Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bazzar Ari Mighra
"

Latar belakang : Penegakan miastenia gravis (MG) didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, sampai saat ini belum ada pemeriksaan yang menjadi standar utama dalam penegakan MG. Pemeriksaaan dalam penegakan MG yang hasilnya cepat, tidak invasif dan mudah dilakukan serta biayanya murah yaitu ice pack test (IPT) dan Repetitive Nerve Stimulation (RNS).

Metode: Disain penelitian potong lintang menggunakan data primer dan rekam medis pasien yang dicuriga MG dengan ptosis di Poliklinik Saraf, Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan Ruang Rawat Inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak Juli 2019 – November 2019.

Hasil: Dari 38 subjek penelitian dengan ptosis, didapatkan 35 subjek terkonfirmasi MG (SF-EMG/Achr antibodi/respon terapi), 19 di antaranya (54,29%) MG jenis okular dan 16 (45,71%) MG jenis general. Hasil ice pack test positif pada 29 subjek (76,3%). Hasil uji diagnostik pemeriksaan ice pack test diperoleh sensitivitas 80%, spesifisitas 66,67%, nilai AUC 73,3%; Hasil uji diagnostik pemeriksaan RNS diperoleh sensitivitas 60%, spesifisitas 100%, nilai AUC 80%; Sedangkan uji diagnostik kombinasi pemeriksaan diperoleh sensitivitas 94,28%, spesifisitas 66,67%, nilai AUC 80,5%.

Kesimpulan: Kombinasi pemeriksaan Ice Pack Test dan Repetitive Nerve Stimulation (RNS) memiliki nilai diagnostik yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis MG di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

 


Background: Diagnosis of myasthenia gravis (MG) is based on clinical symptoms, physical examination and supporting examination, so far there has been no examination that has become the main standard in the enforcement of MGSupporting  examination of MG that are fast, non-invasive and easy to do are ice pack test (IPT) and Repetitive Nerve Stimulation (RNS).

Methods: This study was conducted with cross-sectional design using primary data and medical records of suspicious MG patients with ptosis in Cipto Mangunkusumo General Hospital between july-november 2019.

Results: Of the 38  subjects with ptosis, 35 subjects were confirmed MG with SF-EMG/AChR antibodies/respon therapy, 19 (54,29 %) ocular type and 16 (45,71%) general type. The ice pack test was positive in 29 subjects (76,3 %). The diagnostic test results of the ice pack test has sensitivity 80%, Specificity 66,67%, AUC(area under the curve)  value 73,3%; the RNS has sensitivity 60%, Specificity 100%, AUC value 80%; while the combination test has sensitivity 94,28%, Specificity 66,67% and AUC(area under the curve) value 80,5%

Conclusions: The combination of IPT and RNS has good diagnostic value, so that it can be used as a supporting examination to diagnosis of MG in Cipto mangunkusumo general hospital.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffri Harisman
"Latar belakang: Status epileptikus non konvulsif (SENK) dapat ditemukan pada
cedera kepala sedang-berat (CKS-B). Timbulnya kejang pascatrauma dapat
memperberat cedera otak yang sudah terjadi, sehingga dapat mempengaruhi luaran.
Gejala klinis SENK tidak spesifik, sehingga membutuhkan pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG) dalam penegakkan diagnosis. Penelitian ini bertujuan
mengetahui angka kejadian SENK, faktor yang mempengaruhi, gambaran demografi
(usia, jenis kelamin dan luaran), gejala klinis, gambaran pencitraan dan EEG pada
pasien CKS-B dengan SENK.
Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan sampel
terdiri dari data primer, yaitu semua CKS-B dari bulan Juli-Desember 2019 secara
consecutive sampling dan data sekunder, yaitu subjek CKS-B dengan klinis kecurigaan
SENK dari bulan Januari 2017-Juni 2019 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM), Jakarta. Penegakkan diagnosis SENK dilakukan melalui
kriteria modified salzburg consensus criteria for non convulsive status epilepticus
(mSCNC).
Hasil penelitian: Sebanyak 39 sampel CKS-B masuk ke dalam penelitian yang terdiri
dari 14 data primer dan 25 data sekunder. Sebanyak 19 dari 39 sampel terdiagnosis
SENK. Proporsi insiden SENK pada CKS-B dari Juli-Desember 2019 sebesar 21,4% (3
dari 14 sampel). Pada kelompok SENK didapatkan usia lebih tua, laki-laki lebih banyak
dari perempuan (3:1) dan kecelakaan lalu lintas sebagai mekanisme utama. Manifestasi
klinis SENK, antara lain penurunan kesadaran (23,1%), agitasi psikomotor (12,8%),
delirium (5,1%) dan gangguan persepsi (5,1%). Lobus frontal dan SAH merupakan
daerah lokasi cedera dan patologi terbanyak. Hanya didapatkan 2 sampel dengan kriteria
definit SENK dan selebihnya possible SENK. Sebagian besar bangkitan SENK berasal
dari lobus temporal. Analisis multivariat menunjukkan lokasi cedera lobus temporal
bermakna berhubungan dengan kejadian SENK (p = 0,036, OR 11,45 (95% IK 1,17-
111,6).
Kesimpulan: Proporsi insiden SENK pada CKS-B di RSUPNCM sebesar 21,4%.
Penurunan kesadaran merupakan gejala klinis SENK terbanyak. Lobus temporal
merupakan faktor yang berhubungan terhadap kejadian SENK.

Background: Non convulsive status epilepticus (NCSE) can be accounted by moderatesevere
traumatic brain injury (TBI). Posttraumatic seizure can aggravate the previous
injury and produce poor outcome. Electroecephalography (EEG) was employed as
diagnostic tool because unspecified clinical symptoms. This study was aimed to find
incidence proportion, associated risk factors, demographic profiles (age, gender,
outcome), clinical symptoms, imaging and EEG patterns of NCSE in moderate-severe
TBI patients.
Method: Cross-sectional design was applied ini this study. Data is consist of primary
data which include all moderate-severe TBI since July-December 2019 by consecutive
sampling and secondary data which include moderate-severe TBI since January 2017-
June 2019 with highly suspicious NCSE symptoms in Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta. EEG was employed as diagnostic tool by using modified salzburg consensus
criteria for non convulsive status epilepticus (mSCNC) as a criteria.
Result: Of 39 samples, 19 moderate-severe TBI samples (14 primary data, 25
secondary data) were diagnosed as NCSE. Incidence proportion of NCSE from July-
December 2019 is 21,4% (3 from 14 samples). Older age, man gender, traffic accident
and worse outcome are the most common NCSE demographic profiles. Loss of
consciousness (23,1%) is a main symptom, followed by psychomotor agitation (12,8%),
delirium (5,1%) dan perception disturbance (5,1%). Frontal lobe and SAH are
consecutively as the most common injury location and pathologic finding. Only 2
samples have definite NCSE diagnosis and the remaining as possible NCSE. Most of
NCSE discharges were originated from temporal lobe. Temporal lobe injury location
has significance relation toward SENK occurance (p = 0,036, OR 11,45 (95% CI 1,17-
111,6).
Conclusion: Incidence proportion of NCSE in moderate-severe TBI is 21,4%. Loss of
consciousness is the most finding symptoms. Temporal lobe is a factor relates to NCSE
occurance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syarly Melani
"

ABSTRAK

Latar belakang: Penilaian kualitas hidup pasien multipel sclerosis (MS) belum rutin digunakan di Indonesia karena belum terdapatnya kuesioner spesifik berbahasa indonesia yang valid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk adaptasi lintas budaya dan validasi kuesioner kuesioner MSQOL-54 versi Indonesia (MSQOL-54 INA).

Metode:  Adaptasi lintas budaya dilakukan sesuai dengan metode forward-backward terstandar. Uji psikometri dilakukan dengan menilai reliabilitas (α Cronbach), validitas interna (item internal consistency,  item discriminant validity dan analisis fakorial) dan validitas eksterna dengan menilai korelasi dengan faktor klinis EDSS dan faktor demografis lainnya.

Hasil: Uji reliabilitas α Cronbach menunjukkan konsistensi internal yang baik (>0,7) di setiap domain kecuali domain persepsi kesehatan (0,665) dan fungsi sosial (0,433). Validitas bentuk dengan komputasi koefisien korelasi menunjukkan konsistensi konsistensi internal yang sesuai dengan dimensi MSQOL-54 asli. Berdasarkan analisis faktorial domain energi,  keterbatasan peran akibat masalah emosional, fungsi sosial dan persepsi kesehatan tidak sesuai dengan dimensi asli. Validitas eksternal dengan EDSS menunjukkan korelasi negatif pada semua domain kecuali fungsi seksual, kemaknaan yang signifikan secara statistik ditemukan pada kedua skor komposit.

Kesimpulan: Kuesioner MSQOL-54 INA memilki reliabilitas yang baik dan terbukti valid serta dapat diterima dengan baik oleh pasien MS di Indonesia. Selanjutnya kuesioner ini dapat digunakan oleh klinisi indonesia untuk tata laksana MS yang lebih komprehensif.

 


ABSTRACT

Background: Quality of life assessment of patients with multiple sclerosis (MS) is not routinely performed in Indonesia due to the unavailability of the validated Indonesian version of a specific instrument. The objective of this study was to transculturally adapt and validate the Indonesian version of the MSQOL-54 (MSQOL-54 INA) questionnaire.

Methods: The transcultural adaptation was conducted by performing a standardized forward-backward method. Psychometric analysis was performed by assessing the reliability (Cronbach α), internal validation (item internal consistency, item discriminant validity and factorial analysis) and external validation by measuring the correlation with a clinical factor such as EDSS and other demographic factors.

Results: Reliability test with Cronbach α showed good internal consistency (>0.7) at each domain, except for health perception (0.665) and social function (0.433). Construct validity using computation of correlation coefficient showed internal consistency in accordance with the original MSQOL-54 standard dimension. Factorial analysis showed that energy, role limitation due to emotional problems, social function and health perception is not in accordance with the original version. External validation with EDSS showed negative correlation on almost all components, except for sexual function, but both composite scores were statistically significant.

Conclusion: MSQOL-54 INA questionnaire has good internal reliability and is proven to be valid and well-accepted by Indonesian MS patients. Therefore, it can be used by Indonesian clinicians for more comprehensive MS management.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprida
"Pendahuluan: Jumlah penyandang epilepsi semakin meningkat, namun tidak disertai dengan edukasi sehingga masih terdapat stigma dan diskriminasi yang dapat menurunkan kualitas hidup orang dengan epilepsi (ODE). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian sikap mahasiswa kedokteran preinternship, peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) dan perawat karena mereka merupakan sumber penting pengetahuan tentang epilepsi dan dapat memberikan contoh bagi masyarakat.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dari Juni 2020 hingga Januari 2021. Sampel penelitian yaitu mahasiswa kedokteran preintership, peserta PPDS dan perawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini menggunakan kuesioner Public Attitude Toward Epilepsy (PATE) versi Bahasa Indonesia yang telah divalidasi.
Hasil: Mahasiswa kedokteran preinternship, peserta PPDS dan perawat memberikan sikap positif pada pertanyaan yang bersifat umum, namun hal sebaliknya didapatkan sikap negatif pada pertanyaan yang bersifat pribadi yakni berkencan, menikah ataupun memberikan saran kepada keluarga untuk menikah dengan ODE. Faktor sosiodemografi tidak mempengaruhi sikap terhadap epilepsi.
Kesimpulan: Mahasiswa kedokteran preinternship, peserta PPDS dan perawat memberikan sikap yang negatif dalam hal berkencan maupun menikah dengan ODE.

Background: The number of people with epilepsy is increasing, but this not followed by education so that there is still stigma and discrimination that can reduce the quality of life of people with epilepsy (PWE). Thus, it is necessary to conduct research on the attitudes of preintership medical students, residents and nurses because they are an important source of knowledge about epilepsy and can provide an example for the community.
Method: This study used a cross sectional design from June 2020 until Januari 2021. The research sample were preintership medical students, residents and nurses at Cipto Mangunkusumo Hospital. The study was conducted using a validated Indonesian version of the PATE questionnaire.
Results: Preintership medical students, residents and nurses gave a positive attitude to general questions, but on the contrary, a negative attitude was found on questions related to personalities, namely dating, getting married or giving advice to families to marry people with epilepsy. Sociodemographic factors did not influence attitude towards epilepsy.
Conclusion: Preintership medical students, residents and nurses give negative attitudes in dating and marrying PWE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Rilianto
"Latar Belakang: Trombolisis merupakan terapi definitif pada stroke iskemik hingga saat ini. Efektivitas trombolisis sangat bergantung waktu pemberian. Salah satu faktor yang memengaruhi luaran trombolisis pada stroke iskemik akut adalah waktu door to needle. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi waktu DTN pada penderita yang mendapat terapi trombolisis. Metode: Penelitian berupa potong lintang untuk melihat faktor klinis dan logistik yang memengaruhi waktu DTN pada penderita stroke iskemik yang mendapat terapi trombolisis periode November 2014 hingga Oktober 2018 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil: Total 94 subjek didapatkan proporsi waktu DTN > 60 menit sebanyak 68(71,3%). Faktor yang secara dependen berpengaruh terhadap waktu DTN adalah: nilai NIHSS awal (OR: 0,29; CI: 0,091-0,938), penggunaan antitrombotik (OR: 0,128; IK: 0,024-0,692), dan lokasi CT scanner (OR: 0,168; IK: 0,046-0,611). Simpulan : Nilai NIHSS awal, penggunaan antirombotik, dan lokasi CT scan berhubungan terhadap waktu DTN.

Thrombolysis is the definitive therapy in ischemic stroke to date. The effectiveness of thrombolysis is very time-dependent. One of the factors that influence the outcome of thrombolysis in acute ischemic stroke is the door to needle time. The aims of this study was to look for factors that influence DTN times in patients receiving thrombolysis therapy. Methods: A cross-sectional study to look at clinical and logistical factors that influence DTN times in patients with acute ischemic stroke who received thrombolysis therapy from November 2014 to October 2018 at Cipto Mangunkusumo Hospital. Results: A total of 94 subjects obtained a proportion of DTN time > 60 minutes of 68 (71.3%). Factors that are dependent on DTN times are: initial NIHSS (OR: 0.29; CI: 0.091-0.938), antithrombotic use (OR: 0.128; CI: 0.024-0.692), and CT scanner location (OR: 0.168; CI: 0.046-0.611). Conclusions: Initial NIHSS, antithrombotic use, and CT scan location are associated to DTN times."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Indah Hapsari
"Latar belakang: Perkembangan kognitif anak berkaitan erat dengan pertambahan usia dan tingkat pendidikan. Anak rentan dalam mengalami gangguan kognitif. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemeriksaan fungsi kognitif pada anak yang dapat berfungsi sebagai alat skrining bagi tenaga medis. SYSTEMS-R merupakan salah satu intrumen skrining fungsi kognitif anak berusia 4 hingga 15 tahun di Australia. Sensitifitas dari instrumen ini adalah 83% dan 92% dengan nilai spesitifitas sebesar 76% dan 95%. Tujuan dari penelitian ini guna mendapatkan nilai normal fungsi kognitif anak menggunakan SYSTEMS-R di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan disain potong lintang menggunakan data primer dengan jumlah total 631 subjek penelitian dari 6 sekolah sejak Januari hingga April 2019. Penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin etik dan diolah menggunakan SPSS 20.
Hasil: Subjek penelitian terdiri dari 298 anak laki-laki (47,2%) dan 333 anak perempuan (52,8%). Skor terendah ditemukan pada usia 4 (12; 5-22) dan tertinggi adalah usia 15 (35; 28-40). Berdasarkan tingkat pendidikan, skor terendah 14; 5-26 ditemukan di siswa TK dan tertinggi 35; 28-40 ditemukan di kelas 3 SMP. Waktu rata-rata dalam pelaksanaan membutuhkan 06,23 ± 01,32 menit. Skor SYSTEMS-R meningkat berdasarkan pertambahan usia dan tingkat pendidikan (p <0,05). Cut-off score untuk setiap kelompok umur dan tingkat pendidikan meningkat (p <0,05).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna secara klinis dan statistik antara skor SYSTEMS-R dengan pertambahan usia dan tingkat pendidikan (p < 0,05). Cut-off score yang rendah dapat mengindikasikan adanya gangguan kognitif sehingga diperlukan suatu pemeriksaan neurologis lebih lanjut.

Background: Cognitive development of children is closely related to age and education levels. Children has risk of cognitive impairment so that cognitive function screening tool will be needed. SYSTEMS-R is one of the cognitive function screening tools that used in children aged 4 to 15 years old in Australia. It has a sensitivity value of 83% and 92% and specificity of 76% and 95%. The purpose of the study is to get a normal value and cut off score based on age and education levels in Indonesia.
Methods: A cross-sectional design and observational study with primary data from 631 children from 6 schools in Jakarta had been performed from January to April 2019.
This research has been approved by an ethical committee and processed using SPSS 20.
Results: The subjects consisted of 298 boys (47.2%) and 333 girls (52.8%). The lowest score was found in age 4 (12;5-22) and the highest was in age 15 (35;28-40). Based on education levels, the lowest score of 14;5-26 was found in kindergartens and the highest ​​of 35;28-40 was found in 3rd grade of the junior high school. The average time in sampling requires 06.23±01.32 minutes. The SYSTEMS-R scores increase with age and education levels (p<0.05). The cut off score of each age group and education levels increases (p<0.05).
Conclusions: The relationship was statistically and clinically significant between SYSTEMS-R score with age and education levels (p<0.05). A lower score of cut off score can indicate a cognitive impairment that further neurological examination may be needed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendy Kurniawan
"Latar belakang: Migren vestibular (MV) merupakan salah satu penyebab tersering vertigo berulang. Beberapa penelitian telah melaporkan karakteristik klinis dan hasil abnormal pemeriksaan cervical Vestibular Evoked Myogenic Potential (cVEMP) pada pasien MV. Indonesia belum memiliki penelitian mengenai hal tersebut. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk pengembangan pemahaman MV dan pemeriksaan cVEMP di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong-lintang yang melibatkan 18 subyek MV dan 25 subyek normal. Fungsi vestibular dinilai secara klinis dan menggunakan cVEMP. Seluruh subyek dengan MV menjalani pemeriksaan selama periode bebas serangan/interiktal.
Hasil: Keluhan utama migren atau gejala vestibular terbagi merata (50%). Karakteristik sakit kepala lebih banyak dengan intensitas berat (66,7%), berdenyut (100%), unilateral (61,1%), fotofobia (83%), fonofobia (94,4%), mual dan/atau muntah (88,9%), dan diperberat aktivitas (100%). Karakteristik gejala vestibular lebih banyak non-spinning vertigo (50%). Hasil pemeriksaan cVEMP didapatkan amplitudo yang lebih rendah pada MV (128,84µV [55,01-623,52]). Proporsi absennya gelombang cVEMP lebih tinggi pada MV (55,6%). Terdapat korelasi positif kuat antara frekuensi serangan MV dengan latensi n1 cVEMP.
Kesimpulan: Abnormalitas pemeriksaan cVEMP didapatkan pada pasien MV. Absennya gelombang cVEMP dan penurunan amplitudo merupakan hal yang dapat ditemukan pada pasien MV.

Background: Vestibular migraine (MV) is one of the most common cause of recurrent vertigo. Several studies have reported clinical characteristics and abnormal results of cervical Vestibular Evoked Myogenic Potential (cVEMP) in VM. Indonesia does not have research on this matter. Therefore this research is expected to be a reference for developing VM understanding and cVEMP examination in Indonesia.
Methods: This research is a cross-sectional study involving 18 VM subjects and 25 healthy subjects. Vestibular function is assessed clinically and by using cVEMP. All VM subjects underwent examination during the interictal period.
Results: The chief complaint either migraine nor vestibular symptoms were evenly distributed (50%). More headache with severe intensity (66,7%), throbbing (100%), unilateral (61,1%), photophobia (83%), phonophobia (94,4%), nausea and/or vomiting (88,9%), and aggravation by routine physical activity (100%). Characteristics of vestibular symptoms are more non-spinning vertigo (50%). cVEMP revealed lower amplitudes in VM (128,84µV [55,01-623,52]). The proportion of absence of cVEMP waves is higher in VM (55,6%). There is a strong positive correlation between the frequency of VM attacks with cVEMP n1 latency.
Conclusions: Abnormality of cVEMP are found in VM patients. The absence of cVEMP waves and decreases in amplitude can be found in VM patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadli
"Pendahuluan: Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Gejala terutama dikeluhkan rasa nyeri atau baal pada kedua tungkai. Penyakit arteri perifer (PAP) juga merupakan komplikasi diabetes dengan manifestasi nyeri pada tungkai. Adanya neuropati dan PAP akan mempengaruhi gejala satu sama lain sehingga umumnya pasien akan datang dalam keadaan yang lebih berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis dan hasil pemeriksaan elektrodiagnostik neuropati diabetik dengan atau tanpa PAP.
Metode: Studi ini bersifat deskriptif dengan metode potong lintang pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati berdasarakan Toronto clinical neuropathy score (TCNS). Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan elektrofisiologi (Kecepatan hantar saraf (KHS) dan sympathetic skin response (SSR)) untuk membuktikan adanya neuropati serta pemeriksaan ankle brachial index (ABI) dan toe brachial index (TBI) untuk mendiagnosis adanya PAP.
Hasil: Sebanyak 46 subjek penelitian yang terdiri dari 22 laki-laki dan 24 perempuan. Rerata usia subjek penelitian adalah 63,09 (±9,98) tahun dengan rerata lama menderita diabetes 13,57 (±10,43) tahun. Kebanyakan pasien memiliki kontrol glikemik yang kurang baik dengan median HbA1C of 7,35 (min-max: 5,6-12,2). Didapatkan sebanyak 22 orang terdiagnosis PAP berdasarkan pemeriksaan TBI. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan kemaknaan secara statistik antara adanya keluhan nyeri, rasa kram, lokasi nyeri, klaudikasio intermiten serta riwayat penyakit jantung koroner dengan adanya PAP (masing-masing p < 0,05).
Kesimpulan: Adanya keluhan nyeri, rasa kram, lokasi nyeri, klaudikasio intermiten, serta riwayat penyakit jantung koroner dapat menunjukkan adanya kemungkinan PAP pada pasien neuropati diabetik.
Kata kunci: neuropati diabetik, penyakit arteri perifer, kecepatan hantar saraf, respon kulit simpatetik

Background: Diabetic neuropathy (DN) is a common complication of diabetes. Symptoms can be tingling, pain or numbness in the leg.(1) Peripheral arterial disease (PAD) is also a complication of diabetes which can cause pain in the leg. The presence of DN and PAD affect each other, resulting in worse patient condition. The aim of this study to evaluate clinical characteristics and electrodiagnostic findings in diabetic neuropathy with and without PAD.
Method: a descriptive cross-sectional study in type 2 diabetes mellitus patient with neuropathy based on Toronto clinical neuropathy score (TCNS). Patients were evaluated with electrodiagnostic study (nerve conduction study (NCS) and sympathetic skin response (SSR)) to confirm neuropathy and also ankle brachial index (ABI) and toe brachial index (TBI) to evaluate PAD.
Results: a total of 46 subjects consisted of 22 male and 24 females include in this study. The mean age of the study population was 63,09 years (±9,98). The mean duration of diabetes in the study population was 13,57 years (±10,43). Most of the patients had poorly controlled diabetes with a median HbA1C of 7,35 (min-max: 5,6-12,2). Ten patients have PAD based on TBI examination. From bivariate analysis, there is statistically significant association between pain, cramp, pain location, intermittent claudication, and history of coronary arterial disease with the presence of PAD (p < 0,05).
Kesimpulan: The presence of pain, cramp, pain location, intermittent claudication, and history of coronary arterial disease can predict the presence of PAD in DN patients.
Keywords: diabetic neuropathy, peripheral arterial disease, nerve conduction study, sympathetic skin response"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendy Kurniawan
"ABSTRAK
Latar belakang: Migren vestibular (MV) merupakan salah satu penyebab tersering vertigo berulang. Beberapa penelitian telah melaporkan karakteristik klinis dan hasil abnormal pemeriksaan cervical Vestibular Evoked Myogenic Potential (cVEMP) pada pasien MV. Indonesia belum memiliki penelitian mengenai hal tersebut. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk pengembangan pemahaman MV dan pemeriksaan cVEMP di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong-lintang yang melibatkan 18 subyek MV dan 25 subyek normal. Fungsi vestibular dinilai secara klinis dan menggunakan cVEMP. Seluruh subyek dengan MV menjalani pemeriksaan selama periode bebas serangan/interiktal.
Hasil: Keluhan utama migren atau gejala vestibular terbagi merata (50%). Karakteristik sakit kepala lebih banyak dengan intensitas berat (66,7%), berdenyut (100%), unilateral (61,1%), fotofobia (83%), fonofobia (94,4%), mual dan/atau muntah (88,9%), dan diperberat aktivitas (100%). Karakteristik gejala vestibular lebih banyak non-spinning vertigo (50%). Hasil pemeriksaan cVEMP didapatkan amplitudo yang lebih rendah pada MV (128,84µV [55,01-623,52]). Proporsi absennya gelombang cVEMP lebih tinggi pada MV (55,6%). Terdapat korelasi positif kuat antara frekuensi serangan MV dengan latensi n1 cVEMP.
Kesimpulan: Abnormalitas pemeriksaan cVEMP didapatkan pada pasien MV. Absennya gelombang cVEMP dan penurunan amplitudo merupakan hal yang dapat ditemukan pada pasien MV.

ABSTRACT
Background: Vestibular migraine (MV) is one of the most common cause of recurrent vertigo. Several studies have reported clinical characteristics and abnormal results of cervical Vestibular Evoked Myogenic Potential (cVEMP) in VM. Indonesia does not have research on this matter. Therefore this research is expected to be a reference for
developing VM understanding and cVEMP examination in Indonesia.
Methods: This research is a cross-sectional study involving 18 VM subjects and 25 healthy subjects. Vestibular function is assessed clinically and by using cVEMP. All VM subjects underwent examination during the interictal period.
Results: The chief complaint either migraine nor vestibular symptoms were evenly distributed (50%). More headache with severe intensity (66,7%), throbbing (100%), unilateral (61,1%), photophobia (83%), phonophobia (94,4%), nausea and/or vomiting (88,9%), and aggravation by routine physical activity (100%). Characteristics of vestibular symptoms are more non-spinning vertigo (50%). cVEMP revealed lower
amplitudes in VM (128,84µV [55,01-623,52]). The proportion of absence of cVEMP waves is higher in VM (55,6%). There is a strong positive correlation between the frequency of VM attacks with cVEMP n1 latency.
Conclusions: Abnormality of cVEMP are found in VM patients. The absence of cVEMP waves and decreases in amplitude can be found in VM patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library