Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hermain
"Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis, dan penduduk yang berisiko terkena malaria 2,3 milyar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Penyakit ini hampir tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta atau 35% penduduk Indonesia. Malaria di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup tinggi, tergambar dari Annual Malaria Incidence (AM!) 27,7% tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 37,59%o. Dibandingkan dengan target AMI nasional 25%0 (2004) dan 22,5%0 (2005) ternyata masih di atas AMI nasional dengan kategori Mediun Incidence Area (MIA). Kejadian malaria di Kota Pangkalpinang pada tiga tahun terakhir meningkat terus secara berturut-turut AMI 25,2%0 (2002), 25,7%0 (2003) dan 29,5%0 (2004). Dari sebanyak 6531 sampel darah yang diperiksa tahun 2005 diperoleh Slide Positive Rate (SPR) 46,5% dimana 50,85% diantaranya Plasmodim falsiparum positif, terjadi peningkatan 8,7% bila dibandingkan dengan tahun 2004. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui peran tempat perindukan nyamuk dan pengaruh faktor-faktor risiko lainnya (kovariat) terhadap kejadian malaria falsiparum di Kota Pangkalpinang. Desain penelitian adalah studi kasus kontrol, menggunakan data primer. Jumlah sampel keseluruhan 434, jumlah kasus dan kontrol masing-masing 217 (perbandingan 1:1). Kasus adalah penduduk yang berkunjung ke Puskesmas berusia 15-55 tahun dengan gejala klinis malaria; demam, menggigil secarn berkala, berkeringat, mengeluh sakit kepala, dan basil pemeriksaan sediaan darah positif Plasmodim falsiparum dan bertempat tinggal di wilayah Kota Pangkalpinang lahun 2006, sedangkan kontrol mempunyai kondisi yang sama dengan kasus tetapi basil pemeriksaan sediaan darahnya negatif semua jenis Plasmodim malaria Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2006. Variabel penelitian adalah kejadian malaria falsiparum (dependen), dengan tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama dan delapan variabel kovariat (pemeliharaan binatang temak, dinding rumah, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan pembersihan lingkungan dan perilaku tokoh masyarakat. Hasil uji bivariat terdapat 8 (delapan) variabel berhubungan secara bermakna dengan kejadian malaria falsiparum (p-value<0,05), hanya satu variabel yang tak berhubungan secara statistik yaitu; variabel dinding rumah (p-value>0,05). Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang berhubungan dengan kejadian malaria falsiparum hanya enam variabel yaitu; tempat perindukan nyamuk, pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan pembersihan lingkungan. Peran tempat perindukan nyamuk setelah dikontrol (adjust) dengan kelima variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian malaria falsiparum diperoleh p-value =0,000 dan OR ad1=3, 506. Pada dasarnya tempat perindukan nyamuk sebagai variabel independen utama berperan panting untuk terjadinya malaria falsiparum. Efek atau risiko oleh adanya tempat perindukan nyamuk tersebut tetap tinggi walaupun sudah dikontrol oleh variabel lainnya (OR adj=3,506, 95%CI:2,285-5,378). Variabel lain yang ternyata ikut berperan untuk terjadinya infeksi malaria falsiparum adalah pemeliharaan binatang ternak, kebersihan lingkungan, pemasangan kawat kasa, pemakaian kelambu, dan penggunaan obat nyamuk. Dan penelitian ini dapat disarankan adalah memasyarakatkan Gerakan Jum'at Bersih, penyuluhan kesehatan masyarakat untuk memberdayakan tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), menjalin kemitraan dengan stakeholder serta merancang program pencegahan dan pemberantasan malaria yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan dikukuhkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) Kota Pangkalpinang.
Malaria is almost found in all over the world, especially in countries which have tropical climate and sub tropical, and population which have a malaria risk, they are 2,3 billions or 41% of world population number. This disease almost spread over in all of archipelago in Indonesia with morbidity rate are 70 millions or 35% of population in Indonesia. Malaria rate is highest in province of Kepulauan Bangka Belitung, It showed by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 27,7% in 2004 and it is increasingly to be 37,59% in 2005. Compared to a national purpose of Annual Malaria Incidence is 25% (2004) and 22,5% (2005), it indicated above a national Annual Malaria Incidence with Medium Incidence Area (MM) category. Malaria occurrence at Pangkalpinang in the last three years increased by an Annual Malaria Incidence (AMI) is 25,2°Imo (2002), 25,7°Imo (2003), 29,5°I. (2004). From 6531 blood samples checked in 2005 are obtained Slide Positive Rate (SPR) are 46,5% and 50,85% of them are positive Plasmodium falciparum, increased 8,7% compared in 2004. This research purpose is to know role of a mosquitos breeding place and effect of other risk factors (covariate) to malaria falciparum occurrence at Pangkalpinang. This research used a control case study design with a primary data. All samples number are 434, each cases and controls number are 217 (comparison 1:1). Cases are population who visited to primary health care with 15-55 years old by a symptom of a clinic malaria: fever, trembling periodically, sweating, headache and examination result indicated a positive blood preparation of Plasmodium falciparum who lived at Pangkalpinang in 2006, while controls have the same condition as cases but its result of blood preparations for all types of Plasmodium malaria are negative. Data collected from March-May 2006. Research variable is malaria falciparum occurrence (dependent), with a mosquito breeding places as a main independent variable and eight covariate variables (breed animal conservancy, house wall, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice, and public figure behavior. There are eight variables from bivariate test result which have a meaning correlation with malaria ,falciparum occurrence (p-value<0,05), only one variable which do not correlate statistically, it is a house wall variable (p-value>0,05). After multivariate analysis, there are only six variables which related to malaria occurrence, such as mosquitos breeding place, breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, usage of mosquito prevention, hygienic environment practice. Role of mosquitos breeding places after controlled (adjust) with other fifth variables which have effect to malaria falciparum occurrence obtained p-value=0,000 and ORadj=3,506. Basically, mosquitos breeding places as a main independent variable, has played the important role to malaria falciparum occurrence. The existence of mosquitos breeding places has a highest risk although it has been controlled with other variable (CRad1=3,506, 95%Cl: 2,285-5,378). The other variables which have important roles of malaria falciparum infection are breed animal conservancy, hygienic environment, wire netting installation, usage of mosquito net, and usage of mosquito prevention. From this research can be suggested by socializing of "Gerakan Jum'at Bersih ", counseling of public health to give a change for public figure and non government organization, making a relationship with stakeholder as a partner and planning a prevention and eradication of malaria program based on district and community confirmed in the form of a district regulation of Pangkalpinang."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Topik Hidayat
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebersihan diri dan kesehatan lingkungan di pondok pesantren. Penelitian ini dengan cara penyebaran kuesioner. Sampel dalam penelitian ini merupakan total dari populasi yaitu sebanyak 87 responden (santri). Analisa dengan menggunakan chi square pada 9 variabel dalam penelitian ini yaitu umur, jenis kelamin, jenjang pendidikan, pengetahuan, sikap , dukungan guru/ustadz, peran petugas kesehatan, peringatan dari ustadz, sanksi dari pesantren. Diantara 9 variabel tersebut tidak ada variabel yang berhubungan. Hasil penelitian menyarankan perlunya dibuat kebijakan, dan sanksi atau penghargaan kepada santri yang melakukan kebersihan perorangan dan kesehatan lingkungannya.

This study aimed to determine the factors associated with the behavior of personal hygiene and environmental health in a religious boarding school for Moslems. This study used by distributing questionnaires. The sample in this study is a population that is counted a total of 87 respondents (religious pupil). Analysis using chi square on 9 variabels in this study are age, sex, hierarchy of study, knowledge, attitude, support from teacher, an part of health officer, to remember from teacher, punishment from a religious boarding school for Moslems. Among the 9 variables not variables related. The outcome of the research to propose need to make policy, and punishment or appreciation for student at traditional Muslim school to make personal hygiene and environmental health."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S1405
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alnidi Safarach Bratanegara
"[ABSTRAK
Kerusakan lingkungan di wilayah kerja PT. X Bojenegara, Banten masih sering terjadi. Sebagian besar penyebab kerusakan lingkungan di wilayah kerja PT. X seperti pencemaran udara, air, dan tanah akibat dari perilaku pekerja yang tidak memiliki sikap kesadaran lingkungan dalam bekerja. Beberapa faktor, yaitu kesadaran lingkungan dan program Industrial Hygiene digunakan untuk melihat adanya hubungan dengan perilaku pekerja di PT. X. Penelitian ini dilakukan di PT. X Bojonegara, Banten pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode pengumpulan data berupa kuesioner, observasi lapangan serta wawancara mendalam. Terdapat 79 responden dan 5 orang informan yang dianalisis dengan statistik univariat, bivariat dan multivariate. Hasilnya terdapat hubungan antara kesadaran lingkungan dan program Industrial Hygiene dengan perilaku pekerja (R = 0,292). Nilai korelasi sebesar 0,292 menunjukan bahwa hubungan antara kesadaran lingkungan dan program Industrial Hygiene dengan perilaku pekerja adalah sedang.

ABSTRACT
Environmental damage in the region of PT. X Bojenegara, Banten still occur. Most of the causes of environmental damage in the region of PT. X such as air pollution, water, and soil as a result of the behavior of workers who don’t have an attitude of environmental awareness in the work. Several factors, namely environmental awareness and Industrial Hygiene program used to see the connection with the behavior of workers at PT. X. This research was conducted at PT. X Bojonegara, Banten in February 2015 to March 2015 by using a quantitative approach and the data collection methods such as questionnaires, field observation and in-depth interviews. There are 79 respondents and 5 informants were statistically analyzed by univariate, bivariate and multivariate. The result there is a relationship between environmental awareness and Industrial Hygiene program with worker behavior (R = 0.292). The correlation value of 0.292 indicates that the relationship between environmental awareness and Industrial Hygiene program with worker behavior is moderate., Environmental damage in the region of PT. X Bojenegara, Banten still occur. Most of the causes of environmental damage in the region of PT. X such as air pollution, water, and soil as a result of the behavior of workers who don’t have an attitude of environmental awareness in the work. Several factors, namely environmental awareness and Industrial Hygiene program used to see the connection with the behavior of workers at PT. X. This research was conducted at PT. X Bojonegara, Banten in February 2015 to March 2015 by using a quantitative approach and the data collection methods such as questionnaires, field observation and in-depth interviews. There are 79 respondents and 5 informants were statistically analyzed by univariate, bivariate and multivariate. The result there is a relationship between environmental awareness and Industrial Hygiene program with worker behavior (R = 0.292). The correlation value of 0.292 indicates that the relationship between environmental awareness and Industrial Hygiene program with worker behavior is moderate.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Kusumajaya
"Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995). Malaria termasuk 10 besar penyebab kematian di Indonesia. Hampir 35 % (diperkirakan 70 juta jiwa) penduduk tinggal di daerah malaria, umumnya di desa. Setiap tahun diperkirakan sekitar 3.5 juta penduduk terserang malaria. Sampai Saat ini penyakit malaria masih merupakan penyakit endemis di propinsi Sumatera Selatan. Kasus malaria dari tahun ketahun belum menunjukkan adanya penurunan. Kecamatau Toboali merupakan salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten Bangka. Angka insiden malaria pertahun (Annual Malaria Incidens = AMI) 4 (empat) tahun terakhir cenderung naik turun. AMI pada tahun 1995 = 35.01 %°, tahun 1996 = 28.2 %°, tahun 1997 = 30.10 %,, dan tahun 1998 = 35.33 %.
Jenis penelitian adalah observasional dengan disain kasus kontrol, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor perindukan nyamuk dan faktor lingkungan lainnya serta faktor perilaku terhadap kejadian malaria di Kecamatan Toboali tahun 2000. Sebagai kasus adalah penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya ternyata positif. Sedangkan kontrol adalah penderita lainnya yang diperiksa sediaan darahnya ternyata negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 200 responden (perbandingan 1:1). Variabel yang diteliti adalah tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, penggunaan kawar kasa, penggunaan repellant, pemeliharaan ternak besar dan pekerjaan.
Hasil penelitian memunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk dan pemasangan kawat kasa berpengaruh terhadap kejadian malaria. Ada pengaruh tempat perindukan nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya ( 2 KM) ada tempat perindukan beresiko terkena malaria 4.16 kali (OR 4.16 95% CI 1.9206 - 9.02l4). Ada pengaruh perubahan lingkungan terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya (2 KM) ada perubahan lingkungan beresiko 2.06 kali (OR 2.06 95% CI 1.1794 - 3.6179). Ada pengaruh kebiasaan rnemakai kelambu terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak biasa tidur malam memakai kelambu beresiko 5.62 kali (OR 5.62 95% CI 2.8731 - 11.0078) Ada pengaruh kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak menggunakan obat nyamuk beresiko 2.80 lcali (OR 2.80 95% CI 1.5337 - 5.1121). Ada pengaruh pemasangan kawat kasa terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak memasang kawat kasa beresiko 3.05 kali (OR 3.05 95% CI 1.2808 - 7.279l).
Analisis statistik dampak potensial digunakan untuk mengetahui berapa besar pengaruh (kontribusi) masing-masing variabel dalam kaitannya dengan menurunkan kejadian malaria apabila dilakukan intervensi. Dengan mengetahui kontribusi masing- masing falctor maka dapat clitentukan skala prioritas dalam upaya pemberantasan malaria. Dari perhitungan dampak potensial maka faktor yang paling berpengaruh berdasarkan kontribusinya secara berurutan arialah pemakaian kelambu (82.2%). Pemakaian kawat kasa (64%), tempat perindukan nyamuk (59,2%), perubahan lingkungan (51%) dan obat anti nyamuk (1 5.2%).
Dari hasil penelitian ini disarankan 1) Bagi Puskesmas agar mengadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit malaria secara intensif kepada masyarakat seperti pentingnya pemakaian kelambu dan pencegahan individu lainnya. 2) Bagi dinas kesehatan dan pengelola program agar clapat melaksanakan pemberantasan malaria berdasarkan skala prioritas seperti hasil analisa dampak potensial. 3). Bagi pemerintah daerah agar berperan serta dalam melaksanakan pemberantasan penyakit malaria secara terpadu (lintas sektoral) dengan mengupayakan manajemen lingkungan dan perilaku secara menyeluh (komprehensif).

According to household health survey (SKRT, 1995). Malaria belongs to 10 largest causes of death in Indonesia. Nearly 35% (around of 70 million deaths) of the population within malaria areas, in general in villages. Each year around 3.5 million population are attached by malaria. Till this moment the malaria still constitutes endemic sickness in the province of South Sumatra. It is malaria cases from year to year does still not shown any decline. The District Toboali constitutes one malaria endemic area in the Regency Bangka. Malaria incident per year (Annual Malaria lncidens = AMI) during the last four year tens to increase decline. AMI in year 1995 = 35.010/oo, year 1996 = 28.20/oo, in year 1997 = 30.100/oo and in year 1998 = 35.330/oo.
The type of research is observational with case control design, with the purpose to know the breeding factor of the mosquito and the other environmental factors and the behavior factors towards the incidents of malaria at the district Toboali in year 2000. As case are clinical malaria suferes, with who have been examine for their blood-slide and seems to be positive. While control are other suferes to has been examine on the blood-slide and turn out to be negative. The number of cases and control to a number of 200 respondent (comparison 1 : 1). The variable researched is the breeding place, environmental changes, the use of bed-net, the use of anti-mosquito medicine, the use of gauze, the use of repellant having influence to the incidence of malaria. There is an influence of breeding place on the incidence of malaria being the surrounding respondent at its breeding place (=|= 2 Km) there is a risky breeding place subject to malaria 4.16 times (OR 4.16 95% Cl 1.9206-9.02l4). There is an influence of environmental case on the incidence of malaria where respondent around is breeding place (zi: 2 Km), there is environmental case 2.06 times (OR 2.06 95% CI 1.794-3.6179). There is an influence of the habit of using bed-net having a risk or 5.62 times (OR 5.62 95% Cl 2.8731-l1.008'?). There is an influence of the habit of using anti-mosquito article towards the incidence of malaria where respondent do not use an anti-mosquito articles at a risk of 2.80 times (OR 2.80 95% Cl 1.5337-5.ll2l). There is an influence of the use of gauze where respondent to be not used gauze having a risk of 3.05 times (OR 3.05 95% CI 1.2808-'7.279l).
Statistical analysis of potensial impact is used to know how large the contribution of each variable in its relation to reducing the malaria incidence whenever intervention is perform. By knowing the contribution of each factor priority scale can be determined in the effort to prevent malaria. From the calculation of potential impact the most influential factors on the basis of its contribution in series in the use of bed-net (82.2%), the use of gauze (64%), breeding place of mosquito (59.2%), environmental changes (51%) and anti-mosquito articles (15.2%).
From this research is recommended 1) For Puskesmas in order to perform help information service about malaria in an intensive manner to the public like the importance of the use of bed-net and the other individual preventing. 2) For the health service and program development in order that they will perform malaria prevention on priority skill like the research potential impact analysis. 3) For the regional govemment in order that it will participate in the perfomiance of malaria prevention in a coordinated manner (intersectoral) by attempting environmental management and comprehensive behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Aisyah
"Rumah makan sebagai salah satu jenis TPP Olahan Siap Saji merupakan sarana produksi pengelolaan pangan. Untuk menjamin kebersihan dan keamanan pangan, dalam proses produksinya rumah makan harus melakukan higiene sanitasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui penerapan higiene sanitasi yang dilakukan pada rumah makan di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan observasi menggunakan lembar observasi dan wawancara dengan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 4 rumah makan golongan A1 yang tersebar di kelurahan yang berada di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan prinsip higiene sanitasi sesuai dengan acuan peraturan yang berlaku.

Restaurants as one type of ready-to-eat food processing place is one of the food management production facilities. To ensure food hygiene and safety, in the production process, restaurants must implement food hygiene sanitary according to the regulation of The Minister of Health number 2 of 2023. This study aims to determine the application of food hygiene sanitary carried ot in restaurants in East Bekasi sub-district, Bekasi City. Data collection for this study was carried out by observation using observation sheets and interviews with questionnaires.
The result of this study show that of the 4 class A1 restaurants scattered in the East Bekasi sub-district area, Bekasi City does not meet the health requirements and sanitary hygiene principles by applicable regulatory references.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karel Handito Syafi Sumarsudi
"

Latar Belakang: Dampak merokok masih menjadi permasalahan besar di Dunia meskipun penggunaan rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar yang dapat dicegah. Salah satu zat yang berbahaya dari merokok adalah karbon monoksida, sayangnya belum dilakukan penelitian antara tingkatan karbon monoksida perokok rokok putih dengan rokok kretek pada mahasiswa di Indonesia

Tujuan: Mengetahui perbandingan kadar CO ekspirasi pada mahasiswa laki-laki perokok rokok putih dan kretek di universitas di Depok

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi Potong-Lintang dengan 108 sampel yang dibagi menjadi dua kelompok perokok putih dan perokok kretek dengan teknik pengambilan sampel consecutive. Subyek melakukan tes CO ekspirasi dan mengisi kuesioner yang berhubungan dengan kebiasaan merokok dan faktor-faktor lainnya.

Hasil: Penelitian mendapatkan hasil karbon monoksida ekspirasi pada perokok rokok putih 13,9 ± 8,36 ppm dan kretek sebesar 13,18 ± 8,79 ppm, sementara hasil uji statistik pilihan tipe rokok terhadap karbon monoksida sebesar 0,663. Sementara terdapat faktor lainnya yang berpengaruh terhadap CO ekspirasi subyek yaitu Indeks Brinkman dengan p<0,001 dengan korelasi lemah, sementara terdapat faktor yang berpengaruh terhadap pilihan tipe rokok yaitu uang saku dengan nilai p 0,023 dan umur dengan nilai 0,015.

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara rerata perokok putih atau perokok kretek dengan kadar karbon monoksida ekspirasi pada subyek, hal tersebut mungkin dikarenakan pengaruh yang lebih signifikan oleh jumlah rokok yang dikonsumsi (IB). Melihat tren di Indonesia rokok kretek relatif lebih murah dibandingkan rokok putih, maka uang saku menjadi salah satu faktor yang menentukan pilihan rokok putih atau kretek pada mahasiswa di Depok.


Background: The impact of smoking is still a big problem in the world although the use of cigarettes is one of the biggest causes of death that can be prevented. One of the harmful substances of smoking is carbon monoxide, unfortunately research has not been conducted between the levels of carbon monoxide smokers of regular cigarettes or clove cigarettes to college students  in Indonesia

Objective: The aim of this study is to determine the relationship of expiratory CO levels in smoking  male students of regular and clove cigarettes at universities in Depok

Methods: This study uses a cross-sectional study design with 108 samples divided into two groups of white cigarette smokers and clove cigarette smokers with consecutive sampling technique. Subjects took the expiratory CO test and filled out questionnaires related to smoking and other factors.

Results: The study found expiratory carbon monoxide results in regular cigarette smokers at 13.9 ± 8.36 ppm and clove cigarette  at 13.18 ± 8.79 ppm, while the statistical test results of the choice of cigarette types on carbon monoxide amounted to 0.663. While there are other factors that influence subjects CO expiration, such as the Brinkman Index with p <0.001 and a weak correlation result, however there are factors that influence the choice of cigarette type, namely pocket money with a p value of 0.023 and age with a value of 0.015

Conclusion: There was no statistically significant relationship between the average of white cigarette smokers or clove cigarette smokers with expiratory carbon monoxide levels in subjects, this might be due to a more significant effect on the number of cigarettes consumed (BI). Seeing the trend in Indonesia that kretek cigarettes are relatively cheaper than white cigarettes, pocket money is one of the factors that determine the choice of white or kretek cigarettes for college students in Depok.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Amelia
"Kebersihan genitalia merupakan aspek yang harus diperhatikan dengan baik pada saat remaja, karena pada saat itulah individu mengalami perubahan-perubahan pada organ reproduksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku merawat kebersihan area genitalia. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan teknik total sampling pada 102 siswi SMPIT Darul Hikmah Kota Bekasi. Untuk meneliti perilaku tersebut, peneliti menggunakan instrumen yang meliputi pertanyaan terkait cara menjaga kebersihan area genitalia sehari-hari dan juga pada saat menstruasi. Hasil penelitian dengan metode cut of point menunjukkan bahwa terdapat 44,1% siswi memiliki perilaku baik, dan 55,9% siswi memiliki perilaku buruk terkait perilaku menjaga kebersihan area genitalia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah siswi yang memiliki perilaku buruk lebih banyak dari siswi yang memiliki perilaku baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan masih sangat dibutuhkan untuk remaja dalam menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam fase tumbuh kembangnya.

Genital hygiene is very important during adolescence since individual experiences physical changes at that period. This study aimed to describe the behavior of adolescents in treating genital hygiene. This research was conducted by using total sampling technique on 102 students in SMPIT Darul Hikmah Bekasi. to measure that, the researcher used an instrument questioning students' daily and during menstruation behavior in maintaining cleanliness of their genital area. It turned out that there are 55,9% students with poor behavior, on the other hand there are 44.1% students with good behavior. It showed that health education is still needed for teenagers to address the physical changes changes that might occur in in her developmental phase."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Meisa
"Infeksi nosokomial merupakan masalah yang serius bagi semua institusi pelayanan kesehatan di seluruh dunia yang muncul akibat kegagalan dalam melakukan kebersihan tangan. Cuci tangan adalah sarana yang mempunyai pengaruh besar dalam memutus penularan infeksi jika dilakukan dengan baik dan benar. Berdasarkan data Rumah Sakit Awal Bros Bekasi sebesar 75% perawat yang bertugas di ruang keperawatan tidak melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mencuci tangan perawat dan faktor-faktor yang berhubungan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode accidental sampling pada 123 perawat. Hasil penelitian ini menunjukan perilaku mencuci tangan kurang baik perawat sebesar 30,9% dan ada hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, pendidikan, dan sikap dengan perilaku mencuci tangan pada perawat. Serta ada pula yang tidak signifikan antara unit kerja, waktu pelatihan pencegahan infeksi nosokomial, pengetahuan dan peraturan dengan perilaku mencuci tangan. Dari temuan tersebut rumah sakit perlu adanya supervisi yang berkesinambungan setelah pelatihan sehingga kebiasaan mencuci tangan sesuai prosedur diterapkan sehari-hari.

Nosocomial infections are a serious problem for all health care institutions around the world that arise due to failure to perform hand hygiene. Washing hands is the means that have a major influence in deciding the transmission of infection when it's done properly. Based on data from Awal Bros Hospital Bekasi by 75% of nurses who served in the nursing room, did not wash their hands before patient contact. Correlation descriptive study aims to determine nurse handwashing behavior and factors associated. Data was collected through accidental sampling method on 123 nurses. These results indicate poor handwashing behavior of 30.9% and there was a significant association between age, gender, education, and attitude to handwashing behavior in nurses. And there is also no significant association between work units, nosocomial infection prevention training time, knowledge and rules with hand washing behavior. From these findings the hospital needs to be continuous and consistent supervision after training, so that appropriate hand washing procedures would be applied daily."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S44786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Solely Houghty
"Kebersihan tangan dapat mencegah Health Care Associated Infections (HAIs) dan meningkatkan keselamatan pasien. Penggunaan fluorescence lotion pada pelatihan kebersihan tangan merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan experiential learning yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam kebersihan tangan. Tujuan untuk mengidentifikasi pengaruh program pelatihan kebersihan tangan terhadap pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam kebersihan tangan. Rancangan penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasy experiment dengan metode pretestposttest designs with comparison group. Sampel dalam penelitian adalah 32 perawat pelaksana untuk kelompok intervensi dan 38 perawat pelaksana untuk kelompok kontrol. Ada perbedaan pengetahuan dan kepatuhan kebersihan tangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah pelatihan kebersihan tangan (p<0,001, CI pengetahuan = 2,061 ; 3,541, CI kepatuhan = 6,792 ; 10,929, α = 0.05). Pelatihan kebersihan tangan perlu dilakukan berkesinambungan.

Hand hygiene prevents Health-Care-Associated Infections (HAIs) and improves patient safety. The use of fluorescence lotion in hand hygiene training is the implementation of a learning method which makes use of experiential learning aiming at improving the level of knowledge and compliance of nurses in maintaining hand hygiene. The research objective is to identify the influence of hand hygiene training program on the level of knowledge and compliance of nurses in maintaining hand hygiene. The research is a quantitative quasy experiment research using pretest-posttest design with comparison group. The research sample consists of 32 nurses in experiment group and 38 nurses in control group. The result shows a difference in the knowledge after hand hygiene training was conducted (p<0.001 , CI knowledge = 2,061 ; 3,541, CI compliance = 6,792 ; 10,929, α = 0.05α = 0.05) between those in the control group and those in the experiment group. It is recommended to sustainably conduct hand hygiene training program."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The number of tooth decay in Indonesia based on national health survey by the Departement of health of Indonesia in 2001 found about 70 percent of the Indonesian population aged 10 years and over have experienced damage gigi. Pada age 12 years, the amount of tooth decay reaches 43,9 %, age 15 year reached 37,4%, age 18 years 51,1%, aged 35-44 reached 80.1% and the age of 65 years and over reached 96.7%."
BUPESIK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>