natural gas infrastructure installed around East Kalimantan and the amount of natural gas demand in IKN Nusantara which is not large. Both directly affect the economics of the project to meet the feasibility indicators. Therefore, it is necessary to assess the options for infrastructure provision that may provide optimal benefits. This study assesses how feasible it is for a natural gas infrastructure project in IKN Nusantara to achieve techno-economic viability under three main groups of natural gas distribution options, i.e., (1) pipeline mode, (2) beyond-pipeline, and (3) the combination of both mode options. Based on the calculations and technical analysis, the combination option: LNG and pipeline is the most applicable, best, and feasible option as a natural gas supply solution in IKN Nusantara for household, small and commercial customers with an investment cost (CAPEX) of Rp 6 trillion until 2045. For the natural gas supply project in IKN Nusantara to be feasible and provide benefits for the business entity later appointed by the government, the selling price of natural gas to household customers, small, and commercial customers is at Rp 13,250, - thus providing an NPV value of Rp 1.4 trillion, IRR of 10.961%, and PBP in year 14.48. The variables that play the most role in influencing project feasibility are CAPEX and natural gas selling price, so that the government's role is needed in the form of subsidies or setting appropriate selling prices so that natural gas supply projects may attract business entities to invest in IKN Nusantara."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patria Wiratama
"Selama masa operasional pada instalasi Onshore Receiving Facility ditemukan potensial hazard yang dapat mengakibatkan kegagalan pada peralatan utama penunjang operasional. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis risiko dengan cara mengidentifikasi hazard, menentukan probabilitas kegagalan dan konsekuensi kegagalan serta melakukan perhitungan risiko sehingga profil risiko pada operasional instalasi ORF dapat diketahui beserta akibatnya terhadap keselamatan, lingkungan, asset, dan reputasi perusahaan. Dari hasil analisis risiko didapat nilai total forecast risiko pada instalasi Onshore Receiving Facility sebesar 3,86. Jika mengacu pada matriks risiko termasuk ke dalam low risk level yang menunjukkan bahwa profil risiko pada instalasi ORF dapat diterima dan instalasi dapat berfungsi dengan aman. Untuk analisis sensitivitas didapat faktor-faktor yang paling berkontribusi terhadap risiko kegagalan pada operasional ORF yaitu laju korosi (29,4%), pengaruh usia (18,4%), dan kelebihan tekanan (11,4%). Hal ini dapat membantu untuk menentukan rekomendasi yang tepat untuk diterapkan pada fasilitas sehingga risiko dapat dikendalikan.

During the operational period of the Onshore Receiving Facility installation, potential hazards were found which could result in failure of the main operational equipment. Therefore, it is necessary to carry out a risk analysis by identifying hazards, determining the probability of failure and the consequences of failure and performing risk calculations so that the risk profile of the ORF installation operation can be known and its consequences to safety, environment, assets, and company reputation. Based on the results of the risk analysis, the total risk forecast value for the Onshore Receiving Facility installation is 3.86. Refers to the risk matrix, it is included in the low risk level which indicates that the risk profile of the ORF installation is acceptable and the installation can function safely. For sensitivity analysis, the factors that most contribute to the risk in ORF operations are the corrosion rate (29.4%), equipment service life (18.4%), and excess pressure (11.4%). This result can be used as a reference to determine appropriate recommendations to be applied to the facility so that risks can be controlled. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Febrianto
"Stasiun Pengumpul Gas (SPG) lapangan X memproses fluida dari 16 (enam belas) sumur sebelum dikirimkan sebagai gas jual ke konsumen. Keenambelas sumur tersebut telah mengalami penurunan tekanan sumur sejak tahun 2011 sehingga mempengaruhi kinerja Acid Gas Removal Unit (AGRU). SPG terdiri dari 4 (empat) unit utama yaitu Manifold Produksi/Tes, Unit Separasi, AGRU, Dehidration Unit (DHU). Fasilitas AGRU di lapangan X didesain untuk menurunkan kandungan acid gas CO2 21% mol dengan kapasitas gas umpan 85 MMSCFD. Kondisi AGRU eksisting beroperasi 40% dari kapasitas desain. Penurunan tekanan reservoir mengakibatkan kenaikan suhu gas umpan dan peningkatan kadar air. Berdasarkan rekonstruksi kondisi desain kedalam model simulasi diperoleh komposisi amine yang terdiri dari MDEA 0.3618 dan MEA 0.088 fraksi berat untuk mendapatkan prosentase CO2 dalam gas jual 5% mol. Kenaikan suhu gas umpan menjadi 146 F menyebabkan foaming karena adanya kondensasi fraksi berat sehingga perlu dilakukan modifikasi dengan penambahan chiller untuk mendinginkan gas umpan menjadi 60 F sehingga berdasarkan simulasi laju alir gas masuk AGRU dapat mencapai 83.7 MMSCFD sehingga terdapat kenaikan produksi gas sebesar 38.1 MMSCFD dan kondensat 1,376 bpd. Secara keekonomian proyek modifikasi penambahan chiller layak dilakukan dengan parameter keekonomian NPV US$ 132,000,000, IRR 348.19%, POT 0.31 tahun dan PV rasio 19.06.

The Gas Gathering Station (SPG) Field X processes fluida from 16 (sixteen) wells before being sent as sales gas to consumers. The sixteen wells have decreased in well pressure since 2011, thus affecting the performance of the Acid Gas Removal Unit (AGRU). The SPG consists of 4 (four) main units, namely the Production / Test Manifold, the Separation Unit, the Acid Gas Removal Unit (AGRU), the Dehydration Unit (DHU). The AGRU facility in Field X is designed to reduce the acid gas content of CO2 by 21 mol% with a feed gas capacity of 85 MMSCFD. The condition of existing AGRU operating at 40% of the design capacity. A decrease in reservoir pressure increases the feed gas temperature and increases the water content. Based on the reconstruction of the design conditions into the simulation model, the amine composition consisting of MDEA 0.3618 and MEA 0.088 wt fraction to obtain the percentage of CO2 in the 5% mol sales gas. The increase in feed gas temperature become 146 F causes foaming due to condensation of hydrocarbon heavy fraction, so it is necessary to modify it with the addition of a chiller to cool the feed gas become 60 F so that based on the simulation of the flow rate of gas entering AGRU it can reach 83.7 MMSCFD so that there is an increase in gas production of 38.1 MMSCFD and condensate of 1,376 bpd. Economically, the chiller addition modification project is feasible with the economic parameters of NPV US$ 132,000,000, IRR 348.19%, POT 0.31 year and PV ratio 19.06."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library