Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ristriardani
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dana perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan DBH Pertambangan Umum (PU) terhadap pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap disparitas pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU, DBH dan DBH PU mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan pendapatan perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan sedangkan DAK menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga tidak dapat diambil kesimpulan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap pendapatan perkapita. Hasil penelitian lainnya adalah terdapat disparitas pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan periode tahun 2001 s.d 2008. DBH dan DBH PU mendorong terjadinya tingkat disparitas yang tinggi, namun DAU (yang mempunyai tujuan mengurangi kesenjangan pendapatan) mampu mengurangi tingkat disparitas pendapatan antar daerah tersebut.
This study aimed to determine the influence of Intergovernmental Revenue (General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Sharing Revenue) and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining of income per capita among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province. In addition, this study also to determine the influence of Intergovernmental Revenue against per capita income disparities among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province. This study uses secondary data and analytical methods used were descriptive and inferential analysis. The results showed that the General Allocation Fund, Sharing Revenue and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining has a positive and significant influence to per capita income Districts / Cities in South Kalimantan province while Special Allocation Fund showed no significant results so that no conclusions can be drawn to explain the influence on income per capita. Results of other studies is that there is disparity of income per capita among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province period 2001 until 2008. Sharing Revenue and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining encourage a high level of disparity, but the General Allocation Fund (which has the goal of reducing the income gap) can reduce the level of income disparity among-regions.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T28234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusmal Nikho
Abstrak :
Penetapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD membawa lima perubahan terhadap pengaturan PDRD terdahulu (UU Nomor 34 Tahun 2000), termasuk perluasan basis pajak dan retribusi daerah. Salah satu upaya memperluas basis pajak daerah di pemerintah propinsi, dilakukan dengan membentuk pajak daerah atas rokok. Kendati telah ditetapkan pada tahun 2009, kebijakan pajak rokok baru akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014. Disamping itu beberapa ketentuan mengenai pajak rokok juga disusun secara tergesa-gesa sehingga dalam pengimplementasiannya masih dibutuhkan beberapa persiapan mendasar. Dalam rangka memberikan masukan terhadap upaya persiapan pelaksanaan kebijakan pajak rokok, melalui tesis ini akan dikupas seberapa besar dampak dari penerapan pajak rokok terhadap fiskal pemerintah dan perekonomian menggunakan beberapa alternatif skenario penerapan pajak rokok. Metodologi yang digunakan adalah kuantitatif dalam menghitung dampak terhadap fiskal pemerintah dan perekonomian (menggunakan analisis I-O). Selanjutnya untuk menilai ketentuan pajak rokok, akan dilakukan menggunakan analisis kualitatif dengan membandingkan ketentuan pajak rokok yang ada dengan kriteria pajak daerah yang baik. Hasilnya diketahui bahwa penerapan pajak rokok akan dapat menurunkan konsumsi dan produksi rokok, meningkatkan total penerimaan pemerintah dari produk rokok, menurunkan net penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, meningkatkan total pendapatan dan belanja pemerintah daerah propinsi secara signifikan, mengurangi ketimpangan kapasitas fiskal pemerintah propinsi, serta meningkatkan output, pendapatan, dan kesempatan kerja. Selanjutnya diketahui pula bahwa ketentuan pajak rokok masih belum sepenuhnya memenuhi kriteria pajak daerah yang baik, sehingga untuk melaksanakannya masih dibutuhkan beberapa persiapan. Persiapan-persiapan dimaksud adalah (1) memilih skenario penerapan pajak rokok yang tepat; (2) memperbaiki beberapa ketentuan pajak rokok serta mempersiapkan juklak dan juknis pemungutannya; dan (3) Menjaga keterpaduan instrumen pendistribusian penerimaan CHT ke pemerintah daerah dengan menghapus DBH CHT seiring dengan diberlakukannya kebijakan pajak rokok.
Determination of Law Number 28 Year 2009 concerning Local Tax and User Charges, brought five changes to the settings of previous provision (Law No. 34 of 2000), including the expansion of tax bases and user charges. One effort to expand local tax base in the provincial government, carried out by forming a regional tax on cigarettes. Although set in the year 2009, the new cigarette tax policy will be implemented starting January 1, 2014 or five years later. Besides, some provisions regarding to the cigarette tax have also been prepared in haste, so that in its implementation still needs some basic preparation. In order to provide input to prepare the implementation of tobacco tax policy, through this thesis will be discussed the impact of cigarette tax to the government's fiscal and economic by applying several alternative scenarios of cigarette tax. Quantitative methodology was used to calculate the impact to the government's fiscal and economic (using IO analysis). Furthermore, to assess cigarette tax provisions, we used a qualitative analysis by comparing the existing cigarette tax provisions with the good local tax criteria. The result is known that the application of the cigarette tax would reducing cigarette consumption and production, increasing total government revenue from tobacco products, reducing the central government's net revenue from the tobacco excise tax, increasing the total revenue and spending of provincial government significantly, reducing horizontal fiscal capacity imbalances among the provincial government, as well as increasing output, income, and employment. Furthermore, note also that the cigarette tax provisions are not yet fully meet the criteria of a good local tax, so it still needs some basic preparation to implementing. The Preparations referred to : (1) choosing the scenario of the proper cigarette tax; (2) fix some cigarette tax provisions and prepare some operational guidelines of tax collection; and (3) maintain integrity of the distribution instrument of cigarette excise tax revenue to local governments by removing cigarette excise tax revenue sharing (DBH CHT) along with enactment of the cigarette tax policy.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27602
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Suziana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah - masalah dalam pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman serta menentukan masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan. Disamping itu juga diteliti dampak pengembangan kakao ini terhadap perekonomian daerah. Data utama yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuisioner Analytic Hierarchy Process (AHP) dan data sekunder yaitu Tabel Input Output Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2007 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan adalah permodalan. Dampak pengembangan kakao terhadap perekonomian daerah untuk saat ini masih rendah. Namun simulasi kebijakan menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan di sektor kakao akan mampu meningkatkan output, Nilai Tambah Bruto (PDRB) dan pendapatan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman. Untuk itu disarankan kepada stake holder terkait agar melakukan terobosan untuk mengatasi permodalan, meningkatkan kegiatan pembinaan dan penyuluhan serta pengembangan industri pengolahan kakao. ......The objective of the research was to understand both of problems of cocoa development on padang pariaman regency and its priority treatment to solve. Despitefully, this research is also attributed to understand the cocoa development impact on regional economy of padang pariaman regency. The research utilizes the prominent data which consist of primary data and secondary data. The primary data was collected by analytic Hierarchy Process (AHP) quisioner whereas the secondary data was provided by domestic input-output tabel transaction base on producer price of Padang Pariaman regency on year 2007. The observational result indicates that the capital is the priority treatment which must be performed. Nowadays, the cocoa development impact on regional economy is still contemning. However, the policy simulation shows that the investment which done on the cocoa sector will increase the output, Gross District Product (GDP), and society income of Padang Pariaman Regency. There is several recommendations for relevant stakeholder to increase attainment of cocoa development impact on regional economy such as breakthrough the overcame capital, improving guidance and counseling activities, and development of cocoa processing industry.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28754
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Hidayat
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menghitung biaya satuan pengujian laboratorium dan membandingkan biaya pengujian laboratorium berdasarkan tarip Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal-hal yang dianalisis adalah struktur biaya, alokasi biaya, biaya satuan dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penelitian ini menggunakan data historis pengeluaran antara Januari-Desember 2008. Distribusi biaya dari pusatbiaya penunjang ke pusat biaya produksi menggunakan Step Down Method. Struktur biaya didominasi biaya operasional dan pemeliharaan sebesar 85.57% dari total biaya, 14,43% biaya investasi. Dari jumlah tersebut gaji (30.30%), bahan kimia habis pakai (19,90%), biaya insentif (9,71%) dan biaya alat operasional habis pakai (9,54%) dari total biaya. Alokasi biaya ke pusat produksi 80,38% dari total biaya, 19,62% pusat biaya penunjang. Pada pusat biaya produksi, dibagi untuk Laboratorium Teranokoko (45,12%), Laboratorium Pangan (19,55%) dan Laboratorium Mikrobiologi (l5,71%). Sedangkan pusat biaya penunjang, dibagi untuk biaya administrasi (15,60%) dan fasilitasi (4,02%). Rata rata biaya satuan pengujian bila memasukan biaya penuh; tampa biaya investasi; tanpa biaya investasi dan gaji rnasing masing adalah sebagai berikut: di Laboratorium Teranokoko Rp. 192.449,- Rp. l65.917,- Rp. 113.310,-; di Laboratorium Pangan Rp. 216.373,- Rp. 192.479,- Rp. ll3.518,- dan di Laboratorium Mikrobiologi Rp. 97.932,- Rp. 78.144,- Rp. 47.696,- Berdasarkan penghitungan Cost Recovery Rare bahwa total biaya pengujian pada Laboratorium Teranokoko, Pangan dan Mikrobiologi lebih bcsar daripada total biaya pengujian berdasarkan tarif atas PNBP yang berlaku di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Jakarta. Rekomendasi agar melakukan analisis biaya pengujian dan melakukan kaji ulang terhadap tarif PNBP yang berlaku. di Badan Pengawas Obat dan Makanan. ......The aim of this research was to calculate unit cost of laboratory testing and to compare cost of laboratory testing based on the tariff of PNBP in Drug and Food Control Agency. The research analysed cost structure, cost allocation, unit cost and tariff of PNBP for laboratory testing. This research used expenditure data within January to December 2008. Cost distribution used Step Down Method. The cost structure was dominated by operational and maintenance cost (85,57% of total cost), following by investment cost (14.43%). Operational and maintenance cost consist of wage cost (30.3%), reagensia cost (1 9.9%), insentive cost (9.71%), sparepart and glassware cost (9.54%). Cost allocation for production cost was 80.38% and supporting cost was 19.62% of total cost. Production cost was allocated to Teranokoko Laboratory (45.12%), Food Laboratory (19.55%) and Microbiology Laboratory (1 5.71%). Supporting cost was allocated to administration cost (15.6%) and facility cost (4.02%). Average unit cost for each testing cost with full cost, without investment cost and without investment and wage cost ave: at Teranokoko Laboratory are Rp192,449.- Rp165,917.- Rp113,310.-; at Food Laboratory Rp216,373.- Rp192,479.- Rp113,5l8.- ; at Microbiology Laboratory Rp97,932.- Rp78,144.- Rp47,696.-, respectively. Based on the calculation of Cost Recovery Rate, the total cost of testing at Teranokoko Laboratory, Food Laboratory and Microbiology Laboratory are higher than total cost of testing based on the tariff of PNBP in Laboratory of Drug and Food Control Office in Jakarta. It is recommended to do the analysis of testing unit cost in Laboratory and to review the tariff of PNBP in Drug and Food Control Agency.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T33264
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Setiadi
Abstrak :
Upaya peningkatan PAD dan menuju kemandirian daerah perlu dilakukan di era otonomi, diantaranya dengan mengefektifkan pemungutan sumber penerimaan dari pajak daerah, sebagai salah satu sumber PAD. Di Kota Solok, diantara sumber-sumber pajak yang perlu dievaluasi, pajak hotel dan pajak restoran, karena sampai saat ini, perkembangan realisasi kedua jenis pajak, relatif lebih besar dari target pajak yang ditetapkan, dengan pertumbuhan realisasi pajak, juga relatif lebih tinggi dari rata-rata inflasi, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kurun waktu 2003-2008. Akan tetapi, kontribusinya terhadap total penerimaan pajak daerah, masih dibawah 4 % untuk pajak restoran, dan dibawah 1 % untuk pajak hotel. Terlebih jika dibandingkan kontribusi pajak penerangan jalan terhadap total penerimaan pajak, yang mencapai hampir 90 %. Kondisi tersebut menjadikan penerimaan pajak Kota Solok, masih sangat bergantung kepada pajak penerangan jalan. Oleh sebab itu, perlu diketahui telah seberapa baik realisasi penerimaan pajak, dalam kurun waktu 2003 ? 2009, dengan mengetahui upaya pemungutan pajak, dan optimalisasi potensi pajak, serta efektifitas pemungutan pajaknya. Penelitian ini menemukan, tax effort kedua jenis pajak adalah rendah, demikian pula dengan tingkat efektifitas maupun tax coverage ratio. Selain itu, juga diketahui bahwa : i. penetapan target pajak yang belum baik dilihat dari tax capacity yang dimiliki dan dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat; ii. Tarif pajak efektif yang diberlakukan untuk pajak restoran dan pajak hotel, masih jauh lebih rendah dibandingkan tarif Perda. iii. Telah dipertimbangkannya faktor omzet sebagai dasar penetapan besarnya pajak terutang dalam implementasi pemungutan pajak. Sebagaimana hasil regresi pengaruh omzet terhadap efektifitas pemungutan, yang menunjukkan adanya signifikansi hubungan antar kedua variabel, walaupun korelasinya tidak tinggi. Hal ini menjadi sesuatu yang sedikit menggembirakan.
Improvements in generating additional local sources revenue is essential in autonomy era and to promote local self sustenance. One effectively ways to achieve these goals by mobilizing local taxes, as a parts of local government revenues. At Solok municipal, among local taxes sources, have to evaluate are hotels tax and restaurants tax. The main reasons, because of realization of these taxes indicating tendency to persistence positive growth and potential for mobilizing sufficient resources during 2003 to 2008 Its based on tax collection indicator, which compare yearly taxes realization to yearly target of each taxes, and elasticity calculation by comparing average tax growth to average growth of inflation; average growth of population; average economic growth. But, on top that, the percentage of average contributions to total local taxes revenues still under 4 % for restaurants tax and under 1 % for hotels tax. Besides undeniable fact at Solok local taxes sources, there is a high depedency on public electrical consumption tax, which almost 90 %. The evaluation try to focus on tax effort, tax coverage ratio, and effectiveness as performance indicators to judge the goodness of tax revenue realization. This study found tax effort of hotels tax and restaurants tax are low, in line with tax coverage ratio indicator, effectiveness collecting ratio indicator to 3 hotels and 43 samples of restaurants tax payers at Solok. Furthermore, also was known : i. Tax targetting in planning documents was being set to low, compare to other municipalities in West Sumatera Province with the similarity of economic structures to Solok, 2003-2008; ii. Tax rates lower than statutory hotels tax law and restaurants tax law during 2003-2008; iii. Tax payers income has been considered in execution of tax collection, even the implementing procedures conduct by negotiation process between tax payers and official of DPPKA Solok. This is ones of a good news among the bad performance indicators results.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T28776
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library