Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratri Ainulfa
"Latar belakang: Gonore (GO) merupakan salah satu jenis IMS yang sering ditemukan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada wanita diperkirakan 50% infeksi GO di serviks bersifat asimtomatik dan bila tidak diobati secara adekuat dapat menimbulkan penyakit radang panggul. Pewarnaan Gram merupakan pemeriksaan penunjang yang digunakan secara luas untuk diagnosis GO. Terdapat beberapa fasilitas kesehatan menggunakan pewarnaan biru metilen untuk mendeteksi GO karena dianggap lebih mudah dan lebih cepat.
Tujuan: Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan biru metilen dengan pewarnaan Gram untuk mendeteksi servisitis gonore.
Metode: Penelitian uji diagnostik dengan rancangan studi potong lintang pada wanita penjaja seks (WPS). Dua spesimen apusan serviks dari subyek yang sama diwarnai, yang satu dengan biru metilen dan lainnya dengan Gram. Sebagai baku emas dibuat biakan yang dilanjutkan uji identifikasi dan konfirmasi.
Hasil: Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi terpilih 296 WPS sebagai subyek penelitian. Diperoleh sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan biru metilen untuk mendeteksi servisitis gonore berturut-turut sebesar 21,5% dan 97,8%; dibandingkan dengan pewarnaan Gram sebesar 39,3% dan 97,4%. Kesesuaian kedua jenis pemeriksaan adalah 0,5.
Kesimpulan: Sensitivitas pewarnaan biru metilen dalam mendeteksi servisitis gonore lebih rendah dibandingkan sensitivitas pewarnaan Gram, meskipun spesifisitasnya sebanding dengan Gram. Nilai kesesuaian hasil pewarnaan Gram dan biru metilen tergolong sedang, sehingga pewarnaan biru metilen tidak dapat menggantikan pewarnaan Gram untuk mendeteksi servisitis gonore.

Background: Gonorrhea (GO) is one of STI, that is often found around the world, including Indonesia. It was estimated that 50% gonococcal cervicitis in women are asymptomatic and if not treated adequately may lead to pelvic inflammatory disease. Gram staining is laboratory examination that widely used for GO diagnosis. A number of health facilities used methylene blue staining to detect the gonococcus because it was considered easier and faster.
Purpose: To compare the sensitivity and specificity of methylene blue staining with Gram staining in detecting gonococcal cervicitis.
Method: Diagnostic test research was conducted with a cross-sectional study design on female sex workers (FSW). Two cervical smear specimen from the same FSW were stained, one with methylene blue and the other with Gram. Culture for Neisseria gonorrhoeae was done as gold standard.
Result: Based on the inclusion and exclusion criterias, 296 FSW were selected as research subjects. Sensitivity and specificity of methylene blue staining to detect gonococcal cervicitis is 21.5% and 97.8% respectively, compared with 39.3% and 97.4% for Gram staining.The value of agreement between both examination was 0.5.
Conclusion: Sensitivity of methylene blue staining in detecting gonococcal cervicitis is lower than Gram staining, although the specificity was comparable. The value of agreement between Gram and methylene blue staining is moderate, therefore methylene blue can not be use to replace Gram staining in detecting gonococcal cervicitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qatra Dini Seprida
"Infeksi menular seksual hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, balk di negara maju maupun di negara berkembang. Gonore merupakan salah satu IMS yang paling sering ditemukan dan merupakan salah satu kofaktor untuk transmisi HIV. Penularan penyakit ini terutama melalui kontak seksual. Umumnya infeksi bersifat lokal di tempat inokulasi. Waria merupakan kelompok risiko tinggi untuk terkena gonore faring dan rektum karena orientasi seksualnya secara orogenital reseptif dan anogenital reseptif. Infeksi di kedua daerah ini sebagian besar bersifat asimtomatis, maka sering tidak disadari sehingga dapat menjadi somber penularan.
Penelitian ini merupakan survei potong lintang analitik, yang bertujuan untuk mengetahui proporsi gonore faring dan gonore rektum pada populasi waria, serta hubungan antara perilaku seksual dengan kedua infeksi di atas. Diagnosis gonore faring dan rektum ditegakkan berdasarkan pemeriksaan PCR.
Penelitian dimulai pada bulan Juni sampai dengan Juli 2006. Pemeriksaan dilakukan terhadap 43 SP, yaitu waria yang berkunjung ke klinik PKBI Jakarta Timur yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis, pengambilan spesimen dari daerah faring dan rektum untuk pemeriksaan gonore dengan PCR. Setelah itu dilakukan pencatatan, perhitungan, dan analisis statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Handoko
"Human papillomavirus (HPV) adalah sekelompok virus DNA yang bersifat epiteliotropik. Virus ini menginfeksi kulit dan mukosa serta bersifat spesifik hanya pada manusia. Dahulu HPV dianggap hanya merupakan satu tipe virus sebagai penyebab infeksi, tetapi dengan berkembangnya penelitian dalam bidang biomolekular, dengan metode hibridisasi dan polymerise chain reaction (PCR) ternyata ditemukan banyak tipe HPV.2 Hingga saat ini telah diidentifikasi sekitar 200 tipe HPV yang dapat bermanifestasi menjadi berbagai bentuk gambaran klinis dan lokasi, mulai dari Iasi kulit jinak, misalnya warts, kondilomata akuminata, hingga keganasan anogenital, yaitu karsinoma serviks.3 Terdapat 2 kelompok tipe HPV yaitu tipe high-risk HPV dan tipe low-risk HPV, sesuai hubungannya dengan keganasan.4 Sampai saat ini terdapat sekitar 15 tipe high-risk HPV dan tipe ini ditemukan pada 90 - 95% kasus karsinoma serviks, terutama tipe high-risk HPV 16, selain tipe 18, 31, 33, dan 35.3.4.
Infeksi HPV ditularkan melalui kontak langsung dengan partikel virus, antara lain melalui hubungan seksual, sehingga infeksi HPV genital dapat dianggap sebagai salah satu penyakit infeksi menular seksual. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita yang aktif seksual, berisiko tinggi terkena infeksi HPV genital, dan risiko ini akan semakin meningkat bila mempunyai banyak pasangan seksual, frekuensi hubungan seksual yang tinggi, serta melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia dini. Karena pekerjaan yang dijalankan, maka para wanita penjaja seks (WPS) dianggap merupakan kelompok berisiko tinggi untuk terkena infeksi high-risk HPV genital dan karsinoma serviks di kemudian hari.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 oleh Mak R dkk terhadap WPS di Belgia, terdapat prevalensi infeksi high-risk HPV sebesar 55,9%. Dengan tersedianya fasilitas laboratorium yang mampu melakukan metode hibridisasi untuk mendeteksi kelompok HPV dan metode PCR untuk penentuan tipe HPV, serta terkumpulnya sampel yang cukup, maka diharapkan dapat diperoleh data mengenai proporsi kepositivan high-risk HPV beserta tipenya pada kalangan WPS. Hal ini akan sangat berguna mengingat karsinoma serviks merupakan salah satu jenis keganasan tersering pada wanita, sehingga penting dilakukan deteksi dini terhadap infeksi high-risk HPV genital yang dapat berkembang menjadi keganasan serviks di kemudian hari. Keterbatasan penelitian ini pada metode hibridisasi, yaitu menggunakan probe yang berisi 13 tipe high-risk HPV serta metode PCR yang hanya menggunakan primer untuk menentukan 5 tipe high-risk HPV, yaitu tipe 16, 18, 31, 33, dan 35."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Taruli Olivia Agustina
"Latar belakang. Kulit kering merupakan keluhan yang sering dihadapi pasien kusta, akibat kerusakan saraf otonom atau terapi yang didapat.
Tujuan. Membandingkan efikasi vaselin album dengan urea 10% sebagai terapi kulit kering pasien kusta.
Metode. Uji klinis acak tersamar ganda. Subjek penelitian dibagi dua kelompok, yaitu kelompok urea 10% dan kelompok vaselin album. Evaluasi dilakukan dalam 2 dan 4 minggu terapi dengan mengukur transepidermal waterloss (TEWL) dan skor kulit kering (SRRC) pada tungkai bawah.
Hasil. Sebanyak 48 subjek penelitian (SP) mengikuti penelitian, 24 SP mendapat vaselin album dan 24 SP mendapat krim urea 10%. Nilai TEWL pada kedua kelompok menurun secara bermakna sebelum dan sesudah terapi. Penurunan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok, (6,53 kelompok vaselin album versus 6,45 kelompok urea 10%). Skor SRRC menurun secara bermakna pada kedua kelompok sebelum dan sesudah terapi 2 dan 4 minggu. Penurunan skor SRRC tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok, (2,5 dan 3,5 pada kelompok vaselin album versus 3 dan 3 pada kelompok urea).
Kesimpulan. Kedua pelembab mampu menurunkan TEWL dan SRRC pasien kusta secara bermakna. Tetapi perubahan nilai tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok pengguna salap vaselin album ataupun krim urea 10%.

Background. Dry skin is a common problem in leprosy patient, due to destruction of autonom nerve or side effect of therapy.
Aim. Compare the efficacy of urea 10% cream versus petrolatum ointment on leprosy patient with dry skin.
Method. Double blinded randomnized controlled study participant were divided into two group, either received petrolatum ointment or urea 10% cream. Evaluation was done after 2 and 4 weeks treatment by measuring transepidermal waterloss (TEWL) and dry skin score (SRRC).
Result. 48 participant enrolled in the study, 24 received urea 10% cream while 24 received petrolatum.TEWL value in both groups were reduced significantly before and after medication. The difference was not significant in both groups (6.53 in vaselin group and 6.45 in urea group). SRRC score in both groups were reduced significantly before and after 2 and 4 weeks medication. The difference was also not significant in both groups (2,5 and 3,5 in vaselin group versus 3 and 3 in urea group).
Conclusion. Both moisturizers significantly reduce TEWL and dry skin score. There was no significantly difference in reduction between vaselin album ointment and urea 10% cream.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Rosandi
"Latar belakang: Terdapat beberapa studi yang menunjukkan keterlibatan jalur pembekuan darah dalam patogenesis urtikaria kronis. D-dimer yang merupakan produk akhir jalur pembekuan darah secara tidak langsung dapat digunakan untuk menilai trombin di darah. Trombin dapat menimbulkan edema karena dapat meningkatkan permeabilitas kapiler, dapat menstimulasi degranulasi sel mast, dan mengaktifkan komplemen C5a.
Tujuan: Mengetahui rerata kadar D-dimer pada pasien urtikaria kronis serta korelasi antara kadar D-dimer dengan derajat keparahan penyakit dan lama sakit pasien urtikaria kronis.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, dengan subyek penelitian sebanyak 30 pasien. Dilakukan penilaian Urticaria Activity Score dan lama sakit serta pemeriksaan kadar D-dimer.
Hasil: Nilai tengah kadar D-dimer pada 30 SP adalah 100 μg/L. Pada penelitian ini terdapat 5 SP (16,67%) yang terdapat peningkatan kadar D-dimer. Terdapat korelasi positif kuat antara kadar D-dimer dengan derajat keparahan urtikaria kronis (r = 0,8; p = 0,0000). Terdapat korelasi positif lemah antara kadar D-dimer dengan lama sakit pasien urtikaria kronis (r = 0,05; p = 0,979).
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif kuat antara kadar D-dimer dengan derajat keparahan urtikaria kronis dan korelasi positif lemah antara kadar D-dimer dengan lama sakit pasien urtikaria kronis.

Background: There are some studies that show blood clotting pathways involved in the pathogenesis of chronic urticaria. D - dimer is a blood clotting pathway end products can indirectly be used to assess thrombin in the blood. Thrombin can induce edema because it can increase capillary permeability , can stimulate mast cell degranulation , and activating the complement C5a.
Objective: Knowing the average levels of D - dimer in chronic urticaria patients and the correlation between D - dimer levels with severity and disease duration.
Methods: This study is a cross sectional study , the study subjects were 30 chronic urticaria patients. Assessment urticaria activity score ,disease duration and D - dimer level on all patients.
Results: Median of the D - dimer levels in 30 patients is 100 ug / L. In this study there were 5 patients ( 16.67 % ) with elevated levels of D - dimer. There is a strong positive correlation between D- dimer levels with severity of chronic urticaria ( r = 0.8 ; p = 0.0000 ). There is a weak positive correlation between D - dimer levels with disease duration ( r = 0.05 ; p = 0.979).
Conclusions: There is a strong positive correlation between D - dimer levels with disease severity and weak positive correlation between D - dimer levels with disease duration of chronic urticaria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Wydya Yenny
"ABSTRAK
Penyebab PV adalah Malassezia spp. atau disebut juga Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ova/a, merupakan jamur serupa ragi yang bersifat saprofit, dalam kondisi tertentu berubah menjadi bentuk miselium yang bersifat patogen. Dalam hal kesembuhan, PV prognosisnya baik tetapi masalah utama adalah kekambuhan yang sangat tinggi. Tingkat kekambuhan pada tahun pertama setelah pengobatan 60% dan pada tahun kedua setelah pengobatan 80%. Hal ini terjadi karena Malassezia spp. merupakan flora normal pada kulit, kadang terdapat lebih dalam pada folikel rambut, selain itu juga karena faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari.
Berbagai faktor yang berperan pada penyakit ini antara lain faktor lingkungan yang lembab dan panas, pakaian tertutup, genetik, hormonal, imunodefisiensi, kulit berlemak, malnutrisi, hiperhidrosis, pengobatan dengan kortikosteroid atau imunosupresan, dan penggunaan antibiotika jangka lama, serta pemakaian kontrasepsi oral. Faktor lingkungan yang berperan pada PV antara lain adalah lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Kelembaban kulit dinilai dengan mengevaluasi skin capacitance (SC) dan transepidermal water loss (TEWL). Pada kulit normal SC dan TEWL seimbang, pada kulit lembab SC meningkat sedangkan TEWL berkurang. Pada pasien PV diduga kelembaban kulit tinggi.
Sepengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai hubungan PV dengan kelembaban kulit. Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat membantu memberikan asupan dalam penatalaksanaan PV.
Malassezia spp. merupakan flora normal pada kulit. Pada kondisi tertentu bentuk ragi berubah menjadi bentuk miselia yang memberi gambaran Minis PV. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan ini adalah kelembaban kulit yang tinggi, yang dicerminkan oleh SC dan TEWL.
Perumusan masalah
Apakah ada perbedaan skin capacitance dan transepidermal water loss kulit non-lesi pasien pitiriasis versikolor dengan non-pitiriasis versikolor?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Raharjo Subekti
"ABSTRAK
Latar belakang. Infeksi human papillomavirus (HPV) pada genital laki-laki selain dapat
menyebabkan kutil kelamin dan kanker penis juga meningkatkan risiko infeksi HPV pada
pasangan. Walaupun saat ini telah terdapat banyak penelitian mengenai peran HPV risiko
tinggi terhadap karsinogenesis serviks dan semakin jelas peran laki-laki sebagai vektor virus
HPV, namun pemeriksaan HPV pada laki-laki belum rutin dilakukan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui proporsi kepositivan, variasi genotipe HPV pada suami pasien kanker serviks
serta kesamaan genotipe HPV antara suami pasien kanker serviks yang HPV positif dengan
pasien kanker serviks di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Metode. Penelitian potong
lintang. Pemilihan SP dilakukan secara berurutan (consecutive sampling). Sampel diambil
dengan menggunakan kertas amplas dan dacron swab. Pada spesimen dilakukan pemeriksaan
menggunakan HPV express matrix Kalgen®. Hasil. Sebanyak 47 SP dilibatkan dalam
penelitian ini, dengan rerata usia 50,7+10,6 tahun. Dari analisis spesimen diidentifikasi HPV
genital pada 9 (19%) SP, terdiri atas genotipe risiko rendah (3 SP) dan risiko tinggi (6 SP).
Genotipe HPV yang ditemukan adalah 6, 18, 31, 39, 43, 53, dan 56, dengan tipe tersering
adalah 18 dan 43. Tidak didapatkan kesamaan tipe HPV di antara pasangan HPV yang
positif. Kesimpulan. Proporsi kepositivan HPV pada suami pasien kanker serviks sebesar
19% dengan tipe 18 dan 43 paling banyak didapatkan, namun tidak didapatkan kesamaan tipe
HPV antara SP dengan pasien kanker serviks pasangannya.ABSTRACT
Background. Human papillomavirus (HPV) infection on male genital could cause genital
warts, penile cancer, but also increase the risk of HPV infection in their spouse. Despite
many current researches on role of high-risk HPV in cervix carcinogenesis and male partner?s
role as HPV vector is well known, HPV examination on male is not yet routinely performed.
The aim of this study is to find the positivity proportion and genotype variant of HPV on
cervical cancer patient?s spouse, and also the genotype concordance between the spouse with
HPV positive and the cervical cancer patient at dr Cipto Mangunkusumo hospital. Method.
Cross-sectional design. Subject was chosen consecutively (consecutive sampling). Sample
was collected with emery paper and dacron swab. The specimen was then analyzed with HPV
express matrix Kalgen®. Result. Fourty seven subject enrolled in this studi with mean age
50,7+10,6 y.o. Specimen analysis identified genital HPV on 9 (19%) subject, with low risk (3
subject) and high risk (6 subject) genotype. HPV genotypes found in this study are 6, 18, 31,
39, 43, 53, dan 56, with 18 and 43 as the most frequent. No genotype concordance found
between the cervical cancer patient?s spouse with HPV positive and their partners. HPV
genotypes variation found on cervical cancer?s spouses are type 6, 18, 31, 39, 43, 53, dan 56.
Conclusion. The positivity proportion of HPV on cervical cancer patient?s spouse was 19%,
with genotype 18 and 43 as the most frequent with no HPV genotype concordance found between subjects and the spouse.;Background. Human papillomavirus (HPV) infection on male genital could cause genital
warts, penile cancer, but also increase the risk of HPV infection in their spouse. Despite
many current researches on role of high-risk HPV in cervix carcinogenesis and male partner?s
role as HPV vector is well known, HPV examination on male is not yet routinely performed.
The aim of this study is to find the positivity proportion and genotype variant of HPV on
cervical cancer patient?s spouse, and also the genotype concordance between the spouse with
HPV positive and the cervical cancer patient at dr Cipto Mangunkusumo hospital. Method.
Cross-sectional design. Subject was chosen consecutively (consecutive sampling). Sample
was collected with emery paper and dacron swab. The specimen was then analyzed with HPV
express matrix Kalgen®. Result. Fourty seven subject enrolled in this studi with mean age
50,7+10,6 y.o. Specimen analysis identified genital HPV on 9 (19%) subject, with low risk (3
subject) and high risk (6 subject) genotype. HPV genotypes found in this study are 6, 18, 31,
39, 43, 53, dan 56, with 18 and 43 as the most frequent. No genotype concordance found
between the cervical cancer patient?s spouse with HPV positive and their partners. HPV
genotypes variation found on cervical cancer?s spouses are type 6, 18, 31, 39, 43, 53, dan 56.
Conclusion. The positivity proportion of HPV on cervical cancer patient?s spouse was 19%,
with genotype 18 and 43 as the most frequent with no HPV genotype concordance found between subjects and the spouse.;Background. Human papillomavirus (HPV) infection on male genital could cause genital
warts, penile cancer, but also increase the risk of HPV infection in their spouse. Despite
many current researches on role of high-risk HPV in cervix carcinogenesis and male partner?s
role as HPV vector is well known, HPV examination on male is not yet routinely performed.
The aim of this study is to find the positivity proportion and genotype variant of HPV on
cervical cancer patient?s spouse, and also the genotype concordance between the spouse with
HPV positive and the cervical cancer patient at dr Cipto Mangunkusumo hospital. Method.
Cross-sectional design. Subject was chosen consecutively (consecutive sampling). Sample
was collected with emery paper and dacron swab. The specimen was then analyzed with HPV
express matrix Kalgen®. Result. Fourty seven subject enrolled in this studi with mean age
50,7+10,6 y.o. Specimen analysis identified genital HPV on 9 (19%) subject, with low risk (3
subject) and high risk (6 subject) genotype. HPV genotypes found in this study are 6, 18, 31,
39, 43, 53, dan 56, with 18 and 43 as the most frequent. No genotype concordance found
between the cervical cancer patient?s spouse with HPV positive and their partners. HPV
genotypes variation found on cervical cancer?s spouses are type 6, 18, 31, 39, 43, 53, dan 56.
Conclusion. The positivity proportion of HPV on cervical cancer patient?s spouse was 19%,
with genotype 18 and 43 as the most frequent with no HPV genotype concordance found between subjects and the spouse."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Effendi
"Sifilis merupakan penyakit multistadium yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Saat ini penggunaan uji polymerase chain reaction (PCR) untuk Treponema pallidum telah banyak digunakan dan diharapkan mampu mengurangi masalah dalam uji diagnostik sifilis. Hasil uji PCR Treponema pallidum dipengaruhi oleh jenis spesimen, metode PCR dan gen target.
Penelitian ini ditujukan untuk menilai penggunaan darah dan serum untuk uji multiplex nested PCR dengan gen target 23S rRNA Treponema pallidum. Studi potong lintang dilakukan dari bulan April 2015 - April 2016. Pengambilan sampel secara konsekutif dari pasien dengan gambaran klinis sifilis sekunder yang datang ke poliklinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Jakarta. Uji PCR dilakukan terhadap 122 spesimen klinis (61 darah dan 61 serum). Uji serologi rapid plasma reagin (RPR) dan Treponema pallidum Haemagglutination Assay (TPHA) dilakukan pada semua serum.
Hasil positif uji PCR darah sebesar 22,95% dan serum sebesar 6,56%, sedangkan hasil positif uji serologi sebesar 68,85%. Pada hasil uji serologi positif, proporsi hasil positif uji multiplex nested PCR Treponema pallidum darah sebesar 30,95% dibandingkan serum 9,52%. Uji PCR terhadap darah mampu mendeteksi 3,25 kali lebih tinggi daripada serum. Penggunaan darah memberikan nilai kepositivan yang lebih tinggi dibandingkan serum pada uji multiplex nested PCR Treponema pallidum menggunakan gen target 23S rRNA.

Syphilis is a multistage disease transmitted primarily through sexual intercourse. Nowadays, polymerase chain reaction (PCR) test for Treponema pallidum has been widely used and expected to overcome problems in diagnostic test for syphilis. The PCR Treponema pallidum are influenced by type of specimens, PCR methods and gene targets.
This study is aim to assess the use of blood and serum using multiplex nested PCR Treponema pallidum targeting 23S rRNA. Cross-sectional study was conducted from April 2015 - April 2016. Sampling was carried out consecutively from patients with clinical features of secondary syphilis who came to sexual transmitted infection (STI) clinics in Jakarta. PCR test performed on 122 clinical specimen ( 61 blood and 61 serum). All serum were tested with RPR and TPHA assay.
The positive results of PCR test on blood was 22,95% and serum was 6,56%, while the positive results of serology was 68,85%. On positive serological test results, the proportion of positive results of multiplex nested PCR Treponema pallidum on blood was 30,95% compared to serum 9,52%. PCR test on blood is able to detect 3,25 times higher than serum. The use of blood give a higher positivity compared to serum in multiplex nested PCR Treponema pallidum using 23S rRNA gene target.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Sutono
"ABSTRAK
Prevalensi kasus jerawat (acne vulgaris) 75-85% pada orang dewasa, terutama pada usia remaja, dan sering menjadi kronis. Etiopatologis jerawat multi-faktorial, antara lain disebabkan oleh stres oksidatif dan pengaruh hormon serta pola makan. Tujuan dari penelitian adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) yang mengandung senyawa aktif xanthones dengan aktivitas anti-oksidan, anti-bakteria dan anti-inflamasi, dapat menunjang terapi medis untuk jerawat. Uji klinis dilakukan secara acak, berpembanding dan tersamar ganda selama 3 minggu pada 94 subyek berjerawat ringan dan sedang, berumur 18-30 tahun yang tinggal di asrama agar relatif homogen. Parameter penelitian adalah derajat keparahan jerawat menurut kriteria Lehman dan kadar malondialdehid (MDA) di dalam darah subyek. Perlakuan dengan pemberian 400 mg ekstrak 3 kali sehari, bersamaan terapi standar dengan krim topikal asam retinoat 0,025% pada lesi jerawat di wajah pada malam hari. Keparahan jerawat berkurang tidak bermakna (p > 0.2) dan penurunan kadar MDA dalam plasma darah tidak bermakna (p = 0.49).
ABSTRACT
The prevalence of acne (acne vulgaris) is 75-85% in adults, especially in adolescence, and often becomes chronic. Etiopatology of acne is multi-factorial, partly due to the oxidative stress and the influence of hormones and diet. The purpose of this study is to prove that the ethanol extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L) containing xanthones with properties of anti-oxidant, anti-bacterial and anti-inflammatory, can support medical therapy for acne. A randomized, double-blind and controlled clinical trial done for 3 weeks in 94 subjects with mild and moderate acne, aged 18-30 years living in a dorm which is relatively homogeneous. Parameters of the study are the degree of severity of acne according to Lehman criteria and the levels of malondialdehyde (MDA) in the blood of the subjects. Intervention by administering 400 mg extract 3 times a day, along with standard therapy with topical cream of 0.025% retinoic acid applied in acne lesions on the face at night. Improvement of acne severity was not significant (p > 0.2) and decreased levels of MDA in blood plasma was not significant (p = 0.49).
"
2013
T32616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>