Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munardyansih
"Orangtua sering mengalami kesulitan menanggulangi anak usia sekolah yang mudah marah, sering menentang dan menunjukkan reaksi emosi yang tak terkendali atau agresif. Tak jarang orangtua terjebak situasi konflik yang emosional dan terpancing melakukan tindak kekerasan yang menjadi model perlaku agresif pada anak sehingga masalah perilaku anak tak mudah diatasi. Kesulitan mengendalikan emosi demikian terjadi pada D (9 tahun) subyek penelitian ini yang terlihat sejak D memiliki adik pada usia 4 tahun dan orangtua lebih menaruh perhatian pada adiknya yang lahir dengan kelainan jantung bawaan. Pada masa usia sekolah frekuensi marah terjadi setiap hari, sering konflik dengan anggota keluarga dirumah, mengalami kesulitan dalam berteman dan kerap memperoleh hasil belajar yang kurang baik, sekalipun tergolong cerdas dan memiliki intelligensi diatas taraf rata-rata.
Kemarahan dan perilaku menentang yang maladaptif menunjukkan D kurang memiliki kemampuan pengendalian emosi sesuai taraf perkembangan anak usia sekolah, yang umumnya mampu mengontrol dan mengarahkan tindakannya untuk menjalin kerjasama dengan oranglain. Perilaku demikian sexing terjadi pada anak Oppositional Defiant Disorder (ODD) yaitu gangguan perilaku yang ditandai oleh pola perilaku menentang, menantang dan memusuhi (hostile) yang terutama ditujukan pada orangtua (APA, 2000).
D memenuhi kriteria diagnosa ODD. Kemarahan anak ODD disebabkan oleh proses kognitif yang disfungsi dan mengalami defisit kognitif yang herdampak pada keterbatasan kemampuan mengendalikan emosi dan mengatasi masalah sosial (Mash & Wolfe, 1999). Disfungsi dan defisit kognitif merupakan fokus masalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT merupakan intervensi kognitif yang secara emperis telah terbukti efektif untuk mengelola kemarahan dan menanggulangi anak yang mengalami masalah interpersonal (Stallard 2005)
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana teknik CBT dapat diterapkan untuk mengendalikan marah pada anak ODD usia sekolah dengan menggunakan metode yang dikembangkan Stallard. Intervensi ditujukan untuk meningkatkan kesadaran diri, pemahaman lebih baik mengenai perasaan dan pemikiran negatif yang menimbulkan kemarahan, dan mengembangkan pengendalian din melalui ketrampilan kognisi dan perilaku yang sesuai.
Intervensi terbagi atas kegiatan untuk mengendalikan emosi dan kognisi. Fokus intervensi masing-masing melalui tahapan Identifikasi masalah (mengenali pencetus dan reaksi kemarahan D, pemikiran negatif yang disfungsi dan defisit kognitif), mengembangkan ketrampilan yang sesuai untuk mengendalikan marah (menurunkan ketegangan dengan latihan relaksasi, pengaturan pemahman dan mengganti pemikiran negatif dengan pemildran yang menenangkan atau menurunkan reaksi marah dengan 'self instructional ), mengenali dan menguji disfungsi kognisi yang mempengaruhi kehidupan anak.
Pada penelitian menunjukkan bahwa tehnik CBT yang digunakan memudahkan D untuk menyadari serta memahami kesulitannya dan mengetahui langkah untuk melakukan perubahan atau mengendalikan reaksi marahnya. Hasil penelitian menunjukkan perubahan pada D, dimana ia lebih mampu mengendalikan perasaannya ketika menyadari mulai timbul perasaan marah dengan berusaha menurunkan ketegangan dan menenangkan diri dengan pemikiran yang positif Selama periode penelitian frekuensi marah tidak terjadi setiap hari. Namun pada penelitian ini penerapan keterampilan bare yang dikuasai D belum menetap sehingga untuk mencegah terjadinya relaps diperlukan program untuk evaluasi berkala dan melibatkan peran aktif orangtua sebagai co-clinician.
Kelemahan lainnya dalam penelitian ini adalah pada desain penelitian yang belum meneakup pelatihan keterampilan pemecahan masalah dan keterampilan sosial. Kelemahan lainnya adalah jumlah perencanaan sesi dan jangka waktu pertemuan untuk dapat mempertahankan dan mengevaluasi keterampilan kognisi baru yang telah dipelajari. Saran dalam penelitian ini adalah terkait dengan perencanaan desain penelitian, perencanaan jumlah sesi dan peningkatan peran orangtua dalam program CBT."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astarini R. Yukasanu
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Retno Wulandari
2007
T38206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Diantika
"Ketika anak memasuki usia sekoiah (middle childhood), anak akan menerima lebih banyak umpan balik negatif dan mulai membandingkan dirinya dengan anak-anal: lain seusianya. Anak yang tidal: mampu mener-ima umpan balik negatif dari orang lain akan membentuk pikiran-pikiran negatif dan mcnilai diri secara negatif (Eccles, 1999). Hal yang demikian menyebabkan anak cemas dan takut dalam menghadapi situasi sosial baru.
Kesulitan dalam memasuki lingkungan baru yang asing bagi anak adalah salah satu karakteristik anak pemalu. Tingkah laku pemalu merupakan salah satu bentuk tingkah Iaku menghindari situasi sosial baru yang disebabkan olch tcrfokusnya sweorang pada opini atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya (Rubin 8: Asendorpf, 1993). Salah satu pcnyehab terbentuknya tingkah laku pemalu pada anak adalah rendahnya sebfeszeem pada anak dan penilaian diri yang negatif (Zolten & Long, dalam www. parenting-ed.org, 1997).
Pada kasus Ad, Ad merasa khawatir teman-teman tidak mau mengajaknya berkenalan. Ad pun mengatakan bahwa ia takut melakul-can kesalahan saat berbicara dengan teman-teman yang belum dikenalnya. Dengan perkataan lain, Ad menilai dirinya secara negatifyaitu Ad merasa tidak mampu berinteraksi dengan orang-orang yang belum dikenalnya. Ad pun mcrasa takut teman-teman tidak man mengajaknya berkenalan. Pikiran-pikiran negatifpada Ad mernbuat Ad mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan berinteraksi dengan orang-orang yang belum dikenalnya. Terapi yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan prinsip cognitive behavior therapy (CBT), yaitu suatu teknik terapi yang mengubah kekeliruan pola berpikir pada individu dengan cara melakukan rcstruktmisasi kognitiff.
Hasil dari terapi mcnunjukkan bahwa program ini cukup efektif untuk menangani tingkah laku pemalu pada anak, sehingga pola pikir dan tingkah laku pun berubah menjadi lcbih baik.

When child enters middle childhood, hefshe will receive more negative feedback from others and starts to compare his/her self with others. Child who can not accept the negative feedback fiom others will have negative thoughts and perceived their selfnegatively (Eccles, 1999). Furthermore, child will have anxiety and shows some fears in new social situation.
The difficulty when entering new social situation is one of the characteristics of children with shyness. Shyness is one form of social withdrawal that is motivated by social evaluation concerns, primarily in novel setting (Rubin & Asendorf, 1993). There may be a specitic cause for shyness in some children, wlule in others shyness may occur for a number of different reasons. One ofthe reason why children beoorne shy is having low self esteem and negative opinion of oneself (Zolten & Long, on wwwwparenting-ed.org, 1997).
Our study presents a case that shows shyness in a child (Ad). Ad wonied that people do not want to become her friends. Ad also said that she has trouble thinking of what to say in social situation and afraid doing something wrong talking with others. Ad views herselffnegatively. She feels uncomfortable in unfamiliar situation and thinks that she can not deal with new social situation. Furthermore, these negative thoughts have become her difliculties to adapt in new situation and interact with others.
Effective treatments for shyuess exist One ofthe treatments is using the techniques of Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT is the therapy that change individual?s cognitive by doing cognitive restructuring. On this study, we will use CBT techniques for overcoming the shyness in child (Ad).
The result of this program shows that the application of CBT techniques is effective for overcoming shyness in child, so that the cognitive and behavior will change into better."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Gita Nuansa
"Makna hidup merupakan hal yang esensi yang seharusnya dapat dihayati oleh setiap manusia. Dalam prakteknya makna hidup tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan hidup untuk dapat mengarahkan seseorang agar dapat memenuhi taraf kehidupan bermakna (Bastaman, 2007). Jika seseorang dapat mencapai taraf kehidupan bermakna, maka Frankl (1969) menyatakan seseorang yang telah menemukan dan mencapai makna hidupnya, dapat menghayati rasa bahagia. Kanker serviks yang pada saat ini merupakan penyakit yang menjadi penyebab mortalitas nomor satu pada wanita di Indonesia (Marzuki, 2004), merupakan salah satu bentuk penderitaan yang dapat menghilangkan makna hidup.
Pada penelitian ini, peneliti mengangkat topik mengenai dinamika para penderita kanker serviks dalam meraih kembali kebermaknaan hidup melalui berbagai tahapan sikap yang dikemukakan oleh dr. Kubler Ross serta teori logoterapi dan sumbersumber nilai makna hidup yang dapat membantu seseorang dalam mencapai tahap penerimaan diri. Sampel penelitian adalah tiga orang wanita dewasa madya yang mengidap penyakit kanker serviks. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh melalui wawancara mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga sampel penelitian berhasil memenuhi tahap penerimaan diri dan menemukan makna hidup.

Meaning of life is essential that should be sensed by everyone. In practice meaning of life could not be separated from the goals of life to help in direct people, so could achive a meaningful life. Frankl (1969) suggested that, If someone successfully achive that state, she or he could sense happiness in his or her life. Cervical cancer as one of the tragical event that could be found in life, nowdays have been the highest terminal illness that cause of mortality in Indonesia (Marzuki, 2004) could lose meaning of someone's life.
In this research, researcher is interested to know the dynamic of the patients of cervical cancer to have a meaning of life back through the attitude stage theory which suggested by dr. Kubler Ross, theory of logotherapy, and values of meaning of life that could help people in suffering to achieve acceptance stage. The samples of this research are three middle-adulthood women who suffer from cervical cancer. Based on the analysis by depth interview, researcher concluded that those three samples have already achived the highest stage of the fifth of attidtude stage and have found meaning of life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Puspa Pranidani
"Kepribadian tidak hanya dapat ditinjau secara personal, melainkan dapat menggunakan pendekatan komunal hingga level regional. Penelitian bidang psikologi geografis sebelumnya telah mendapatkan temuan bahwa terdapat ketergantungan data secara spasial pada kepribadian di beberapa negara. Hasil ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa penduduk yang tinggal dalam sebuah ruang spasial akan memiliki tingkat trait kepribadian yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali temuan tersebut pada warga DKI Jakarta yang memiliki histori dan karakteristik urban dan beragam. Penelitian ini menjaring 748 warga DKI Jakarta dengan rentang usia lebih dari 18 tahun dari 193 kelurahan. Traits kepribadian yang diteliti dalam studi ini mengacu pada Five Factor Theory yang terdiri atas Extroversion, Agreableness, Openness to experience, Neuroticism, dan Conscientiousness. Alat ukur yang digunakan pada studi ini adalah Ten Item Personality Inventories dan disebarkan secara daring. Analisis Moran’s I dan perbandingan pseudo p-value menemukan bahwa terdapat ketergantungan spasial pada dimensi extroversion (0.2511), agreeableness (0.22), conscientiousness (0.1674), emotional stability (0.154), dan openness to experience (0.204).

Not only in individual level, personality can also be studied in communal to regional level. Previous studies on geographical psychology have found the existence of spatial dependency in personality traits data in many countries. These findings lead to a conclusion that residents of a spatial area might have the same score on specific personality traits. This study was done with DKI Jakarta resident context which has a long history as an urban and diverse characterized community. Present study gathered 748 data of DKI Jakarta resident with age above 18 from 193 residential areas. The personality traits concept is referred to Five Factor Theory which consist of five dimensions: Extroversion, Agreableness, Openness to experience, Neuroticism, and Conscientiousness. Ten Item Personality Inventories was used to measure each trait. The questionnaire was spread through online platforms. Moran’s I analysis and pseudo p-value comparison were conducted to test the spatial dependency within data. This study found spatial dependency in extroversion (0.2511), agreeableness (0.22), conscientiousness (0.1674), emotional stability (0.154), and openness to experience (0.204)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farraas Afiefah
"Riset tentang keterampilan numerik awal pada anak usia dini dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) masih sangat terbatas dan belum mendapatkan hasil yang konklusif.  Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kontribusi kondisi perkembangan dan fungsi eksekutif dalam kompetensi numerik awal pada anak usia dini dengan ASD dan perkembangan tipikal. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 32 partisipan dengan perkembangan tipikal serta 8 partisipan dengan autism spectrum disorder yang berusia 48-96 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa working memory mampu memprediksi kompetensi numerik awal, bahkan setelah mengontrol IQ dan usia. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, status sosial ekonomi dan pendidikan ibu tidak berkontribusi secara signifikan dalam memprediksi kompetensi numerik awal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak ASD tidak memiliki kompetensi numerik maupun fungsi eksekutif yang berbeda dengan anak tipikal. Namun, pada aspek kompetensi numerik awal, anak ASD justru ditemukan menunjukkan kelebihan pada komponen applying knowledge of number. Hasil ini memberikan kabar gembira bagi orangtua yang memiliki anak dengan high functioning ASD, mengingat fungsi eksekutif maupun kompetensi numerik awal berkaitan dengan prestasi akademis pada jenjang pendidikan berikutnya.

Studies on early numerical skills in children with Autism Spectrum Disorder is still scarce and inconclusive. This study aims to investigate the contribution of developmental conditions (ASD and typical) and executive functions towards early numerical competence in children with high-functioning ASD and typical development. Participants in this study were 32 children with typical development and 8 participants with autism spectrum disorder aged 48-96 months. The results showed that working memory was able to predict early numerical competence, above and beyond IQ and age. In contrast to previous studies, the mothers socioeconomic and educational status did not contribute significantly in predicting early numerical competence. The results also showed that ASD children showed similar numerical competencies and executive functions with typical children. ASD children performed better in applying knowledge of number component. These results provided good news for parents who have children with high functioning ASD, given the executive function and initial numerical competencies are related to academic achievement at the next level of education."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>