Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106471 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Budi Santoso
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan empiris, dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini. Kemudian secara deduktif diinterprestasikan untuk menjawab masalah-masalah yang ada. Pejabat Pembuat Akta Tanah selaku pejabat yang berwenang dalam bidang tertentu yang menyangkut pertanahan, mempunyai kedudukan yang sangat strategis selaku penunjang dalam Pendapatan Asli Daerah, dalam hal ini sesuai penelitian di wilayah kota Jakarta Selatan, melalui Surat setoran asli pajak yang diperlihatkan kepadanya sebagai bukti telah dibayarkannya pajak atas tanah yang merupakan milik orang yang akan mengalihkan tanahnya kepada orang lain sebelum akta pemindahan hak atas tanah itu dibuat.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengurus daerahnya atas prakarsa sendiri, tidak terkecuali bidang pertanahan. Bidang pertanahan inilah yang merupakan tugas dan kewenangan PPAT selaku pejabat yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk membuat akta-akta berkenaan dengan perbuatan hukum tertentu mengenai tanah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di bidang pertanahan memberikan kontribusi pada penerimaan daerah dalam bentuk pajak,dimana PPAT selaku penunjang panerimaan pajak di daerah yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dimana disebutkan bahwa perolehan dari BPHTB, untuk pusat sebesar 20% sedangkan untuk daerah sebesar 80%. Penerimaan daerah yang sangat besar ini dapat meningkatkan Pendapatan. Asli Daerah yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan daerah secara luas. PPAT selaku Salah satu ujung tombak penerimaan negara dari sektor pajak telah banyak memberikan kontribusi bagi Pemerintah Daerah, maka sudah selayaknya PPAT mendapatkan insentif fiskal dan medali atas hasil kerja kerasnya membantu pemerintah dalam penerimaan pajak, dan Selayaknya pula PPAT sekiranya mendapat insentif non fiskal berupa kavling/tanah bagi PPAT yang telah banyak memberikan kontribusi kepada daerah dan meminta kelonggaran pajak, karena PPAT telah banyak membantu instansi pajak dalam penerimaan pendapatan bagi kantor pajak setempat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedeh Hartin
"ABSTRAK
Masalah pokok yang disoroti adalah rnengenai peranan pajak daerah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka menunjang pendapatan daerah yang ditinjau dari sudut perundang-undengan yang berlaku (UU No. 5 Tahun 1974). Penelitian bertujuan mengungkapkan bagaimana pelaksanaan pungutan pajak daerah di DKI Jakarta, yang merupakan masukan atau income daerah DKI Jakarta, serta dapat menunjang pendapatan daerah. Di samping itu tujuan penelitien dimaksudkan untuk melihat sampai sejauh mana pajak daerah di DKI Jakarta dapat berjalan di dalam mengembangkan otonomi pemerintahan DKI Jakarta terutama dalam pelaksanaan prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Untuk mendukung penyusunan skripsi ini digunakan metode penelitian yang bersifat normatif berdasarkan data sekunder yaitu bahan kepustakaan. Sebabagai bahan data primer, penulis mengadakan penelitian lapangan (empiris) melalui wawancara yang ditujukan kepada beberapa pejebat DKI dari instansi yang terkait yang menangani bidang Pajak Daerah dan Pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan, behwa perlu adanya mekanisme secara terkoordinasi antara instansi yang terkait di DKI Jakarta, khususnya yang menangani Pajak Daerah dan Pendapatan Daerah, sehingga Pajak Daerah di DKI Jakarta merupakan masukan bagi pendapatan di daerah DKI Jakarta, sehingga pengembangan otonomi dapat tercapai sesuai dengan sasaran yang dituju. Di dalam hubungan ini, adanya usaha-usaha antara lain yang berupa pelaksanaan berbagai fungsi dari Pajak, Daerah, misalnya Pajak Daerah yang berfungsi budgetair, yaitu sebagai sumber pendapatan Pemenintah Daerah; Pajak Daerah yang berfungsi sebagai regulerent yaitu sebagai pengetur rakyat di daerah/warga daerah dan Pajak Daerah yang berfungsi sebagai distribution of income yaitu sebagai pemerataan rakyat di daerah /warga daerah dan akhirnya diusahakan agar dalam pelaksanaan pungutan Pajak Daerah di DKI Jakarta berfungsi sebagai social control (Pengawasan) dalam segala segi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Muniro Salim
"Dalam tesis ini, penulis menitik beratkan pada penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dikaitkan dengan rencana dan realisasi penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut, yang mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dan peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut. Dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2000, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, mempunyai potensi yang besar, karena menyangkut tanah yang nilai ekonomisnya cenderung tinggi.
Dengan banyaknya transaksi, khususnya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka sangat mempengaruhi penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang otomatis akan menjadi sangat berarti bagi penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta secara keseluruhan, yang setiap tahunnya meningkat. Hal ini tidak luput dari peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, karena sebagian besar penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan berasal dari transaksi tanah yang setiap transaksi penjualan tanah dan bangunan tidak dapat dipisahkan dari tugas Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan profesinya, dengan jumlah Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebanyak 700 orang, maka diharapkan penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Pajak Penghasilan (PPh) dan terutama dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dapat terkumpul sebagaimana yang ditargetkan oleh Undang-undang. Walaupun banyak permasalahan yang dihadapi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam mengamankan Bea Perolehan Hak Atas Tanh dan Bangunan, yang bisa menimbulkan kerugikan bagi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri, baik secara materiil maupun moril (pidana). Ini semua dilakukan sebagai sumbangsih kepada Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1981
S8380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Dyah Widhiastuti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rukiah Handoko
"Hakekat demokrasi adalah keterbukaan, partisipasi dan hak asasi. Demokrasi telah menjadi "kata kunci" sebagai alternatif sistem sosial, politik dan ekonomi, yang mampu mengakomodasikan tuntutan dan kebutuhan bangsa-bangsa dan masyarakat modern. Sistem sosial, politik dan ekonomi yang bercirikan totaliter, etatisme dan serba tertutup sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat.
Indonesia adalah negara hukum dengan sistem pemerintahan yang berasaskan demokrasi. Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung semangat Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mekanisme Demokrasi Pancasila dalam pelaksanaannya, masih mengalami proses pencarian bentuk serta penyesuaian dengan perkembangan masyarakat.
Sistem pemerintahan Indonesia tidak menganut pemisahan kekuasaan dalam arti materiil, melainkan menganut pemisahan kekuasaan dalam arti formil yakni pembagian kekuasaan. Dalam sistem pembagian kekuasaan berfungsinya alat-alat kelengkapan negara, baik di Pusat maupun di Daerah, berdasarkan kerangka kinerja saling melengkapi (komplementer).
Perwujudan negara Republik Indonesia merupakan transformasi Republik Desa yang disertai dengan asas-asas modern, yaitu berdasarkan hukum (rechtstaat) dan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (constitutionele system). Pemisahan kekuasaan (separation of power) versi Trias Polltika dari Montesquieu hanya berfungsi sebagai perbandingan (comparatively), dan tidak dijadikan rujukan utama (referensi).
Pada tingkat Pusat DPRD berada di luar struktur pemerintahan. Di Tingkat Daerah DPRD merupakan unsur Pemerintah Daerah. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, kedudukan Kepala Daerah lebih dominan dari pada DPRD. Fungsi dan peranan DPRD belum berjalan secara efektif. Faktor-faktor kelemahan DPRD adalah meliputi (1) yuridis-normatif, (2) primordialistik, dan (3) sarana penunjang.
Peranan DPRD dalam penetapan APBD cenderung meligitimasi konsep-konsep kebijaksanaan yang disusun oleh Kepala Daerah. Kemampuan DPRD untuk menyalurkan dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat ke dalam APBD belum menampakkan optimalisasinya. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nangoi, Vincent
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1980
S16470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>