Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Badrit Tamami Thoyyibah
"Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan massa lemak tubuh yang dapat disebabkan oleh genetik dan gaya hidup, salah satunya faktor nutrisi. Salah satunya, asupan yang tidak seimbang membuat orang obes juga dapat mengalami defisiensi nutrisi, termasuk antioksidan yang berperan pada jaringan lemak dalam patofisiologi dan tatalaksana obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah asupan antioksidan harian pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 69 remaja obes dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan rerata massa lemak tubuh remaja obes sebesar 37,8±7,02 kg. Sebanyak 14 subjek (20,29%) kekurangan asupan vitamin A sesuai AKG, 53 subjek (76,81%) kekurangan vitamin C, dan 67 subjek (97,1%) kekurangan vitamin E. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan antara massa lemak tubuh dengan asupan vitamin A (r=-0,02, p>0,05), vitamin C(r=-0,089, p>0,05), dan vitamin E (r=-0,203, p0,05), dalam penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan massa lemak tubuh tidak berhubungan dengan vitamin A dan vitamin C, tetapi berkorelasi negatif dengan asupan vitamin E.

Obesity is excess body fat mass caused by genetic and lifestyle, such as nutrition intake. Imbalance intake might be happen in obese person due to nutrition deficiency. Antioxidant play important role in process and management of obesity. This study aims to determine the amount of antioxidant intake in obese adolescents. This research used cross-sectional design with secondary data from 69 obese adolescents. The results showed that body fat mass of obese adolescent is 37,8±7,02 kg. There are 14 subjects (20,29%) have vitamin A deficiency according to DRI Indonesia, 53 (76,81%) subjects lack of vitamin C, and 67 subject (97,1%) have vitamin E deficiency. The results of bivariate analysis showed no association between body fat and vitamin A intake (r = 0.185, p> 0.05), vitamin C (r =-0.146, p> 0.05), and vitamin E (r =-0.163 , p> 0.05), in this study. We found body fat mass has no correlation with vitamin A and vitamin C intake, but has negative correlation with vitamin E intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Arifatuz Zulfiyah
"Hipertensi pada remaja didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih dari P95 sesuai jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Peningkatan prevalensi hipertensi pada remaja secara global diduga disebabkan karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja dengan obesitas berisiko sepuluh kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan remaja dengan berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki korelasi antara tekanan darah dengan obesitas, yang direpresentasikan oleh indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan massa lemak tubuh, pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Subjek penelitian terdiri dari 66 remaja berusia 14-17 tahun dengan indeks massa tubuh lebih dari P95 berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tiga puluh dua (48,5%) dari 66 remaja obesitas pada penelitian ini mengalami hipertensi, dengan hipertensi sistolik sebanyak 25,8% dan hipertensi diastolik sebanyak 31,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, namun berkorelasi positif dengan lingkar pinggang (r = 0,218, p <0,05) dan berkorelasi negatif dengan massa lemak tubuh (r = -286, p <0,05). Tekanan darah diastolik tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, namun berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (r = 0,223, p <0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas di Jakarta memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi dan tekanan darah sistolik berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, sementara tekanan darah diastolik berkorelasi dengan indeks massa tubuh.

Hypertension in adolescents is elevation of systolic and/or diastolic blood pressure in the P95 or greater based on gender, age, and stature. The increased global prevalence of hypertension among adolescents is thought to be the result of the increasing prevalence of childhood obesity. Obese adolescents have tendencies to have hypertension ten times greater that the normoweights. This research is conducted to determine the correlation between blood pressure and obesity, which is presented as body mass index, waist circumference, and body mass fat, in obese adolescents. Using cross-sectional study, from secondary data collection, we found 66 adolescents age 14-17 years old in which body mass index are in the P95 or greater based on gender and age. Thirty-two (48,5%) adolescents have hypertension, where 25,8% adolescents have systolic hypertension and 31,8% adolescents have diastolic hypertension. Bivariate analysis shows that systolic blood pressure does not correlate with body mass index but positively correlates with waist circumference (r = 0,233, p <0,05) and negatively correlates with body mass fat (r = -286, p ≤0,01). Diastolic blood pressure does not correlate with waist circumference and body mass fat but positively correlates with body mass index (r = 0,223, p <0,05). It can be concluded that the prevalence of hypertension in obese adolecsents in Jakarta is high and systolic blood pressure has a weak correlation with waist circumference and body mass fat while diastolic blood pressure has a weak correlation with body mass index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nursinih
"Adanya kehilangan cairan akibat diare berdampak terhadap timbulnya masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Karya ilmiah akhir ini bertujuan memberikan gambaran aplikasi teori konservasi Levine pada anak diare dengan gangguan masalah keseimbangan cairan dan elektrolit dan pencapaian kompetensi perawat spesialis keperawatan anak Kelima kasus kelolaan memperlihatkan hidrasi tidak adekuat Pada trophicognosis ketidakseimbangan volume cairan melalui intervensi rehidrasi adekuat berfokus memaksimalkan konservasi Respon organismik adanya hidrasi adekuat dan permasalahan pada kelima kasus dapat teratasi dalam kurun waktu perawatan yang bervariasi

Presence of fluid loss due to diarrhea incidence problem affecting fluid and electrolyte balance disorders This final scientific work aims to provide an overview of conservation theory application Levine diarrhea in children with disorders of fluid and electrolyte balance problems and achieving competence of nurse specialist nursing child The fifth case management showed inadequate hydration At trophicognosis fluid volume imbalance through focused interventions to maximize the conservation of adequate rehydration The organismic response adequate hydration and problems in the five cases can be resolved within a period of treatment varies
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Aidina Fitrani
"ABSTRAK
Latar belakang. Gangguan tidur merupakan gangguan penyerta pada anak gangguan spektrum autisme (GSA), yang memiliki prevalens tinggi serta dapat mengakibatkan perilaku negatif terhadap lingkungannya atau perilaku maladaptif eksternalisasi. Gangguan tidur pada anak GSA perlu dideteksi secara dini, karena bila tidak akan menyebabkan keterlambatan terapi dan menyebabkan anak makin berperilaku negatif serta menyebabkan stres pada keluarga.
Tujuan. Mengetahui pola gangguan tidur dan gambaran perilaku maladaptif eksternalisasi pada anak GSA, serta mengetahui perbedaan rerata nilai indeks perilaku maladaptif eksternalisasi (v-scale), pada anak GSA dengan gangguan tidur dan tanpa gangguan tidur.
Metode. Penelitian potong lintang analitik di klinik dan tempat terapi anak berkebutuhan khusus di Jakarta pada bulan Juni-Agustus 2014. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) dan penilaian perilaku maladaptif eksternallisasi dengan kuesioner Vineland-II dilakukan terhadap 40 anak GSA yang dipilih secara konsekutif. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok gangguan tidur (20 anak) dan kelompok tanpa gangguan tidur (20 anak).
Hasil. Rentang usia dalam penelitian ini adalah 3-18 tahun dengan median usia 3,5 tahun. Proporsi terbanyak gangguan tidur pada anak GSA terdapat pada kelompok usia 3-5 tahun (15 dari 20 subjek). Pola gangguan tidur terbanyak pada anak GSA adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (17 dari 20 subjek) diikuti oleh gangguan somnolen berlebihan (8 dari 20 subjek). Nilai median v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi pada anak GSA adalah 18 (rentang 12-22), dan terdapat kecenderungan peningkatan nilai median v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi seiring dengan peningkatan usia pada kedua kelompok. Nilai rerata v-scale perilaku maladaptif eksternalisasi pada kelompok GSA dengan gangguan tidur lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa gangguan tidur (18,8 dan 17,6 secara berurutan, mean difference 1,2; p 0,35 (p ≥ 0,05)).
Simpulan. Proporsi terbanyak gangguan tidur pada anak GSA terdapat pada kelompok usia 3-5 tahun. Pola gangguan tidur terbanyak pada anak GSA adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur diikuti oleh gangguan somnolen berlebihan. Anak GSA dengan gangguan tidur memiliki nilai rerata indeks perilaku maladaptif eksternalisasi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa gangguan tidur, namun tidak bermakna secara klinis dan statistik.

ABSTRACT
Background. Sleep disorders is a comorbidity in Autism Spectrum Disorders (ASD), which has high prevalence and can cause negative behavior toward his surrounding or externalizing maladaptive behavior. Sleep disorders in ASD needs to be early detected, otherwise it will delay the treatment and children will behave more negative and cause the stress in family.
Objectives. To identify sleep patterns and externalizing maladaptive behavior in children with ASD, and to identify the mean difference of index score of externalizing maladaptive behavior of (v-scale) in ASD children with or without sleep disorders.
Methods. This study was analytical cross-sectional performed in the clinic and a therapy for children with special needs in Jakarta, in Juni-August 2014. Sleep disorders were screened using Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire and externalizing maladaptive behavior was assessed using Vineland-II questioinnaire in 40 ASD children consecutively. They were divided into two groups, one group of sleep disorders (20 children) and other without sleep disorders (20 children).
Results. Age range in this study was 3-18 years old, with median age of 3.5 years old. The majority of sleep disorders in ASD was in age range 3-5 years (15 of 20 subjetcs). The most frequent sleep disorders in ASD were difficulty in initiating and maintaning sleep (17 of 20 subjetcs), followed by disorder of excessive somnolence (8 of 20 subjetcs). The v-scale median score in ASD was 18 (range 12-22), and there was tendency of increased v-scale median score along with increased age. The mean of v-scale in externalizing maladaptive behavior in ASD with sleep disorders group was higher than without sleep disorders group (18.8 and 17.6 respectively, mean difference 1,2; p 0.35 ((p ≥ 0,05)).
Conclusion. The majority of sleep disorders in ASD was in age range 3-5 years. The most frequent sleep disorders in ASD were difficulty in initiating and maintaning sleep, followed by disorder of excessive somnolence. Autism spectrum disorders children with sleep disorders has higher index externalizing maladaptive behavior mean than without sleep disorders, but was not meaningful clinically and statistically."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Indira
"Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber energi utama yang mencukupi untuk bayi sampai usia 6 bulan. Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif, salah satunya adalah ibu merasa ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga pertumbuhan bayi tidak optimal. Setiap ibu harus mengetahui pola menyusui bayi ASI secara optimal untuk mendukung keputusan menyusui dan menghindari pemberian asupan yang tidak sesuai. Energi ASI sebanyak 50% berasal dari lemak. Lemak merupakan komponen ASI yang sangat bervariasi dan dapat berubah tergantung asupan ibu, irama sirkardian, tingkat laktasi, antar payudara, paritas, umur, dan antar individu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi ASI eksklusif usia satu bulan. Penelitian potong lintang dilakukan di RSIA Budi Kemuliaan pada bulan September– November 2014. Sampling dilakukan secara consecutive. Kriteria inklusi adalah bayi aterm, berat lahir 2500 -4000 g, sehat. Lemak ASI diperiksa dengan pemeriksaan creamatocrit. Terdapat 50 ibu dan bayi yang masuk dalam penelitian.
Bayi usia satu bulan memiliki pertumbuhan yang baik dengan indikator pertumbuhan untuk Z-scores BB/PB, BB/U PB/U dan LK/U sebagian besar berada pada kategori ≥-2 SD s/d ≤2 SD. Pola menyusui subjek tergolong baik dengan frekuensi menyusui 12 kali per hari (84%) dan durasi menyusui <20 menit (58%). Pada pemeriksaan creamatocit didapatkan rerata kadar lemak dalam ASI termasuk kategori tinggi (6,6±1,9 gram/dl). Korelasi lemak ASI dengan BB/U, PB/U, BB/TB adalah berkisar antara 0,03–0,013. BB/U, PB/U, BB/PB, LK/U mempunyai korelasi <0,2 dengan frekuensi dan durasi menyusui. Pertambahan BB, PB, LK per hari mempunyai korelasi <0,25 dengan frekuensi menyusui dan durasi menyusui. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar lemak dalam ASI dan pola menyusui dengan pertumbuhan bayi usia satu bulan.

Breast milk is the main source of energy that is sufficient for infant up to 6 months old. Various breastfeeding problems can come in providing exclusive breastfeeding, one of the problem is mother perceived of her ability to meet the infant’s needs for optimal growth. Every mother should know about the pattern of optimal breastfeeding infant to support breastfeeding decisions and avoid improper feeding. Lipid is providing 50% of total breastmilk energy. Lipid is a component of breast milk that highly variable, depending on maternal intake, circadian rhythm, level of lactation, between breasts, parity, age, and between individuals.
The purpose of this study is to correlate between the levels of lipid in breastmilk and breastfeeding pattern with growth of one month old infants. The study used a cross-sectional study design at RSIA Budi Kemuliaan from September to November 2014. Sampling was taken with consecutive. Inclusion criteria were full-term infant, birth weight 2500–4000 g, healthy. Breast milk lipid was estimated with creamatocrit procedure. There were 50 mothers and infants who entered the study.
This study showed that subjects one month old infants have normal growth. The majority result of growth indicators for WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ are between ≥-2 SD until ≤2 SD. Breastfeeding patterns have good result with frequency 12 times per day (84%) and duration <20 minutes (58%). Creamatocit examination showed average levels of lipid in the breastmilk is high (6.6±1.9 g/dl). Correlation of breastmilk lipid with WHZ, WAZ, HAZ is ranged from 0.03–0.013. WHZ, WAZ, HAZ and HCAZ has a correlation <0.2 with the frequency and duration of breastfeeding. Weight, height and head circumference increment per day correlated <0.25 with breastfeeding frequency and duration of breastfeeding.This study conclude that there was no correlation between breastmilk lipid and breastfeeding patterns with growth of one month old infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrini Agasani
"Latar belakang: Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat memengaruhi kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan indikator keberhasilan terapi, dasar pengembangan strategi pengobatan dan penilaian pelayanan kesehatan. Belum ada data mengenai kualitas hidup anak dengan hemofilia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo RSCM.
Tujuan: Mengetahui prevalens, gangguan kualitas hidup, kesesuaian kualitas hidup berdasarkan laporan anak dan laporan orangtua serta pengaruh faktor sosiodemografis dan faktor medis terhadap kualitas hidup anak hemofilia di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien hemofilia usia 5-18 tahun di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM selama bulan September-Desember 2016. Pengisian kuesioner PedsQLTM 4.0 modul generik dilakukan dengan metode wawancara. Faktor-faktor risiko yang dianggap berpengaruh dianalisis secara multivariat.
Hasil: Gangguan kualitas hidup 52,9 rerata 64,37 11,75 menurut laporan anak dan 60,8 rerata 64,37 13,87 menurut laporan orangtua dari total 102 anak hemofilia. Dimensi yang paling terganggu adalah dimensi fisik menurut kelompok 5-7 tahun, sedangkan menurut kelompok 8-18 tahun adalah dimensi fisik dan sekolah. Terdapat ketidaksesuaian antara laporan kualitas hidup anak dan orangtua pada kelompok usia 5-7 tahun. Kekakuan sendi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kualitas hidup menurut laporan anak p=0,005, RP 4,335, IK 95 1,550-12,126 dan orangtua p=0,04, RP 2,902, IK 95 1,052-8,007.
Simpulan: Terdapat 52,9 laporan anak dan 60,8 laporan orangtua anak hemofilia yang kualitas hidupnya terganggu. Kekakuan sendi merupakan faktor yang paling memengaruhi kualitas hidup anak dengan hemofilia. Untuk menilai kualitas hidup anak usia 5-7 tahun diperlukan laporan anak dan orangtuanya, sedangkan untuk anak usia 8-18 tahun cukup laporan anak atau orangtua saja.

Background Hemophilia is a chronic disease that can affect quality of life QoL . Assessment of QoL is an indicator of therapeutic success, base for development of the treatment strategy, and assessment of health services. There are no data for QoL of children with hemophilia in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital CMH.
Aim To evaluate the prevalence, QoL, congruence of QoL based on self report and parents proxy report as well as the influence of sociodemographic and medical factors on the QoL of children with hemophilia in CMH. Method A cross sectional study was conducted in patients with hemophilia aged 5 18 years old who visited the outpatient clinic of Pediatric Hematology Division of CMH from September to December 2016. Data questionnaire PedsQLTM 4.0 generic scale were collected by interviewing children and their parents. Risk factors were analyzed with multivariate analysis.
Result From a total of 102 children with hemophilia, there were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with impairment of QoL with mean score 64.37 11.75 and 64.37 13.87, respectively. The most impaired dimension were the physical dimension for age group 5 7 years whereas for age group 8 18 years, there was impairment on the physical and school dimensions. There is a discrepancy report the QoL of children and parents in the age group 5 7 years. Joint stiffness is a risk factor for impaired QoL according to the self report p 0.005, PR 4.335, 95 CI 1.550 to 12.126 and parent proxy report p 0.04, PR 2.902, 95 CI 1.052 to 8.007.
Conclusion There were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with hemophilia who had impaired QoL. Joint stiffness is a factor that mostly affect the QoL of children with hemophilia. Assessment of QoL for children aged 5 7 years required reports from both children and parents, while for aged 8 18 years required either child report or the parents report alone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Karomah Putri
"Air susu ibu adalah makanan bayi yang terbaik karena mengandung komposisi nutrisi yang lengkap dan mengandung faktor-faktor penting untuk kekebalan tubuh bayi termasuk leukosit. Pemberian ASI ekslusif kepada bayi banyak mengalami hambatan, akibat ibu yang harus bekerja kembali  setelah cuti melahirkan. Berbagai upaya dilakukan agar bayi tetap mendapatkan ASI pada saat ibu bekerja, salah satunya adalah dengan cara penyimpanan ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses penyimpanan ASI pada wadah plastik terhadap jumlah, viabilitas dan morfologi leukosit. Sampel penelitian ini adalah ASI yang diperoleh dari 7 ibu menyusui selama periode bulan September tahun 2022 hingga Februari tahun 2023, kemudian dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan berdasarkan suhu, lama penyimpanan dan metode pencairan ASI beku berdasarkan  rekomendasi CDC. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya penurunan yang signifikan pada jumlah total dan viabilitas sel  pada ASI yang disimpan pada wadah plastik. Walaupun terjadi perubahan pada gambaran morfologi leukosit namun proses penyimpanan dan pencairan tidak mempengaruhi populasi CD45+ secara keseluruhan.  Tetapi, perubahan yang signifikan ditemukan pada jumlah monosit dan basofil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rekomendasi penyimpanan berdasarkan rekomendasi CDC dengan menggunakan wadah plastik tidak memengaruhi kuantitas leukosit. Meskipun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami apakah perubahan morfologi ini mempengaruhi fungsional dari sel tersebut.

Mother's milk is the best baby food because it contains a complete nutritional composition and contains important factors for the baby's immune system including leukocytes. Exclusive breastfeeding for babies is increasingly experiencing obstacles, due to social changes that affect women who work after maternity leave. Various efforts have been made so that the baby continues to get breast milk when the mother is working, one of which is by storing breast milk. This study aims to determine the effect of the storage process on the number, viability and morphology of breast milk leukocytes. The sample for this study was breast milk obtained from 7 breastfeeding mothers during the period September 2022 to February 2023, then divided into 4 treatment groups based on temperature, storage time and method of thawing frozen breast milk from the recommendation guide at the CDC. The results showed that there was no significant decrease in the total number and viability of cells in breast milk. Although there was a change in the leukocyte morphology, the storage and thawing processes did not affect the CD45+ population as a whole. However, there were significant changes in the number of monocytes and basophils. The results of this study indicate that the storage recommendations from the CDC do not affect the quantity of leukocytes. Nevertheless, further research is still needed to understand whether these morphological changes affect the function of these cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Sania
"Latar belakang. Perawakan pendek dapat memengaruhi kehidupan anak seperti berkaitan dengan kejadian perundungan, isolasi sosial, dan dampak lainnya terkait perawakan pendek. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan tinggi badan berhubungan positif dengan kualitas hidup dan status sosial yaitu dominasi sosial, pencapaian professional, pendidikan dan pendapatan. Faktor yang memengaruhi perawakan pendek adalah multifaktorial. Oleh karena itu Penelitian mengenai faktor yang memengaruhi perawakan pendek faktor yang memengaruhi perawakan pendek perlu dievaluasi.
Tujuan. Mengatahui prevalens perawakan pendek dan mengetahui faktor yang memengaruhi pertubuhan anak prepubertas
Metode. Penelitian potong lintang yang dilakukan di taman kanak-kanak dan sederajat atau sederajat. Faktor risiko yang dinilai yaitu data dasar karakteristik, faktor biogenetik (berat badan dan penjang badan lahir, jenis kelamin, tinggi ayah, tinggi ibu, dan tinggi potensi genetik), psikologis (pola asuh, jarak dekat saudara kandung, multiparitas), dan sosioekonomi (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan keluarga). Hasil. Terdapat 175 subjek yang ikut serta dalam penelitian ini, dengan prevalens perawakan pendek sebesar 14,2%. Analisis bivariat menunjukkan nilai p<0,05 terhadap perawakan pendek adalah jumlah anak lebih dari 2 orang, jarak saudara kandung kurang dari 2 tahun, dan pola asuh permisif. Serta beberapa faktor lain yang turut dimasukkan dalam analisis multivariat yaitu cara kelahiran bedah kaisar. Analisis multivariat menunjukkan faktor yang memengaruhi perawakan pendek berupa perawakan pendek ibu, jarak usia antar < 2 tahun, jumlah anak > 2, dan pola asuh permisif.
Kesimpulan. Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap perawakan pendek adalah perawakan pendek ibu, jarak usia antar saudara kandung kurang dari dua tahun dan pola asuh permisif.

Latar belakang. Perawakan pendek dapat memengaruhi kehidupan anak seperti berkaitan dengan kejadian perundungan, isolasi sosial, dan dampak lainnya terkait perawakan pendek. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan tinggi badan berhubungan positif dengan kualitas hidup dan status sosial yaitu dominasi sosial, pencapaian professional, pendidikan dan pendapatan. Faktor yang memengaruhi perawakan pendek adalah multifaktorial. Oleh karena itu Penelitian mengenai faktor yang memengaruhi perawakan pendek faktor yang memengaruhi perawakan pendek perlu dievaluasi.
Tujuan. Mengatahui prevalens perawakan pendek dan mengetahui faktor yang memengaruhi pertubuhan anak prepubertas
Metode. Penelitian potong lintang yang dilakukan di taman kanak-kanak dan sederajat atau sederajat. Faktor risiko yang dinilai yaitu data dasar karakteristik, faktor biogenetik (berat badan dan penjang badan lahir, jenis kelamin, tinggi ayah, tinggi ibu, dan tinggi potensi genetik), psikologis (pola asuh, jarak dekat saudara kandung, multiparitas), dan sosioekonomi (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan keluarga). Hasil. Terdapat 175 subjek yang ikut serta dalam penelitian ini, dengan prevalens perawakan pendek sebesar 14,2%. Analisis bivariat menunjukkan nilai p<0,05 terhadap perawakan pendek adalah jumlah anak lebih dari 2 orang, jarak saudara kandung kurang dari 2 tahun, dan pola asuh permisif. Serta beberapa faktor lain yang turut dimasukkan dalam analisis multivariat yaitu cara kelahiran bedah kaisar. Analisis multivariat menunjukkan faktor yang memengaruhi perawakan pendek berupa perawakan pendek ibu, jarak usia antar < 2 tahun, jumlah anak > 2, dan pola asuh permisif.
Kesimpulan. Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap perawakan pendek adalah perawakan pendek ibu, jarak usia antar saudara kandung kurang dari dua tahun dan pola asuh permisif.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anin Ika Rosa
"Seng merupakan mikronutrien yang penting dalam masa pertumbuhan anak dan untuk menjaga daya tahan tubuh pada masa pandemi ini. Seng tidak memiliki cadangan yang besar yang dapat menyimpan atau mengeluarkan seng sesuai dengan kebutuhan, sehingga seng menjadi penting untuk diperhatikan kecukupannya. Kekurangan seng lebih mungkin terjadi selama masa kanak-kanak, ketika kebutuhan harian seng lebih tinggi. Defisiensi seng dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, sehingga dapat berdampak pada status gizi dan pertumbuhan. Kadar seng rambut dapat menggambarkan status seng secara kronis, lebih stabil, dan lebih sesuai digunakan pada anak karena kurang invasive. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi asupan seng dengan kadar seng rambut anak usia 2-3 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data subjek dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu (n=70) dan dilakukan pemeriksaan kadar seng rambut. Dari penelitian ini didapatkan median asupan seng adalah 6 (1,2-22,5) mg/hari dan sebanyak 20% anak memiliki asupan seng yang kurang. sedangkan nilai median kadar seng rambut adalah 132 (30-451) μg/g dan sebanyak 17,1% anak memiliki kadar seng rambut dibawah nilai normal. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif sangat lemah antara asupan seng dengan kadar seng rambut, namun secara statistik tidak bermakna (r=-0,077, p=0,528). Sedangkan untuk faktor faktor yang berhubungan, didapatkan hasil korelasi positif lemah bermakna antara nilai VAS nafsu makan dan kadar seng rambut (r=0,247, p=0,039). Sebagai kesimpulan, asupan seng pada anak usia 2-3 tahun tidak berkorelasi dengan kadar seng rambut, dan faktor yang berhubungan dengan kadar seng rambut adalah nilai VAS nafsu makan

Zinc is an important micronutrient in the growth period of children and to maintain the immune system during this pandemic. Zinc does not have a large reserve that can store or release zinc as needed, so it is important to pay attention to its adequacy. Zinc deficiency is more likely during childhood, when daily zinc requirements are higher. Zinc deficiency can cause loss of appetite, which can have an impact on nutritional status and growth. Hair zinc levels can describe chronic zinc status, are more stable, and are more suitable for use in children because they are less invasive. The purpose of this study was to determine the correlation of zinc intake with hair zinc levels of children aged 2-3 years. This study used a cross-sectional design. Subject data collection was carried out in Kampung Melayu Sub-district (n=70) and hair zinc levels were examined. From this study, it was found that the median intake of zinc was 6 (1.2-22.5) mg/day and as many as 20% of children had insufficient zinc intake. while the median hair zinc level was 132 (30-451) g/g and 17.1% of children had hair zinc levels below the normal value. The results of the analysis showed a very weak negative correlation between zinc intake and hair zinc levels, but not statistically significant (r=-0.077, p=0.528). For the associated factors, there was a significant weak positive correlation between VAS appetite value and hair zinc levels (r=0.247, p=0.039). In conclusion, zinc intake in children aged 2-3 years did not have a correlation with hair zinc levels, and factor associated to hair zinc levels was VAS appetite value."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>