Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.M. Ali Fadhly
"ABSTRAK
Kanker serviks merupakan keganasan keempat tersering pada perempuan di dunia. Berdasarkan prognosis dan terapi, kanker serviks dibagi menjadi dua kelompok, yaitu stadium awal dan stadium lanjut. Tata laksana standar kanker serviks stadium awal adalah histerektomi radikal dan limfadenektomi. Keterlibatan kelenjar limfe merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesintasan pasien kanker serviks.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelenjar limfe dapat dijadikan prediktor kesintasan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus 2015 sampai Agustus 2016.
Subjek penelitian adalah pasien kanker serviks stadium awal yang dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi dalam kurun waktu Januari 2011 sampai Desember 2013. Variabel yang diteliti adalah stadium tumor, ukuran tumor, histopatologi, diferensiasi tumor, invasi stroma, invasi limfovaskular, KGB pelvis, batas sayatan, dan invasi parametrium yang dihubungkan dengan kesintasan pasien. Data diolah menggunakan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji chi square, uji regresi cox metode stepwise, dan Kaplan Meier. Pada penelitian ini diperoleh 123 pasien kanker serviks yang dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi namun data yang dianalisis adalah 50 pasien yang memenuhi kriteri inklusi dan lolos kriteria eksklusi.
Hasilnya, stadium tumor, ukuran tumor, histopatologi, diferensiasi tumor, invasi limfovaskular, KGB pelvis, batas sayatan, dan invasi parametrium tidak berhubungan dengan kesintasan namun invasi stroma dan terapi radiasi berhubungan dengan kesintasan. Jumlah KGB yang diekstraksi tidak berpengaruh terhadap kesintasan namun subjek dengan invasi stroma <2/3 bagian memiliki kesintasan lebih baik. Terapi radiasi juga memberikan kesintasan lebih baik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor prognostik lain pada pasien kanker serviks stadium awal seperti ekspresi faktor-faktor stem cells (SOX4, NANOG dan OCT4).

ABSTRACT
Cervical cancer is the fourth most common cancer in women in the world. Based on the prognosis and therapy, cervical cancer is divided into two groups, which are the early and advanced stages. The standard management of early-stage cervical cancer is radical hysterectomy and lymphadenectomy. The involvement of lymph nodes is one of the factors that affect the survival of cervical cancer patients.
This study aims to determine whether lymph nodes can be used as predictors of survival. This study used a retrospective cohort study design conducted at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in August 2015 until August 2016.
The research subjects were early-stage cervical cancer patients who performed radical hysterectomy and lymphadenectomy in the period January 2011 to December 2013. Variables studied were tumor stage, tumor size, histopathology, tumor differentiation, stromal invasion, lymph-vascular invasion, pelvic lymph nodes, incision border, and parametric invasion associated with patient survival. Data was processed using SPSS version 20 and analyzed by chi square test, cox regression test stepwise method, and Kaplan Meier. In this study 123 patients with cervical cancer were obtained for radical hysterectomy and lymphadenectomy but the data analyzed were 50 patients who fulfilled the inclusion criteria and passed the exclusion criteria.
As a result, tumor stage, tumor size, histopathology, tumor differentiation, lymph-vascular invasion, pelvic lymph nodes, incision border, and parametrial invasion were not associated with survival but stromal invasion and radiation therapy were associated to survival. The number of extracted lymph node did not affect survival but subjects with stromal invasion <2/3 of parts had better survival. Radiation therapy also provides better survival. Further research is needed to find out other prognostic factors in early stage cervical cancer patients such as expression of factor stem cells (SOX4, NANOG and OCT4)."
2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sulaeman Andrianto Susilo
"Latar Belakang: Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Metode kontrasepsi jangka Pajang (MKJP) menjadi salah satu pilihan kontrasepsi yang efektif untuk menurunkan AKI. Kontrasepsi implan merupakan salah satu MKJP yang rendah penggunaannya dikarenakan kurangnya edukasi mengenai efek samping yang akan ditimbulkan.
Tujuan: Mengetahui perbedaan karakteristik pola perdarahan penggunaan implan levonorgestrel satu batang dan dua batang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien di RSCM Kintani yang pada bulan Maret 2016 hingga bulan Mei 2018. Sampel penelitian
diambil dengan metode consecutive sampling. Analisis menggunakan uji chisquare untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pola perdarahan antara pengguna implan levonorgestrel satu batang dan dua batang.
Hasil: Terdapat 140 subjek penelitian dimana 70 subjek (50%) pengguna implan levonorsgestrel satu batang dan 70 subjek (50%) pengguna implan levonorgestrel dua batang. Pada bulan pertama pengguna implan LNG satu batang didapatkan amenore (32.9%), memendek (22.9%), normal (30%), memanjang 14.2%), sedangkan pada pengguna implan LNG dua batang didapatkan amenore (41.4%), memendek (15.7%), normal (32.9%), memanjang (10%). Tidak didapatkan hubungan kemaknaan antarkedua implan.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kemaknaan anatara karakteristik pola perdarahan pengguna implan levonorgestrel satu batang dan dua batang

Backgrouds: The maternal mortality rate (MMR) in Indonesia reaches 359 per 100,000 live births. The long-term contraceptive method (MKJP) is an effective contraceptive choice for reducing MMR. Implanted contraception is one of the MKJPs whose use is low due to lack of education about the side effects that will be caused.
Aim: Knowing the different characteristics of bleeding patterns using
levonorgestrel implants one rod and two rods.
Method: This study is a prospective cohort study in patients at RSCM Kintani from March 2016 to May 2018. The research sample was taken by consecutive sampling method. Analysis using the chi-square test to determine the relationship between the characteristics of bleeding patterns between users of implants levonorgestrel one rod and two rods.
Result: There were 140 research subjects in which 70 subjects (50%) used singlebar levonorsgestrel implants and 70 subjects (50%) used two-bars levonorgestrel implants. In the first month, users of one rod LNG implants obtained amenorrhea (32.9%), shortened (22.9%), normal (30%), lengthened 14.2%), whereas in two rods LNG implant users obtained amenorrhea (41.4%), shortened (15.7%) ), normal (32.9%), elongated (10%). There was no relationship of significance between the two implants.
Conculsion: There was no difference in significance between the characteristics of the bleeding patterns of levonorgestrel implant users one rod and two rods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duta Atur Tritama
"ABSTRAK
Latar Belakang: Saat ini WHO memperkirakan 60 ndash;80 juta pasangan menderita infertilitas atau diperkirakan 8 ndash;12 persen dari pasangan di seluruh dunia. Salah satu penyebab infertilitas pada wanita adalah endometriois.1,2 Sekitar 20 ndash; 40 wanita infertilitas menderita endometriosis, dengan prevalensi endometriosis pada wanita usia reproduksi adalah 3 ndash;10 .5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase pasien endometriosis dengan infertilitas yang hamil dalam waktu satu tahun pasca prosedur laparoskopi dan factor-faktor yang mempengaruhinya.Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif, sumber data berasal dari rekam medis dengan pendekatan penelitian deskriptif-analitik kategorikal dengan menggunakan rekam medik pasien yang dilakukan laparoskopi di Rumah Sakit Fatmawati, kemudian di follow up untuk mengetahui kejadian kehamilannya. Data kemudian dianalisis untuk mengetahui hubungan antara usia, lama infertilitas, bilateralitas kista, patensi tuba, dan derajat r-AFS dengan kehamilan.Hasil: Terdapat 64 subjek yang dianalisis. Sebanyak 23 subjek 35,9 hamil dalam satu tahun pasca laparoskopi. Kelompok usia le; 35 tahun memiliki peluang untuk hamil lebih besar dengan OR 6,75 dan nilai p=0,01, lama infertilitas le; 3 tahun memiliki peluang untuk hamil lebih besar dengan OR 3,2 dan nilai p=0,032, derajat r-AFS II dan III juga memiliki peluang hamil yang besar dengan OR 3,25 dan 4,25 dengan nilai p=0,04.Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan angka kehamilan dalam satu tahun pasca laparoskopi sebesar 35,9 . Terdapat hubungan antara usia, lama infertilitas dan derajat r-AFS dengan kehamilan.Kata Kunci: Endometriosis, infertilitas, laparoskopi, kehamilan

ABSTRACT
Background WHO estimate about 60 ndash 80 million infertile couple in the world or about 8 12 from the whole couple. Endometriosis is one of the condition that cause infertility. About 20 40 infertile women are having endometriosis, and endometriosis prevalence in reproductive women is 3 10 . This study purpose is to know about percentage of pregnancy rate in women post laparoskopi.Methods This study is retrospektif cohort, data is taken from medical record of patient in RSUP Fatmawati with categorical descriptive analitic approachment. Data then analyze to know is there any association between age, infertility duration, bilaterality of the cyst, tubal patensy, r AFS stage with pregnancy rate.Results From 64 subject, there are 23 subject 35,9 that pregnant within one year after laparoscopic procedure. Age le 35 years old have a greater chance to get pregnant with OR 6,75 and p value 0,01, duration of infertility le 3 years have a greater chance to get pregnant with OR 3,2 and p value 0,032, r AFS stage II and III are have a greater chance to get pregnant to with OR 3,25 and 4,25 and p value 0,04. Conclusion The pregnancy rate after laparoscopic cystectomy is 35,9 in this study. There are correlation between age, duration of infertility, and r AFS staging with pregnancy rate.Key Words Endometriosis, infertility, laparoscopy, pregnancy "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Dediat Kapnosa Hasani
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik merupakan kelainan endokrin dan metabolik terbanyak yang dialami oleh wanita usia reproduksi. Penyebab dari SOPK diketahui multifaktorial, namun faktor lemak memiliki peranan penting dalam perjalanan penyakit. Pada pasien SOPK ditemukan akumulasi lemak dilokasi tertentu. Komposisi lemak tubuh dapat menyebabkan proses inflamasi klinis derajat rendah yang berperan dalam terjadinya resistensi insulin pada pasien SOPK. Pengukuran komposisi lemak tubuh berdasarkan indeks massa tubuh kurang spesifik. Persentase lemak tubuh diperkirakan lebih spesifik dalam menggambarkan komposisi lemak tubuh dan memiliki korelasi dengan proses inflamasi kronis derajat rendah yang gambarkan oleh peningkatan prokalsitonin darah pasien dengan SOPK.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi komposisi lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin sebagai penanda biokimiawi inflamasi kronis derajat rendah.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional), di klinik Yasmin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium Terpadu FKUI selama tahun 2014-2015. Pasien yang sudah terdiagnosis SOPK berdasarkan kriteria Rotterdam 2003, dilakukan pemeriksaan indeks massa tubuh, persentase lemak tubuh dengan menggunakan metode bioelectrical impedance analysis dan pemeriksaan prokalsitonin darah. Dilakukan uji korelasi antara indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah pasien.
Hasil: Dari total 32 subyek penelitian, didapatkan peningkatan komposisi lemak tubuh dengan rerata indeks massa tubuh 29,09±5,11 kg/m2 dan komposisi lemak tubuh 39,38±9,04 %. Pada uji korelasi didapatkan peningkatan indeks massa berkorelasi positif terhadap kadar prokalsitonin namun tidak bermakna secara statistik (r =0,27; p =0,131). Persentase lemak tubuh didapatkan berkorelasi positif bermakna secara statistik dengan kadar prokalsitonin (r=0,35; p=0,048).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan rerata komposisi lemak tubuh pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik. Persentase lemak tubuh memiliki korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan indeks massa tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah sebagai penanda biokimia inflamasi kronis derajat rendah pada pasien.

Background: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is the most common metabolic and endocrine problems in reproductive ages women. PCOS has multifactorial cause, but body fat was known to has significant role in disease course. Patient with PCOS known to have body fat accumulation in some body location. Body fat composition can cause low grade chronic inflamation which can cause insulin resistence. Measuring body fat composition with body mass index is not an ideal method. Body fat percentage should be more specific in measuring body fat composition and should have better corelation than body mass index to procalcitonin as low grade chronic inflamation marker.
Purpose: The purpose of this research is to identify corelation between body fat composition and procalcitonin as low grade chronic inflamation in PCOS.
Method: The study was conducted with a cross sectional study design, in Yasmin Clinic, RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo and Integrated Laboratory of Medical Faculty University of Indonesia during 2014-2015. Patients who have been diagnosed with PCOS based on the criteria of Rotterdam, 2003, was examined the body mass index, body fat percentage using bioelectrical impedance analysis and blood procalcitonin level. We measure the correlation between body mass index and body fat percentage to procalcitonin levels of the patient's blood.
Result: From a total of 32 subjects of the study, we found an increase in body fat composition with a mean body mass index 29.09 ± 5.11 kg/m2 and body fat composition 39.38 ± 9.04%. From correlation test, we found that body mass index was positively correlated to the levels of procalcitonin but not statistically significant (r = 0.27; p = 0.131). Body fat percentage has significant positive corellation to procalcitonin levels (r = 0.35; p = 0.048).
Conclutions: There is an increase in the average composition of body fat in patients with polycystic ovary syndrome. Body fat percentage has a better correlation than the body mass index on blood levels of procalcitonin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieke Koes Handayani
"Latar Belakang: SOPK dijumpai pada 5-20% perempuan usia reproduksi. AMH digunakan sebagai penanda SOPK karena pada penderita SOPK salah satu gejalanya adalah terjadinya anovuasi yang menyebabkan peningkatan kadar AMH. SOPK juga berkaitan dengan adanya resistensi insulin dan hiperandrogen yang berkorelasi dengan obesitas dan inflamsi kronik yang dapat menyebabkan risiko terjadinya sindrom metabolik.
Tujuan: Mengetahui hubungan peningkatan kadar AMH pada penderita SOPK dan fenotip SOPK dengan kejadian Sindrom Metabolik.
Metode: Penelitian ini menggunakan disain potong lintang di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada penderita SOPK pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2017. Data penderita SOPK yang memenuhi kriteria inklusi dicatat dan dilakukan analisis statistik.
Hasil: Dari pengumpulan data Januari 2013 hingga Desember 2017 di RSUPN Cipto Mangunkusumo didapati 109 kasus SOPK yang memenuhi kriteria inklusi. Penderita SOPK tesebut memiliki median kadar AMH 7.10 ng/ml (3.11-34.06) dan yang mengalami sindrom metabolik 21% dengan median kadar AMH 7.21ng/ml (2.83-20.20) yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak sindrom metabolik (p=0.387). Sedangkan untuk fenotip yang terbanyak adalah fenotip 4 (OA dan PCOM) yaitu 41.3% dan yang mengalami sindrom metabolik terbanyak adalah fenotip 1 (OA+PCOM+HA)  sebanyak 56.5% dengan median kadar AMH  yang tertinggi sebesar 13.92ng/ml.
Kesimpulan: Kadar AMH pada penderita SOPK yang mengalami sindrom metabolik  trend nya lebih tinggi dibandingkan yang tidak sindrom metabolik. Fenotip 1 (OA+PCOM+HA) adalah kelompok fenotip yang paling banyak mengalami sindrom metabolik.

Background: PCOS is present in 5-20% women of reproductive age. AMH is used as a marker because one of the sign is anovulation that cause elevated AMH level. PCOS is also associated with the presence of insulin resistance and hyperandrogen that correlate with obesity and chronic inflammation that will increase the risk of metabolic syndrome.
Purpose: To evaluate the correlation between AMH level in PCOS patients with the incidence of Metabolic Syndrome.
Method: This research used cross sectional design with consecutive sampling. Data that fulfilled the inclusion criteria were collected and analyzed.
Result: Data collection from January 2013 to December 2017 at RSUPN Cipto Mangunkusumo found 109 cases of PCOS meet the inclusion criteria. Patients with PCOS have median level of AMH 7.10 ng/ml (3.11-34.06). Twenty one percent of the patient had metabolic syndrome with median level of AMH 7.21ng/ml (2.83-20.20) higher than non-metabolic syndrome (p = 0.387). The largest number of phenotypes on PCOS patients is phenotype 4 (OA and PCOM) which is 41.3%. Most metabolic syndrome is phenotype 1 (OA + PCOM + HA) as much as 56.5% with median highest AMH level of 13.92 ng/ml.
Conclusion: AMH levels in patients with PCOS who have metabolic syndrome are higher than non-metabolic syndrome. Phenotype 1 (OA + PCOM + HA) is a group of phenotypes with the most metabolic syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Merry Amelya Puspita
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara ekspresi reseptor leptin
endometrium dengan ekspresi reseptor αvβ3 integrin endometrium pada fase luteal
madya pasien infertilitas, untuk mencari tahu salah satu penyebab kegagalan
implantasi. Nilai leptin lokal endometrium dinilai melalui ekspresi leptin endometrium
dan daya terima endometrium dinilai melalui ekspresi reseptor αvβ3 integrin
endometrium. Penelitian ini dengan desain potong lintang di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Ekspresi reseptor dinilai dari H-score pada pewarnaan
imunohistokimia yang diambil dengan cara biopsi endometrium sebagai baku emas.
Dari 30 sampel didapatkan ekspresi reseptor leptin endometrium baik pada 23 sampel
(76,7%), ekspresi reseptor leptin endometrium buruk pada 7 sampel (23,3%),
sedangkan hasil daya terima endometrium baik pada 24 sampel (80%), dan daya
terima endometrium buruk pada 6 sampel (20%). Uji analisis membuktikkan kadar
leptin serum berkorelasi kuat dengan ekspresi leptin endometrium (r=0,67;p<0,01)
dengan ekspresi leptin endometrium, dan ekspresi leptin endometrium berkorelasi
dengan daya terima endometrium (r=0,72;p<0,01). Analisis multivariat menyebutkan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya terima endometrium secara berurutan
adalah progesteron, ekspresi leptin endometrium, dan kadar leptin serum. ;The aim of this study is to correlate between endometrial leptin receptor expression
with endometrial integrin αvβ3 expression on mid luteal phase of infertility patients to
know one of the cause of implantation failure. Leptin played important role in female
neuroendocrine and endometrial implantation. Local leptin value were assessed
through the expression of leptin endometrial receptor and endometrial receptivity
assessed through the expression of integrin αvβ3 endometrial. This study was crosssectional
design
in
RSUPN
Dr.
Cipto
Mangunkusumo.
The
expression
of
the
receptor
rated
of
H-score
on immunohistochemical staining were taken by endometrial biopsy
as the gold standard. From 30 samples obtained, good endometrial leptin receptor
expression were found in 23 samples (76.7%), poor endometrial leptin receptor
expression in were found 7 samples (23.3% ), good endometrial receptivity were
found in 24 samples (80%) and poor endometrial receptivity in 6 samples (20%).
Result of this study show leptin serum was strongly correlated (r=0,67;p<0,01) with
leptin endometrial receptor expression and endometrial leptin receptor expression was
strongly correlated with endometrial integrin αvβ3 expression (r=0,72;p<0,01).
Multivariate analysis show factors that correlate to endometrial receptivity
sequentially are progesterone, endometrial leptin receptor, and leptin serum. "
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Nicholas Marco Arga Hutama
"Latar Belakang: Keberhasilan suatu negara untuk berkembang dan menjadi sebuah negara yang maju tidak dapat dilepaskan dari bagaimana suatu negara tersebut mengelola perubahan kependudukannya. Angka Total Fertility Rate Indonesia tidak pernah kurang dari 2,6 anak per wanita dalam rentang tahun 2002-2012, jauh dari target yaitu 2,1 anak per wanita. DKI Jakarta sebagai ibukota negara juga berupaya mencapai target dengan meningkatkan akseptor metode kontrasepsi jangka panjang. Telah terdapat beberapa rumah sakit yang menerima pelatihan oleh Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) serta bantuan alat laparoskopi oklusi tuba oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan harapan peningkatan jumlah akseptor. Namun ternyata akseptor metode sterilisasi wanita hanya 0,8 dari total jumlah pengguna kontrasepsi modern. Belum diketahui apa penyebab dan kendala dalam pelayanan laparoskopi di Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan evaluasi pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang khususnya laparoskopi oklusi tuba di DKI Jakarta.
Tujuan: Untuk mengevaluasi pelayanan sterilisasi laparoskopi oklusi tuba di rumah sakit wilayah DKI Jakarta.
Metode: Penelitian studi Kualitatif pada Rumah Sakit yang telah mendapatkan pelatihan Laparoskopi Oklusi Tuba oleh PKMI di Wilayah DKI Jakarta pada bulan September 2017-Maret 2018. Sebanyak 22 Rumah Sakit dengan pengamatan observasional, pengumpulan data, dan wawancara.
Hasil: Dari 22 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang diteliti, terdapat 8 Rumah Sakit yang melayani laparoskopi oklusi tuba. Aspek sumber daya manusia serta medikolegal menjadi elemen utama dalam mendukung pelayanan di DKI Jakarta. Rumah sakit yang telah melayani menghadapi kendala dalam hal pembiayaan operasional. Tidak dijaminnya laparoskopi oklusi tuba dalam pembiayaan BPJS Kesehatan dan belum adanya sistem pembiayaan dari Pemerintah Provinsi maupun BKKBN mengakibatkan jumlah pasien yang dilayani berkurang. Pada Rumah Sakit yang belum melayani laparoskopi oklusi tuba, ketiadaan peralatan laparoskopi merupakan faktor penghambat utama. Luaran pelayanan laparoskopi oklusi tuba cukup baik, dilihat dari singkatnya masa perawatan dan tidak adanya komplikasi selama pelayanan berlangsung.
Kesimpulan: Masalah utama dalam pelayanan laparoskopi oklusi tuba di DKI Jakarta adalah tidak adanya sistem pembiayaan operasional serta kurangnya sarana dan prasarana terutama peralatan laparoskopi. Perlu ditingkatkan komunikasi serta kerjasama dari Rumah Sakit, Pemerintah Provinsi, BKKBN, dan BPJS Kesehatan untuk mengatasi hambatan dalam operasional pelayanan laparoskopi oklusi tuba.

Background: The success of a country to grow and become developed country can not be separated from how government manage the population growth. Indonesian Total Fertility Rate has never been less than 2.6 children per woman in the period 2002-2012, far from the target of 2.1 children per woman. DKI Jakarta as the state capital also seeks to achieve the target by increasing the acceptors of long term contraception. There have been several hospitals that received training by Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) as well as allocation of laparoscopic tubal occlusion tools by National Population and Family Planning Board (BKKBN) to increase the number of acceptors. However, women sterilization method acceptor is only 0.8 of the total number of modern contraceptive users. Not yet known what are the causes and obstacles in laparoscopic tubal occlusion services in hospitals in the Region of DKI Jakarta. Therefore, it is necessary to evaluate long term contraception service, especially laparoscopic tubal occlusion in DKI Jakarta.
Objective: To evaluate the services of Laparoscopic Tubal Occlusion in hospital at DKI Jakarta.
Method: Qualitative research study at hospitals that have received Laparoscopic Tubal Occlusion training by PKMI in DKI Jakarta on September 2017 - March 2018. A total of 24 hospitals with observational observation, data collection, and interview.
Result: From 22 hospitals in DKI Jakarta studied, only 8 hospitals serving laparoscopic tubal occlusion. Human resources and medicolegal aspects become the main element in supporting services in DKI Jakarta. Hospitals that have served laparoscopy face obstacles in terms of operational financing. No BPJS coverage for laparoscopic tubal occlusion and the absence of a system of financing from the Provincial Government and BKKBN resulted in reduced number of patients served. In hospitals that have not served laparoscopic tubal occlusion, the absence of laparoscopy equipment is a major constraining factor. The outcome of laparoscopic tube occlusion services is quite good, shown by the short duration of treatment and the absence of complications after the procedure.
Conclusion: The main problem in laparoscopic tube occlusion service in DKI Jakarta is the absence of operational financing system and lack of facilities especially laparoscopic equipment. The communication and cooperation of Hospital, Provincial Government, BKKBN and BPJS should be improved to overcome obstacles in services of Laparoscopic Tubal Occlusion. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library