Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadi Sunardi
Abstrak :
Dalam suatu produk, bahan baku dan upah langsung dengan mudah dapat ditelusuri, sedangkan biaya tidak langsung sangat sulit untuk ditelusuri. Salah satu konsep yang dikembangkan untuk membebankan atau mengalokasikan biaya tidak langsung secara lebih akurat ke dalam suatu produk adalah system Activity Based Costing (ABC).

Perbedaan mendasar antara system ABC dengan sistem tradisional terletak kepada tahapan pembebanannya atau pengalokasiannya. Dalam sistem tradisional pengalokasian biaya tidak langsung hanya dilakukan dengan satu tahapan saja, yaitu dari biaya atau sumber daya kepada unit produk. Dalam system ABC pembebanan biaya tidak langsung dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama adalah mengalokasikan biaya atau sumber daya ke dalam aktivitas-aktivitas. Tahap kedua adalah mengalokasikan aktivitas-aktivitas ke dalam suatu cost pool, yang bisa berupa unit produk, customer atau jenis produk dan sebagainya. Dengan system pengalokasian secara dua tahap, diyakini pembebanan akan menjadi jauh lebih akurat, yang pada gilirannya akan berpengaruh kepada perhitungan harga pokok produksi suatu produk.

Manfaat dalam hal keakuratan sistem ABC dibandingkan dengan sistem tradisional itulah yang membuat karni merasa perlu untuk mengusulkan aplikasinya di PT X. PT X adalah sebuah perusahaan manufaktur dan eksportir produk produk furniture terbuat dari rotan dan kayu. Perubahan lingkungan eksternal yang ditandai dengan tingkat persaingan global yang semakin ketat, memaksa PT X untuk melakukan langkah-langkah strategic guna menjamin eksistensinya di kemudian hari. Langkah peningkatan kualitas produk yang mampu bersaing secara global telah dilakukan oleh PT X dengan mengarah kepada system manajemen mutu ISO. Sedangkan dalam hal perhitungan harga jual, PT X belum melakukan langkah apapun. Pada titik inilah system ABC dapat merupakan salah satu alternatif yang mungkin dapat mengisi kekosongan langkah strategic dari PT X tersebut di atas.

Dengan jumlah item produk yang mencapai ribuan, maka penerapan system ABC akan sulit seandainya langsung mengacu kepada item per item produk. Oleh karena itu dalam tulisan ini, cost pool bukanlah item produk melainkan jenis produk yang dihasilkan oleh PT X, yaitu jenis produk mebel terbuat dari rotan, jenis produk mebel terbuat dari kayu dan jenis produk keranjang rotan. Alokasi biaya tidak langsung ke dalam ketiga jenis produk tersebut selama ini belum dilakukan dengan cara perhitungan yang sistematis akan tetapi masih berdasarkan kepada pengalaman semata.

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ABC menunjukkan perbedaan mencolok dengan sistem tradisional yang sedang eksis sekarang ini, untuk jenis produk mebel kayu. Sedangkan untuk jenis produk mebel rotan dan keranjang rotan menunjukkan hasil yang hampir setara dengan perhitungan berdasarkan system ABC.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Umar Fauzy
Abstrak :
Dalam industri pertambangan dewasa ini, Para pemain berusaha meningkatkan daya saing dengan cara meningkatkan pxoduktivitas dan efisiensi, mengurangi biaya, meningkatkan penggunaan teknologi yang baru dan melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) dalam proses produksinya. Dalam menghadapi persaingan tersebut perusahaan dalam melaksanakan strategi yang telah diterapkan sesuai dengan core competencies dari setiap perusahaan. Namun manajemen perusahaan sering kali menghadapi kesulitan dalam mengvisualisasikan dan mengkomunikasikan strategi yang telah diformulasikan oleh manajemen untuk meningkatkan daya saing dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif. Selain itu, perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya yang berwujud (langiable assets) saja dalam menghadapi persaingan yang kompetitif, diperlukan kemampuan operasi yang efisien, keahlian karyawan, integritas manajemen, jaringan pemasuk dan lainnya scbagai sumber daya yang tidak berwujud (intangiable assets). Kedua sumber daya tersebut pada akhirnya akan memberikan hasil finansial dan nilai yang langgeng bagi pemegang saham (lung lernr shareholders value). Sistem penilaian kinerja (KRA-Key Result Area dan KPI-Key Performance Indicator) yang diterapkan perusahaan memang telah mcnggunakan kerangka balanced scorecard dalam menentukan objektifuya, hanya saja penetapan objektifnya tidak dilakukan dengan menterjemahkan terlebih dahulu ke strategy map tetapi langsung ditentukan dari Executive Committee tanpa hubungan sebab akibat yang jelas. Oleh karena itu masih diperlukan adanya perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang dilakukan pada sistem penilaian kinerja KRA dan KPI perusahaan. Kelemahan-kelemahan pada sistem penilaian kinerja KRA dan ICI dapat diperbaiki dengan implementasi balanced scorecard dengan penjabaran strategi melalui strategy map yang diharapkan dapat mentranslasikan dan mengvisualisasikan strategi dan nisi pcrusahaan, yang kemudian dilanjutkan dengan menyntukan objektif operasional, ukuran, dan target sehingga terbentuk sistem manajcmen pengukuran yang terintegrasi dan selaras antara aktivitas operasi perusahan dengan objektif strategi. Perancangan balanced scorecard dengan penjabaran strategi melalui strategy map untuk pcrusahaan merupakan langkah awal dalam mengvisualisasikan dan mengkomunikasikan strategi yang telah ditentukan perusahaan sehingga seluruh aktivitas karyawan perusahaan fokus pada strategi tersebut. Lebih jauh, perancangan balanced scorecard dilakukan dengan menggunakan, menggabungkan, dan menyelaraskan strategi, objektif dan pengukuran-pengukuran (KPI) yang telah ada di perusahaan kedalam empat perpektif balanced scorecard. beberapa pengukuran masih perlu ditambahkan seiring dengan penyempurnaan terus-menerus sesuai dengan kondisi yang berkembang di perusahaan. Selanjutnya penyusunan balanced scorecard dengan penjabaran strategi melalui strategy map diharapkan menggambarkan strategi perusahaan secara keseluruhan dan hubungan diantara seluruh bagian perusahaan, dan dapat mentranslasikan strategi perusahaan kedalam operationalsecara baik dan jelas. Setelah perusahaan melakukan penyempurnaan yang telah dijabarkan sesuai dengan tiap-tiap prinsip perusahaan yang berfokus pada strategi, maka pada akhirnya akan menciptakan suatu sistem manajemen stratejik yang menginstitusikan nilai-nilai budaya dan struktur baru kedalam sistem manajemen yang baru. Strategy map yang mendeskripsikan dan mengvisualisasikan strategi, balanced scorecard yang mengukur strategi, dan sistem manajemen bare menyatukan setiap bagian dari organisasi yang berfokus pada strategi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurrahmawati
Abstrak :
Banyak perusahaan software house di Indonesia yang rontok sebelum mencapai usai 5 tahun, kami mensinyalir perusahaan tersebut tidak mampu untuk bersaing terutama diakibatkan karena tidakmampunya manajemen atau tim perusahaan untuk membuat perencanaan yang terperinci dan detail serta kemampuan membuat perkiraan biaya yang tepat. Kedua masalah utama ini dapat menyebabkan perusahaan software house menjadi: 1. Menderita kerugian, mengalami penambahan waktu pengembangan software karena tidak sesuai dengan rencana semula yang terdapat di proposal; 2. Cash flow miss-management, karena ketidaktepatan penyerahan jasa mengakibatkan ketidaktepatan jadwal pembayaran dari klien perusahaan; 3. Kehilangan kesempatan untuk mencari klien baru akibat tidak tersedianya tenaga kerja untuk mendapatkan ataupun mengerjakan klien yang baru (opportunity cost). Sebagai salah satu software house terkemuka di Indonesia, BaliCamp, tempat kami melakukan penelitian, juga terjadi hal serupa. Kami melihat beberapa hal yang panting seperti cost projection atau perkiraan biaya proyek yang dibutuhkan untuk mengembangkan aplikasi yang dimaksud menjadi sangat kritis untuk kelangsungan perusahaan karena berdampak langsung kepada masa depan perusahaan. Salah satu proyek yang cukup besar (45% total sales tahun 2002) di Bali Camp adalah proyek pengembangan aplikasi AEGIS ("ACC Enterprise Global Information System"). Didalam proyek ini lah, kernampuan Balicamp untuk melakukan cost projection yang kami sorot menjadi inti dan masalah penelitian kami. Kami ingin melihat apakah BaliCamp juga memiliki kesulitan untuk cost projection yang akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan akibat salah perkiraan atau estimasi biaya yang dibutuhkan untuk menyerahkan solusi yang dimaksud pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan Identifikasi permasalahan: 1. Bagaimana BaliCamp membuat suatu perkiraan kos (cost projection) pertama kali ketika membuat proposal atau kontrak kerja? 2. Berapa gap variance antara anggaran dan biaya yang aktual? 3. Apakah mungkin dilakukan perbaikan metode perkiraan kos untuk mengetahui posisi akhir dan profitabilitas proyek? Tujuan penelitian Penelitian ini bersifat kajian teoritis dan bertujuan sebagai berikut: 1. Membantu memberikan panduan kepada manajemen BaliCamp untuk membuat 2. cost projection yang terus menerus diperbaiki seiring dengan berjalannya proyek; Membantu memberikan gambaran kepada manajemen BaliCamp mengenai profitabilitas dari proyek AEGIS bagi BaliCamp. Manfaat penelitian 1. Kami mengharapkan, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa panduan untuk membuat sebuah cost projection yang lebih akurat untuk mengukur biaya pengembangan solusi IT; 2. Memberikan gambaran evaluasi profitabilitas dari proyek AEGIS yang sedang berjalan. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat kajian data analisis dan terbatas pada data yang tersedia, karena ditujukan sebagai pembentukan model awal untuk mendapat koefisien dari model yang akan digunakan yakni model Man Power dari Roetzheim dan Roetzheim Index (RI) untuk menghitung project profitability, kedua model digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas jasa pengembangan solusi IT yang ditawarkan Bali Camp kepada pelanggannya, ACC. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah: 1. Studi literatur; 2. Analisa data; 3. Wawancara
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haposan, Immanuel Y.
Abstrak :
Manajemen membutuhkan informasi biaya produk sebagai salah satu dasar bagi pengambilan keputusan. Selain sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan harga jual, informasi biaya produk juga berguna bagi manajemen untuk menentukan profitabilitas dari produk yang dihasilkan yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar bagi keputusan ekspansi atau abandonment. Karya akhir ini mencoba menganalisa dan mengevaluasi metode perhitungan biaya produk yang digunakan oleh Divisi Cold Storage PT. CPB sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan udang terpadu. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah (1) Studi Iiteratur atau kepustakaan yang dilakukan terhadap tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tujuan penulisan dan (2) Studi lapangan yaitu dengan melakukan riset langsung di Divisi Cold Storage (DCS) PT. CPB. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode perhitungan biaya produk DCS tidak dapat menyajikan angka biaya produk yang akurat. Salah satu sumber distorsi adalah penggunaan nilai Equivalent Ratio (ER) sebagai basis alokasi biaya, balk biaya bahan baku udang, biaya tenaga kerja langsung maupun biaya overhead. Penggunaan nilai ER yang dihitung sebagai rasio antara harga jual terakhir suatu produk dengan suatu produk lainnya yang dijadikan patokan, mengakibatkan besamya biaya produksi yang dibebankan ke produk bergantung pada harga jual terakhir produk bukan oleh jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh produk. Untuk biaya overhead, selain penggunaan ER sebagai basis alokasi, penggunaan hanya satu cost pool dalam proses pembebanan biaya overhead merupakan sumber distorsi lainnya. Dengan hanya menggunakan satu cost pool seluruh biaya pemrosesan, pengolahan dan biaya overhead lainnya dikumpulkan dalam satu cost pool sebelum alokasi ke seluruh produk dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, saran-saran perbaikan berkaitan dengan pembebanan semua komponen biaya produksi dirumuskan. Berkaitan dengan pembebanan biaya overhead, penggunaan metode Activity-Based Costing (ABC) diusulkan untuk digunakan. Karena hal tersebut dalam karya akhir ini dikembangkan suatu model ABC yang dapat digunakan oleh DCS. Model ABC yang dikembangkan kemudian digunakan untuk mendistribusikan kembali biaya overhead ke produk. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil pembebanan biaya overhead jika digunakan metode pembebanan biaya produk yang saat ini digunakan. Hasil perbandingan mengungkapkan bahwa untuk seluruh produk terdapat perbedaan/selisih dalam jumlah biaya overhead yang dibebankan oleh kedua metode tersebut. Dalam beberapa kasus, perbedaan bahkan mencapai ratusan persen. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, perbedaan/ selisih yang ada antara kedua metode tersebut dipilah menjadi tiga kelompok, yaitu (1) perbedaan/selisih akibat penggunaan nilai ER sebagai basis alokasi, (2) selisih akibat perbedaan jumlah cost pool dan (3) selisih akibat perbedaan pemicu biaya. Pemilahan selisih kedalam tiga komponen di atas mengungkapkan bahwa selisih akibat penggunaan nilai ER merupakan komponen selisih dengan nilai selisih positif dan negatif terbesar dibandingkan kedua selisih lainnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T15026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkah
Abstrak :
Dalam organisasi sektor publik di Indonesia, terutama di sektor pemerintahan, mulai timbul kesadaran akan pentingnya pengukuran strategi untuk mampu terus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik (improve). Hal ini didorong pula dengan adanya keharusan pemerintah untuk menunjukkan akuntabilitasnya dalam menjalankan pemerintahan (prime). Untuk itu Pemda DKI dituntut untuk memiliki suatu sistem pengukuran komprehensif yang dapat melakukan pengukuran kinerja, pelaporan dan evaluasi terhadap implementasi program-program kerja dan proyeknya sehingga dapat terus memantau dan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang dihasilkan, dan sekaligus dapat menunjukkan akuntabilitasnya dalam mcnjalankan pcmcrintahan. Kewajiban Pemda DKI untuk melaksanakan Akuntabilitas Keuangan di antaranva adalah penyampaian laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran (LP), yang ketentuannya diatur dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tcntang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang menggantikan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Adapun contoh kewajiban Akuntabilitas Kinerja Pemda DKI adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Publik (AKIP), yang ketentuannya diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pengukuran Keuangan dan non-keuangan (kinerja) ini masih jauh dari yang diharapkan dan ritlak menggambarkan rencana strategi Pemda DKI secara keseluruhan dan hubungan antara seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri atas beberapa Dinas, Badan, Lembaga, Kantor dan satuan kerja lainnya, serta belum dapar menvisualisasikan Rencana Strategi Daerah kedalam operational terms secara baik dan jelas. Perancangan balanced scorecard dengan penjabaran strategi melalui strategy map merupakan langkah awal dalam menvisualisasikan dan mengkomunikasikan strategi yang telah ditentukan Pemda DKI sehingga seluruh aktivitas pegawai dalam tiap SKPD fokus pada strategi tersebut. Lebih jauh, perancangan balanced scorecard dilakukan dengan menggunakan, menggabungkan, dan menyelaraskan strategi, objektif dan pengukuran-pengukuran yang telah tertuang dalam dokumen-dokumen rencana Pemda DKI ke dalam empat perspektif balanced scorecard. Selanjutnya penyusunan balanced scorecard dengan penjabaran strategi melalui strategy map diharapkan menggambarkan strategi Pemda DKI secara keseluruhan dan hubungan diantara seluruh SKPD, dan dapat mentranslasikan strategi Pemda DKI ke dalam operational terms secara baik dan jelas. Setelah Pemda DKI melakukan penyelarasan dengan regulasi pertanggungjawaban yang berlaku maka Pemda DKI akan dapat menggunakan BSC yang akan berfungsi sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dan sekaligus bentuk akuntabilitas Pemda DKI.
Indonesian public sector institutions, especially government agencies start to realize the importance of strategy in improving their services. More over government's regulations reform demand for greater accountability. Consequently to be able to monitor and to improve its services and to establish accountability, City of Jakarta required to have a comprehensive measurement system to measure, to report and to evaluate the implementation of its programs. City of Jakarta mandatory to establish financial accountability is due to some regulations such as Section 81 Act No 33, 2004 and Section 31 Act No 17, 2003 which required it to report Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran (LPJ). City of Jakarta also regulated by Act No 7, 1999 which required reporting Laporan Akuntabilitas Kincrja Publik (LAKIP) in order to establish its performance accountability. Designing balanced scorecard with describing the strategy by strategy map is the first step to provide visual and communication of the strategy that has been formulated by management with result that all employee activities focus on the strategy. In addition, DKI Jakarta balanced scorecard is designed based on the existing of Jakarta strategy, objectives and measurements which already written in its strategy plan documents. This strategy, objectives and measurement will be plotted into the structure of four perspectives balanced scorecard. Some measures need to be added in line with continuous improvement that has been doing in the City. The implement of balanced scorecard would help City of Jakarta to visualize the city strategy and cause-and-effect relationships, and translate the city strategy to be good and clearly operational terms. Finally, after synchronize BSC with existing regulation, BSC Pemda DKI would be able to function as performance measurement system and as a tool to show its accountability.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selina Agustina Santoso
Abstrak :
Perubahan teknologi yang sangat pesat mendorong perusahaan untuk ikut mengembangkan kemampuan produksinya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian banyaknya perusahaan yang mengandalkan otomatisasi teknologi, mengakibatkan terjadinya persaingan yang sangat ketat, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan. Pencapaian laba optimal dapat dilakukan dengan cara melakukan perhitungan harga pokok produksi yang akurat. Untuk tujuan perhitungan harga pokok produksi yang akurat salah satu metode yang banyak diterapkan adalah sistem Activity Based Costing. Sistem Activity Based Costing menggunakan lebih dari satu pemicu biaya yaitu berdasarkan luas lantai (m2), jam kerja mesin, jam tenaga kerja tidak langsung, dan persentase pemakaian bahan kimia. Berbeda dengan sistem akuntansi biaya tradisional, biaya overhead pabrik yang terjadi hanya dialokasikan dengan menggunakan satu pemicu biaya yaitu berdasarkan total unit produksi. Dengan demikian ketepatan perhitungan harga pokok produksi akan dapat lebih tercapai dengan penerapan sistem Activity Based Costing. Sistem activity based costing meningkatkan akurasi pembebanan biaya karena pertama kali melakukan penelusuran biaya aktivitas dan kemudian biaya produk atau pelanggan yang mengkonsumsi berbagai aktivitas tersebut. Tujuannya adalah untuk menemukan cara melakukan aktivitas dengan lebih efisien dan menghilangkannya apabila tidak menciptakan nilai pelanggan. Sistem akuntansi biaya tradisional yang menggunakan dasar alokasi tingkat unit seperti banyaknya unit produksi, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sudah kurang relevan apabila perusahaan menghasilkan produk yang beraneka ragam dan memanfaatkan teknologi modern, Penelusuran biaya ini sebaiknya dilakukan terhadap aktivitas yang teriadi. Perhitungan biaya overhead pabrik per unit yang tidak tepat dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius untuk perusahaan. Contohnya, dapat mengakibatkan keputusan yang salah mengenai penetapan harga, bauran produk atau penawaran kontrak. Sistem Activity Based Costing berusaha untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem akuntansi biaya tradisional dengan menghubungkan biaya overhead pabrik yang iimhtil Dada proses produksi melalui aktivitas yang dilakukan untuk produk tersebut. Dari hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing dan sistem akuntansi biaya tradisional menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan akuntansi biaya tradisional menyebabkan terjadinya distorsi, yaitu menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) untuk susu cair indomilk. Pada PT. Indomilk diketahui harga pokok produksi per unit untuk produk susu kental manis sebesar Rp. 1.452,79 per unit dan produk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.607,50 per unit. Sedangkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional diperoleh harga pokok produksi per unit untuk susu kental manis sebesar Rp. 1.483,89 per unit dan untuk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.592,67 per unit. Hal ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi biaya tradisional menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) sebesar Rp. 31,1 atau sebesar 2,05 % untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) sebesar (Rp. 14,83) atau (1%) untuk produk susu cair indomilk.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Irene Margaretta
Abstrak :
Manajemen PT. Semen Bosowa Maros (SBM) menyadari bahwa faktor-faktor non finansial berupa intangible assets memiliki porsi yang semakin besar di dalam perusahaan serta semakin berperan bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu manajemen PT. SBM ingin mengimplementasikan balanced scorecard sebagai langkah berikutnya setelah pengembangan fase ketiga dari SAP: business warehousing, yang berfungsi sebagai salah satu alternatif metode pengukuran kinerja. Berdasarkan alasan tersebut, karya akhir ini membahas perancangan balanced scorecard pada PT.Semen Bosowa Maros dengan mendasarkannya pada misi, visi, strategi dan objectives perusahaan. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan, PT.SBM ingin menawarkan kepemilikan saham kepada publik (go public) dan menyelesaikan hutang yang jumlahnya besar dengan berbagai macam skema yang memungkinkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, PT. SBM berfokus pada strategi pertumbuban pendapatan (revenue growth strategy) dan strategi produktivitas (productivity strategy). Perancangan balanced scorecard pada PT. Semen Bosowa Maros dilakukan berdasarkan kedua strategi besar di atas. Oleh karena itu penentuan tema strategis, objectives, critical performance variables, dan performance measurement dalam keempat perspektif BSC diarahkan mengikuti kedua strategi utama tersebut, yang sesuai dengan misi dan visi perusahaan. Untuk memperoleh data, dilakukan kunjungan selama sebulan secara rutin ke pabrik maupun kantor pusat PT.Semen Bosowa Maros, wawancara dengan pihak manajemen dan pemeriksaaan dokumen guna memahami kegiatan bisnis dan operasi PT.SBM secara umum. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawab manajemen, strategi-strategi yang diterapkan dan faktor-faktor yang terpenting bagi perusahaan. Penyusunan strategy map dan balanced scorecard pada PT. SBM merupakan langkah awal dalam memusatkan seluruh aktivitas karyawan terhadap strategi yang telah ditentukan. Strategy map dan BSC yang telah disusun memberikan gambaran hubungan sebab-akibat pada keempat perspektif dan dapat menjadi panduan bagi setiap karyawan dalam melaksnakan aktivitasnya khususnya mengenai apa yang dapat mereka sumbangkan untuk mencapai objectives perusahaan. Namun demikian ada dua kendala dalam penerapan balanced scorecard pada PT. SBM. Yang pertama berasal dari internal perusahaan yaitu kurangnya pemahaman karyawan atas konsep balanced scorecard dimana konsep ini juga masih baru di Indonesia. Yang kedua berasal dari eksternal perusahaan, yaitu ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam lingkungan bisnis di Indonesia saat ini dapat menyebabkan sulitnya balanced scorecard diterapkan oleh perusahaan. Kendala-kendala yang berasal dari internal perusahaan akan dapat diatasi dengan segera melakukan sosialisasi tentang pentingnya balanced scorecard dalam kegiatan operasional perusahaan serta peranan dari setiap karyawan dalam penerapan balanced scorecard kepada seluruh karyawan. Sosialisasi ini dapat memberikan efek positif terhadap pemahaman karyawan akan misi, visi serta nilai-nilai yang ada dalam perusahaan serta merupakan langkah awal dalam pengimplementasian balanced scorecard. Agar dapat berhasil menerapkan balanced scorecard pada PT.SBM, maka diharapkan manajer dan tim proyek balanced scorecard PT.Semen Bosowa Maros, harus benar-benar memahami apa yang menjadi tanggung-jawab mereka sebagai pihak yang mencetuskan dan menerapkan balanced scorecard dan juga harus menguasai konsep-konsep latar belakang pemikiran masing-masing perspektif yang ada dalam balanced scorecard yang dikembangkan, agar keyakinan tersebut dapat ditularkan kepada bawahan karena adanya tuntutan dari bawahan bahwa pimpinan dan pelopor harus mengetahui seluruh proses yang menyangkut pekerjaan terutama di divisinya. Dengan adanya karya akhir yang membahas perancangan balanced scorecard pada PT.SBM diharapkan dapat menjadi masukan dan template bagi pihak manajemen PT. SBM dalam menggambarkan strategi dan sistem manajemen yang mengintegrasikan setiap bagian organisasi di dalam strategi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Arya Partha
Abstrak :
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perancangan sistem pengukuran kinerja yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan saing perusahaan melalui penerapan balanced scorecard. Laporan keuangan merupakan tanggung jawab pihak manajemen dan pelaksanaan penerapan dari perancangan sistem pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard tergantung keinginan dan kebutuhan pihak manajemen PT. X.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T23848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Desy Karoline
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
S19320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Kresna Mariwiharjanto
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
S26006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>