Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neny Herawati
"Distribusi pasien yang tidak merata menyebabkan beberapa poliklinik jumlah kunjungan pasiennya sangat banyak (Rata - rata 150 orang per hari), sedangkan ada poliklinik yang jumlah pasiennya sangat sedikit (< 20 orang per hari). Besar gaji dan insentif yang diterima dokter setiap bulannya sama tidak mempertimbangkan jumlah pasien yang dilayani oleh dokter, serta absensi dokter pada poliklinik tertentu yang cukup tinggi menunjukkan terdapat masalah dalam lingkungan poliklinik, karena dokter mempunyai tanggung jawab yang cukup kompleks selain beban kerja, tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang balk kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pekerja dan faktor risiko psikososial yang mempengaruhi tingkat stres kerja para dokter di poliklink.
Disain penelitian ini dalam bentuk survei anaiitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh populasi dokter poliklinik PT X yang bertugas menangani pasien. Pengukuran data menggunakan kuesioner berdasarkan Life Event Scale, dalam menentukan tingkat bahaya psikososial dan tingkat stres kerja, jumlah skor dari seluruh indikator dihitung, kemudian menghasilkan suatu nilai yang menentukan tingkat kategori. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat, terdapat pengelompokan distribusi frekuensi pads salah satu kategori sehingga dilakukan analisis bivariat antara kategori di bawah atau sama dengan nilai rata - rata skor dan di atas nilai rata - rata skor, kemudian dilakukan uji korelasi.
Hasil penelitian didapatkan 95,6% responden berpendapat tingkat bahaya psikososial termasuk kategori sedang, hanya 4,4 % responden yang berpendapat tingkat bahaya psikososial termasuk kategori berat. Sebagian besar responden yaitu 53,7% merasakan tingkat stres kerja yang lebih berat dibandingkan responden yang merasakan tingkat stres kerja lebih ringan (46,7%). Faktor psikosoial yang mempunyai hubungan bermakna mempengaruhi tingkat stres kerja secara uji satatistik yaitu, manajemen perusahaan dan perkembangan karir. Namun ada kecenderungan faktor risiko psikososial lainnya, seperti beban kerja, rutinitas kerja, peranan organisasi dan lainnya yang mempengaruhi tingkat stres kerja responden.
Perlu adanya upaya pencegahan untuk menurunkan faktor risiko bahaya psikososial kerja di lingkungan poliklinik, dengan melakukan pendekatan organizational change, sehingga dapat diidentifiikasikan aspek yang dapat menimbulkan stres kerja sehingga stresor dapat dieliminasi. Diperlukannya peneiitian lebih lanjut secara terpadu dengan menggunakan metode jenis Life Event Scale, diikuti biological measurement atau physiological measurement dengan cut of point penilaian kategori yang lebih sensitif serta dilakukan analisis secara multivariat.

Unbalanced patient distribution has caused increasing numbers of patients visitors (average 150 patients per day) in some policlinics, while in contrary there are some policlinics that have least patients (less than 20 patients per day). However, doctors' salary and incentives in every policlinic are the same without concerning their patients' number. Moreover, in some policlinics, there is a rise in the number of doctors' absence which indicates problems among doctors. This is due to the reality that doctors have complex responsibilities; not only a high work load but also expectations to give the best service to patients.
This study aims to describe the employees' characteristics and psychosocial risk factor that influences the level of stress among doctors in policlinics.
This study applies the analytical survey through cross sectional approach. The sample is all population of doctors in policlinics PT X. The data is collected through questionnaires which based on Life Event Scale in determining the psychosocial risk and working stress level. The level is based on the sum of indicator's score. The analysis of this study applies the univariate and bivariate approach. Bivariat analysis is based on distribution frequency grouping within one of the categories and is tested using the correlation test method.
This research found that 95.6% of the respondent is in the medium level of psychosocial risk, whilst only 4.4% of the respondent is in the high level. However, in terms of work stress level, 53.7% of the respondents are in the high level, whereas 46.3% are in the low level. Psychosocial factor that has a significant influence are company's management and career development. Nevertheless there are other psychosocial risk factor such as work load, work routines, organization role, and other factors that may influence work stress level.
it is crucial to make a preventive action to reduce the psychosocial factor risk in the policlinic environment through organizational change approach thus the stress factors can be eliminated. Further research using Life Scale Event is needed and to be followed with the Biological Measurement or Physiological Measurement with a more sensitive cut of point using multivariate analysis
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mushanif Mukti
"Sejak bergulimya isu globalisasi pada awal 1990-an, tantangan yang dihadapi oleh perusahaan nasional adalah adanya kondisi persaingan yang semakin ketat, selain antara perusahaan nasional yang ada, juga dengan perusahaan asing, apalagi bila akan melakukan usaha di negara lain. Maka standar intemasional juga menjadi tema sentral, yang harus menjadi acuan dan aturan main di antara berbagai perusahaan, balk tingkat nasional, regional maupun global.
Pada tingkat regional dan global, kini Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), telah menjadi suatu isu penting untuk mengukur kinerja korporasi secara keseluruhan. Dan isu penting yang sekarang bergulir dalam manajemen K3 adalah pengembangan budaya K3 yang positif, sebagaimana Biggs, et al (2005), menyatakan bahwa pendekatan manajemen K3 di sektor industri konstruksi di Australia, yang menekankan identifikasi dan reduksi bahaya telah gaga] untuk memenuhi motivasi pekerja untuk berperilaku selamat, dan perlunya membina budaya K3 terhadap pekerja musiman. Demikian juga Konferensi Buruh lnternasional yang diselenggarakan pada 2003 telah merekomendasikan pentingnya membangun budaya K3 secara nasional.
Penelitian tesis ini bertolak dart dasar pemikiran bahwa budaya K3 pempunyai peran penting dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja K3, di mana kinerja K3 kini sudah menjadi salah sate [criteria bagi perusahaan yang akan bersaing di tingkat global. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus PT X sebagai suatu perusahaan konstruksi terkemuka, suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan memasuki persaingan di tingkat global.
Namun karena aspek dan dimensi budaya sangat luas, dan memerlukan waktu penelitian relatif lebih lama, maka penelitian dibatasi pada iklim K3, yaitu suatu tahapan kesadaran dalam budaya K3 yang dipersepsikan oleh anggota organisasi. Sehingga yang diharapkan diperoleh dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana profit iklim K3 PT X, dengan mengambil sampel di tiga tempat kerja, yaitu Kantor Pusat dan Divisi terkait, Pabrik Fabrikasi Baja Konstruksi dan Proyek Gedung Kampus Prasetya Mulya.
Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif, melalui penyebaran angket (kuesioner) guns mendapatkan jawaban dad responden dari ketiga tempat kerja tersebut, sebagai cars untuk mengases iklim K3, sesuai dengan hasil jawaban responden tersebut. Jumlah populasi Kantor Pusat dart Divisi terkait w 254 dengan jumlah responden 49; jumlah populasi Pabrik Fabrikasi Baja adalah 354 dengan responden 66; dan jumlah populasi Proyek Gedung Prasetya Mulya adalah 132, dengan jumlah responden 35.
Karena ada keterkaitan dengan budaya perusahaan, maka peneliti juga melakukan pengumpulan data dan dokumentasi tentang budaya perusahaan, sehingga dapat memberi gambaran tentang dinamika proses pengembangan budaya K3 yang positif di PT X.
Hasil penelitian menunjukkan bawls dari ketiga tempat kerja tersebut diperoleh gambaran secara umum, bahwa bahwa berdasarkan persepsi responden masing-masing, Ikiim K3 di Kantor Pusat dan Divisi terkait tergolong kuat, Iklim K3 Pabrik Fabrikasi Baja DME tergolong paling kuat, dan Proyek Gedung Prasetya Mulya, tergolong relatif sedikit lebih kuat dari pada Kantor Pusat dan Divisi.
Kesimpulannya, iklim K3 PT X secara keseluruhan tergolong pada kategori agak kuat, dengan nilai rata-rata variabel personil tergolong pada kategori kuat, sedangkan variabel organisasi dan pekerjaan tergolong pada kategori agak kuat.
Sub-variabel yang tergolong sangat kuat yaitu: Komitmen Pribadi tehadap K3. Beberapa sub-variabel yang tegolong relatif kuat adalah: Kesadaran terhadap Risiko; Sires Akibat Kerja dan Pengetahuan K3; Komitmen terhadap Organisasi; Teamwork; Sifat (tidak) Menyalahkan; Komitmen Manajemen; Tidak-lanjut Manajemen; Kedudukan Pejabat K3; dan Kesiap-siagaan terhadap Keadaan Darurat.
Dan beberapa sub-variabel yang relatif kurang kuat, yaitu: Keterlibatan pekerja dalam Pengambilan Keputusan; Komunikasi K3; Tempat dan Lingkungan Kerja; Alokasi Sumber-daya; dan Kepuasan Kerja.

Since the rolling-on globalization issues by the early 90s, challenges faced by national corporations are the tighter conditions of business competition among, thus from the national to the multinational companies likewise, especially to the exertions planned in another country. Thus, the international standard too, has become central topic which has to be referenced and denoted as `rule of the game' among various companies, in their each different levels; the national, the regional and the global levels.
The Occupational Health and Safety (OHS) has become another significant issue to measure the overall corporate performances both in regional and global level, nowadays. The current important issue rolling in OHS management is its positive cultural development, as it 's cited from Biggs, et al (2005), that the occupational health and safety management approaches in Australia's construction industry which emphasize the identification and reduction on working hazard, has failed to fulfill workers' motivation to commit safety behavior, and it is important to develop and maintain OHS culture toward seasonal workers. The International Labor-Organization's Conference held by 2003 also recommended the importance of developing OHS Culture, nationally.
The thesis research initially begins from a premise that explains the significant OHS cultural role in improving and fixing OHS performance, wherein the OHS performance nowadays has become another criteria for the global level corporations. The research is endeavored by applying studies over Company X's case which soon is to enter global level competition (company X is signified as a well-known state-owned construction company).
However, due to the vast cultural dimension and its aspects, along with relatively long time research requirement, the research is then confined to the OHS climate, which is an awareness phase in an OHS culture perceived by organization member. Thus the results intended to be obtained in this research is all about the profile of Company X's OHS climate, by taking samples in three different working places, which are; Central Office and It's Related Divisions; The Fabrication Factory of Construction Steel; and, Prasetya Mulya Campus Building Project.
The researcher applies the quantitative researching method, by distributing questionnaires in order to obtain responses of respondents from these three different working places, as a method of accessing OHS climate, according to the respondents answers. The total population of The Central Office and Its Related Divisions = 254 with 49 respondents; the total population from The Fabrication Factory of Construction Steel = 354 with 66 respondents; and, the sum of Prasetya Mulya Campus Building Project 's population is 132 with 35 respondents.
Due to the relation of OHS culture towards the company's culture, researcher endeavors gathering of documentation and data findings about corporate culture, thus the researcher be able to represent the image of the positive OHS cultural development dynamic process in Company X.
The research outcome, points-up the common views obtained from those three different working places, that based on the each respondents' perception, The Central Office and Its Related Divisions has a moderately strong OHS climate, The Fabrication Factory has the strongest climate, and the Prasetya Mulya Campus Building Project has little stronger OHS climate rather than the Central Office has.
We finally come into the conclusion that the Company X's overall OHS climate goes in strong category, with strong rate on average variable persons, while the job and organizational variable remain moderately strong.
The strongest categorized sub-variables, is Personal Commitment toward OHS. The relatively moderate categorized sub-variables are: Perceived Risk; Job Induced Stress; Safety Knowledge; Commitment to Organization; Teamwork; Attribution to Blame; Management Commitments; Management Actions; Status of Safety Personnel; and, Emergency Preparedness.
While, sort of relatively less strong sub-variables, consist of Involvement in Decision Making; OHS Communications; Working Environment; Allocation of Resources; and Job Satisfaction.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Mochamad Adas
"Kesehatan manusia tidak hanya meliputi kesehatan raga atau badan, tetapi juga kesehatan jiwa (Joint ILO/WHO Committee on Occupational Health 12th session in 1995). Hasil penelitian dari ILO (lntemational Labour Office) tahun 2000 mengenai program dan kebijakan kesehatan jiwa pada angkatan kerja di Amerika Serikat dan Eropa, menunjukkan kasus gangguan jiwa meningkat, dimana satu orang dari sepuluh pekerja mengalami kecemasan, stres, kehilangan semangat, bahkan depresi. ILO begitu peduli dengan stres yang berhubungan dengan pekerja ini, karena berhubungan dengan aspek kepentingan bisnis perusahaan dan kesejahteraan pekerja. Dampak dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan (occupational stress) telah menghabiskan biaya yang tidak sedikit. ILO memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi stres pekerjaan adalah Iebih dari 200 milyar dolar per tahunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk didapatkannya gambaran stres dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan aspek bahaya psikososial kerja pekerja migas lepas pantai di pulau Pabelokan tahun 2006.
Desain penelitian adalah cross-sectional dengan metode kuesioner, populasi sampel adalah pekerja di Pulau Pabelokan, besar sample sejumlah 100 orang dengan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Analisis data menggunakan analisis statistik univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan bermakna antara faktor perusahaan tempat bekerja dengan stres kerja pada pekerja di Pulau Pabelokan.
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada perusahaan untuk membuat program manajemen stres kerja dengan mengacu kepada aspek bahaya psikososial kerja."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Murti Prabowo
"Gambaran Stres Kerja pada Karyawan di Perusahaan PerbankanPT. Bank X Tahun 2016Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres kerja karyawan danmelihat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stres kerja. Penelitianini adalah penelitian survei deskriptif. Pengumpulan data melalui kuesioner denganjumlah responden 52 orang. Hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan tingkatstres kerja didominasi karyawan yang mengalami tingkat stres tinggi 46,2, tingkatstres menengah 40,4, tingkat stres rendah 11,5, dan tingkat stres sangat tinggi1,9. Perlu adanya strategi manajemen stres atau coping untuk mengelola stres yangterjadi pada karyawan PT. Bank X pada tahun 2016, sehingga dapat meningkatkanmotivasi karyawan, produktivitas kerja, lebih siap menghadapi stres, dan menurunkanangka absensi karyawan.Kata kunci:Stres kerja, Tingkat Stres, Coping.

Purpose of this research is to see description of work stress on employees andto get risk factors that related with work stress occurrence. This study is a descriptivesurvey research. The collecting data of this research through questionnaires with totalof respondents 52 people. Result of this research shows work stress levels dominatedby employees that have high stress level 46,2, medium stress level 40,4, lowstress level 11,5, and very high stress level 1,9. There is a need about stressmanagement strategies or coping to manage stress that occurs on employees PT.Bank X year 2016, so that increasing employee motivation, work productivity,prepared to deal with stress, and decrease employee absence number.Keywords Work stress, Stress level, Coping.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Pujiwati
"Latar Belakang:
Hidung adalah organ saluran napas bagian atas yang terpajan secara langsung terhadap agent debu tepung terigu. Deposit partikel debu tepung yang terjadi pada saat inhalasi maupun
ekshalasi terbanyak pada hidung. Partikel debu tepung tersebut merupakan stimulus dan rangsangan inflamasi pads mukosa hidung dan sinus paranasal.
Metoda:
Penelitian ini menggunakan desain kros seksional, dilakukan pada pabrik tepung Jakarta, bulan Agustus 2.005 sampai Juli 2006. Responden adalah pekerja PT X bagian pengepakan yang menderita Rinitis Akibat Kerja.
Hasil Penelitian:
Kadar debu personal melebihi ambang batas (NAB = 4 mg/m3). Jumlah responden pada penelitian ini 80 orang, yang menderita Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja sebanyak 35 orang.
Berbagai variabel diteliti untuk mencari hubungan dengan terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja, yaitu karakteristik responden, aspek K3 dan faktor rinogenik. Dengan uji statistik diketahui variabel yang bermakna adalah pendidikan (p = 0,037), merokok (p = 0,045) dan prosesus unsinatus (p = 0,000). Dengan analisis multivariat diketahui prosesus unsinatus merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja.
Kesimpulan:
Prevalensi Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja adalah 43,8%. Variabel pendidikan, perokok dan prosesus unsinatus bcrmakna untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kcrja. Variabel yang paling dominan untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja adalah prosesus unsinatus.

Background:
Nose. the upper organ of respiratory tract system suffered directly from flour dust exposure. Deposit of flour dust particles during inhalation and exhalation accumulated mostly in the nose, acted as stimulator as well as generating inflammatory effect on nasal and paranasal sinus mucosa.
Method:
This research design was cross sectional carried out in flour factory Jakarta. Duration of study from August 2005 until July 2006. The subjects were from flour packing workers department and were diagnosed occupational rhinitis before.
Result:
The level of personal dust exposure exceeded threshold limit, value of 4 mglm3. The total subjects was 80 workers, in which 35 workers were being as diagnosed occupational chronic _rhinosinusitis, i:e is demographic, occupational and rhinogenic factors. Using bivariate statistical analysis, education (p = 0,037), smoking (p = 0,045) and procesus uncinatus (p =0,000) were identified as having significant relationship. In the logistic regression function analyses only procesus uncinatus was identified as the determinant of occupational chronic rhinosinusitis.
Conclusion:
The prevalence of occupational chronic rhinosinusitis is 43,8%. While education, smoking and procesus uncinatus are the variables identified as major risk factors. Procesus uncinatus in the logistic regression then identified as the determinant of having occupational chronic rhinosinusitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewandra Gautama
"Sebagian besar peiayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan dilayani oleh perawat dengan berbagai bahaya yang dapat menyebabkan stres. Tuntutan kerja yang tinggi, sistem manajerial yang buruk, bahaya aktual kerja dan ketatnya hubungan antar manusia, dapat menyebabkan stres yang tinggi diantara perawat. Kesemuanya menandakan adanya masa!ah daJam pekerjaan perawat di Rumah Sakit X. Tujuan penelitian ini adalah otuk mendapatkan gambaran tingkat stres dan hal hal yang berhubungan dengan aspek bahaya kerja di tempat kerja Mewde yang digunakan dalam penelirian ini adalah Cross Sectional Non Experimental Descriptive Research dengan Analytic Survey. Pengukuran dengan menggunakan independent variables dan dependent variables, Data primer kuantitatif

Mostly the health services in hospital are nursing services. Nursing services provide by nurses with various hazard which could caused stress. High work demand, bad managerial system, actual work hazard and strict hurnan relation, could caused high stress among the nurse. All of lt indicated the problems at nursing work in hospital. Therefore, this research aimed to obtain the description of stress levei and factors related with work hazard aspect in work place. This research is cross sectional non-experimental descriptive research "vith analytic survey."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21002
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novalita Lamanda Putri
"Stres kerja merupakan salah satu risiko penurunan kemampuan kerja, yang berdampak kepada produktifitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres kerja dengan kemampuan kerja pada operator mesin cetak di PT. X. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diadaptasi dari Niosh Gereric Job Stress Questionnare dan Work Ability Index. Variabel pekerjaan sebagai faktor penyebab stres memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stres yaitu variabel lingkungan kerja, disain kerja, dukungan dalam pekerjaan, dan perkembangan karir. Hasil penelitian menunjukkan, tingkat stres kerja mempengaruhi kemampuan kerja pekerja, dengan proporsi 80,6% pekerja yang mengalami stres berat memiliki kemampuan kerja buruk, dengan odd ratio 8, sehingga pekerja yang mengalami stres berat memiliki risiko 8 kali lebih tinggi untuk memiliki kemampuan kerja yang buruk dibandingkan pekerja yang mengalami stres ringan.

Job stress is one of risk factor to work ability impairment, which has impact to productivity. The purpose of this research is to analyze the relation between stress level and work ability on press- machine operator in PT. X year 2014. This research is quantitative research with cross sectional design study. Data is collected using questionnaire which is adapted from Niosh Gereric Job Stress Questionnare and Work Ability Index. Job factor which has significant relation with job stress is work environment, work design, social support, and career development. This research show that there is a siginificant relation between job stress, and work ability, with proportion 80,6% workers that had heavy work related stress has poor work ability. Based on chi square test, worker with heavy stress have risk until 8 times higher to have work ability impairment, than worker with light stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadini Adi Putri
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"PT X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri konstruksi dan enjiniring Dalam visinya, PT X ingin menjadi perusahaan terkemuka dalam industri konstruksi dan enjiniring di Asia Tenggara Adapun misi PT X yaitu memelopori pengembangan industri konstruksi dan enjiniring yang berkualitas dan memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan.
Sejalan dengan visi dan misi perusahaan, struktur organisasi PT X didesain dalam bentuk matrik (Lampiran l). Struktur matrik menjadi pilihan sebab proses I fungsi pekerjaan, jenis tugas, situasi dan kondisi organisasi PT X yang terbagi beberapa wilayah pekerjaan, memerlukan tanggung jawab suatu posisi pada proyek-proyek tertentu.
Selaku kantor pusat yang membawahi enam divisi, satu departemen serta tiga perusahaan anak*), Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia khususnya Biro Perencanaan dan Pengembangan SDM (Biro PSDM) dalam menjalankan salah satu kegiatannya adalah memberikan pelayanan konseling bagi karyawan yang membutuhkan. Pelayanan konseling diberikan atas rekomendasi atasan, yang pada tahap awal karyawan telah mendapatkan konseling dari atasan masing-masing. Dalam praktek pelaksanaannya, pihak Biro PSDM menyatakan bahwa sebagian besar atasan cenderung mengambil jalan pintas dengan mengirimkan langsung karyawannya ke Biro PSDM. Kondisi ini memberikan stres tersendiri bagi karyawan (sumber daya) di PT ?X?.
Berkaitan dengan hal tersebut di atlas, maka penulis mengusulkan pengelolaan terhadap kondisi yang ada melalui manajemen stres ke dalam suatu program yang terpadu yaitu Employee Assistance Program (EAP). EAP adalah program pelayanan yang secara temadu disediakan organisasi kepada karyawan dan anggota keluarganya untuk membantu karyawan dalam mengatasi berbagai masalah yang dimungkinkan akan mempengaruhi kinerja. Dengan diterapkannya EAP sebagai metode intervensi diharapkan mampu mengantisipasi terjadinya penurunan kinerja maupun kemungkinan pengunduran diri karyawan akibat stres kerja yang diabaikan organisasi.
lntervensi program (EAP) disarankan sebagai salah satu alternatif solusi terutama bagi Biro Perencanaan dan Pengembangan SDM PT karena EAP dengan program yang ditawarkan dapat digunakan untuk menangani masalah stres dan pekerjaan. Upaya preventif atau kuratif dalam EAP, diharapkan dapat membantu karyawan mengatasi stres kerja yang dialami.
Langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan EAP adalah sebagai berikut;
a) menentukan komite khusus EAP
b) menentukan kebijakan pelaksanaan EAP
c) menentukan karyawan profesional EAP
d) melakukan rujukan pada pihak yang kompeten
e) menjaga kerahasiaan sistem penyimpanan dokumen
f) melakukan pelalihan bagi atasan g) menjunjung tinggi kode etik peiayanan EAP Hal penting yang perlu diperhatikan adalah program tersebut tidak dapat berjalan sempurna bila tidak ditunjang oleh dukungan dan komitmen dari manajemen puncak, serta adanya sosialisasi program tersebut bagi semua karyawan.
Keterangan :
*) = istilah baku PT X"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Anindita
"Perusahaan yang bergerak di industri jasa sangat bertumpu pada faktor sumber daya manusia sebagai kekuatan dalam menjalankan usahanya, begitupula dengan perbankan yang dalam usahanya berfokus untuk memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah sehingga sumber daya manusia tersebut perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memberikan kontribusi terbaiknya dan berperilaku sesuai dengan harapan perusahaan. Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meminimalisasi perilaku-perilaku negatif yang mungkin timbul dari pegawai, di antaranya berupa perilaku yang menyimpang dan keinginan untuk berhenti dari perusahaan.
Salah satu faktor penentu dari kepuasan kerja seorang pegawai adalah yang berkaitan dengan situasi kerja sehingga stres kerja yang dihadapi pegawai menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan oleh manajemen. Stres kerja dapat diidentifikasi melalui ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik peran (role conflict) dan beban berlebih (role overload). Dengan dikelolanya stres kerja serendah mungkin, diharapkan kepuasan kerja pegawai menjadi tinggi dan pada akhirnya kecenderungan berperilaku negatifnya rendah.
Penelitian ini dilakukan pada bagian kredit PT Bank X dengan mengambil sampel sebanyak 250 orang, yang menggunakan tiga jenis kuesioner yaitu role ambiguity dan role conflict oleh Rizzo, House and Lirtzman (1970) sedangkan untuk rnengukur role overload dibuat oleh Baehr, Walsh and Taber (1976). Kuesioner Job Satisfaction oleh Edwin A. Locke yang mengukur 7 dimensi kepuasan kerja serta perilaku menyimpang oleh Michael Zottoli (2003) dan kecenderungan untuk berhenti oleh Rusbult, Farrell, Rogers and Mainous (1988). Nanun hanya sebanyak 154 yang kembali dan dapat diolah lebih lanjut menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).
Dan 5 (lima) hipotesis yang diajukan, terdapat 3 hubungan yang signifikan yaitu role ambiguity berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan, kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap kecenderungan perilaku menyimpang dan keinginan untuk berhenti pegawai pada tingkat kepercayaan yang berbeda. Analisis tambahan mengenai dimensi kepuasan kerja dilakukan hanya untuk memperdalam pembahasan mengenai kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan peran aktif dan atasan/supervisor baik untuk mengelola ketidakjelasan peran yang dihadapi pegawai menjadi sesuatu yang menantang bagi pegawai tersebut. Helpdesk yang sudah ada perlu disosialisasikan dan diaktifkan kembali untuk mengatasi ketidakjelasan khususnya yang terkait dengan kebijakan manajemen. Berkaitan dengan kepuasan kerja, manajemen perlu mendorong terciptanya kondisi kerja dan hubungan antar rekan kerja yang lebih kondusif serta perlu dirancang suatu pola sistem balas jasa yang terintegrasi dengan fungsi-fungsi sumber daya manusia lainnya dengan lebih transparan dan obyektif.

Serviced based company depends on its human resources as the strength to run its business, so does banking industry which focused on delivering the best service for its customers, therefore those human resources need to be managed professionally to enhance their best contributions and maintain their positive behavior toward the company. Job satisfaction is a significant factor which has great effects in minimizing negative behaviors that may occur from the employee, among those are deviant work behavior and intention to quit.
One of the work related factor which determines employee's job satisfaction is work stress, therefore it needs extra attention from management. Work stress can be identified through role ambiguity, role conflict and role overload. By keeping work stress level low, employee's job satisfaction hopefully will increase and negative behavior will decrease eventually.
This research is conducted in Credit Division of PT Bank X by taking 250 employees as sample, using role ambiguity and role conflict questionnaire by Rizzo, House and Lirtzman (1970), role overload questionnaire by Beehr, Walsh and Taber (1976). Job satisfaction questionnaire by Edwin Locke which measures 7 dimensions of job satisfaction, deviant work behavior questionnaire by Michael Zottoli (2003) and intention to quit questionnaire by Rusbult, Farrell, Rogers and Mainous (1988). However, only 154 out of 250 employees return the questionnaire and therefore only 154 will be processed using Structural Equation Modeling (SEM).
Only three of five hypothesis presented have significant relationship, that is role ambiguity positively related to employee's overall job satisfaction, job satisfaction negatively related to employee's deviant work behavior and intention to quit under different level of confidence. Additional analysis on job satisfaction dimensions are given to deepen the analysis of overall job satisfaction itself.
Based on the result, the writer suggests active participation from supervisor in managing employee's role ambiguity into challenging job and monitoring employee's workload periodically. This suggestion also requires full support from the management through programs which provide support for the shaf such as comprehensive orientation. Suggestion related to the job satisfaction are management needs to encourage condusive working condition and relationship between colleagues. Compensation plan also needs to integrate with other human resources functions to achieve maximum satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>