Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sherly Firsta Rahmi
"Latar Belakang: Salah satu sifat material restorasi yang sangat dibutuhkan dalam mencegah karies sekunder adalah sifat anti bakteri. Material yang mempunyai sifat anti bakteri lebih tinggi akan memiliki kemampuan pencegahan perkembangan biofilm yang lebih baik. Diantara berbagai jenis material restorasi yang berkembang di pasaran, Semen Ionomer Kaca (SIK) memiliki sifat anti bakteri yang paling baik. Hal ini dikarenakan SIK memiliki kemampuan pelepasan fluor. Dalam perkembangannya, Shofu Inc. memperkenalkan sebuah material bernama Giomer. Giomer merupakan material yang memiliki kemampuan pelepasan fluor. Giomer akan menciptakan fase glass-ionomer yang stabil, kemudian menginduksi reaksi asam basa antara fluor dan asam polikarboksilat dalam air yang dikembangkan sebagai filler Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG). Tujuan: Melihat pengaruh perbedaan kandungan fluor terhadap Pembentukan biofilm bakteri antara SIK dan Giomer. Metode: Sebanyak 32 sampel dipersiapkan dengan ukuran Ø 7 mm dan tinggi 2 mm, terdiri dari 16 sampel kelompok SIK dan 16 sampel kelompok Giomer yang kemudian akan didiamkan selama 3 hari dengan kultur bakteri Streptococcus mutans di dalam suhu 37oC. Bakteri akan dihitung menggunakan Colony Forming Unit dan gambaran permukaan material diamati menggunakan Scanning Electron Microscope serta analisis elemen yang terdapat di dalamnya menggunakan analisis EDX. Hasil: Hasil pengujian didapatkan bahwa biofilm bakteri yang pada permukaan Giomer lebih tinggi daripada biofilm bakteri pada SIK, meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0.05). Terdapat banyak kesamaan antara elemen yang terkandung dalam SIK dan Giomer diantaranya ion C, O, F, Na, Al, Si, P dan Ca.

Background: One of the properties of restorative materials that is needed to prevent secondary caries is anti bacterial properties. Materials that have higher anti bacterial properties will be better in preventing the growth of biofilms. Among the various types of restorative materials, Glass Ionomer Cements have the best anti bacterial properties. This is due to GIC has the good ability in fluoride release. In its development, Shofu Inc. introducing a material called Giomer. Giomer is a material that has ability in fluoride release. Giomer will form a stable glass-ionomer phase, then induce an acid-base reaction between fluoride and polycarboxylic acid that is developed as a Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG) fillers. Objective: To see the effect of differences in fluoride amount on formation of bacterial biofilm between Glass Ionomer Cement and Giomer. Methods: A total of 32 samples were prepared with the size of 7 mm in diameters and 2 mm in height. The samples consist of 16 of GIC samples, and 16 of Giomer. Both materials then allowed to incubated for 3 days with Streptococcus mutans culture at 37oC. Bacteria will be counted using Colony Forming Unit, observation material surface using Scanning Electron Microscope and element analysis provided using EDX. Results: The results showed that the bacterial biofilm on Giomer surface was higher than GIC, although there is no significant difference. There are many similarities between the elements contained in GIC and Giomer including ion C, O, F, Na, Al, Si, P and Ca."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhita Nur Fajriana
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang mengandung zat antijamur. Faktor virulensi berperan penting dalam proses infeksi Candida albicans, salah satunya adalah sekresi enzim fosfolipase yang dapat merusak membran sel inang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penghambatan dan pemberantasan aktivitas enzim fosfolipase pada fase awal, intermediet, dan pematangan biofilm C. albicans ATCC 10231. Metode: Efek penghambatan ekstrak etanol temulawak diamati dengan menginkubasi C. albicans selama 1,5 jam, kemudian dipapar ekstrak KHBM50. etanol temulawak kemudian diinkubasi selama 6, 24, dan 48 jam untuk mencapai fase awal, intermediet, dan pematangan biofilm C. albicans. Efek eradikasi diamati dengan menginkubasi C. albicans selama 6, 24, dan 48 jam, kemudian dipapar KEBM50 EET dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. KHBM50 dan KEBM50 EET (kelompok perlakuan), nistatin 100.000 IU (kontrol positif), dan SDB (kontrol negatif). Aktivitas enzim fosfolipase dianalisis berdasarkan luas zona pengendapan yang terbentuk pada agar kuning telur. Hasil: KHBM50 EET pada fase awal 15%, intermediate 15%, dan pematangan 25%. Nilai KEBM50 EET untuk ketiga fase biofilm C. albicans adalah 35%. Pada kontrol positif baik inhibisi maupun eradikasi, tidak terlihat adanya zona presipitasi pada ketiga fase biofilm C. albicans. Sementara itu, kelompok penghambatan dan pemberantasan menunjukkan ukuran zona pengendapan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif pada ketiga fase biofilm C. albicans. Kesimpulan: Aktivitas enzim fosfolipase cenderung menurun pada fase awal, menengah, dan pematangan biofilm C. albicans setelah penghambatan dan eradikasi ekstrak etanol temulawak.
Background: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a medicinal plant native to Indonesia that contains antifungal substances. Virulence factors play an important role in the process of Candida albicans infection, one of which is the secretion of phospholipase enzymes that can damage host cell membranes. Objective: This study aimed to analyze the effect of inhibition and eradication of phospholipase enzyme activity in the early, intermediate, and maturation phases of C. albicans ATCC 10231 biofilm. Methods: The inhibitory effect of temulawak ethanol extract was observed by incubating C. albicans for 1.5 hours, then exposed to KHBM50 extract. Temulawak ethanol was then incubated for 6, 24, and 48 hours to reach the initial, intermediate, and maturation phases of the C. albicans biofilm. The eradication effect was observed by incubating C. albicans for 6, 24, and 48 hours, then exposed to KEBM50 EET and incubated at 37ºC for 24 hours. KHBM50 and KEBM50 EET (treatment group), nystatin 100,000 IU (positive control), and SDB (negative control). The activity of the phospholipase enzyme was analyzed based on the area of ​​the deposition zone formed on egg yolk agar. Results: KHBM50 EET in early phase 15%, intermediate 15%, and maturation 25%. The KEBM50 EET value for the three phases of the C. albicans biofilm was 35%. In the positive control, both inhibition and eradication, no precipitation zones were seen in the three phases of the C. albicans biofilm. Meanwhile, the inhibition and eradication groups showed a smaller deposition zone size when compared to the negative control group in all three phases of the C. albicans biofilm. Conclusion: The activity of the phospholipase enzyme tends to decrease in the early, intermediate, and maturation phases of C. albicans biofilm after inhibition and eradication of ethanol extract of temulawak."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allesandra Fitri Aryani
"Pendahuluan: Perubahan sistem pertahanan pejamu atau kondisi rongga mulut dapat menyebabkan infeksi Candida albicans (C. albicans) yang disebut kandidiasis oral. Xanthorrhizol adalah komponen aktif Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang memiliki efek antijamur. Gambar Scanning Electron Microscope (SEM) sel C. albicans yang terpapar xanthorrhizol menunjukkan penonjolan sitoplasma dan adhesi antar sel. Tidak diketahui bagaimana perubahan ultrastruktural pada sel C. albicans. Tujuan: Menggunakan TEM untuk menganalisis perubahan ultrastruktur sel C. albicans pada biofilm fase pematangan pasca-inhibisi dengan Ekstrak Etanol Temulawak (EET). Metode: Biofilm C. albicans ATCC 10231 yang ditumbuhkan pada kawat selama 1,5 jam dihambat dengan 25% EET selama 48 jam. Kelompok kontrol positif tidak diberi nistatin sedangkan kelompok kontrol negatif tidak diberi apa-apa. Sampel difiksasi dengan 2,5% glutaraldehid, didehidrasi dengan etanol, dan dibenamkan dalam resin spurr sebelum diamati dengan TEM. Hasil: Terlihat distorsi dinding sel, membran plasma, dan organel serta invaginasi membran plasma. Kesimpulan: Penghambatan biofilm C. albicans ATCC 10231 oleh 25% EET menyebabkan kerusakan pada ultrastruktur sel C. albicans ATCC 10231.

Changes of hosts defense system or oral condition causing infection of Candida albicans (C. albicans) is called oral candidiasis. Xanthorrhizol is an active component of javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) which has antifungal effect. C. albicans cells Scanning Electron Microscope (SEM) image exposed to xanthorrhizol showed cytoplasm protrusion and clumping. The ultrastructure changes inside the C. albicans cell is not known yet. Objective: Using TEM to analyse the ultrastructure image of C. albicans ATCC 10231 cells in maturation phase of biofilm inhibited by 25% EET. Methods: C. albicans ATCC 10231 biofilm which had been cultured on wire for 1.5 hours was inhibited by 25% EET. Group of positive control was exposed by nystatin whereas group of negative control was exposed to nothing. Sampel was being fixated with glutaraldehyde 2.5%, dehydrathed by ethanol, and embedded inside spurrs resin before being observed with TEM. Results: Cell wall, plasma membrane, and organelles distortion, along with plasma membrane invagination. Conclusion: C. albicans ATCC 10231 biofilm inhibition with 25% EET caused damages in C. albicans ATCC 10231 cells ultrastructure."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Almasyhur
"Latar Belakang: Kondisi kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari individu dan mempengaruhi kesejahteraan secara keseluruhan. Usia 7-9 tahun merupakan masa yang krusial dalam pertumbuhan gigi karena gigi susu mulai rontok satu per satu dan gigi permanen pertama telah tumbuh. Pencegahan melalui pendidikan kesehatan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya karies gigi. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas penggunaan media buku cerita dan powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan menurunkan skor plak pada anak usia 7-9 tahun. Metode: Penelitian eksperimen semu dengan desain non-equivalent group pretest posttest design menggunakan convenience sampling sebagai metode pengambilan sampel. Subyek penelitian berasal dari 4 SD di Kecamatan Cipinang Besar Utara yang berjumlah 197 anak yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan pendidikan kesehatan gigi melalui media buku cerita dan powerpoint, sedangkan kelompok kontrol diberikan pendidikan melalui media powerpoint. media power point. Pendidikan kesehatan gigi diberikan seminggu sekali selama 4 minggu. Subyek diperiksa plakat awal dan akhir, pengisian angket pre-test dan post-test, pengisian angket evaluasi guru dan pengisian angket sosiodemografi oleh orang tua subjek. Hasil: Terdapat 138 subjek berusia 7-9 tahun yang diteliti dengan kelompok intervensi (n=70) dan kelompok kontrol (n=68). Ada 59 subjek yang dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria usia (n=7), tidak mengumpulkan informed consent (n=11), tidak berpartisipasi dalam semua kegiatan (n=41). Hasil uji wilcoxon pada masing-masing kelompok sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan gigi menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan (p=0,00). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan pengetahuan setelah pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p>0,05). Hasil uji Wilcoxon pada kelompok intervensi menunjukkan perbedaan yang signifikan pada skor plak akhir (p = 0,02) sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,994). Kesimpulan: Edukasi kesehatan gigi dan mulut melalui media buku cerita dan powerpoint serta melalui media powerpoint dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia 7-9 tahun di Cipinang Besar Utara. Tidak terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Terjadi penurunan skor plak pada kelompok intervensi.
Background: The condition of dental and oral health is an integral part of the individual and affects overall well-being. The age of 7-9 years is a crucial period in the growth of teeth because the baby teeth begin to fall out one by one and the first permanent teeth have grown. Prevention through health education needs to be done to avoid dental caries. Objective: To determine the effectiveness of using storybooks and powerpoint media in increasing oral health knowledge and reducing plaque scores in children aged 7-9 years. Methods: Quasi-experimental research with non-equivalent group pretest posttest design using convenience sampling as the sampling method. The research subjects came from 4 elementary schools in Cipinang Besar Utara District, totaling 197 children who were divided into two groups, namely the intervention group who were given dental health education through storybooks and powerpoint media, while the control group was given education through powerpoint media. powerpoint media. Dental health education is given once a week for 4 weeks. Subjects were checked for initial and final plaques, filling out pre-test and post-test questionnaires, filling out teacher evaluation questionnaires and filling out sociodemographic questionnaires by subject's parents. Results: There were 138 subjects aged 7-9 years studied with the intervention group (n=70) and the control group (n=68). There were 59 subjects who were excluded because they did not meet the age criteria (n=7), did not collect informed consent (n=11), did not participate in all activities (n=41). Wilcoxon test results in each group before and after dental health education showed an increase in knowledge (p = 0.00). The results of the Mann Whitney test showed that there was no significant difference between the increase in knowledge after education in the intervention group and the control group (p>0.05). The results of the Wilcoxon test in the intervention group showed a significant difference in the final plaque score (p = 0.02) while in the control group there was no significant difference (p = 0.994). Conclusion: Dental and oral health education through storybooks and powerpoint media as well as through powerpoint media can increase dental and oral health knowledge in children aged 7-9 years in Cipinang Besar Utara. There was no significant difference in the increase in knowledge of oral and dental health between the intervention group and the control group. There was a decrease in plaque scores in the intervention group."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Sandra Aurelia
"Hidroksiapatit merupakan salah satu material yang dapat digunakan sebagai bahan bone graft. Adanya pori pada hidroksiapatit dapat membantu mempercepat pertumbuhan tulang. Pembuatan hidroksiapatit berpori yang dilakukan dengan cara sintering menghasilkan derajat kristalinitas yang tinggi. Untuk menghasilkan hidroksiapatit dengan derajat kristalinitas yang rendah dapat menggunakan metode disolusi presipitasi. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan hidroksiapatit berpori dengan menggunakan kalsium sulfat hemihidrat sebagai prekursor dan PMMA sebagai porogen yang direndam ke dalam 0,5 mol/L larutan Na3PO4 selama 48 jam pada suhu 600C, 800C, dan 1000C. Spesimen dibuat dengan mencampurkan kalsium sulfat hemihidrat dengan bubuk polymethylmethacrylate (rasio berat kalsium sulfat hemihidrat : PMMA adalah 2 : 1). Setelah itu, bubuk dimasukan ke dalam air (rasio w/p 0,5)
dan diaduk hingga rata lalu dimasukkan ke dalam mold dengan tinggi 3 mm dan diameter 6 mm. Setelah itu, spesimen dibakar pada suhu 8000C selama 4 jam untuk menghilangkan porogen. Spesimen yang sudah dibakar direndam ke dalam 0,5 mol/L larutan Na3PO4 pada
suhu 600C, 800C, dan 1000C selama 48 jam masing-masing kelompok 11 spesimen. Uji pola difraksi sinar-X menggunakan PANalytical Xpert PRO (Malvern, UK) dilakukan pada 1 spesimen setiap kelompok dan uji kekuatan tarik diametral menggunakan Universal Testing Machine AGS-X (Shimadzu, Japan) pada 10 spesimen setiap kelompok. Hasil karakterisasi pola difraksi sinar-X pada setiap kelompok perlakuan menunjukkan fasa CaSO4 masih dominan dan fasa hidroksiapatit yang terbentuk masih sedikit. Setiap kelompok perlakuan menghasilkan persentase fasa yang berbeda-beda. Pada kelompok perendaman 1000C ditemukan fasa Ca(OH)2. Nilai kekuatan tarik diametral diuji statistik menggunakan One-Way ANOVA dan post-hoc Bonferonni. Dari hasil uji statistik, tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna sebelum perendaman dan setelah perendaman. Pada kelompok perendaman 600C dan 1000C terdapat perbedaan bermakna. Hidroksiapatit berpori tidak sepenuhnya terbentuk pada perendaman kalsium sulfat anhidrat berpori dalam larutan 0,5 mol/L Na3PO4 pada suhu 600C, 800C, ataupun 1000C selama 48 jam."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Andika
"Latar Belakang: Penyebab utama gingivitis adalah akumulasi plak berisi mikroorganisme yang melekat kuat pada permukaan gigi dan tidak bisa hilang dengan dibilas. Oleh karena itu, perlu bantuan mekanis yaitu menyikat gigi dengan pasta gigi dan kimiawi yaitu berkumur dengan obat kumur untuk eliminasi plak. Penambahan bahan alami seperti propolis dalam pasta gigi dan obat kumur diharapkan efektif terhadap penyakit periodontal karena ada sifat antibakteri dan antiinflamasi. Tujuan: Menganalisis efek obat kumur dan pasta gigi propolis UI terhadap indeks plak, perdarahan papila, gingiva, dan koloni bakteri aerob dan anaerob serta membandingkannya dengan penggunaan pasta gigi dan obat kumur nonpropolis. Metode: Penelitian ini terdiri dari 18 subjek yang diinstruksikan untuk menyikat gigi dua kali sehari dan berkumur setelah sikat gigi menggunakan pasta gigi dan obat kumur yang ditentukan selama 14 hari. Pemeriksaan subjek dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan pasta gigi dan obat kumur dengan mengevaluasi indeks plak, perdarahan papila, dan gingiva. Sampel plak diambil dari permukaan bukal gigi insisif atas sebelum dan sesudah perlakukan untuk dievaluasi kuantitas bakteri aerob dan anaerob. Data kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Paired t-test, Wilcoxon, Independent T-test, atau Mann Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah penggunaan obat kumur dan pasta gigi propolis terhadap indeks perdarahan papila (p = 0,007) dan jumlah bakteri anaerob (p = 0,028). Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap indeks plak, gingiva, dan jumlah bakteri aerob (p≥0,05). Kesimpulan: Pasta gigi dan obat kumur propolis UI memiliki efek dalam mencegah dan menyembuhkan gingivitis sehingga dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam obat kumur dan pasta gigi.
Backgrounds: The main cause of gingivitis is the accumulation of plaque containing microorganisms which stays on the teeth surface and cannot be rinsed off. Therefore, mechanical cleaning like toothbrushing with toothpastes and chemical cleaning using mouthwashes are needed for plaque elimination. The addition of natural products which is propolis in toothpastes and mouthwashes is expected to have an effect towards periodontal disease because of its antibacterial and antiinflamation properties. Aim: to analyze the effect of mouthwashes and toothpastes containing propolis on plaque index (PI), papilary bleeding index (PBI), gingival index (GI), and colony of aerobic and anaerobic bacteria compare to the use of nonpropolis toothpastes and mouthwashes. Methods: Eighteen subjects were used in this study. Subjects were asked to brush their teeth twice a day and followed by gargling using propolis or nonpropolis toothpastes and mouthwashes for 14 days. The patients were examined before and after using toothpastes and mouthwashes to evaluate plaque index (PI), papilary bleeding index (PBI), and gingival index (GI). Plaque samples were collected from buccal surface upper incisors before and after using toothpastes and mouthwashes for aerobic and anaerobic bacterial counts. Data collected were analyzed statistically using Paired t-test or Wilcoxon and Independent T-test or Mann Whitney. Results: There was statistically difference between before and after in papilary bleeding index (p = 0.007) and anaerobic bacteria counts (p =0.028). Meanwhile, there were no statistically difference on plaque index, gingival index, and aerobic bacteria counts. (p≥0,05). Conclusion: The use of propolis toothpastes and mouthwashes at the same time have an effect against gingivitis so it can be used as an active property in toothpastes and mouthwashes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Amalina
"Latar Belakang: Semen ionomer kaca (SIK) merupakan bahan tumpat berbahan dasar air yang cukup populer, tetapi memiliki kelemahan pada sifat mekanisnya. Seiring perkembangan teknologi, ditemukan bahan tumpat baru yaitu Giomer. Keduanya memiliki keunggulan berupa sifat pelepasan fluoride, sehingga diharapkan Giomer dapat menutupi kekurangan SIK yang terletak pada sifat mekanisnya, salah satunya kekuatan tekan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sifat mekanis suatu material berhubungan dengan morfologi permukaan dan komposisi kimia. Tujuan: Mengetahui perbandingan kekuatan tekan SIK dan Giomer, serta hubungannya dengan morfologi permukaan dan komposisi kimia. Metode: 16 spesimen SIK dan Giomer disiapkan untuk uji kekuatan tekan lalu dianalisis dengan uji Independent T-test. Kemudian spesimen SIK dan Giomer disiapkan untuk analisis morfologi permukaan dan komposisi kimia menggunakan SEM-EDX. Hasil Penelitian: Terdapat perbedaan bermakna nilai kekuatan tekan antara SIK dan Giomer dengan nilai kekuatan tekan Giomer lebih tinggi (204,67 MPa) dibandingkan dengan SIK (118,59 MPa). SIK memiliki permukaan eksternal yang lebih tidak beraturan, ukuran partikel lebih besar, dan lebih banyak porus. Kandungan silika pada Giomer lebih tinggi. Kesimpulan: Giomer memiliki kekuatan tekan lebih tinggi dibandingkan dengan SIK. Material restorasi dengan morfologi permukaan yang lebih beraturan, lebih sedikit porus, dan ukuran partikel yang lebih kecil dengan susunan yang rapat, serta kandungan silika dan karbon yang lebih tinggi berhubungan dengan kekuatan tekan yang lebih tinggi.

Background: Glass ionomer cement (GIC) is a water-based filling material that is quite popular, but has a weakness in its mechanical properties. Along with the development of technology, a new filling material was discovered, namely Giomer. Both have advantages in the form of fluoride release properties, so it is hoped that Giomer can cover the shortcomings of GIC which lie in their mechanical properties, one of which is compressive strength. Several studies have stated that the mechanical properties of a material are related to the surface morphology and chemical composition. Objective: To determine the comparison of the compressive strength of GIC and Giomer, as well as their relationship to surface morphology and chemical composition. Methods: 16 specimens of GIC and Giomer were prepared for compressive strength test and then analyzed by Independent T-test. Then the GIC and Giomer specimens were prepared for analysis of surface morphology and chemical composition using SEM-EDX. Research Results: There is a significant difference in the compressive strength value between GIC and Giomer with a higher Giomer compressive strength value (204.67 MPa) compared to GIC (118.59 MPa). GICs have a more irregular external surface, larger particle size, and more porosity. The silica content in Giomer is higher. Conclusion: Giomer has higher compressive strength than GIC. A restorative material with a more regular surface morphology, less porous and smaller particle size with a denser arrangement, and higher silica and carbon content is associated with higher compressive strength."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yorenva Cahaya
"Latar Belakang : Penyakit periodontal pada ibu hamil memberikan risiko untuk terjadinya bayi prematur dan BBLR. Hal ini terjadi karena selama masa kehamilan hormon tubuh meningkat, khususnya estrogen dan progesteron. Peningkatan hormon tersebut menyebabkan manifestasi pada rongga mulut seperti gusi bengkak dan mudah berdarah karena penumpukkan bakteri dan plak. Edukasi yang diberikan perlu menggunakan media yang efektif. Tujuan : Meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang risiko penyakit periodontal terhadap bayi prematur dan BBLR dengan menggunakan dua media yaitu flipchart dan kartu puzzle. Metode : Desain studi adalah kuasi eksperimental. Subjek penelitian terdiri dari 44 ibu hamil di daerah sekitar Pulogadung,
Jakarta Timur yang di edukasi oleh 10 kader posyandu. Dari total 44 ibu hamil, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 22 kelompok flipchart dan 22 kelompok kartu puzzle. Hasil: Terjadi peningkatan pengetahuan ibu hamil dari sebelum sampai setelah di edukasi dengan menggunakan masing-masing media. Di antara kedua media, media yang paling efektif yaitu media flipchart Kesimpulan: Adanya peningkatan pengetahuan ibu hamil tentang risiko penyakit periodontal terhadap bayi prematur dan BBLR setelah diberi edukasi dengan media flipchart maupun kartu
puzzle.
Background: Periodontal disease in pregnant women poses a risk for premature and low birth weight babies. This happens because during pregnancy the body's hormones increase, especially estrogen and progesterone. The increase in these hormones causes manifestations in the oral cavity such as swollen gums and easy bleeding due to the buildup of bacteria and plaque. The education provided needs to use effective media. Objective: To increase the knowledge of pregnant women about the risk of periodontal disease to premature and low birth weight babies by using two media, namely flipcharts and puzzle cards. Methods: The study design was quasi-experimental. The research subjects consisted of 44 pregnant women in the area around Pulogadung, East Jakarta, which was educated by 10 posyandu cadres. From a total of 44 pregnant women, they were divided into two groups, namely 22 groups of flipcharts and 22 groups of puzzle cards. Results: There was an increase in knowledge of pregnant women from before to after being educated by using each media. Among the two media, the most effective media is flipchart media Conclusion: There is an increase in knowledge of pregnant women about the risk of periodontal disease to premature and low birth weight babies after being educated with flipchart media and cards
puzzle"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumere, Kristiani Oktoviani
"Latar Belakang: Olahraga lari merupakan suatu olahraga yang dapat dilakukan sehari-hari agar tubuh tetap sehat, Nitric Oxide (NO) merupakan radikal bebas yang terbentuk karena adanya aktivitas fisik. NO berfungsi sebagai sistem imun non spesifik sehingga peningkatan nilai NO mempengaruhi bakteri dalam mukosa oral. Tujuan: Menguji konsentrasi saliva nitric oxide pada saliva subjek pelari dan non pelari. Metode: Sampel pada pelari dan non pelari diambil kemudian diidentifikasi untuk melihat konsentrasi NO yang terkandung di dalam saliva Hasil: Terdapat perbedaan konsentrasi saliva NO pada mahasiswa pelari vs mahasiswa non pelari. Kesimpulan: Aktivitas olahraga berdampak pada peningkatan nilai NO didalam saliva.
Background: Running is an exercise that we can do everyday to keep the body always healthy, Nitric Oxide (NO) formed due to physical activity is a free radical. NO functions as a non-specific immune system so that an increase in NO values affects bacteria in the oral mucosa. Objective: Determine the concentration of salivary nitric oxide in the saliva of runner and non-runner subjects. Method: Samples of runners and non runners were taken and then identified to see NO concentrations contained in saliva. Results: There were differences in NO saliva concentrations in runners vs. non runners. Conclusion: Activities sports have impact on increasing in the value of NO saliva."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lila Fairuz Febriyanty
"Latar belakang: Saat ini Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih merasakan stigma dan diskriminasi dari keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan walaupun perkembangan virus HIV dapat dikendalikan berkat kemajuan teknologi di bidang kesehatan. Stigma pada pelayanan kesehatan dapat menghambat ODHA untuk mengakses perawatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Peningkatan
pengetahuan dan paparan klinis pada mahasiswa kedokteran dapat meningkatkan sikap positif pada ODHA. Belum pernah ada penelitian besar di Indonesia terkait stigma mengenai ODHA pada tiga mahasiswa fakultas kesehatan. Metode: Penelitian ini menggunakan deskriptif potong lintang pada 1400 mahasiswa menggunakan kuesioner tentang stigma terhadap ODHA yang pernah dipakai sebelumnya. Kuesioner ini telah diadaptasi lintas budaya ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil: Secara keseluruhan, mahasiswa mendapatkan skor yang tinggi pada skor keyakinan pribadi/budaya tentang HIV (68,1%), skor pengetahuan mengenai HIV (60,7%) dan skor interaksi klinis dengan pasien HIV-positif (80,9%). Terdapat perbedaan bermakna antara usia, angkatan dan fakultas dengan masing-masing subskor. Terdapat hubungan yang signifikan antara total subskor dengan keyakinan pribadi/budaya tentang HIV, pengetahuan megenai HIV dan interaksi klinis dengan pasien HIV-positif. Kesimpulan: Stigma mengenai ODHA pada mayoritas mahasiswa kesehatan di RIK UI adalah rendah, namun masih ada sejumlah mahasiswa dengan stigma. Stigma mengenai ODHA pada mahasiswa dalam penelitian ini dibedakan oleh usia, asal fakultas, dan tahun masuk.
Background: Currently people living with HIV/AIDS (PLWHA) still feel stigma and discrimination from their families, communities, and health workers even though the development of the HIV virus can be controlled thanks to technological advances in the health sector. Stigma in health services can prevent people living with HIV from accessing care so that it can affect their quality of life. Enhancement
knowledge and clinical exposure to medical students can increase positive attitudes towards PLWHA. There has never been a major study in Indonesia related to the stigma regarding PLWHA in three health faculty students. Methods: This study used a cross-sectional descriptive study on 1400 students using a questionnaire about stigma against PLWHA that had been used before. This questionnaire has been adapted cross-culturally into Indonesian. Results: Overall, students scored highly on personal/cultural beliefs about HIV (68.1%), knowledge about HIV (60.7%) and clinical interaction scores with HIV-positive patients (80.9%) . There is a significant difference between age, class and faculty with each subscore. There is a significant relationship between the total subscore and personal/cultural beliefs about HIV, knowledge about HIV and clinical interactions with HIV-positive patients. Conclusion: Stigma regarding PLWHA in the majority of health students at RIK UI is low, but there are still a number of students with stigma. Stigma regarding PLWHA in students in this study was distinguished by age, faculty origin, and year of admission."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>