Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Ratih Chaerunisa
"Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan tempat tinggal terhadap kejadian malaria pada ibu hamil di daerah perdesaan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2010 dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat (faktor risiko). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang tinggal di rumah tidak permanen memiliki risiko 1,45 kali lebih besar untuk mengalami malaria klinis setelah dikontrol oleh variabel pekerjaan, ibu hamil yang di sekitar rumahnya tidak ada ternak memiliki risiko 1,62 kali lebih kecil untuk mengalami malaria klinis setelah dikontrol oleh variabel pekerjaan, dan ibu hamil yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan/petanu memiliki risiko untuk terkena malaria klinis 1,58 kali lebih besar daripada responden yang berkerja selain bertani/nelayan.

This study was made in order to determine the relation between neighboorhood factors in the incidence of malaria in pregnant women at rural areals in Indonesia. This study uses data Riskesdas 2010 with univariate, bivariate, and multivariate analysis (risk factors). The results showed that pregnant women who stay at home do not permanent 1.45 times greater risk for experiencing clinical malaria once controlled by work variables, pregnant women arround the house there are no cattle had 1.62 times the risk of developing clinical malaria once controlled by the occupation variable, and pregnant women who have jobs as fisherman/farmers are at risk for clinical malaria is 1.58 times greater than the respondents who worked in addition to farmers/fishermen.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Budianti
"ABSTRAK
Produksi dan pemanfaatan hasil penelitian, untuk menjadi bukti dan dasar kebijakan kesehatan, merupakan komponen penting penguatan sistem penelitian kesehatan dan sistem kesehatan nasional. Rekomendasi stakeholder pun telah dijadikan indikator kinerja Kementerian Kesehatan di bidang litbang meski beberapa riset berskala nasional seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), telah berhasil mendukung kebijakan kesehatan, namun pemanfaatan hasil penelitian sebagai dasar penyusunan kebijakan kesehatan, khususnya dalam pencegahan stunting, masih belum dapat diidentifikasi. Padahal stunting ini telah menjadi isu kebijakan kesehatan sebagaimana diamanatkan Presiden RI pada saat pembukaan Rakerkesnas 2017. Sebanyak 12 policy brief dihasilkan di tahun 2017, namun hanya 2 yang dapat diadvokasikan. Sementara itu, Badan Litbang Kesehatan sedang mengembangkan inovasi bernama 'Poros Kebijakan'. Studi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil litbang kesehatan dalam rangka kebijakan berbasis bukti dengan menggunakan model implementasi kebijakan Van Meter Van Horn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen. Hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan rekomendasi kebijakan dalam bentuk policy brief masih minim, terjadi ketidaksinkronan antar dasar hukum terkait sehingga tujuan kebijakan tidak tercapai, belum adanya pedoman yang mengatur mekanisme pelaksanaan, belum adanya insentif khusus terkait kebijakan, rendahnya kapasitas pelaku kebijakan, terjadi ketidakharmonisan hubungan dengan salah satu stakeholder program stunting, belum adanya jejaring dan forum khusus stunting, terjadi perbedaan persepsi dan penolakan dari salah seorang stakeholder, dan terdapat dukungan LIPI serta Bappenas meski belum optimal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil litbang kesehatan (policy brief) dalam rangka kebijakan berbasis bukti belum optimal. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan inovasi poros kebijakan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: telaah dan sinkronisasi seluruh peraturan induk dan turunan, perencanaan dan pelaksanaan pelatihan untuk semua peneliti dan pelaku advokasi, menyusun tata hubungan kerja baik di dalam Badan Litbang Kesehatan maupun dalam Kementerian Kesehatan, menjadikan PADK sebagai mitra kerja dengan 2 opsi, meningkatkan sosialisasi, dan advokasi lintas sektor (Bappenas, KSP, Kemenko PMK, LIPI, dan KemenPAN) terkait pemanfaatan rekomendasi kebijakan hasil
litbang kesehatan dalam rangka kebijakan berbasis bukti pencegahan stunting.

ABSTRACT
The production and utilization of research results, to be evidence and basis of health policy, is an important component of strengthening the health research system and the national health system. Policy recommendations of research and development results advocated to stakeholders have also been used as performance indicators of the Ministry of Health in the field of health research and development in the Ministry of Health's Strategic Plan 2015-2019. Although some national-scale researches such as Basic Health Research (Riskesdas) have been successful in supporting health policies, the utilization of research results as a basis for the preparation of health policies, particularly in the prevention of stunting, remains unidentified. Whereas this stunting has become a health policy issue as mandated by the President of the Republic of Indonesia at the opening of Rakerkesnas 2017. A total of 12 policy briefs are produced in 2017, but only 2 can be advocated. Meanwhile, the National Health Institute of Research and Developments is developing innovation called 'Policy Axis'. This study aims to analyze the implementation of the utilization of policy recommendations of health research and development results in the framework of evidence-based policies using Van Meter Van Horn policy implementation model. This research uses qualitative method with indepth interview technique and document study. The result of the research shows that the use of policy recommendation in the form of policy brief is still minimal, there is a lack of synchrony between related legal basis so that the policy objectives are not achieved, the lack of guidance which regulate the implementation mechanism, the absence of special incentive related to policy, the low capacity of policy actors, rejection form one of the stakeholders of the stunting program, the lack of network and special forum stunting, there is a difference of perception and rejection from one of the stakeholders, and there is support of LIPI and Bappenas although not yet optimal. So it can be concluded that the implementation of policy recommendation of policy research and development results (policy brief) in the context of evidence-based policy stunting prevention is not optimal. Therefore, it is necessary to continue the innovation of the policy axis by considering the following points : to synchronize all the key rules and derivations, planning and implementation of training for all researchers and advocates, to set up working relationships both within the Health Research Agency and the Ministry of Health, to make PADK as a partner with 2 options, promote socialization, and cross-sectoral advocacy (Bappenas, KSP, Kemenko PMK, LIPI, and KemenPAN) on the use of health research and development policy recommendations in the context of stunting prevention evidence-based policy."
2018
T50659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidiah Ihsan
"Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian dini di dunia. Salah satu faktor risikonya adalah hipertensi, keduanya merupakan komponen dari sindrom metabolik yang saling mempengaruhi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko kejadian DM tipe 2 pada penduduk usia >15 tahun dikaitkan dengan hipertensi. Studi memanfaatkan data IFLS ke-4 dan ke-5 yang dianalisis dengan desain kohort retrospektif. Pengukuran variabel independen dan kovariat yang berubah didasarkan IFLS ke-4 dan ke-5, sedangkan variabel yang tidak berubah didasarkan IFLS ke-4. Pemilihan sampel dipastikan terbebas dari DM dan tidak memiliki status hipertensi terkontrol. Hasil studi menunjukkan tetap hipertensi dan menjadi hipertensi terbukti dapat meningkatkan risiko kejadian DM. Pada kelompok tetap hipertensi risiko DM 2,30 kali lipat, sedangkan pada kelompok menjadi hipertensi risiko DM 2,14 kali lipat dibandingkan kelompok tetap tidak hipertensi setelah dikontrol usia, perubahan aktivitas fisik, dan perubahan indeks masa tubuh, sedangkan pada kelompok hipertensi terkendali tidak didapatkan hubungan yang signifikan. Studi ini juga menyimpulkan 41,5% kasus DM dapat dicegah pada populasi umum dan 68% kasus DM dapat dicegah pada penderita hipertensi dengan mengendalikan hipertensi menjadi terkontrol atau mengeliminasinya. Pengendalian hipertensi dan DM memerlukan komitmen bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk menjalankan gaya hidup sehat sesuai pesan CERDIK dan PATUH.

Diabetes mellitus is a non-communicable disease which was the main cause of early death at the global level. One of the known risk factors for diabetes mellitus is hypertension, both are known as the components of the metabolic syndrome in interplay system. This study aims to determine the risk of Diabetes Mellitus in people aged >15 years that associate with hypertension in Indonesia. The study was using data from the 4th IFLS and 5th IFLS which analyzed using a retrospective cohort design. The measurements of the independent and covariate variables that potentially changes are based on the 4th IFLS and 5th IFLS data, whereas the variables that constant are based on the4th IFLS data. The sampling method was excluding the diabetes mellitus and hypertension controlled criteria. The multivariable adjusted RR for incident diabetes melitus for baseline hypertension 2,30, and progression hypertension 2,14 after controlling for age, changes in physical activity, and body mass index changes. This study also concluded that PAR % 41.5%  and AR% 68%. The hypertension control is an integrated strategy of diabetes mellitus control which requires a joint commitment from the government and society to live a healthy lifestyle according to the CERDIK and PATUH health messages."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Aminah Padang
"Pendahuluan : Indonesia menduduki posisi ketiga dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak. Rata-rata 90 % dari yang terinfeksi M.tuberkulosis menimbulkan kekebalan karena imunitas yang baik akan tetapi 10 % berkembang menjadi tuberkulosis aktif dalam hitungan beberapa bulan atau tahun setelah terjadi infeksi (WHO, 2018). Diabetes menyerang 382 juta pada tahun 2013 dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035. Ketika diabetes menyebar, itu akan menyebabkan semakin banyak penduduk yang terinfeksi tuberkulosis (Lonnroth, 2014). Prevalensi diabetes mellitus meningkat berdasarkan umur terutama pada populasi di atas 40 tahun yang dikarenakan perkembangan intoleransi glukosa. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui besar risiko diabetes mellitus terhadap kejadian tuberkulosis paru pada penduduk 40-65 tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor contributory (potential confounder) yang juga berhubungan terhadap kejadian tuberkulosis maupun diabetes mellitus.
Metode : Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sebanyak 26.301 Penduduk 40-65 tahun menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh dari Mandat Litbangkes RI dan dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil : Risiko TB Paru 4,8 kali lebih besar pada penduduk 40-65 tahun yang memiliki riwayat diabetes mellitus dibandingkan dengan tidak memiliki riwyat diabetes mellitus (POR = 4,8 : 95% CI 2,2-10,6).
Kesimpulan : Kolaborasi antar layanan termasuk didalamnya skrining (Diabetes Mellitus dan TB Paru) diperlukan untuk mengurangi prevalensi dari kedua penyakit dengan didukung penyusunan peraturan/pedoman standard antar layanan di FKTP serta pertimbangan pemberian profilaksis PP INH pada penderita diabetes mellitus perlu dipertimbangkan

ABSTRACT
Introduction : Indonesia is the third rank of the highest number cases of tuberculosis. On average 90% of those infected with M and only 10% develop active tuberculosis after infection (WHO, 2018). Diabetes attacked 382 million in 2013 and will be predicted increase to 592 million by 2035. When diabetes spreads, it will cause more people infected tuberculosis (Lonnroth, 2014). The prevalence of diabetes mellitus increases with age, especially in populations over 40 years due to the development of glucose intolerance. Therefore, it is necessary to do research to determine the risk of diabetes mellitus against pulmonary tuberculosis in the population of 40-65 years by considering the contributory factors (potential confounder) which are also related to the prevalence of tuberculosis and diabetes mellitus.
Method: This study used cross-sectional design. Sample were 26,301 respondents of 40-65 years. Data was obtained from the Indonesian Litbangkes and analyzed using the Logistic Regression.
Result : The risk of pulmonary TB was 4,8 times greater in the population of 40-65 years who had a history of diabetes mellitus compared to not having a diabetes mellitus (POR = 4,8 : 95% CI 2,2-10,6).
Conclusion : Collaboration both health services including screening (Diabetes Mellitus and Pulmonary TB) is needed to reduce the prevalence of both diseases and profilaxis program of PP INH need to be considered."
2019
T52117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Lisum
"Latar belakang: Indonesia menduduki peringkat kedua kasus Tuberkulosis tertinggi di dunia, untuk itu dibutuhkan pelibatan peran serta anggota masyarakat, termasuk pemuda. Pemuda sering kali diabaikan untuk menjadi agen pembaharu dalam keluarga, karena dianggap memiliki gaya hidup berisiko terhadap masalah kesehatannya. Tujuan penelitian: mengembangkan dan melakukan uji model penguatan kapasitas pemuda. Metodologi: Dua tahap penelitian; tahap pertama berupa identifikasi masalah dengan penelitian kualitatif dilanjutkan dengan pengembangan model penguatan kapasitas pemuda berupa program edukasi dan pendampingan dalam bentuk kunjungan rumah; tahap kedua adalah melakukan uji model penguatan kapasitas pemuda dengan desain quasi eksperimen. Jumlah sampel adalah 104 klien TBC paru yang terdiri dari 52 responden masing masing pada kelompok intervensi dan kontrol. Hasil: Penelitian tahap satu menghasilkan 4 tema, dan penelitian tahap dua membuktikan bahwa terdapat pengaruh model penguatan kapasitas pemuda terhadap peningkatan pengetahuan yang dikontrol dengan variabel sumber informasi sebesar 2.83 kali; terhadap peningkatan sikap sebesar 71,4 kali setelah dikontrol oleh variabel sumber informasi, lama pengobatan dan skor pengetahuan klien. Walaupun pengaruh model penguatan kapasitas pemuda tidak signifikan terhadap perubahan tindakan secara langsung, namun perubahan tindakan pengobatan dan perawatan klien TBC paru setelah tiga bulan intervensi terjadi 3.13 kali lebih besar dibanding kelompok kontrol. Simpulan: Model penguatan kapasitas pemuda secara efektif dapat meningkatkan pengetahuan, sikap klien TBC paru; termasuk dalam tindakan pengobatan dan perawatan TBC paru. Perubahan tersebut membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari pelaku model. Saran: Model penguatan kapasitas pemuda diharapkan dapat digunakan sebagai panduan untuk puskesmas dalam melibatkan keberadaan pemuda yang dapat dimulai pada tatanan sekolah.

Background: Indonesia ranks second among countries with a high burden of tuberculosis; consequently, community involvement was required including youth. Youth tend to disregard their role as agents of change, moreover youth also engage in risky behavior. The purpose: To develop and test the youth capacity strengthening model. Methodology: This study consisted of two phases. Phase I: problem identification using qualitative methods, followed by development of the youth capacity strengthening model in the form of an education program and home visit. Phase II: testing the model using a quasi- experimental design with a control group design. The total number of respondents were 104 that consisted of 52 respondents in each of the intervention and control groups. The first phase yielded four themes, and the second phase revealed that the capacity strengthening model influenced an increase in knowledge controlled by source of information 2.83 times and an increase in attitude controlled by source of information, duration of treatment, and client TBC knowledge 71.4 times. Even though the capacity strengthening model had no direct effect on the client's treatment practice, after three months the client's practice changed 3.13 times more than the control group. More opportunities are required to adapt to youth as a model actor due to the evolution of practice. Suggestion: Youth capacity strengthening model can be used as a guide for primary health center by involving youth participation that can be started in a school area."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library