Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Ghistele, Joos van
"Na de kruistochten ontstond er niet alleen een druk handelsverkeer tusschen het westen en het oosten, maar werden ook talrijke bedevaarten naar het H. Land ondernomen, vele kloosterbroeders gingen er het geloof prediken en kerken en conventen stichten ..."
Amsterdam: Mij. tot Verspreiding van Goede en Goedk. Lectuur ; Antwerpen : Bij de Boekengilde Die Poorte Oude God, 1936
K 839.313 GHI v
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
Daniella Pia Darmanto
"Tulisan ini meneliti perlindungan hukum pelaksanaan restorasi terhadap anak yang melakukan kekerasan fisik selama pelaksanaan masa pemidanaan penjara, khususnya melalui program pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jakarta. Melalui pendekatan sosiolegal, tulisan ini menguji dampak pembinaan dari aspek hukum dan non-hukum bagi anak yang melakukan kekerasan fisik melalui penerapan keadilan restoratif, terkhusus pada tahap pasca-adjudikasi. Tulisan ini menemukan bahwa hak-hak yang berorientasi pada pemberian restorasi bagi anak yang menjalani masa pemidanaan hanya dilindungi pada regulasi hukum tentang pemasyarakatan. UU SPPA dan UU Perlindungan Anak hanya merumuskan perlindungan dan restorasi bagi anak yang masih dalam proses peradilan. Dalam praktiknya, pembinaan anak yang melakukan kekerasan fisik di LPKA Kelas II Jakarta telah terlaksana sesuai dengan perumusan hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum. Meskipun demikian, program pembinaan LPKA Kelas II Jakarta tidak berjalan paralel dengan dampak restorasi bagi anak binaanya. Hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum dalam program pembinaan diberikan secara minimal dan kurang menyasar pada kebutuhan sosial dan perkembangan personal anak, dua faktor utama yang melatarbelakangi anak melakukan kekerasan fisik. Akibatnya, pembinaan yang diberikan belum efektif mewujudkan restorasi anak yang berkonflik dengan hukum sesuai konsep keadilan restoratif.
This paper examines the legal protection of restorative justice implementation for children who commit physical violence during their imprisonment, particularly through rehabilitation programs at the Special Child Development Institution Class II Jakarta. Using a socio-legal approach, it investigates the impact of rehabilitation from legal and non-legal perspectives for children who engage in physical violence, focusing on the post adjudication stage. The paper finds that restoration-oriented rights for children in incarceration are protected only under regulations related to corrections. The Juvenile Justice System Law and Child Protection Law provide protection and restoration for children only during the judicial process. In practice, the rehabilitation of children who commit physical violence at the LPKA Class II Jakarta aligns with the formulated rights for children in conflict with the law. However, the LPKA Class II Jakarta rehabilitation program does not effectively parallel the restorative impact for its inmates. The rights of children in conflict with the law are minimally provided, lacking focus on social needs and personal development, the primary factors underlying children's violent behaviour. Consequently, the rehabilitation provided has not effectively achieved the restoration of children in conflict with the law as per the restorative justice concept."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nisriena Fariha
"Eksploitasi seksual merupakan salah satu jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang tercantum di dalam Pasal 4 UU TPKS dan anak merupakan kelompok yang rentan menjadi korban dari kekerasan ini. Faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena ini disebabkan pola pengasuhan tidak optimal karena minimnya pemahaman orang tua terhadap hak-hak dasar terhadap anak. Hal ini mengakibatkan dampak buruk tidak hanya bagi fisik anak, namun juga psikis, dan sosial yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Penanganan kasus kekerasan eksploitasi seksual anak ini memerlukan intervensi khusus oleh Pekerja Sosial maupun Tenaga Ahli melalui pelayanan lembaga sosial perlindungan anak. Melalui metode socio-legal, penelitian ini ingin melihat sejauh mana prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang diterapkan dalam hukum perlindungan anak bekerja dalam penanganan korban kasus eksploitasi seksual. Hasil penelitian menemukan bahwa penanganan anak yang menjadi korban eksploitasi seksual wajib menempuh upaya pemulihan dan penguatan kejiwaan untuk lanjut menempuh penyelesaian melalui jalur upaya hukum. Namun pada kenyataannya, masih terdapat APH mengenyampingkan keberpihakannya terhadap prinsip terbaik bagi anak dalam proses penyelesaian hukum sehingga berisiko bagi ketahanan mental anak saat sedang memberikan kesaksian di hadapan persidangan. Penanganan korban anak kekerasan seksual juga membutuhkan sinergisitas antar lembaga-lembaga sosial terkait. Dalam penelitan ini juga akan diberikan saran antara lain penambahan keterangan yang lebih rinci dalam UU Perlindungan Anak terkait dengan hak-hak korban eksploitasi, peningkatan pelayanan penanganan dari lembaga-lembaga sosial terkait dan pembekalan perspektif mengenai prinsip kepentingan terbaik bagi anak bagi para APH dan seluruh pekerja sosial.
Sexual exploitation is one of the types of sexual violence listed in Article 4 of the TPKS Law and children are vulnerable to becoming victims of this violence. Factors that influence the occurrence of this phenomenon are due to suboptimal parenting patterns due to the lack of parents' understanding of the basic rights of children. This results in adverse impacts not only on the child's physical, but also psychological, and social well-being that affects the child's growth and development. Handling cases of child sexual exploitation violence requires special intervention by social workers and experts through the services of child protection social institutions. Through the socio-legal method, this research aims to see how far the principle of the best interests of the child applied in child protection law works in handling victims of sexual exploitation cases. The results found that the handling of children who are victims of sexual exploitation must take efforts to restore and strengthen their psychology to continue to take legal remedies. However, in reality, there are still law enforcement officers who put aside their alignment with the best principles for children in the legal settlement process, which puts the child's mental resilience at risk when giving testimony before the court. Handling child victims of sexual violence also requires synergy between related social institutions. In this research, suggestions will also be given, among others, the addition of more detailed information in the Child Protection Law related to the rights of victims of exploitation, improving handling services from related social institutions and briefing perspectives on the principle of the best interests of children for law enforcement officers and all social workers."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Raissa Zhafira
"Komunitas miskin kota kerap kali tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses hak-hak dasarnya, salah satunya hak atas pendidikan. Kampung Pemulung Karang Pola sebagai salah satu komunitas miskin kota di DKI Jakarta menghadapi berbagai permasalahan dalam mengakses hak atas pendidikan mereka, yang ditunjukkan dengan tingginya angka putus sekolah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi dan implementasi akses terhadap pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat Kampung Pemulung Karang Pola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode sosio-legal, yang menganalisis secara empiris bagaimanana akses terhadap pendidikan didapatkan oleh masyarakat dengan berbagai kompleksitas sosial yang ada. Selain itu, dilakukan studi normatif untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak atas pendidikan yang terdapat dalam kebijakan mengenai pendidikan bagi anak di Kampung Pemulung Karang Pola. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa secara normatif akses terhadap pendidikan sudah tersedia dengan baik dalam konvensi-konvensi internasional, undang-undang, hingga peraturan daerah.sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 1945. Khususnya di Kampung Pemulung Karang Pola, selain program wajib belajar, terdapat Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dari pemerintah, serta Technique Informal School (TIS) FTUI, Yayasan Gemilang, dan Dilts Foundation dari lembaga non pemerintah yang memberikan bantuan pemenuhan hak atas pendidikan. Namun, secara empiris, program-program pendidikan belum diimplementasikan sesuai dengan kerangka normatif yang ada, sehingga belum sepenuhnya dapat memberikan pemenuhan hak konstitusional dalam hal pendidikan. Didapati bahwa setidaknya terdapat 15 orang anak putus sekolah dan 2 orang anak belum bisa masuk sekolah. Dengan begitu, diperlukan langkah-langkah strategis dengan pembaharuan kebijakan dan program untuk menyediakan pendidikan yang layak secara maksimal oleh lembaga-lembaga pemerintah lintas sektoral dan lembaga non pemerintah.
Urban poor communities often do not get equal opportunities in accessing their basic rights, one of which is the right to education. Kampung Pemulung Karang Pola as one of the urban poor communities in DKI Jakarta faces various problems in accessing their right to education, which is indicated by the high dropout rate. This research was conducted to find out how the regulation and implementation of access to education obtained by the people of Kampung Pemulung Karang Pola. The method used in this research is socio-legal method, which empirically analyzes how access to education is obtained by the community with various existing social complexities. In addition, a normative study is conducted to find out how the protection of the right to education is contained in policies regarding education for children in Kampung Pemulung Karang Pola. Based on this research, it was found that normatively, access to education is already well provided for in international conventions, laws, and regional regulations in accordance with the mandate of the 1945 Constitution. Especially in Kampung Pemulung Karang Pola, in addition to the compulsory education program, there are Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus provided by the government, as well as Technique Informal School (TIS) FTUI, Yayasan Gemilang, and Dilts Foundation from non-governmental institutions that provide assistance in fulfilling the right to education. However, empirically, education programs have not been implemented in accordance with the existing normative framework, so that they have not been able to fully fulfill constitutional rights in terms of education. It was found that at least 15 children dropped out of school and 2 children could not enter school. Therefore, strategic steps are required to provide maximum proper education with policy and program reforms by cross-sectoral government institutions and non-government institutions."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rumuli, Gisela Violin
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kekerasan berbasis gender (KBG) sangat mungkin terjadi di dunia maya dan terus merajalela semenjak dunia dilanda pandemi COVID-19. Dalam menelisik peran hukum sebagai tameng pelindung atas korban kekerasan berbasis gender online (KBGO), penelitian ini menggunakan kasus GA yang ditetapkan sebagai tersangka atas konten pornografi sebagai entry point analisis. Penelitian ini juga ingin menunjukkan bahwa praktik KBGO seringkali menyasar perempuan yang digambarkan dengan posisi GA selaku figur publik dan menjadi sasaran ‘empuk’ dari praktik KBGO yang diperkeruh dengan penghakiman masyarakat. Analisis ini ingin menunjukkan terdapat korelasi dari kentalnya budaya patriarkis dan ketidakpahaman masyarakat Indonesia mengenai konsep persetujuan senantiasa melahirkan posisi timpang pada perempuan dan akan terus melanggenggkan budaya victim-blaming pada korban. Penelitian ini dilakukan dengan menelaah serangkaian instrumen hukum, penerapannya oleh aparat penegak hukum lewat hasil putusan pengadilan, reaksi masyarakat lewat pemberitaan media massa terkait kasus, dan juga wawancara langsung kepada KBGO yang melapor lewat LBH APIK serta pendampingnya. Peneliti juga menggunakan feminist legal method demi menjawab permasalahan berdasarkan pengalaman perempuan sebagai korban untuk mendorong penyusunan payung hukum dan sistem hukum yang lebih berperspektif korban, sehingga nantinya, tidak adalagi perempuan korban yang disalahkan seperti apa yang dialami GA dalam kasusnya.
This study aims to explain how gender-based violence (GBV) is very likely to occur in cyberspace and continues to run rampant since the world was hit by the COVID-19 pandemic. In examining the role of the law as a protective shield for victims of gender-based violence online (GBVO), this study uses the case of GA who is designated as a suspect for pornographic content as an entry point for analysis. This study also wants to show that GBVO practices often target women who are described as GA's position as a woman public figure and become 'easy' target of GBVO practices that are clouded by community judgment. This analysis shows that there is a correlation between the strong patriarchal culture and the Indonesian people's lack of understanding regarding the approval of the birth of an unequal position in women and will continue to perpetuate the victim-blaming culture of victims. This research was conducted by examining legal instruments, their application by law enforcement officers through court results, public reactions through mass media reports related to cases, and also direct interviews with the victims of GBVO who reported to LBH APIK. The researcher also uses the feminist legal method to answer questions based on the experience of women as victims to encourage the formulation of a legal basis and legal system that is more victim-oriented, so that in the future, there will be no more female victims who are blamed as experienced by GA in her case."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ziva Gentasangkara
"Tulisan ini mengkaji pengaruh budaya patriarki terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak di Kota Denpasar, dengan fokus pada implikasi sosial, psikologis, dan hukum dari peran ayah dalam keluarga. Dalam konteks budaya patriarki yang kuat, peran ayah seringkali terpinggirkan, sehingga menimbulkan beban ganda bagi ibu dan mengurangi kesejahteraan anak. Melalui pendekatan yuridis normatif dan metode penelitian non-doktrinal, penelitian ini menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), dalam mendukung keterlibatan ayah. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa budaya patriarki tidak hanya memperkuat stereotip gender dalam keluarga, tetapi juga menghambat penerapan prinsip-prinsip keadilan gender dan kepentingan terbaik bagi anak. Penelitian ini mengidentifikasi tantangan dalam implementasi kebijakan, termasuk resistensi sosial terhadap perubahan peran gender dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya peran ayah. Di sisi lain, tulisan ini juga menemukan peluang untuk memperkuat kebijakan cuti ayah dan mensosialisasikan nilai-nilai kesetaraan dalam pengasuhan anak. Penelitian ini menyarankan penguatan kerangka hukum yang responsif terhadap dinamika budaya lokal dan perlunya program sosialisasi dan pelibatan masyarakat untuk mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi dalam mengembangkan kebijakan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan anak dan keluarga di Indonesia, khususnya di Bali.
This paper examines the influence of patriarchal culture on fathers' involvement in childcare in Denpasar City, focusing on the social, psychological and legal implications of fathers' role in the family. In the context of a strong patriarchal culture, the role of fathers is often marginalized, creating a double burden for mothers and reducing children's welfare. Through a normative juridical approach and non-doctrinal research method, this study analyzes the applicable laws and regulations, such as Law No. 4 of 2024 on Maternal and Child Welfare (MCH Law), in support of father involvement. The final results show that patriarchal culture not only reinforces gender stereotypes in the family, but also hinders the implementation of the principles of gender equity and the best interests of the child. The research identifies challenges in policy implementation, including social resistance to changing gender roles and a lack of understanding of the importance of fathers' roles. On the other hand, this paper also finds opportunities to strengthen paternity leave policies and socialize the values of equality in childcare. This research suggests strengthening the legal framework that is responsive to local cultural dynamics and the need for socialization and community engagement programs to encourage fathers' involvement in childcare. As such, this research contributes to developing more inclusive and welfare-oriented policies for children and families in Indonesia, particularly in Bali."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ziva Gentasangkara
"Tulisan ini mengkaji pengaruh budaya patriarki terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak di Kota Denpasar, dengan fokus pada implikasi sosial, psikologis, dan hukum dari peran ayah dalam keluarga. Dalam konteks budaya patriarki yang kuat, peran ayah seringkali terpinggirkan, sehingga menimbulkan beban ganda bagi ibu dan mengurangi kesejahteraan anak. Melalui pendekatan yuridis normatif dan metode penelitian non-doktrinal, penelitian ini menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), dalam mendukung keterlibatan ayah. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa budaya patriarki tidak hanya memperkuat stereotip gender dalam keluarga, tetapi juga menghambat penerapan prinsip-prinsip keadilan gender dan kepentingan terbaik bagi anak. Penelitian ini mengidentifikasi tantangan dalam implementasi kebijakan, termasuk resistensi sosial terhadap perubahan peran gender dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya peran ayah. Di sisi lain, tulisan ini juga menemukan peluang untuk memperkuat kebijakan cuti ayah dan mensosialisasikan nilai-nilai kesetaraan dalam pengasuhan anak. Penelitian ini menyarankan penguatan kerangka hukum yang responsif terhadap dinamika budaya lokal dan perlunya program sosialisasi dan pelibatan masyarakat untuk mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi dalam mengembangkan kebijakan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan anak dan keluarga di Indonesia, khususnya di Bali.
This paper examines the influence of patriarchal culture on fathers' involvement in childcare in Denpasar City, focusing on the social, psychological and legal implications of fathers' role in the family. In the context of a strong patriarchal culture, the role of fathers is often marginalized, creating a double burden for mothers and reducing children's welfare. Through a normative juridical approach and non-doctrinal research method, this study analyzes the applicable laws and regulations, such as Law No. 4 of 2024 on Maternal and Child Welfare (MCH Law), in support of father involvement. The final results show that patriarchal culture not only reinforces gender stereotypes in the family, but also hinders the implementation of the principles of gender equity and the best interests of the child. The research identifies challenges in policy implementation, including social resistance to changing gender roles and a lack of understanding of the importance of fathers' roles. On the other hand, this paper also finds opportunities to strengthen paternity leave policies and socialize the values of equality in childcare. This research suggests strengthening the legal framework that is responsive to local cultural dynamics and the need for socialization and community engagement programs to encourage fathers' involvement in childcare. As such, this research contributes to developing more inclusive and welfare-oriented policies for children and families in Indonesia, particularly in Bali."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library