Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Satrio Prabowo
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada jaringan gigi dan mulut, termasuk fungsi pada sendi temporomandibula. Mastikasi merupakan salah satu fungsi sistem stomagtonati yang dapat dipengaruhi oleh gangguan sendi temporomandibula (Temporomandibula Disorders). Tujuan: Menganalisis hubungan antara gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi, serta menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi terhadap gangguan sendi temporomandibula dan kemampuan mastikasi. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berusia 60 tahun ke atas. Dilakukan pencatatan diri responden, pemeriksaan klinis intraoral, dan wawancara menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi dan ID-TMD. Hasil penelitian: Gangguan sendi temporomandibula memiliki hubungan (p < 0,05) terhadap kemampuan mastikasi. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, tetapi tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan gangguan sendi temporomandibula. Terdapat hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi dengan kemampuan mastikasi, tetapi tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kemampuan mastikasi. Kesimpulan: Terdapat pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi pada lansia.
ABSTRACT
Background: Aging process involve physiological changes in the teeth and mouth tissues, including temporomandibular joint function. Mastication is one of the main functions of the stomatognathic system that may be affected by temporomandibular disorders. Objectives: To analyze the relationship between temporomandibular disorder towards masticatory ability, to analyze sociodemographic factors (age, gender, educational level, and economic status) towards temporomandibular disorder and masticatory ability. Methods: Cross-sectional study was conducted on 100 patients of Puskesmas Kramat Jati aged 60 years and over. Subject's data and oral examination were obtained, and interview for masticatory ability and ID-TMD were conducted. Results: There was correlation (p < 0.05) between temporomandibular disorder towards masticatory ability. There was correlation between age towards temporomandibular disorder, but there was no correlation between gender, educational level and economic status towards temporomandibular disorder. There was correlation between age, educational level, and economic status towards masticatory ability, but there was no correlation between gender towards masticatory ability. Conclusion: This study shows that temporomandibular disorders negatively influence masticatory ability in elderly.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Adriani Putri
Abstrak :
[Salah satu gejala TMD dapat berupa keterbatasan gerak mandibula yang antara lain dapat dilihat melalui besar pembukaan mulut. Telah terdapat penelitian tentang besar pembukaan mulut di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan besar pembukaan mulut dengan TMD di Indonesia. Penelitian menggunakan metode potong lintang pada 223 mahasiswa UI berusia 17-22 tahun. Subjek mengisi kuesioner Indeks Diagnostik-TMD dan diukur besar pembukaan mulutnya. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna pada rata-rata besar pembukaan mulut subjek TMD dan non-TMD (p=0,005). Ditemukan hubungan antara besar pembukaan mulut dengan Temporomandibular Disorders di Indonesia.;One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia, One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia]
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheynna Azka Afifah
Abstrak :
Latar belakang: Kehilangan gigi dapat menyebabkan terganggunya kemampuan mastikasi sehingga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup individu. Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik yang sesuai dengan klasifikasi kehilangan gigi dapat membantu mengembalikan fungsi gigi yang hilang, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan mastikasi. Namun, tidak semua pengguna gigi tiruan memiliki kemampuan mastikasi yang lebih baik setelah menggunakan gigi tiruan. Tujuan: Menganalisis pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik berdasarkan klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi, menganalisis hubungan antar kelas pada klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi, menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan terhadap kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 30 pasien RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia berusia 20 tahun ke atas yang baru menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik. Dilakukan pencatatan diri subjek serta wawancara pengisian kuesioner kemampuan mastikasi. Hasil penelitian: Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik pada kehilangan gigi berdasarkan klasifikasi Kennedy diketahui memiliki pengaruh p=0,00 terhadap kemampuan mastikasi. Gigi tiruan sebagian lepasan akrilik kelas 1 dan kelas 2 Kennedy, kelas 2 dan kelas 3 Kennedy, kelas 2 dan kelas 4 Kennedy memiliki pengaruh dengan kemampuan mastikasi. Tidak terdapat pengaruh antara faktor sosiodemografi usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan terhadap kemampuan mastikasi. Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan akrilik berdasarkan klasifikasi Kennedy terhadap kemampuan mastikasi. ...... Background: Tooth loss can cause disruption of masticatory ability and may affect patient's general health and quality of life. The use of acrylic removable partial denture based on the classification of tooth loss may restore the oral function, which is expected to increase patient's masticatory ability. However, not all denture wearers have better masticatory ability after using the removable partial denture. Objectives: To analyze the effect of removable partial denture wearing based on Kennedys classification towards masticatory ability, correlation between each class on Kennedy's classification towards masticatory ability, and the effect of sociodemographic factors age, gender, educational level toward tooth loss and masticatory ability. Methods: Cross Sectional Study was conducted on 30 patients of RSKGM Faculty of Dentistry University of Indonesia aged 20 years and over who just used removable partial denture. Subjects personal data were obtained, and interview for masticatory ability was conducted. Results: There was significant difference p 0,00 between removable partial denture wearing on tooth loss based on kennedys classification towards masticatory ability. Kennedy class 1 and 2, class 2 and 3, class 2 and class 4 removable partial denture have significant difference with masticatory ability. There was no significant difference between sociodemographic factors age, gender, educational level, income level toward tooth loss and masticatory ability. Conclusion: The use of removable partial denture based on Kennedys classification may increase patients masticatory ability.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelin Yaputri
Abstrak :
Latar Belakang: Banyak faktor risiko yang ditemukan berkaitan dengan bruksisme, faktor sentral, faktor perifer, faktor psikososial, faktor eksogen, dan faktor hereditas. Faktor psikososial seperti stres dan kecemasan, faktor eksogen seperti konsumsi kopi, rokok, alkohol dan faktor herditas merupakan faktor-faktor yang sering diteliti keterkaitannya dengan bruksisme pada mahasiswa. Bruksisme apabila tidak dirawat maka dapat menyebabkan gangguan sendi temporomandibular, gigi aus, dan sakit kepala. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian bruksisme yang paling banyak ditemukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Program Sarjana angkatan 2019-2022. Metode: Sebanyak 114 mahasiswa telah setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang dan menggunakan teknik consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner bruksisme yang disusun oleh Winocur et al. (2010) yang dapat mengindikasikan seseorang mengalami possible bruxism, kuesioner perceived stress scale10, kuesioner generalized anxiety disorder-7, kuesioner konsumsi kopi, rokok, alkohol, dan kuesioner faktor hereditas. Kuesioner disebarkan secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 114 mahasiswa, sebanyak 37,7% memiliki bruksisme. Dari 43 responden yang memiliki bruksisme, 74,4% memiliki stres sedang, dan 14,0% memiliki stres berat, 44,2% memiliki kecemasan ringan, 20,9% memiliki kecemasan sedang, dan 11,6% memiliki kecemasan berat, 58,1% mengonsumsi kopi secara ringan, 97,7% tidak pernah mengonsumsi rokok dan 2,3% pernah mengonsumsi rokok, 90,7% tidak mengonsumsi alkohol dan 9,3% mengonsumsi alkohol secara ringan, 55,8% tidak memiliki anggota keluarga dengan bruksisme dan 44,2% memiliki anggota keluarga dengan bruksisme. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang sering dikaitkan sebagai penyebab bruksisme, ditemukan pada responden. ......Background: There are a lot of risk factors associated to bruxism, namely central factors, peripheral factors, psychosocial factors, exogenous factors, and heredity factors. Psychosocial factors such as stress and anxiety, exogenous factors such as consumption of coffee, cigarettes, alcohol, and heredity factors are factors that are often studied in relation to bruxism in college students. If left untreated, bruxism can cause temporomandibular joint disorders, worn teeth, and headaches. Objectives: This study aims to determine the risk factors for bruxism that are commonly found in dental students of University of Indonesia class 2019-2022. Method: A total of 114 students have agreed to participate in this study. This research is descriptive with cross sectional method and using consecutive sampling. Data collection was carried out by filling out a bruxism questionnaire by Winocur et al. (2010), which can indicate someone having possible bruxism, perceived stress scale-10 questionnaire, generalized anxiety disorder-7 questionnaire, coffee consumption, cigarette consumption, alcohol consumption, and genetic factor questionnaire. These questionnaires were distributed online via google form. Result: The results showed that of the 114 respondents, 37.7% had bruxism, namely 43 respondents. Of the 43 respondents who had bruxism, 74.4% had moderate stress and 14.0% had severe stress, 44.2% had mild anxiety, 20.9% had moderate anxiety, 11.6% had severe anxiety, 58.1 % consume coffee lightly, 97.7% never consume cigarettes and 2.3% have ever consumed cigarettes, 90.7% do not consume alcohol and 9.3% consume alcohol lightly, 55.8% do not have family members with bruxism and 44.2% have family members with bruxism. Conclusion: This study shows that the risk factors that are often associated as a cause of bruxism are found in the respondents.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Savalas Widjaja
Abstrak :
Latar belakang. Kehilangan gigi menjadi kasus yang umum dijumpai oleh seorang dokter gigi dan dapat diatasi dengan menggunakan berbagai macam gigi tiruan. Salah satu yang sedang marak dan banyak diminati adalah gigi tiruan dengan dukungan implan. Lebih dari 220 sistem implan telah tersedia di pasaran, diproduksi oleh sekitar 80 produsen, dibuat dari material, panjang, dan diameter yang berbeda dengan modifikasi topografi permukaan dan bentuk pada setiap sistem nya, dapat dipakai oleh dokter gigi spesialis maupun dokter gigi umum. Pertimbangan dan pemilihan sistem implan gigi yang tepat umumnya menjadi kunci keberhasilan perawatan implan. Hal tersebut mengakibatkan sering timbul dilema pada dokter- dokter gigi di Indonesia tentang pemilihan sistem dan kepuasan mereka terhadap suatu sistem implan yang dipakai. Tujuan. Mengetahui sistem implan yang paling diminati dan faktor- faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem implan gigi oleh dokter gigi di Indonesia. Metode penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang secara observasional atau survei dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada dokter gigi di Indonesia yang telah memenuhi kriteri inklusi, pengambilan data responden dengan teknik snowball sampling, serta diolah secara deskriptif. Hasil penelitian. Sebanyak 100 subjek responden yang memenuhi kriteria inklusi telah mengikuti dan mengisi kuesioner dari penelitian ini. Sekitar satu per tiga dari responden penelitian merupakan dokter gigi spesialis prostondonsia sebesar 32% yang mendominasi penelitian ini. Hasil olah data menunjukkan tiga urutan teratas pada sistem implan gigi yang paling diminati oleh dokter gigi di Indonesia adalah implan Straumann (50%), implan Dentium (20%), dan implan Osstem (13%). Bukti hasil penelitian ilmiah (460) menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan suatu sistem implan gigi diikuti dengan ketersediaan produk (421) dan sistem permukaan pada suatu sistem implan gigi (416). Permukaan implan gigi yang paling mendominasi pilihan dari responden adalah permukaan implan dengan sistem SLA (sandblasted large gritted acid etched) (82%) Kesimpulan. Mayoritas responden penelitian memilih Straumann sebagai sistem implan gigi pilihanya dengan mempertimbangkan faktor hasil penelitian ilmiah. ......Introduction. Tooth loss is a common cases that can be resolved by dentists using various kinds of dentures. Implant supported denture is currently on the rise and most in demand by dentists. More than 220 implant system made of different materials, lengths and diameters with modified surface topography and shapes in each system are produced by around 80 manufactures, can be used by specialist dentists as well as general dentists. Consideration and choosing the right dental implant system is generally the key to successful implant treatment. This has resulted in frequent dilemmas of dentists in Indonesia regarding system selection and their satisfaction with a system of implants used. Objectives. Knowing the most implant systems are used in demand and any consideration factors in choosing a dental implant system by dentists in Indonesia. Methods. This is an observational cross-section study or a survey using questionnaire given to dentists in Indonesia who have met the inclusion criteria. Snowball sampling technique and descriptive analysis of the frequency were used in this study. Results. A total of 100 respondent subjects who have met the inclusion criteria had followed and filled out the questionnaire from this study. Approximately one third of the study (32%) respondents were prosthodontist. The analysis shows that the top three dental implant systems most preferred by dentists in Indonesia are Straumann implants (50%), Dentium implants (20%), and Osstem implants (13%). Scientific based evidence (460) is the most significant factor in choosing a dental implant system followed by product availability (421) and the surface system of a dental implant system (416). The surface of the dental implant that dominates the choice of respondents is SLA (sandblasted large gritted acid etched) system (82%). Conclusion. The majority of respondents choosed Straumann implant as their dental implant system by considering the factor of scientific based evidence.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Madina F. KH.
Abstrak :
Latar Belakang: Temporomandibular disorders (TMD) memiliki prevalensi yang bervariasi antara 45% hingga 88% di berbagai tempat di dunia. Beberapa gejalanya berupa sakit dan kesulitan membuka mulut. Gejala ini dapat mengganggu pola makan dan pada akhirnya mengganggu status nutrisi individu penderita TMD. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada individu dengan dan tanpa TMD. Metode: Penelitian dengan desain cross-sectional dilakukan dengan partisipan 100 orang penduduk Desa Klecoregonang, Pati, Jawa Tengah. Variabel yang diteliti yaitu status TMD, IMT, asupan nutrisi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi. Pengambilan data dilakukan sepanjang bulan November 2020. Partisipan diwawancarai untuk mengisi kuesioner ID-TMD sebagai alat skrining TMD dan kuesioner food frequency questionnaire (FFQ) untuk mengukur asupan nutrisi. Partisipan juga diukur tinggi dan berat badannya untuk menghitung IMT. Selain itu, data usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jumlah pengeluaran per bulan juga dicatat sebagai data sosiodemografis. Hasil: Analisis data menggunakan uji komparatif kategorik tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD (p = 0,933). Variabel confounding yang menujukkan perbedaan nilai secara statistik pada partisipan dengan dan tanpa TMD adalah asupan nutrisi (p = 0,003), usia (p = 0,025), dan tingkat ekonomi (p = 0,01). Lebih lanjut, tidak ada perbedaan IMT antar kategori asupan nutrisi (p=0,454). Kesimpulan: tidak terdapat perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD. ......Background: Temporomandibular disorders (TMD) occurrence ranged between 45%- 88% in various part of the world. Some of the symptoms include pain and mouth opening difficulty. These symptoms can interfere with eating patterns and ultimately disrupt the nutritional status of individuals with TMD. Aim of this study is to compare the differences in Body Mass Index (BMI) in individuals with and without TMD. Methods: This study is a cross-sectional study with 100 participants from Klecoregonang Village, Pati, Central Java. Data collection was carried out throughout November 2020. The variables studied were TMD status as dependent variable, BMI as independent variable, and the confounding variable were nutritional intake, age, gender, education level, and economic level. Participants were interviewed to fill out ID-TMD questionnaire as TMD screening tool and Food Frequency Questionnaire (FFQ) to measure nutritional intake. Participants were also measured for height and weight to calculate BMI. In addition, data about age, gender, education level, and monthly expenditure were also recorded as sociodemographic data. Results: Data analysis using unpaired categoric comparative test showed no difference in BMI between participants with and without TMD. The confounding variables that showed statistically different values for paricipants with and without TMD is nutritional intake (p = 0,003), age (p = 0,025), and economic level (p = 0,01). Furthermore, there was no difference in BMI between nutritional intake categories (p=0,454). Conclusion: there is no difference in BMI between participants with and without TMD.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library