Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90139 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Jamilah
"Tesis ini adalah mengenai bagaimana bid-ask spread ditetapkan. Bid merupakan harga di mana para pelaku pasar siap untuk membeli dan ask merupakan harga pada saat pelaku pasar siap untuk menjual. Jumlah dan kelebihan ask terhadap bid menunjukkan bid-ask spread.
Bid-ask spread bergantung pada harga bid dan harga ask, yang dapat dijelaskan melalui mekanisme perdagangan, yang awalnya dijelaskan dengan mosel berdasarkan inventory (inventory based model). Perkembangan selanjutnya mekanisme perdagangan difokuskan pada asimetri informasi pedagang atas nilai aktiva-aktiva yang sesungguhnya, disebut dengan model berdasarkan infomasi (information based model).
Model berdasarkan inventory mencakup ketidakpastian aliran order yang dapat mengakibatkan masalah-masalah inventori bagi pelaku pasar karena ketidakmampuan memprediksi order, di mana permintaan dan penawaran tidak selalu seimbang. Model ini menunjukkan bahwa bid-ask spread dipengaruhi oelh kekayaan awal dan preferensi resiko-resiko dari para pelaku pasar (dealer) dan varians saham.
Model berdasarkan informasi mencakup tiga tipe. transaktor (investor), yailu investor yang bermotivasi informasi dengan informasi yang istimewa, investor bermotivasi likuiditas tanpa informasi yang istimewa, dan terakhir investor yang berpikir bahwa ia memiliki informasi padahal tidak.
Variabel terikat yang digunakan dalam tesis ini adalah bid-ask spread sedangkan variable bebasnya adalah price (harga penutupan saham), vol (jumlah perdagangan saham), var (varians retum saham), dan kedalaman pasar (bidvol dana askvol yang dikuota).
Hasil dari pengolahan terhadap 32 sample perusahaan yang aktif diperdagangkan sejak tanggal 3 Januari 1996 sampai dengan 13 Agustus 1997 (periode sebelum krisis moneter) menunjukkan bahwa semua variabel bebas (independent variable) signifikan dan sesuai dengan hipotesa penelitian. Pada periode sebelum krisis moneter melanda Indonesia, bid-ask spread menyempit positif karena dealer masih dapat menetapkan harga bid dan harga ask yang dapat menutupi beban biaya yang telah mereka terima, dan juga mendapatkan keuntungan (penghasilan) dari banyaknya perdagangan yang terjadi pada saat itu di Bursa Efek Jakarta.
Pada masa krisis moneter semua vanable signifikan. Saat itu harga-harga saham semakin merosot mencapai level terendah. Pada masa ini dealer kesulitan dalam menetapkan harga bid dan harga ask yang wajar tetapi volume perdagangan besar, sehingga bid-ask menyempit dengan hanya sedikit sekali keuntungan yang diperoleh dealer.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menggunakan semua emiten yang ada di Bursa Efek Jakarta dalam pemprosesan data, membaginya juga menurut jenis industrinya, dan yang terakhir menambahkan variable value untuk lebih menguatkan hasil yang diperoleh.

This Thesis discusses how the bid-ask spread is determined. The bid is the price at which the market maker is prepared to buy and the ask is the price at which the market maker is prepared to sell. The amount by which the ask exceeds the bid is referred to as the bid-ask spread.
The bid-ask spread depends on the bid and ask price. How they are quoted can be explained by their trading mechanism. Early work explains the trading mechanism from the inventory based model, later work focuses on the trader?s asymmetric information of the assets true value; the information based model.
The inventory based model all apply to the same foundation that the uncertainties in order flow can result in inventory problems for the market maker. Due to the unpredictability of the order the demand and supply is not always balanced. The inventory based model show that the spread is influenced by the initial wealth and risk preferences of the market maker and the variance of the stocks.
In the information based model three types of transactors are distinguished : the information-motivated transactor with special information, the liquidity-motivated transactor without special information, and the transactors who thinks he has special information but has not.
The dependent variabeles used in this thesis is bid-ask spread, the independent variables are price (closing price), vol (the amount of transaction traded), var (varians of the stocks), and depth (volume of bid and ask quoted).
The result from running data about 32 samples of most active stock of companies traded since January 3rd, 1996 until August 13th , 1997 (the period of before monetary crisis) indicate that all independent variables are significant and suitable with research hypothesis. At this period, bid-ask spread become narrow and positive spread because dealer still can get profit from many transactions traded in Jakarta Stock Exchange.
During monetary crisis all variables are signifecant which are supporting the research hypothesis. At that time stocks prices moved downward until the lowest level. The dealers had difficulties in determining normal bid and ask prices but much transaction volume, so bid-ask spread become narrow with giving the dealers some profit.
The suggestions for the next research are by using all companies in Jakarta Stock Exchange, analyzing bid-ask spread according to industrial type, and adding another variable i.e. value for independent variable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Adi Ekaputra
"Bid-ask spread is one of the most common variable used to measure stock liquidity. A stock with lower relative spread is said to be more liquid, because its transaction or immediacy cost is lower than a stock with higher relative spread. This research utilizes intraday data, some of which was not captured by the Jakarta Stock Exchange. This research confirms the fact that stock price, return volatility, and transaction volume, significantly affect intraday bid-ask spread."
2006
MUIN-XXXV-5-Mei2006-8
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Difai
"Pelaku pasar menetapkan harga-harga untuk membeli atau menjual aktiva pada suatu pertukaran. Bid adalah harga pada saat market siap untuk membeli dan ask adalah harga pada saat market siap untuk menjual. Pelaku pasar harus menjelaskan segala perintah yang telah ditentukan pada kuota bid dan ask. Suatu tujuan dari mekanisme perdagangan adalah untuk mendapatkan keseimbangan harga, sehingga pelaku pasar dapat merubah harga-harga seminimal mungkin. Oleh sebab itu spread dari bid dan ask dapat menjadi sebuah indikator dari keseimbangan harga saham dengan melihat hubungan antara spread dengan keseimbangan harga tersebut.
Amihud and Mendelson (1986) membuat prediksi model yang memperlihatkan hubungan antara return yang diharapkan (expected return) dan spread relative. Jacoby et al (2000) secara positif memperlihatkan pula hubungan antara return yang diharapkan (expected return) dan spread relative.
Penelitian tersebut akan diuji dalam pasar modal di Indonesia yaitu Bursa Efek Jakarta pada masa sebelum krisis moneter dan pada masa krisis moneter. Penelitian juga mencakup hubungan return saham dengan faktor-faktor penentu spread.

Market perpetrator specify the price to buy or sell the asset at one particular transfer. Bid is price at the time of market ready for buying and ask is price at the time of market ready for selling. Market perpetrator have to explain all command which have been detennined at quota bid and ask. Intention of trade mechanism is to get the balance of price, so that market perpetrator can change the price as minimum as possible. On that account spread from bid and ask can become indicator from balance of share price reflected from relation between spread and the the price balance.
Amihud a.nd Mendelson (1986) making prediction model showing relation between expected return and relative spread. Jacoby Et al (2000) positively show also relation between expected return and relative spread.
The research will be tested in Jakarta Stock Exchange - capital market in Indonesia at the period before monetary crisis and during monetary crisis. Research also cover the relation of stock return with the determinant spread factor.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Pamularsih
"Model penentuan harga aset CAPM yang pertama kali dikembangkan oleh Sharpe (1964), Lintner(1965) dan Black (1966), menjadi model paling elegan dan dipercaya para akademisi dan praktisi untuk memprediksi return. Model CAPM hanya menggunakan beta sebagal proxy resiko. Berbagai kritikan terhadap model CAPM menyebabkan lahirnya model penentuan harga aset yang dianggap lebih mampu memprediksi tingkat return, yaitu multifactor model. Model ini beranggapan bahwa besarnya return tidak hanya dipengaruhi oleh beta saja tetapi ada faktor - faktor lain yang dianggap lebih powerful dalam menjelaskan tingkat return. Model multifaktor ini telah dikembangkan oleh banyak peneliti yang mencoba memasukkan berbagal variabel yang dianggap berpengaruh terhadap tingkat return. Variabe-variabel tersebut mempakan proxy resiko yang layƤk dihargai1 sehingga perlu diberikan reward return.
Beberapa peneliti yang menentang keunggulan model CAPM antara lain Fama & French yang menggunakan variabel beta, size dan book to market untuk memprediksi tingkat return. Merton mengembangkan model yang merupakan pertuasan dan CAPM dengan memasukkan variabel beta, size, residual risk dan public availability of information about the asset. Selain itu Amihud cian Mendelsofl meneliti varlabel beta, likuiditas dan size untuk menjelaskan tingkat return. Hasil penelitlan Amihud dan Mendelson untuk saham ? saham di NYSE membuktikan bahwa likuiditas lebih powerful dalam menjelaskan return dibandingkan size, bahkan memiliki peranan yang sama pentingnya dengan beta.
Tujuan penelitian dalam karya akhir ini adalah untuk menguji powerful dan likuiditas tersebut dengan menggunakan model Amihud & Mendelson untuk saham ? saham di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian dalam karya akhir ini membuktikan bahwa likuiditas ternyata tidak secara signifikan mempengaruhi return saham tetapi size dan beta lebih powerful. Hal ini disebabkan karena kondisi pasar di Bursa Efek Jakarta masih lemah sehingga proxy resiko likuiditas tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi return, sementara kondisi pasar di NYSE jauh lebih etisien sehingga eksistensi likuiditas dihargal. Selain itu adanya faktor - faktor lain seperti kondisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan yang masih belum stabil turut mempengaruhi pasar BEJ. Mengingat ketidakstabilan faktor - faktor tersebut sangat erat kaitarinya dengan kepercayaan investor, dimana kepercayaan inilah yang paling berpengaruh terhadap pasar BEJ.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan investor untuk Iebih mempertimbangkan variabel beta dan size daripada Iikuiditasnya. Selain itu penggunaan analisa teknis untuk memprediksi return saham di BEJ tetap harus dilakukan untuk rnendukung pemilihari investasi menurut beta dan size."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T5524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S9332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Rizky Fauzi
"Penelitian ini bertujuan menganalisis perilaku data intrahari pada saham syariah di Jakarta Islamic Indeks yang meliputi pembentukan pola regularitas intrahari, keberadaan fenomena volatilitas yang persistence dan gejolak volatilitas yang asimetris, serta hubungan kausalitas antara volume perdagangan dan bid-ask spread terhadap volatilitas. Keluarga model ARCH/GARCH digunakan untuk menjelaskan fenomena volatilitas. Sementara hubungan kausalitas dianalisis dengan uji kausalitas Granger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola regularitas intrahari saham syariah umumnya mengikuti pola regularitas intrahari saham konvensional. Kemudian fenomena volatilitas yang persistence dan gejolak volatilitas yang asimetris secara intrahari dapat ditangkap pada sebagian besar sampel. Sedangkan uji kausalitas Granger mengindikasikan bahwa perubahan volume perdagangan dan bid-ask spread secara bersama memengaruhi volatilitas return.

This study aims to analyze the behavior of intraday data on Sharia stocks within Jakarta Islamic Index, covering the intraday regularity patterns, the phenomenon of volatility shock persistence and asymmetric shocks volatility, and also the causal relationship between trading volume and bid-ask spread to the volatility. Family models of ARCH/GARCH are used to describe the volatility phenomenon. While causal relationship is analyzed by Granger causality test. The results show that intraday regularity patterns of Sharia stocks generally follow intraday regularity patterns of conventional stocks. Then the volatility shock persistence and asymmetric shocks volatility are exist in most of samples. While Granger causality tests indicate that changes in trading volume and bid-ask spread together influence the volatility of returns."
Depok: Program Sarjana Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S45382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Linda Hartono
"Penelitian-penelitian terdahulu mengenai hubungan imbal hasil saham dan laba telah mengidentifikasi beberapa faktor yang sifatnya spesifik perusahaan yang diyakini mempengaruhi hubungan imbal hasil saham-labs. Namun nampaknya laba yang dilaporkan hanya mampu menjelaskan sebagian kecil dari variasi imbal basil saham.
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis sebagian besar faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan imbal hasil saham dan laba. Regresi berstruktur pohon yang mampu melakukan analisa penyekatan secara rekursif mengindikasikan bahwa perubahan laba per saham dasar, rasio book to market dan total akmal yang mempengaruhi imbal hasil saham dan mempengaruhi hubungan imbal hasil saham dan laba.
Hasil analisis regresi linear dengan melibatkan variabel-variabel yang diidentifikasi oleh regresi berstruktur pohon ternyata mampu menerangkan variasi dari imbal hasil saham dengan lebih baik daripada model tanpa variabel-variabel tersebut.
Dalam penelitian ini juga dianalisis kemampuan regresi berstruktur pohon dalam melakukan segmentasi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa regresi berstruktur potion mampu mengelorapokkan observasi ke dalam kelompok-kelompok observasi sehingga memudahkan bagi analis untuk mengenali karakteristik dan tiap saham.
Uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui apakah hasil penelitian ini cukup konsisten dengan mengubah cara pengukuran imbal hasil saham. Hasil uji konsistensi menunjukkan bahwa hasil penelitian ini cukup konsisten."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewanti Kunto Wiyati
"ABSTRAK
Penelitian ini menguji pengaruh harga saham, volatilitas return, volume perdagangan, frekuensi perdagangan, market capitalization, dan dummy LQ-45 terhadap bid-ask spreads. Sampel penelitian ini adalah 126 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015. Temuan penelitian ini menunjukkan harga saham dan volume perdagangan berpengaruh negatif terhadap bid-ask spreads, volatilitas return dan market capitalization berpengaruh positif terhadap bid-ask spreads, sedangkan frekuensi perdagangan sebagai variabel penambah dari penulis dan dummy LQ-45 tidak berpengaruh signifikan terhadap bid-ask spreads.

ABSTRACT
This study examines the influence of stocks price, volatility return, trading volume, trading frequency, market capitalization, and dummy LQ 45 to bid ask spreads. This study uses 126 of firm stocks as samples which are list in Indonesia Stock Exchange in 2015. I find in this study are stocks prices and trading volume have negative impact on bid ask spreads, volatility return and market capitalization have positive impact on bid ask spreads, however trading frequency as an additional variable that I add and dummy LQ 45 have no influence on bid ask spreads."
2017
S68180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Z. Arifin
"Tick size atau di BEJ lebih dikenal dengan sebutan fraksi, dianggap membatasi para pedagang dalam meng-.quote saham. Oleh karenanya fraksi perlu diturunkan agar para pedagang lebih bergairah untuk bertransaksi. Penurunan tick size, pada umumnya diharapkan dapat meningkatkan likuiditas overall, yang ditandai dengan: (1) turunnya spread, (2) naiknya volume perdagangan, dan (3) naikrrya depth (volume yang di-quote pada harga terbaik). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahrri pengaruh penurunan fraksi, yang berlaku efektif di BEJ tanggal 3 Juli 2000, terhadap spread (baik quoted spread effective spread maupun realized spread). Sebelum menganalisis perubahan fraksi, terlebih dahrrlu penulis perlu mengaji faktor faktor (attribute) yang mempengaruhi spread. Dengan menggunakan panel data, diketahui bahwa: harga, volatilitas (q), volume perdagangan, dan tidal kapitalisasi merupakan variable signikan yang mempengaruhi spread, sedangkan nilai perusahaan yang diwakili oleh market value of equity (MYE) tidak signifrkan. Oleh karenanya MVE didrop dalam analisis pengaruh perubahan fraksi. Dart analisis perubahan fraksi diketahui, bahwa quoted spread (QS) dan realized spread (RS) relatif turun, sementara effective spread (ES) rekztif mengalcuni kenaikan. Atau dapat dikatakan, bahwa penurunan fraksi bare dinikmati oleh: (1) para profit taker yang mengambil uniting dengan kecilnya tick size (RS) untuk mencapai posisi terbaiknya, (2) relatif menurunkan biaya para penyedia likuiditas (liquidity supplier) maupun peminta likuiditas (liquidity demander) yang berdagang pada harga market order (QS). (3) Sementara pedagang publik yang bertransaksi pada harga atau jumlah di luar quotation, menderita kenaikan biaya (spread) [ES]. Naiknya ES disebabkan para pedagang berhati-hati terhadap front-runner dalam melakukan quotation, sehingga mereka menurunkan jumlah yang ditransaksikan. Karena tidak dipenuhi jumlah yang diminta, mengakibatkan pedagang lain melakukan transaksi di luar harga pasar (quotation), yang pada gilirannya mendapatkan harga yang lebih tinggi, atau effective spread relatif mengalami kenaikan (ES naik). Volume perdagangan yang diharapkan mengalami kenaikan, baru dilakukan oleh para profit taker yang terinformasi dengan baik, dimana dengan satu tick yang lebih kecil (Rp 5,-) mereka bisa mendapatkan posisi terbaiknya (one-tick-better). Sedangkan pedagang lain untuk mendapatkan posisi yang aman, dengan hati-hati merrurunkcan jumlah yang ditransaksikan (yang merryiratkan turunnya depth). Kekhawatiran ini telah ditemukan oleh para peneliti sebelumnya seperti: Harris (1997, 1999), Ahrz, Cao, dan Choe (1996), Bacidore (1997), Porter dan Weaver (1997), Bollen dan Whaley (1998), dan Goldstein dan Kavajecz (2001). Bahwa penurunan tick size akan menurunkan depth. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa penurunan tick size di BEJ belum sepenuhnya meningkatkan efisiensi, karena bagi pedagang professional secara relatif menikmati penurunan biaya perdagangan, sementara pedagang publik dirugikan karena tidak terinformasi dengan baik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T19438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>