Sebagaimana banyaknya perushaan menggunakan merek mereka sebagai symbol yang bisa dipakai untuk melakukan hubungan langsung terhadap konsumen lokal maupun asing melalui identitas mereka dan kultur mereka. Etnosentris konsumen di Indonesia sudah beberapa kali diteliti oleh beberapa peneliti dan ditemukan bahwa Indonesia mempunyai level etnosentris konsumen dan identitas kultur yang menengah menuju tinggi, tetapi apabila kita melihat kasus kenyataan konsumsi barang impor bisa terlihat bertambah, ini adalah sebuah paradox yang terjadi dengan teori etnosentris konsumen dan identitas kultur. Penelitian ini akan mencoba untuk menjelaskan mengapa fenomena ini terjadi, dengan meneliti etnosentris konsumen dan identitas kultur mahasiswa dan mahasiswi di Indonesia karena mereka adalah populasi yang paling terbuka dengan globalisasi, dan penelitian ini juga fokus terhadap merek makanan karena itu adalah salah satu merek yang sangat merepresentasikan kultur dan juga identitas sebuah negara, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana etnosentris konsumen dan identitas kultur bukan lah hal paling dominan yang menentukan preferensi dan pembelian konsumen, yang juga di uji dengan ada nya ekuitas barang sebagai variabel moderasi. With how firms uses their brands as symbols that can be used to connect to consumers through their identity and culture, and how consumer ethnocentrism has been studied multiple times in Indonesia either in their levels or their effect on certain brands, and how the government treats the mentality towards imported products, it is still a question of why in reality that imported brand consumption in Indonesia actually increases, this serves as a paradox to the theory of consumer ethnocentrism and cultural identity. This study will try to explain on why does this phenomenon happen by focusing and analyzing consumer ethnocentrism and cultural identity of university students as they are the most exposed population to globalization to food brands in which can be said as the most representative brands to culture. This research explains that consumer ethnocentrism and cultural identity might not only be the strongest contributor to brand preference and actual brand purchase, which is also tested by the moderating variable of brand equity. |