Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alberto Lastiko Hanitya
Abstrak :
Kurang lebih 12,49% dari seluruh penduduk Indonesia kini hidup dibawah garis kemiskinan. Hal ini disadari sebagai salah satu risiko mayor terjadinya hambatan dalam tumbuh kembang anak. Karena itu, intervensi dini dirasakan penting untuk mencegah hal-hal tersebut. Studi ini dibuat dengan tujuan untuk mencari korelasi antara indikator status nutrisi dan indikator perkembangan anak berusia 6 hingga 8 bulan. Studi cross-sectional ini menggunakan data sekunder dari riset sebelumnya yang dilakukan oleh Sutanto LB, et al. yang berjudul "Efek Pemberian Makanan Pendamping ASI Tinggi Protein Terhadap Tumbuh-Kembang Protein Bayi 6-11 Bulan". Asosiasi antara kedua variabel dinilai menggunakan korelasi Pearson atau Spearmann sesuai dengan normalitas pendistribusian data. 45 subjek berusia 6,84 (6,12 ~ 8,84) bulan direkrut dalam studi ini. 30 (66,67%) berjenis kelamin laki-laki. Berat badan subjek adalah 7,50 (5,75 ~ 14,50) kg secara keseluruhan, dengan panjang badan keseluruhan 68,19 ± 3,12 cm. Nilai CAT DQ keseluruhan adalah 106,69 ± 13,48 dan CLAMS DQ 112,96 ± 13,26. Weight-for-age dan height-for-age berkorelasi terbalik dengan CLAMS DQ (r=-0,415, p=0,005; r=-0,371, p=0,012; berurutan). Di lain pihak, weight-for-height berkorelasi parallel dengan CAT DQ (r=0,361, p=0,015). Pemberian nutrisi yang tepat dan adekuat dapat membantu pertumbuhan, hingga kemudian membantu perkembangan. ...... About 12,49% of Indonesians are now living in poverty and this is considered a major risk to infants’ growth and development restraint. Therefore, early intervention is important to prevent growth and development problems. The objective of this study is to discover the correlation between nutritional status and developmental status indicators in infants aged 6 to 8 months. This is a cross-sectional study using secondary data from a previous research performed by Sutanto LB, et al. entitled ”Efek Pemberian Makanan Pendamping ASI Tinggi Protein Terhadap Tumbuh-Kembang Protein Bayi 6-11 Bulan”. Association between the two variables will be assessed using Pearson’s correlation or Spearmann’s according to the distribution normality. 45 subjects aged 6,84 (6,12 ~ 8,84) months old are recruited for this study. 30 (66,67%) of the subjects are male. The subjects are weighed 7,50 (5,75 ~ 14,50) kg overall, and 68,19 ± 3,12 cm long. The subjects scored 106,69 ± 13,48 in CAT DQ and the overall CLAMS DQ was 112,96 ± 13,26. Weight-for-age and height-for-age are correlated with CLAMS DQ disproportionally (r=-0,415, p=0,005; r=-0,371, p=0,012; respectively). On the other hand, weight-for-height is correlated proportionally with CAT DQ (r=0,361, p=0,015). Adequate and appropriate nutrition may lead to the improvement of nutritional status and thus, better development.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrina Vanyadhita
Abstrak :
Latar belakang: Defisiensi folat dapat menyebabkan anemia yang dapat menyebabkan masalah pada pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara asupan folat dengan indikator status nutrisi pada bayi usia 6-8 bulan. Metode: Rancangan penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian Ernawati et al. Lima puluh lima subjek penelitian adalah bayi usia 6-8 bulan yang direkrut dari beberapa posyandu di Kampung Melayu pada bulan November 2009 sampai Februari 2010 yang sesuai kriteria penelitian. Data yang diambil dari subjek adalah jenis kelamin, usia, panjang badan, berat badan dan asupan folat dari food-recall 24 jam. Hasil: Hasil penelitian mendapatkan 98.2% dari subjek memiliki asupan folat yang kurang dari jumlah rekomendasi AKG 2004. Indikator status nutrisi dengan Z-score < -2 SD pada 55 subjek menemukan 9.1% kurus, 3.6% pendek dan 5.5% dalam keadaan wasted. Tidak terdapat korelasi signifikan antara asupan folat dengan indikator status nutrisi. Diskusi: Meskipun tidak didapatkan hasil signifikan, hasil penelitian kami dapat memberikan manfaat dalam deteksi dini efek dari defisiensi mikronutrien dan kemungkinan perburukan dimasa mendatang. ......Background: Folate deficiency can cause megaloblastic anemia, a condition that may lead to growth impairments. This study was aimed to assess the correlation between folate intake among infants aged 6–8 months and the relation to infants’ nutritional indicators. Methods: This was a cross-sectional study using the secondary data from a larger study conducted by Ernawati et al. Fifty five subjects of the study were infants aged 6–8 months recruited from several selected community health center in Kampung Melayu during November 2009 to February 2010 who met the study criteria. Data collected among the infants included sex, age, length, weight, and intake of folate based on a 24–hour food recall. Results: This study documented 98.2% of the subjects have intake lower than the amount recommended in AKG 2004. Nutritional status indicators with Z-score < -2 SD, showed amongst 55 subjects, 9.1% were underweight, 3.6% were stunted and 5.5% were wasted. No significant correlation between folate intake and nutritional status indicators. Discussion: Despite the insignificant correlation, our findings might be beneficial in describing the early recognition of the effect of a micronutrient intake insuffiency and its potential adverse effect in later life.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ismail Sampurna Putra
Abstrak :
Malnutrisi merupakan masalah besar yang harus dievaluasi lebih lanjut. Tingginya angka malnutrisi di Indonesia mengindikasikan bahwa Pengetahuan, Sikap dan Perilaku/PSP (Knowledge, Attitude and Practice) Ibu terhadap pertumbuhan bayi masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi korelasi antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu terhadap bayi nya yang berumur 6-8 bulan, serta meningkatkan kualitas hidup bayi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari penelitian sebelumnya, yang berjudul "Korelasi antara asupan folat dengan kadar folat serum bayi usia 6-8 bulan dan faktor-faktor yang berhubungan di kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur" oleh Ernawati et al. PSP ibu diperoleh dari sebaran kuesioner dengan menggunakan linkert scale dan status gizi (Tinggi/Umur, Berat/Umur dan Berati/Tinggi) didapatkan dengan dilakukan pengukuran menggunakan alat. Subjek total yang berpartisipasi pada penilitian ini sebanyak 56 bayi. Jumlah bayi laki-laki lebih banyak (63.6%), daibandingkan dengan perempuan (36.4%). Median umur bayi adalah 6.84, yang tertua 8.84 dan termuda 6.08. Dihasilkan data bahwa kebanyakan ibu memiliki skor yang kurang untuk pengetahuan (47.3%) dan perilaku (45.5%). Tetapi, kebanyakan skor sedang untuk sikap (54.5%). Hanya korelasi antara Z-score Tinggi/Umur dengan Perilaku yang menunjukan hasil signifikan dengan korelasi positif (p<0.005; r = 0.261). Hal ini didasarkan bahwa perilaku merupakan bentuk tindakan langsung terhadap pengetahuan dan sikap, yang sangat berdampak baik terhadap pertumbuhan bayi. Penelitian ini menunjukan bahwa pengertian ibu terhadap asuhan bayi pada komunitas target masih rendah. Oleh karena itu, edukasi lebih lanjut dibutuh demi meningkatkan kualitas hidup bayi. ...... Malnutrition is a huge problem that has to be further evaluated. High level of malnutrition in Indonesia may indicate that the maternal Knowledge, Attitude and Practice (KAP) is still low. This research aims to evaluate the correlation between maternal KAP to nutritional status indicator of 6-8 month infant and elevate the quality of an infant’s life. The study design used for this research is cross sectional study as a secondary research part of Medical Research Unit FMUI entitled “Korelasi antara asupan folat dengan kadar folat serum bayi usia 6-8 bulan dan faktor-faktor yang berhubungan di kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur” by Ernawati et al. The score of maternal KAP were obtained by questionnaires using Linkert-scale given to the mother and the nutritional status (Height/Age, Weight/Age and Height/Weight) was evaluated using measuring equipment. Results of the normality test of the subject using Kolmogorov-smirnov shows p value <0.001. Total subjects participated in this study were 56 infants Male babies participating are higher (63.6%), compared to female (36.4%). The median age of the respondents is 6.84, with the oldest and the youngest are 8.84 moths and 6.08 months respectively. Most of the mothers have poor knowledge (47.3%) and practice (45.5%). However, mothers have more moderate score on attitude (54.5%). The only result that has a significant with a positive correlation was between Height/Age Z-Score and Practice (p<0.005; r = 0.261). Since maternal practice is a direct application of knowledge and attitude, hence it is necessary for baby’s growth. This study showed that understanding the infant care among mothers in the target community is still low. Thus, further education to the mothers is essential to improve infants’ quality of life.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Ferly
Abstrak :
Pengantar: Anemia pada anak adalah masalah nutrisi yang sering dihadap di Indonesia. Stunting adalah salah satu perlambatan tumbuh-kembang anak yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kognitif, penurunan tinggi badan, penurunan tingkat produktivitas dan kesulitan bersekolah. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa kadar hemoglobin berkaitan erat dengan GH-IGF-1 yang sangat penting dalam proses pertumbuhan anak. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara gagal tumbuh dan kadar hemoglobin pada anak berumur 6 sampai 8 bulan. Bahan dan Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan pada 55 anak berusia antara 6 sampai 8 bulan di Kampung Melayu, Jakarta Timur, Indonesia. Pemeriksaan antrophometric berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan dilakukan menggunakan WHO-Anthro 2005 untuk mendeteksi gagal tumbuh. Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode HemoCue. Analisa statistik menggunakan spearman correlation test. Hasil: Korelasi antara tinggi/umur Z-score sebagai indikator dari tumbuh dapat dilihat di penelitian ini (r:0.394, P<0.05). Selain itu, kita juga melihat korelasi antara berat/umur Z-score dengan kadar hemoglobin (r: 0.332, P<0.05). Tidak ada korelasi yang dapat kita lihat antara tinggi badan/berat badan Z-score dengan kadar hemoglobin (r:0.113, P>0.05). Kesimpulan: Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kadar hemoglobin berkorelasi dengan tinggi badan/umur sebagai indikator pertumbuhan kronik yang ada pada anak. Hal ini dimungkinkan dengan kerja IGF-I yang menghambat apoptosis dari sel hematopoetik. Perhatian yang lebih tinggi pada nutrisi anak sangatlah penting. Skrinning terhadap tingkat kadar hemoglobin dan juga menyusui harus dilakukan untuk mencegah anemia. ...... Introduction: Anemia in infant is a common nutritional problem in Indonesia. Stunting as a form of growth and development retardation that is associated with delayed cognitive development, decreased adult stature, decreased productivity and fewer years of schooling is important to be prevented in early age. Previous study found out that hemoglobin level has association with GH-IGF-I level which is important in growth process. This study aims to find out correlation between stunting and hemoglobin level among infants aged 6 to 8 months old. Materials and Methods: A cross-sectional study was done on a total of 55 infants aged between six to eight months old at several clinics in Kampung Melayu, East jakarta-Indonesia. Anthropometric measurements of weight and height were done and analyzed using WHO-Anthro 2005 to detect stunting. Hemoglobin level was measured using hemoCue method. Statistical analysis was done using spearman correlation test. Results: Correlation between height/age Z-score as an indicator of growth with hemoglobin level was observed in this study (r: 0.394, P<0.05). In addition, we also observed the correlation between weight/age Z-score with hemoglobin level (r: 0.332, P<0.05). No correlation was observed between weight/height Z-score with hemoglobin level. (r: 0.113, P>0.05). Conclusion: The result of this study shows that hemoglobin level correlates with height/age Z-score which is a chronic growth indicator of infants. This is possible due to action of IGF-I which inhibits apoptosis of hematopoietic cells. Therefore, greater concern regarding nutrition, especially in infants is imperative. Steps such as hemoglobin level screening and breastfeeding must be done in order to prevent anemia which correlates with stunting.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri Astuti
Abstrak :
Malnutrisi merupakan masalah kesehatan global yang terutama terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Remaja putri dikarakteristikkan dengan pertumbuhan fisik yang cepat dan terjadinya perubahan komposisi tubuh rentan mengalami malnutrisi. Asupan nutrisi yang berlebih atau kurang merupakan salah satu faktor penyebab malnutrisi. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional untuk mengetahui malnutrisi pada remaja putri usia 16-18 tahun dan asosiasinya dengan asupan energi serta zat gizi makro di Jakarta. Subyek penelitian berjumlah 63 orang. Status nutrisi diukur dengan menggunakan Indeks massa tubuh (kg/m2) terhadap usia. Metode pengambilan data asupan menggunakan kombinasi 24-Hour Food Recall dan Food Record. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,6% subyek mengalami malnutrisi dan 75-90% subyek tidak memenuhi asupan energi serta makronutrien sesuai AKG. Dari hasil uji Fisher’s didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein dengan malnutrisi (nilai p>0,05). Hal ini disebabkan status nutrisi dan pola asupan juga dipengaruhi aktivitas fisik, aspek sosial dan budaya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. ......Malnutrition is major global health problem affecting developing countries, such as Indonesia. Adolescent girls are characterized by growth spurt and alteration of body composition that potentially being malnourished. Excess or less on nutrition intake can cause malnutrition. A cross-sectional study was conducted. The aim of this study is to know malnutrition among adolescent girls aged 16-18 years and its association with energy and macronutrient intake in Jakarta. Total samples were 63 subjects. Nutritional status was determined by BMI-for-aged chart. Methods of assesing dietary intake were combined 24-Hour Food Recall dan Food Record. Result showed that 20.6% subjects are malnutrition and 75-90% not meeting their minimal nutrition requirement based on AKG. Fisher‟s test showed there was no significance association between malnutrition with energy, carbohydrate, fat, and protein intake (p value >0.05). Physical activity, social and culture aspects were not analyzed in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Aulia Kirana
Abstrak :
Infeksi HIV yang bersifat kronik memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien, termasuk anak. Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah status ekonomi. Studi potong lintang ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status ekonomi keluarga dengan kualitas hidup anak terinfeksi HIV. Secara consecutive sampling didapatkan 87 anak terinfeksi HIV yang sedang menjalani rawat jalan di RSCM beserta orang tua atau pengasuh utamanya. Nilai kualitas hidup didapatkan melalui kuesioner PedsQLTM generik dalam bahasa Indonesia, yang terdiri atas laporan anak (usia 5-18 tahun) dan laporan orang tua (usia 2-18 tahun). Data juga diperoleh dari pengisian kuesioner identitas dan rekam medik pasien. Sebanyak 48 (55,2%) subyek berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah, sedangkan 39 (44,8%) sisanya berstatus ekonomi tinggi. Berdasarkan laporan anak, 34 (65,4%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 18 (34,6%) lainnya terganggu. Sementara berdasarkan laporan orang tua, 51 (58,6%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 36 (41,4%) memiliki kualitas hidup terganggu. Uji chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV baik menurut laporan anak (p= 0,444) maupun laporan orang tua (p=0,415). ......Chronic HIV infection has negative effect for patient’s quality of life (QoL), including children. The QoL can be affected by multiple factors, one of them is economic status. This cross sectional study was conducted to analyze the correlation between family’s economic status and QoL in HIV infected children. By consecutive sampling, there was 87 HIV infected children who were outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital with their parent or main caregiver. The QoL score was obtained from PedsQLTM questionnaire in bahasa Indonesia, conclude of child-self report (5-18 y.o.) and parent-proxy report (2-18 y.o.). Data was also collected from identity questionnaire and medical record. About 48 (55.2%) subjects was in low economic status while 39 (44.8%) was in high economic status. Based on child-self report, QoL was normal in 34 (65.4%) children and low in 18 (34.6%) children. Meanwhile, parent-proxy report showed that 51 (58.6%) child had normal QoL and 36 (41.4%) child had the low one. The chi-square test showed that there is no significant correlation between economic status and QoL in HIV infected children, based on child-self report (p=0.444) and parent-proxy report (p=0.415.)
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noni Angraeni
Abstrak :
ABSTRAK
HIV merupakan suatu infeksi virus yang menyebabkan kerusakan sistem imun tubuh sehingga menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik dan mempengaruhi kualitas hidup penderita. Status gizi mempunyai peranan penting dalam fungsi imunitas tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup dengan status gizi pada anak yang terjangkiti HIV di RSCM. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada bulan Juli 2012 hingga April 2014 dengan melakukan pengisian kuesioner dan pengukuran antropometri terhadap semua pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi (69 orang). Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji Fisher. Hasil penelitian jumlah anak terinfeksi HIV yang memiliki kualitas hidup baik sebesar 71,0% (laporan anak) dan 63,8% (laporan orang tua). Sedangkan jumlah anak yang memiliki kualitas hidup kurang baik sebesar 29,0% (laporan anak) dan 36,2% (laporan orang tua). Uji Fisher menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kualitas hidup anak yang terinfeksi HIV dengan status gizi berdasarkan laporan anak (p = 0,140) dan berdasarkan laporan orang tua (p = 0,478). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan status gizi anak yang terinfeksi HIV.
ABSTRACT
HIV is one of viral infection that cause the damage of immune system thus becomes vulnerable to opportunistic infections and influence patient’s quality of life. The nutritional status has an important role in function of body immune. The purpose of this research is to determine the relationship between the quality of life and the nutritional status of children with HIV in RSCM. The research uses cross-sectional design and the data taken from July 2012 until April 2014 with questionnaires and anthropometry measurements against children that fulfill inclusion criteria (69 children). Data is processed by using SPSS version 20.0 and analyzed with Fisher test. The result showed that children with HIV that have good quality of life is 71.0% (child-self reports) and 63.8% (parent proxy reports). While the number of children with worse quality of life is 29.0% (child-self reports) and 36.2% (parent proxy reports). Fisher test have shown there is no significant relationship between the quality of life of children with HIV and the nutrition status based children’s reports (p= 0.140) and based parents’ reports (p= 0.478). So the conclusion is there is no relationship between the quality of life and the children’s nutritional status with HIV.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadha Aulia
Abstrak :
HIV/AIDS merupakan penyakit kronik progresif yang dapat menyerang siapa saja, termasuk anak-anak, karena sifatnya yang kronik maka penyakit ini dapat memberikan dampak pada kehidupan anak. Sementara kasus HIV/AIDS pada anak semakin bertambah, termasuk di Indonesia yang merupakan negara dengan fastest growing epidemic di Asia. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui salah satu komponen dari penyakit HIV/AIDS yaitu stadium klinis apakah dapat memberikan dampak pada fisik,emosional, dan sosial seorang anak yang diukur melalui kualitas hidup menggunakan kuesioner PedQLTM 4.0. Selain itu, penelitian yang serupa belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang melibatkan 79 anak yang berobat jalan di Poliklinik Alergi Imunologi RSCM, dengan jumlah laki-laki 39 orang (49,4%) dan perempuan 40 orang (50,6%), mayoritas merupakan stadium klinis III (berdasarkan WHO Clinical Staging) yaitu sebanyak 32 orang (40,5%), selebihnya yaitu stadium klinis I sebanyak 5 orang (6,3%), stadium klinis II sebanyak 22 orang (27,8%), dan stadium klinis IV sebanyak 20 orang (25,3%). Pengukuran kualitas hidup menggunakan instrumen PedsQL 4.0 yang terdiri atas komponen kualitas hidup menurut orangtua dan menurut anak. Dilakukan uji chi-square ditemukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stadium menurut kategori klinis dengan kualitas hidup anak, baik pada usia <5 tahun berdasarkan laporan orangtua (p=0,131), pada usia ≥5 tahun berdasarkan laporan orangtua (p=0,535), dan pada usia ≥5 tahun berdasarkan laporan anak (p=0,881). ......HIV/AIDS is chronic progressive disease that can affect anyone, including the children. Because of the progresivity, HIV/AIDS gives impact to the children’s whole life. Meanwhile the cases of HIV-infected children in Indonesia (one of the fastest growing epidemic country) is increasing over time. The study was conducted to obtain information about the relationship between HIV/AIDS disease severity and the children’s quality of life (QoL). Besides, there was no previous study in Indonesia that measured the HIV-infected children’s QoL and the contributing factors. Design of this study was cross-sectional and a total of 79 children came to the Allergy Immunology Clinic of Ciptomangunkusumo Hospital answered the questionnaires (males 49,4% and womens 50,6%), the majority of the subjects were diagnosed with clinical stage III (40,5%), the remaining were diagnosed with clinical stage I (6,3%), clinical stage II (27,8%), and clinical stage IV (25,3%). The children’s quality of life was measured by the PedsQL consisted of quality of life answered by parents/caregivers and by the children. The data was analyzed with Chi-square, the result there was no significance relationship between the clinical stage and the Quality of life of HIV-infected children, consisted of QoL answered by parents/caregivers in under five children(p=0,131), QoL answered by parents/caregivers in five and above five children (p=0,535), and QoL answered by children in five and above five children (p=0,881).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Arifah Rahmawati
Abstrak :
Latar belakang: Infeksi HIV pada anak masih menjadi beban masalah kesehatan di Indonesia. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV, salah satunya faktor pengasuh utama. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pendidikan pengasuh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun dengan infeksi HIV yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo beserta orang tua/wali, diambil dengan metode consecutive sampling. Data tingkat pendidikan pengasuh utama didapatkan melalui wawancara dengan orang tua/wali. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV diukur menggunakan kuesioner PedsQLTM 4.0 versi Indonesia serta dibedakan menjadi kualitas hidup menurut laporan anak dan laporan orang tua. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Fisher dengan perangkat lunak SPSS versi 20.0 untuk windows. Hasil: Sebanyak 80 anak dan orang tua/wali terlibat dalam penelitian ini. Pengukuran kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan 13 (25.0%) dan menurut laporan orang tua sebanyak 24 (30.0%) anak terinfeksi HIV mengalami gangguan kualitas hidup. Sebanyak 58 (72.5%) pengasuh utama memiliki tingkat pendidikan menengah. Pengasuh utama dengan pendidikan rendah sebanyak 13 (16.3%) dan pendidikan tinggi 9 (11.3%). Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan nilai significancy 1.000 (p<0.05).dan menurut laporan orang tua 0.441 (p<0.05). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV. ......Background: HIV infection in children is a health burden in Indonesia. HIV infected-children are known to be having lower quality of life than normal children. There are several factors affect quality of life of HIV-infected children relating with caregivers. The purpose of this study was to determine the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children. Methods: This is a cross sectional study. Subjects are 2-18 years HIV-infected children who were outpatient of Cipto Mangunkusumo Hospital along with their caregivers, and taken using consecutive sampling method. The main caregiver’s education level data obtained through interviews with caregivers. Qualities of life of HIV-infected children were measured using Indonesian version of PedsQLTM 4.0 and grouped into children self-report and paret proxy-report quality of life. Data were analyzed with Fisher test using SPSS for windowa version 20.0. Results: A total of 80 children and caregivers involved in this study. Low quality of life was found in 13 (25.0%) based on children self-report and 24 (30.0%) according to parent proxy-report. Most of caregivers has moderate education level. Caregivers with middle education level were 58 (72.5%), low were 13 (16.3%) and high were 9 (11.3%). Analysis of the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV-infected children showed p-value 1.000 (p<0.05) according to children reports and parent proxy-reports 0.441 (p<0.005). Conclusion: There was no correlation between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Meiy Andini
Abstrak :
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan global yang memberikan dampak terhadap morbiditas dan mortalitas. Berkembangnya terapi antiretroviral menyebabkan infeksi HIV berkembang menjadi suatu penyakit kronis dan mempengaruhi kualitas hidup pengidapnya. Diagnosis HIV pada anak penting dilakukan secara dini karena merupakan langkah awal untuk memulai terapi dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup. Terbatasnya data di Indonesia mengenai kualitas hidup anak terinfeksi HIV membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kualitas hidup anak yang terinfeksi HIV dan hubungannya dengan waktu diagnosis. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional yang melibatkan 90 anak yang berobat jalan di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo. Penilaian kualitas hidup dilakukan menggunakan instrumen PedsQL 4.0 Generic Core Scale. Kualitas hidup menurut orangtua menunjukkan responden yang memiliki kualitas hidup normal sebanyak 70%. Sedangkan menurut anak terdapat 75,9% anak memiliki kualitas hidup normal. Sebagian besar (70%) responden didiagnosis HIV pada usia di atas 18 bulan. Dilakukan uji chi-square dan didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu diagnosis dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV (nilai p>0,05). ......HIV infection in children is a global health problem that is growing quickly and have an impact on morbidity and mortality. The development of highly active antiretroviral therapy causes HIV infection develops into a chronic disease and affect the quality of life. Early diagnosis of HIV in children is important because it is the first step to initiating therapy and expected to improve the quality of life. The limited data on the quality of life of HIV-infected children in Indonesia makes researchers interested in conducting research on the quality of life of HIV-infected children and their relation to the time of diagnosis. The design used in this study is cross-sectional involving 90 children in Dr.Cipto Mangunkusomo hospital. Assessment of quality of life is done using an instrument PedsQL 4.0 Generic Core Scale. Quality of life according to parents showed respondents who have a normal quality of life as much as 70%. Meanwhile, according to the child are 75.9% of children have a normal quality of life. Most (70%) of respondents were diagnosed with HIV at the age of 18 months. Chi-square test have been done and found no significant relation between tim
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>