Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115702 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siares, Constantino
"Timor-Leste, bekas "Provincia Ultramarina Portuguesa" (selama kurang-lebih 4 abad) dan kemudian berstatus sebagai Provinsi Indonesia termuda (selama 24 tahun), telah merdeka dan berdaulat sebagai negara millennium Republica Democratica de Timor-Leste tanggal 20 Mei 2002.
UNTAET (1999 - 2002) dan "Governt Centrtal", alias "1o.Governo Constitucional" (2002-2006) memegang kendali pemerintahan di negara itu. Namun hingga tahun 2006 ini, alias tahun terakhir masa bhakti Kabinet Konstitusional I (Pertama), rencana penetapan Sistem Pemerintahan Daerah sebagai "the basic elements of a National Government System" yang diamanatkan dalam Constituirao, Plano Nacional de Desenvolvimento (Rencana Pembangunan Nasional) dan Program Krida Kabinet Konstitusional I, belum terlaksana, meskipun berkali-kali didesak Presiden Xanana Gusmao. Akibatnya, penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan berjalan secara "over-centralized", dengan segala dampaknya, tanpa adanya pertimbangan "continuum" azas sentralisasi (centripetal) dan desentralisasi (centrifugal), sebagaimana Iazimnya dilaksanakan dalam praktek pemerintahan di setiap negara .
Metode penelitian utama yang dipakai adalah metode penelitian deskriptif kualitatif karena berkaitan dengan "facts finding" pada fenomena sosial politik dan administratif. Variabel mandiri yang diteliti adalah Sistem Pemerintahan Daerah di Timor-Leste pasca Kemerdekaan, dengan indikator-indikatornya: komponen dan kegiatan model yang ada (the Existing Model) , dan model yang diharapkan (the Expected Model) . Sesuai landasan teori mengenai konsep model Sistem Pemerintahan Daerah ideal sebagai kerangka berpikir, menganalisis kesenjangan (gap) antara model yang ada dan yang diharapkan .
Hasil temuan adalah bahwa Distrito (dulu : Concelho Municipal dan Kabupaten Daerah Tingkat 11) sebagai pusat ?Governo Local? (the Existing Model) tidak lebih dari sebuah "general governmental area" untuk mendukung pelaksanaan sentralisasi oleh Pemerintah Pusat, karena tidak memenuhi tools: urusan kewenangan, kelembagaan, personil, keuangan, perwakilan,pengawasan ataupun pelayanan publik. Sedangkan "the expected model (Municipio) telah dikaji sejak tahun 2002 hingga saat ini oleh GTTIM untuk mencari bentuk model ideal sesuai situasi dan kondisi di Timor-Leste. Rancangan Kebijakan "Reforma e Restructurizagao do Governo Local" diajukan kepada Pemerintah untuk memulai proses legislarao tahun 2006 ini.
Analisis terhadap "The Expected Model" adalah Pemerintahan Municipio ?a single tier, and fused hierarchy model", dengan dimensi areal mencakup fusi 2 atau lebih wilayah sub-distrito, dengan elemen Pemerintah Municipal : Assembleia Municipal (Representasi dan Legislatif ) dan Administrador Municipal (Eksekutif) .Instansi-lnstansi Vertikal berperan Banda sebagai dinas-dinas operasional municipal dalam pelayanan publik (dual supervision), dan penyerahan kewenagan sesuai doktrin "ultra vires" dan pembiayaan pelaksanaan otonomi lebih bersandar pada subsidi Pusat, dengan kemungkinan pengembangan kemampuan financial municipios.
Dari hasil analisis, ditemukan hal-hal yang diajukan sebagai kesimpulan dan saran agar model ini dapat diterapkan nanti dengan baik, antara lain : dimensi areal sebaiknya wilayah distrito actual dipilih sebagai wilayah bakal municipio; jumlah municipios yang akan dibentuk sebaiknya 13 (GTTIM mengusulkan 30-31), dengan kemungkinan "proliferaraon bila memenuhi syarat; pemilihan dan bukan penunjukan Administrador Municipal yang tak lebih dari seorang pegawai negeri Assembleia semata; keanggotaan Assembleia yang hanya merupakan representasi dewan desa yang bekerja secara part-timer ; pemilihan Kepala Desa mengulangi kekeliruan di masa lampau; peran Administrador sebagai Wakil Pemerintah (Integrated Prefectoral System), jangka waktu pembentukan municipios bertahap hingga tahun 2015 dipandang terlalu lama; dan "capacity building" perlu dipacu untuk mendukung program Reformasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Quamila
"Wilayah perbatasan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga strategi pembangunan juga berbeda. Banyak fakta menunjukkan bahwa daerah perbatasan cenderung tertinggal, miskin dan memiliki keterbatasan akses maupun pelayanan publik. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi permasalahan utama apa saja yang dihadapi di perbatasan darat Indonesia. Berdasarkan identifikasi tersebut dapat ditentukan prioritas strategi kebijakan pembangunan ekonomi yang mampu mengatasinya.
Penulis menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan, khususnya kemiskinan menjadi permasalahan utama perbatasan darat Indonesia. Oleh karenanya kebijakan diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan perbatasan Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa membangun pusat pertumbuhan sebagai strategi kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pemerintah pusat dianggap sebagai yang paling penting perannya dalam pembangunan kesejahteraan perbatasan darat Indonesia. Ada sedikit perbedaan persepsi antara responden pemerintah dengan non pemerintah. Responden pemerintah lebih memprioritaskan pertahanan dan keamanan karena kesejahteraan merupakan alat dalam pertahanan dan keamanan, jika masyarakat sejahtera dengan sendirinya mempunyai rasa kepedulian dan nasionalisme untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan responden non pemerintah memprioritaskan pemerataan karena berpendapat bahwa dengan didukung oleh infrastruktur yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi permasalahan kemiskinan.

The border regions have different characteristics so that development strategies are also different. Many facts show that the border regions are likely under develop, poor and have limited access to public services. This research tries to identify any major issued faced in the land border of Indonesia. Based on the identification, it can be determined the priority of economic development policy strategy that will able to overcome the issues.
The author uses AHP (Analytical Hierarchy Process) to answer question from the proposed research. The result showed that the welfare issue, particularly poverty is the main problem (issue) in the land border of Indonesia. Therefore, policies is aimed at improving that Indonesia border?s welfare. This study also shows that developing growth pole as the policies strategy to overcome the problems (issue).
The central government is considered as the most important institution in developing welfare of the land border of Indonesia. There are slight difference in perception between government and non-government respondents. Government respondents most likely have defense and security as priority because welfare is an instrument in defense and security. If the public can be prosperous by itself, have a sense of awareness and nasionalism to maintain the sovereignty of the Indonesia Republic. While non-government prioritize equalization because they found to be supported by good infrastructure can improve the well-being and reduce poverty issues."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T42796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Sri Endang Purwatiningsih Vong
"Fertilitas di Timor-Leste luar biasa tinggL Banyak usaha yang diperlukan untuk memahami dan mengontrol beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku fertilitas di Negara ini. Studi ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang berpengaruh pada fertilitas di Timor-Leste, khususnya peranan pendidikan dan kematian anak sebagai faktor utama yang memberikan peiuang untuk mempunyai anak labir hidup lebih dari tiga anak Data yang digunakan dalam studi ini berasal dati basil Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste tahun 2004. Dummy pada variable terikat adalah jumJah anak lahir hldup. Variabel bebas diantaranya adalah: umur ibu, status perkawinan, pengalaman anak lahir rnati, pengalaman anak mati, tingk:at pendidikan, status ibu bekerja. tipe perumahan dan bahasa ibu. Analisis bivariat menggunakan table contingency dan ana1isis multivariate menggunakan regressi logistic binary.
Studi ini telah memperlihatkan basil; persentase perempuan untuk mendapatka.n a:nak 1ahir hidup lebih dari tiga, lebih tinggi: pada perempuan yang mempunyai karakteristik: usia tua. sudah menikah, punya pengalaman anak lahir mati, Plll1Y? pengalaman kematirul anak, be!pendidikan rendah, tidak bekelja, tinggal di rumah yang tidak Iayak, dan berbahasa ibu Mambai, Bunak. Kemak. Secant statistik semua faktor berpengaruh signifikan terbadap peluang untuk mendapatkan anak 1abir hidup lebih dari tiga anak. Pengalaman kematian anak adala.h fak:tor yang paling kunt berpengaruh terhadap kernungkinan untuk mendapat.kan anak Jahir hidup lebih darl tiga anak, kemudian diikuti dengan faktor pendidikan dan sosial economi lainnya. Ini menegaskan bahwa pendidikan dan kematian anak berperanan penting dalam mengontrol tingkat fertilitas
Fertility is exceptionally high in Timor-Leste. Many efforts are needed to understand the factors affecting fertility behavior in this countzy. The aim of this study is to investigate the factors influencing fertility in Timor-Leste. particularly the role of education and child death in determining the chance of having more than three live births. Data used for the study came from the results of the 2004 Timor-Leste and Housing Census. The dummy dependent variable is the number of live births. The independent variables are age of women, marital status. still-birth. child death experience, education. employment status. type of h-ousing and mother tongue. Bivariate analysis used contingency table and multivariate analysis using binary logistic regression, were employed in the study.
The study results show the percentage of wuman having more than three live births is higher among women who were older, were married, had stili-birth experience, had child death experience. had !ow education, and were unemployed, lived in improper twusing and spoke Mambai, Bunak, Kemak All factors analyzed statistically have significant effect on probability of having more than three live births. A.Ioong these factors. child death experience has the strongest influence and then followed by role of education and other socio economic in controlling fertility level.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martins, Cesar Melito Dos Santos
"Angka kematian anak usia balita di Timor-Leste tergolong tinggi. Untuk menurunkan angka kematian anak usia balita diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif tentang determinannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari kejadian kematian bayi dan anak balita pada rumah tangga berdasarkan faktor-faktor sosial, ekonomi, demograti, lingkungan dan kontrol kesehatan.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabulasi silang dan analisis regresi logistik biner untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi, demografi, lingkungan dan kontrol kesehatan terhadap kejadian kematian anak usia balita menggunakan data hasil SDKTL 2003.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa probabilitas kematian bayi dipengaruhi oleh umur melahirkan pertama, jumlah anak lahir hidup, pendidikan ibu, pemeriksaan kehamilan, penolong kelahiran, tempat melahirkan, pemedksaan anak pasca melahirkan, status kepemilikan jamban dan daerah tempat tinggal.
Hasil analisis regresi logistik biner menunjukkan bahwa probabilitas kematian anak usia balita dipengaruhi oleh jumlah anak lahir hidup, pemeriksaan kehamilan, penolong kelahiran, tempat melahirkan, pemeriksaan anak pasca melahirkan, status kepemilikan jamban, luas lantai dan daerah tempat tinggal.

The mortality rate of children aged under five in Timor-Leste is high. To reduce mortality of children aged under five needs a comprehensive understanding of its determinant. This research aims to study the incidence of infant and under five death experienced by households based on social, economic, demographic, and environmental factors and health controls.
The analytical method used in this study are the table contingency and binary logistic regression analysis to study the effect of socioeconomic, demographic, and environmental factors and health controls on the incidence of death of children aged under five using data from the 2003 Timor-Leste, demographic and health survey.
Results of logistic regression analysis show that the probability of infant mortality is influenced by the age of first birth, number of children bom alive, maternal education, antenatal care, birth attendant, place of birth, post~natal examination of children, latrine ownership status and area of residence.
Results of binary logistic regression analysis show that the probability of death of children aged under five is influenced by the number of children born alive, antenatal care, birth attendant, place of birth, post-natal examination of children, status of ownership of latrine, floor area and area of residence."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T33296
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Costa, Henrique da
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang efektivitas implementasi promosi di
lingkungan Polisia Nasional Timor Leste (PNTL). Fokus penelitiannya pada
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi promosi kepangatan di
lingkungan PNTL, efektivitas pelaksanaan promosi di lingkungan PNTL serta
model-model pelaksanaan promosi di lingkungan PNTL. Implementasi promosi di
lingkungan PNTL saat ini harus diakui belum baik, karenakan faktor-faktor yang
mempengaruhi promosi seperti faktor senioritas, faktor pendidikan, dan faktor
prestasi kerja belum maksimal diperhatikan. Disamping itu model-model promosi
di lingkungan PNTL belum diimplementasikan secara baik dan benar, sehingga
menimbulkan kekecewaan. Pembinaan karier di PNTL, khususnya mengenai
promosi kepangkatan dilaksanakan oleh Departemen Sumber Daya Manusia atau
Departemento Rekurso Humanu PNTL melalui arahan Wakil Kepala Kepolisian
Timor Leste berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2009 tentang
Organic law PNTL. Selanjutnya diperjelas dengan Peraturan Pemerintah nomor:9
tahun 2009 tentang Promosi PNTL. Namun dalam kenyataannya banyak PNTL
yang merasa kecewa dengan sistem promosi terutama mengenai promosi
kepangkatan personil. Hal ini yang menjadi penelitian dan pembahasan penulisan
tesis ini
Metode penelitian dan penulisan tesis ini dilakukan secara kualitatif
dengan melaksanakan studi dokumen dan wawancara terhadap personil PNTL di
Markas Besar Polisia Nasional Timor Leste (PNTL) Caicoli, Dili. Disamping itu
peneliti juga melakukan wawancara terhadap mantan Kepala PNTL dan mantan
Wakil Kepala PNTL, NGO, dan orang sipil yang bekerja di PNTL.
Dari hasil analisa data yang di himpun oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa:
a, Faktor-faktor yang mempengaruhi promosi kepangkatan di PNTL seperti faktor
senioritas, faktor pendidikan dan faktor prestasi kerja belum di implementasikan
secara baik dan benar, b. Pelaksanaan promosi kepangkatan di lingkungan PNTL
belum dilaksanakan secara efektif karena masih terdapat campur tangan luar, c.
Model-model promosi yang diterapkan di lingkungan PNTL belum secara rinci
dan sempurna dijelaskan atau dijabarkan dalam peraturan yang mengatur tentang
promosi PNTL. Sehubungan dengan itu disarankan:
Maka disarankan agar: a. Faktor-faktor dalam promosi di lingkungan PNTL harus
benar-benar diperhatikan dan diterapkan dengan benar, b. Pelaksanaan promosi
harus di laksanakan secara efektif tanpa campur tangan pihak luar atau pihak
politik,
c. Model-model promosi di PNTL harus dijelaskan secara rinci dalam peraturan
promosi.

ABSTRACT
This thesis is analyses about effective implementation of promotion
system in National Police of Timor Leste (PNTL). The Research focused about
the elements or factors that influence to the rank promotion implementation in
PNTL, effective implementation of rank promotion in PNTL and the models of
rank promotion of PNTL. We have to recognize that the promotion
implementation in National Police of Timor Leste (PNTL) is still imperfect, due
the several factors: seniority, education, job performance such as which are not
fully taken into consideration. Beside that the implementation of promotion
models were not specifically written. The causes were the promotion decree law
did not specify so the decision makers did not make the right decision and created
dissatisfaction to the PNTL members. Human Resources Department of PNTL
thought the Deputy Commander of PNTL are responsible for the promotion based
on the PNTL Organic Law number 16th 2009 and PNTL Promotion Law number
9th 2009. But the reality shows that some PNTL members were unhappy with the
promotion specially rank promotion to the PNTL staff. This is become the focus
of the research in this thesis.
Research conducted base on qualitative method, which is research
conducted and interview to the PNTL staffs in PNTL Main Head Quarter Caicoli
Dili, former PNTL General Commander, former PNTL Deputy Commander,
NGOs and Civilian staff. The conclusion of analysis data and information from
the research is that: a). The factors that influence to the promotion such as
seniority, education, task performance were not well implemented, b). The rank
promotion in PNTL were not effectively implemented, c). Promotion models were
not well explained in the promotion regulation.
Based on these finding it is recommended: a). The promotion factors should be
consider and well implemented, b). Promotion should be effective and out from
the political interference, c). Promotion models should be explained well in
promotion regulation."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Hasyim
Jakarta: Bintang Satu Media, 2017
553.28 IBR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Maturbongs
"ABSTRAK
Bahasa Tetun merupakan salah satu bahasa di Timor Leste dengan jumlah penutur termasuk kategori sedang. Penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan peran semantis verba bahasa Tetun (BT), yakni peran semantis verba keadaan dalam BT, peran semantis verba tindakan dalam BT, dan peran semantis verba proses dalam BT. Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran semantis verba keadaan dalam BT memiliki kecenderungan menonjolkan keadaan fisik dan keadaan pikiran. Peran semantis verba tindakan dalam BT merupakan representasi makna alamiah perbuatan, terjadi, dan perpindahan/pergerakan. Peran semantis verba proses dalam BA memiliki keteraturan pergerakan maupun keteraturan peristiwa. Peran semantis verba keadaan, verba tindakan, dan verba proses memperlihatkan implikasi yang menarik, yaitu adanya korelasi antara valensi verba keadaan, tindakan, dan proses yang inheren terutama pada eksponen pertama."
Jayapura: Kibas Cenderawasih, 2018
JIKK 15:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Nur Handoko
"Kemerdekaan Timor Leste tentunya membawa sebuah konsekuensi hukum yaitu penetapan batas wilayah. Penetapan batas wilayah dilakukan dengan tujuan agar suatu negara dapat menjalankan kedaulatan penuhnya untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati demi keamanan, keselamatan dan kesejahteraan warga negaranya Sejak Timor Leste merdeka pada tahun 2002, Indonesia dan Timor Leste telah melakukan segala daya upayanya untuk menentukan batas wilayahnya baik di darat maupun di laut. Segmen Oecusse merupakan sebuah wilayah enclave dari Timor Leste yang berada di wilayah Indonesia sehingga wilayah laut teritorial Timor Leste di Segmen Oecusse tumpang tindih dengan wilayah laut kepulauan Indonesia. Karena merupakan negara bekas jajahan, penentuan batas wilayah darat Indonesia dan Timor Leste mengikuti hak historis yang telah ditentukan sesuai dengan Perjanjian Batas Darat antara Pemerintah Belanda dan Pemerintah Portugis. Namun, untuk wilayah laut belum ada perjanjian yang mengatur batas wilayah laut antara Indonesia dan Timor Leste dari jaman penjajahan hingga saat ini yang mengakibatkan terjadi ketidakjelasan mengenai yurisdiksi hukum di wilayah batas laut tersebut. Menurut Pasal 15 UNCLOS 1982, apabila pantai dari dua negara berhadapan atau berdampingan, maka dapat menggunakan garis sama jarak untuk metode penetapan batas wilayah lautnya, namun apabila terdapat hak historis atau keadaan khusus lainnya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, maka diperkenankan untuk menggunakan cara lain. Selain metode sama jarak, terdapat metode lain dalam penentuan batas wilayah laut yakni parallel and meridian, enclaving, perpendicular, parallel line, natural boundary method, three-stage approach, dan four stage approach

Timor Leste's independence certainly brings a legal consequence, namely the determination of territorial boundaries. The determination of territorial boundaries is carried out with the aim that a country can exercise its full sovereignty to explore and exploit natural resources, both living and non-biological, for the security, safety and welfare of its citizens. The Oecusse segment is an enclave area of Timor Leste which is in Indonesian territory so that the Timor Leste territorial sea area in the Oecusse Segment overlaps with the Indonesian archipelagic sea area. Because it is a former colony, the determination of the land boundaries between Indonesia and Timor Leste follows historical rights that have been determined in accordance with the Land Boundary Agreement between the Dutch and Portuguese Governments. However, for the sea area there has been no agreement regulating sea boundaries between Indonesia and Timor Leste from the colonial era to the present which has resulted in unclear legal jurisdiction in these maritime boundary areas. According to Article 15 of UNCLOS 1982, if the coasts of two countries face or side by side, then they can use equal distance lines for the method of delimiting their sea boundaries, but if there are historical rights or other special circumstances in accordance with the agreement of both parties, it is permissible to use another method. In addition to the equal distance method, there are other methods for determining sea boundaries, namely parallel and meridian, enclaving, perpendicular, parallel line, natural boundary method, three-stage approach, and four-stage approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Fitrianto
"Tesis ini berusaba menjeiaskan bagaimana strategi kebijakan pengelolaan keamanan di Perbatasan darat antara Indonesia dengan Timor Les.le. Tesis ini berfokus pada kondisi wilayab perbatasan di Indonesia yang berbatasan iangsung dengan negara Timor Leste, khususnya di provinsi Nusa Tenggara Timur, Penerapan kebijakan pemerintab yang berbasis pada pendekatan kesejahteraan dan keamanan temyata tidak beljaian optimaL Hal ini te!jadi karena adanya sejumiab pennasaiaban di wilayab perbatasan yang beium terseiesaikan hingga sa.at ini. Sejumlah permasalahan tersebut antara lain belwn selesainya penentuan batas v.ilayab darnt di empat segmen, terbatasnya pembangunan inftastmktur di wilayah perbatasan, adanya upaya pengambilan kedaulatan teritorial terhadap pulau-pulau kecii di perbatasan, dan adanya eksodus pengungsi warga Timor Leste yang semakin mernperburuk kondisi perekonomian di perbatasan Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalab untuk mengetabui dan memabami berbagai ancaman yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste serta mencoba mencari strategi yang tepat dalam mengelola keamanan di perbatasan Indonesia­ Timor Leste. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analisis.
Penelitian ini memberi rekomendasi agar keempat persoalan-persoalan yang menghambat berjalannya kebijakan pemerintab berbasis pendekatan kesejabteraan dan keamanan harus segera dise!esaikan dan ditangani dengan baik. Kombinasi antarn pendekatan kesejabternan dan pendekatan keamanan dalam pengelolaan keamanan di daerab perbatasan merupakan kebijakan yang tepat untuk diterapkan saat ini. Di samping itu, pemberian peran inteiijen yang cukup besar di daerab perbatasan akan memberikan manfaat yang besar bagi Pemerintah

This thesis attempts to explain how the policy strategies of security management on land border between Indonesia and Timor Leste. This thesis focuses on conditions in Indonesian border areas directly adjacent to the state of Timor Leste. especially in Nusa Tenggara Timur Province. The implementation of government policies based on the approach to welfare and security was not running optimally. This happens because of some problems in border areas which have not been resolved until today. These problems include, have not completed the determination of land bonndaries in four segments, the limited development of infrastructure in border areas, the effort to capture the territorial sovereignty of smaU islands on the border and the exodus of East Timor refugees are increasingly worsening economic conditions in Indonesia border.
The purpose of this research is to know and understand the various threats on border areas between Indonesia and East Timor as well as trying to find the right strategy in managing the security on the border of Indonesia and Timor Leste. The study was a qualitative research design with descriptive analysis.
This study recommends thet the fuur issues that inhibit the passage of government policies based on the approach to welfare and security must be resolved and handled properly. The combination of welfare and security approaches in the management of security in border areas is an appropriate policy to be implemented at this time. In addition, the provision of substantial intelligence role in border areas vvitl provide great benefits for the Government in formulating and establishing a policy for the achievement of public welfare of the border. The intelligence sensitivity in seeing the action or policy made by neighboring countries that East Timor must be very necessary for the Indonesian government to avoid strategix surprises of state of East Timor.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33561
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jose Soares
"ABSTRAK
Pemolisian masyarakat (Community policing) mulai diperkenalkan di Polsek Cristo
Rei pada September 2008 oleh Polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Model perdana
Community policing di Timor-Leste. Ketika itu kekuasaan pengendalian keamanan masih
dalam tanggungjawab PBB hingga Desember 2012. Namun setelah munculnya Peraturan
Pemerintah nomor 9 tahun 2009 maka memberikan ruang bagi PNTL untuk
mengedepankan pendekatan Community policing dalam pelaksanaan tugasnya dan
didukung dengan struktur organisasi dari tingkat markas besar hingga pos polisi di desa.
Community policing di Polsek Cristo Rei mulai efektif pada 2013 setelah PNTL
menerima kewenangan keamanan kembali dari Polisi PBB di akhir 2012. Didukung
dengan kebijakan Mabes untuk menerapkan Community policing di Timor-Leste dengan
model Vissiblity, Involvement dan Professionalism (VIP) serta kebijakan untuk
menempatkan petugas CP di sekolah dan di desa, pembentukan Keamanan Sukarela Desa,
Dewan Pemolisian Komunitas dan Dewan Keamanan Munisipiu/Kabupaten sebagai
wujud desentralisasi kewenangan dan tanggungjawab masyarakat dengan polisi atas
permasalahan yang terjadi sehingga keduanya secara proaktif untuk mengidentifikasi,
mencegah dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi demi tercipta keamanan dan
ketertiban bagi masyarakat sehingga kualitas hidup masyarakat dapat diperbaiki.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah menggunakan pendekatan
kualitatif yaitu melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumen. Penulis telah
mewawancara 24 orang informan yakni beberapa kepala sekolah, beberapa siswa,
perwakilan veteran, Ketua Pemuda, Perwakilan Perempuan, Perwakilan Ketua Adat,
Penyelesai Masalah, Camat, LSM, petugas OPS, OPE, Kapolsek, Kepala subseksi
Community policing Polres Dili, Wakalpolres, Wadir dan Direktur Community policing
tingkat Nasional.
Dari temuan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa walaupun community
policing sedang berlangsung namun masyarakat belum merasa aman dan tentram karena
masih ada permasalahan-permasalah seperti kekerasan dalam rumah tangga,
persengketaan tanah, dan kejahatan lainnya yang terjadi di wilayah itu. Berdasarkan hasil
temuan di lapangan dapat disimpulkan bahwa perlu menambah anggota yang ditugaskan
di wilayah itu baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dengan memperbanyak rasio
anggota sehingga dapat mengimbangi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah itu
karena sekarang rasionya 1:1.176 dan 1:1.351 pada aktivitas di siang hari. Pemberdayaan
masyarakat grass root level belum maksimal untuk menciptakan kondisi aman dan
tenteram bagi lingkungan, desa dan kecamatan. Anggaran dan sarana pendukung tugas
dan fungsi Community policing di wilayah itu masih minim karena CP belum memiliki
mata anggaran tetap tersendiri, kurangnya sarana transportasi sepeda motor, fasilitas
perumahan bagi anggota OPS serta sarana komunikasi dalam menunjang tugas di
lapangan

ABSTRACT
The Community policing was introduced in Cristo Rei Sub Station on September
2008 by United Nations Police as a first Model implementation community policing in
Timor-Leste. By the time the security control was under the United Nations responsibility
until December 2012. But after Decree Law No. 9/2009 inter into the force which provide
PNTL space for promote community policing approach in its task and function which
supported by organization structure from head quarter till police post in villages.
The Implementation of community policing in Cristo Rei Sub Station effective on
2013 after the handover police authority from United Nations Police to Polisia Nasional
Timor Leste (PNTL) in the end of December 2012. Supported by head quarter policies to
apply Community policing model Visibility, Involvement and Professionalism (VIP) as
well policy to assign School Liason Officer (SLO), Community policing Officer (CPO) to
each villages, the establishment of Suco Volunteer Security (SVS), the establishment
Community Policing Council (CPC) and Municipality Security Council (MSC) as part of
decentralization of authority and responsibility of community and police on problem occur
in their area so both proactively to identifies, prevent and find solution to the problem
occur which can be create security and order for those communities so quality of life can
be improve.
The research method used in this Academic paper is used qualitative approach
through interview, observation and document study. The writer have interviewed 24 key
sources such: few school master, some students, representatives of : Veteran, Youth,
Female, Traditional head, Problem solver, Head of sub district, NGO, Community
policing officer, School liaison officer, Sub station Commander, Head of community
policing in district level, Deputy district commander, Deputy and Director of Community
policing in the PNTL head quarter level.
Research finding on the ground that even though the implementation of community
policing ongoing but community felt slightly unsafe and tranquillity yet because there
were problems still exist such domestic violence, land dispute and other crimes occur in
the that area. Based on the research on the ground can draw a conclusion that there is
need to increase police members in the area weather in quantity or quality. Through
increase of police members can be balance the sum total of citizen in that area because
currently the ratio is 1:1.176 and 1:1.351 in the daytime. There was lack of grass root level
of community policing empowerment to create peace and tranquillity in its neighbour,
villages and sub district level. Budget and police task and function supported equipment
were lacking because community policing have no its own constant budget, lack of
transport like motorbike, house facilities for community police officers as well
communication equipment which can support police work on the ground."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>