Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hiasinta Kyky
"Terbitnya Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tentang perubahan struktur pengelolaan migas nasional, secara tidak langsung telah menjadi awa] perubahan posisi Pertamina yang akhimya berubah nama menjadi PT PERTAMINA (PERSERO), dari perusahaan monopoli menjadi salah satu pemain pasar bebas, khususnya dalam bidang migas. Salah satu produk Pertamina yang diliberalisasi adalah pelumas (olie). Dalam pasar persaingan bebas ini, Pertamina, selaku pelaku usaha atau produsen, tengah menghadapi berbagai pesaing ketat, baik pemain lokal, maupun dari major companies. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pertamina harus melakukan upaya untuk memenangkan, atau paling tidak mempertahankan sebagai market leader produk pelumas di dalam negeri.
Dalarn situasi saat ini, sirkulasi produk pelumas begitu bebas dan telah terjadi persaingan baik secara sehat maupun bisa menjadi tidak sehat di antara para pelaku usaha pelumas. Bila terjadi persaingan sehat dan semua pelaku usaha menerapkan etika bisnis yang baik, hal ini akan membawa dampak positif, baik bagi konsumen, pelaku usaha, maupun masyarakat. Akan tetapi bila terjadi persaingan tidak sehat, sehingga memunculkan kasus-kasus pengaburan atau penipuan iklan dan produk palsu, maka pasti akan menirnbulkan kerugian bagi konsumen, pelaku usaha, maupun masyarakat.
Pemerintah telah menerbitkan dan memberlakukan Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang pada intinya adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen, maka perlu ditingkatkan pula kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Harapannya adalah bahwa semua pelaku usaha dapat mengimplementasikan undang-undang tersebut dalam bisnisnya masing-masing.
Unit Pelumas Pertamina, selaku pelaku usaha pun berusaha menerapkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, apalagi memang issue sentral dalam Rencana Jangka Panjang Pertamina 2004-2010 maupun dalam Business Plan 2004 adalah bagaimana Pertamina meningkatkan customer satisfaction. Oleh sebab itu apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pertamina selaku pelaku usaha di]aksanakan sesuai yang dicanangkan dalam undang¬undang tersebut, baik scat Pertamina menjual langsung atau melalui agen atau melalui repacker.
Salah satu kunci penting, yang menurut penulis justru sebagai modal bagi perusahaan, adalah bagaimana Pertamina memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk pelumasnya kepada konsumen. Inforrnasi yang sesuai dan tepat ini sekaligus akan menjadi modal bagi konsumen untuk memilih produk Pertarnina. Bagai dua sisi, pemberian informasi mengenai produk pelumas juga bermanfaat bagi Pertamina, baik dari isi promosi maupun sebagai kekuatan untuk selalu mengingkatkan mutu produksinya.
Banyak cara Pertamina untuk memberikan informasi tersebut, baik melalui label, website, media cetak maupun audio visual, di mana dalam pemberian informasi ini mengikuti rambu-rambu yang telah dicanangkan oleh Undang-undang No. 8 tahun 1999 tersebut.
Dalam kenyataannya sangat mungkin terjadi keluhan dan sengketa oleh konsumen terhadap penggunaan produk pelumas Pertamina, oleh sebab itu Pertamina dituntut untuk melakukan upaya-upaya penyelesaian keluhan dan sengketa tersebut, Keluhan konsumen dapat diselesaikan melalui media komunikasi yang telah ada, dan apabila dapat dibuktikan Pertamina melakukan kesalahan maka diwajibkan memberikan ganti rugi kepada konsumen. Sedangkan apabila ada ketidakpuasan yang akhirnya menjadikan sengketa konsumen, Pertamina sejauh ini dapat menyelesaikan secara damai atau disebut Alternative Dispute Resolution."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Heikhal A.S.
"Sebagai salah satu produk yang dihasilkan Pertamina, Premium saat ini merupakan primadona bagi kehidupan masyarakat. Bahkan untuk saat ini Premium dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer untuk kelangsungan hidup masyarakat. Tanpa adanya Premium niscaya roda perekonomian masyarakat akan lumpuh total. Dengan begitu pentingnya peranan Premium di tengah-tengah masyarakat, ternyata tidak diimbangi dengan upaya menjaga kualitasnya sebagai suatu produk.
Pada pertengahan tahun 2010 terjadi suatu fenomena aneh yang menimpa ribuan kendaraan yang mengkonsumsi Premium sebagai bahan bakarnya. Ketika itu banyak kendaraan yang mengalami kerusakan di bagian fuel pump-nya. Disinyalir hal ini disebabkan karena kualitas Premium yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minya Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu kewajiban dari pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa sebagai suatu produk yang di produksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Hal ini tentunya sebagai langkah preventif untuk menghindari timbulnya kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi produk yang dihasilkan pelaku usaha. Namun apabila konsumen telah mengalami kerugian, maka pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk tersebut. Hal ini merupakan bentuk perlindungan kepada konsumen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berangkat dari ketentuan dan uraian di atas, maka selanjutnya dalam penulisan ini akan dibahas secara tuntas mengenai kewajiban dan tanggung jawab dari Pertamina selaku pelaku usaha yang menghasilkan Premium sebagai suatu produk. Mengingat dalam perjalanannya terdapat upaya pelimpahan tanggung jawab dari Pertamina kepada pelaku usaha lainnya selaku distrubitor.

As one of the products produced by Pertamina, the current Premium is ?star‟ for people‟s lives. Even for the current condition Premium can be categorized as a primary necessity for the survival of the society. Without Premium, the economy of the society will be paralyzed. Thus is the importance of the role of Premium in the midst of society, but was not matched by the efforts to maintain its quality as a product.
In mid-2010 there was a strange phenomenon that affected thousands of vehicles consuming Premium as its fuel. At that time, many vehicles were damaged in the fuel pump. Allegedly this is because of the quality of the Premium which is not in accordance with the standards set out in the Decree of Directorate General of Oil and Gas No. 3674 K/24/DJM/2006 regarding the Standards and Quality (Specification) of Fuel Type Gasoline Marketed in the Domestic In Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection, one of the obligations of businessmen is to guarantee the quality of goods and/ or service of the product in the production and/or traded under the provision of quality standards of goods and/or service applicable. This is certainly as a preventive measure to avoid the losses suffered by consumers from consuming the products from yhe businessmen are responsible to provide a compensation for damage, contamination, and/or other losses from the consumers from consuming the products. This is a form of protection for consumers, as mandated.
In Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection. From these provisions and the descriptions above, therefore will later be discussed thoroughly regarding the obligations and responsibilities of Pertamina as the businessmen producing Premium as their product. Given the way there are efforts to transfer the responsibility from Pertamina to other businessmen acting as the distributor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28978
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Sutedi
Jakarta: Ghalia Indonesia , 2008
381.34 ADR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nunu Nugraha Khuswara
"Era globalisasi dan perdagangan babas global terutama di bidang perindustrian dan perdagangan barang dan jasa telah menghasilkan berbagai variasi produk baik yang berupa barang danlatau jasa. Berkaitan dengan hal tersebut, maka timbul kebutuhan akan adanya sarana guna mendistribusikan produk tersebut ke pelosok tanah air, yang mana di Indonesia, sarana tersebut dilakukan oleh suatu BUMN yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menyongsong abad XXI, PT. Posindo melakukan pernbenahan guna mewujudkan suatu pelayanan jasa pos yang profesional. Guna memanajemen risiko yang timbul dalam pelaksanaan togas utamanya, maka PT. Posindo mengadakan perjanjian pertanggungan dengan PT. Asuransi Binagriya Upakara atas risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan pengiriman barang dengan layanan paket pos kilat khusus, yang dinamakan Perjanjian Asuransi Paket Pos Kilat Khusus. Pada dasarnya balk pihak tertangung maupun pihak penanggung memiliki kewajiban utama guna meredusir risiko yang mungkin timbul sebagai akibat adanya perjanjian pengangkutan pos antara PT. Posindo dengan konsumennya, dengan tetap memperhatikan kepentingan konsumen. Berkaitan dengan mekanisme pengajuan klaim ganti rugi terdapat beberapa permasalahan yang signifikan termasuk kendala dalam pelaksanaannya, namun semuanya itu diupayakan dapat terselesaikan dengan balk tanpa meminggirkan kepentingan konsumen, karena sebagai suatu liability insurance, asuransi paket pos kilat khusus merupakan suatu bentuk asuransi dengan objek pertanggungan kepentingan pihak ketiga (konsumen). Lahirnya UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum menyelesaikan permasalahan terkait dengan perlindungan konsumen di Indonesia, hal ini disebabkan karena masih diperlukannya peraturan perundangan sektoral, guna mengatur perlindungan konsumen di bidang-bidang tertentu, selain itu permasalahan fundamental lainnya adalah belum terdapat aturan baku berkaitan dengan hukum acara dalam bidang perlindungan konsumen yaitu Small Court, Class Action dan NGO's Legal Standing. Kedudukan konsumen mengalami evolusi yang ditandai dengan munculnya berbagai teori tentang kedudukan konsumen, yaitu dimulai dengan munculnya Let the buyer beware principle atau yang juga dikenal sebagai caveat emptor sampai dengan munculnya Standart of Care Theory dan Presumption of Negligence Theory, yang menjadi dasar perkembangan konsepsi pertanggung-jawaban tanpa kontrak atau implied warranty (Nunu Nugraha Khuswara)."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Krishna
"Iklan merupakan sebuah sarana informasi bagi masyarakat maxim konsumen mengenai suatu produk tertentu. Bagi para produsen, ikian merupakan sebuah scram untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen. Oleh karena iklan dikenal pula sebagai sebuah sarana yang mempertemukan konsumen dengan produsen. Di lain sisi, iklan tidak selalu memberikan keuntungan, khususnya bagi pars konsumen. Hal ini terjadi apabila iklan memberikan sebuah pernyataan yang menyesatkan dan tidak benar, menjaddran pernyataan man tersebut tidak sesuai dngan fakta atas produk yang diiklankan, Iklan yang menyesatkan dan tidak benar tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi para konsumen - mengingat televisi merupakan sebuah media massa yang ditujukan untuk khalayak umum. Perkembangan di bidang teknologi, ekono3ni dan ilmu pengetahuan telah mendorong perkembangan duaia periklanan hingga menjadi sebuah sistem yang kompleks. Di dalam sistem yang kompleks tersebut, kegiatan periklanan melibatkan beberapa pihak, antara lain pengiklan (produsen produk), ages (pensahaan periklanan) dan media. Oleh karena itu, untuk mencegah kerugian yang dapat diderita oleh pars konsumen, diperlukan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan periklanan. Namun, di Indonesia, ketentuan-ketentuan mengenai ikian produk pangan di televisi diatur secara terpisah_ Salah satunya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Tetapi, UUPK tidak secara tegas mengatur mengenai pars pihak yang bertanggung jawab alas ikian produk pangan di televisi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Ketentuan IJUPK tersebut juga dapat mengakibatkan ketidakpastian terhadap kete utuan yang mengatur mengenai periklanan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Dan Iklan Pangan; Oleh karena itu, definisi dari "pelaku usaha periklanan" sebagaimana diatur dalam ketentuan UUPK liarus dipertegas melalui ketentuan per mdang undangan di Indonesia Dengan demikian, hal ini akan memberikan sebuah kepastian alas hak konsumen yang berhubungan dengan hak konsumen untuk memilih (hak memilih) produk yang mereka inginkan.

Advertisement is a media which contains information of a certain product to societies and consumers. Regarding to the producers position, advertisement is a media to introduce their products to their consumers. Hence, advertisement is also used as a media where producers and consumers meet On the other hand, advertisements do not always benefited the consumers. It happens do to its misleading and wrong statements which usually different from the fact of the prods Those misleading and wrong statements advertisements on television could caused the consumers losses especially if those are food products which daily consumed - considering that televisions is a public information media. Development in technology, economics and science have drive the development of advertisements into a more complex system. In that system, advertising operations are involving a few parties, which are producers (as advertisers), agencies (as advertising companies) and media. Hence, in order to prevent the consumer`s losses, rules and regulations of advertising operations are needed. However, in Indonesia, the laws of food products advertisement on television are partly ruled and regulated One of them is stated by The Law of The Republic of Indonesia Number S of 1999 Concerning The Consumers Protection (UUPK). But, this UUPK does not make a clear statement regarding the parties who's responsible for the misleading and wrong statements food products advertisements on television - which could caused the consumers Losses. This UUPK is could also causing the uncertainty of The Law of The Republic of Indonesia Number 7 of 1996 Concerning The Foods and The Indonesian Government Law Number 69 of 1999 Concerning Label And Food Advertisements. Therefore, the definitions of "advertising operations companies" stated by UUPK should be cleared by any Indonesian Law. By having these rules and regulations of advertising, it will provides a certainty toward the consumers rights regarding their rights to choose the products they desired."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Anastasia Marisa R.
"Kehidupan modern masyarakt saat ini tidak hanya menuntut mobilitas yang tinggi tetapi juga nilai-nilai kecantikan dan keindahan terhadap penampilan. Keinginan manusia khususnya wanita untuk tampil sempurna dimanfaatkan oleh sekelompok pelaku usaha dengan memperdagangkan kosmetik impor yang tidak memiliki izin edar kepada masyarakat, sehingga tampak bahwa produk yang ditawarkan memiliki harga yang lebih murah din=bandingkan kosmetik yang memiliki izin edar resmi. Ketentuan tentang pemasukan kosmetik diatur dalam Keputusan kepala Badan POM tnentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap aturan-aturan hukum tertulis dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak ada pengaturan secara eksplisit mengenai kosmetik impor. Namun demikian, ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dapat digunakan untuk menjerat atau memberikan konsekuensi hukum terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan produk kosmetik tanpa memiliki izin edar. Agar kepentingan konsumen dapat terlindungi secara sempurna oleh sebab itu diperlukan pengaturan secara spesifik dan tegas di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen kosmetik impor.

In modern life today's, societies required not only high mobility but also the value of beauty and appearance. Human desire to be perfect, especially woman have been exploited by a group og business actors with trade in imported cosmetics that did not have the authorization to the public, so its look like their product cheaper than the others one. The regulations about cosmetic import arranged in the Decree of Head of National Agency of Drug and Food Control of RI. In this research, it used the normative law research that is research of written law which based research on literature and interviews. The act No. 8 of 1999 on Consumer Protection there is no explicit regulation of the import cosmetic. However, the provisions of Article 8 paragraph (1) of the act No. 8 of 1999 on Consumer Protection can be used to deceive or give legal consequences to business that sell import cosmetic without authorization. In order to protect consumers' interests perfectly, it is necessary to arrange specifically and explicitly in the Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection regarding import cosmetic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S589
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Janu Anjayani
"Skripsi ini membahas pengaturan peredaran kosmetik impor serta perlindungan konsumen produk kosmetik impor. Skripsi ini juga membahas pengawasan peredaran kosmetik impor, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam peredaran produk Meei Yung Whitening Day Cream, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelanggaran tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa konsumen dalam membeli produk kosmetik sebaiknya menerapkan prinsip kehati-hatian; diadakan kerja sama antara Badan POM dengan pihak Kepabeanan dalam pengawasan produk kosmetik impor;diadakan sosialisasi, edukasi mengenai kosmetik yang memenuhi standar kosmetik yang baik kepada masyarakat; penyuluhan tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen; pelaku usaha menerapkan standar baku produk kosmetik yang baik.

The focus of this study is a concern about the regulation of imported cosmetics and consumer protection toward imported cosmetics. This study, also analysis the control of imported cosmetics distribution, the violation made by producer in the distribution of Meei Yung Whitening Day Cream, and consumer?s efforts against those violation. This research is a normative law research.
The researcher suggest consumers to using carefulness principal before they buy any of cosmetic product; Bilateral cooperation between Badan POM and Pabean Authority for the imported cosmetics control; socialization, education program about Standard of Good Cosmetics product; socialization about consumer protection law in Indonesia; importer, distributor, producer of cosmetic products should be enforce by the law of consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25089
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Onny Sintawati Septianingrum
"ABSTRAK
Pelaku usaha, menggunakan iklan yang dirancang dan disajikan sedemikian rupa untuk menyentuh sisi psikologis konsumen, bukan rasio konsumen yang besangkutan, untuk melakukan transaksi dan meningkatkan transaksi penjualan. Salah satu bentuk iklan yang berusaha untuk menyentuh sisi psikologis konsumen adalah iklan yang menggunakan tenaga kesehatan. Bagi masyarakat luas, profesi tenaga kesehatan adalah profesi yang dapat dipercaya, sehingga apapun yang dikatakan oleh tenaga kesehatan bisa memberikan cukup pengaruh kepada masyarakat untuk mengikuti perkataan tenaga kesehatan tersebut. Penggunaan tenaga kesehatan dalam mengiklankan suatu produk merupakan pelanggaran dalam beberapa regulasi pemerintah dan kode etik profesional. Namun demikian masih terdapat iklan yang menggunakan tenaga kesehatan dalam mengiklankan suatu produk.

ABSTRACT
Business, using ads that are designed and presented in such a way as to touch the psychological side of the consumer, not the ratio of consumers, to conduct transactions and increase the sales transaction. One form of advertising that seeks to touch the psychological side of the consumer is an ad that uses health professionals. For the public, health professionals profession is a profession that can be trusted, so that whatever is said by the health professionals could provide enough leverage for the public to follow the words of the health professionals. Use of health professionals in the advertising of a product is in violation of some government regulations and codes of professional conduct. However, there are ads that use of health professionals in the advertising of a product."
2013
T35862
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Prasadtyo
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen dalam bidang peredaran produk pangan, khususnya produk permen impor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Dengan alasan mencari keuntungan, terhadap pengaturan peredaran produk permen impor kerap kali dilakukan pelanggaran hukum, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan konsumen. Untuk mencegah pelanggaran hukum ini terus terjadi diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.
The focus of this study is the consumer protection aspect on the distribution of food products, particularly imported candy products. This study is a normative study. The data used for this study are being collected through documents and interviews. For the purpose of economical gain, the laws and regulations governing the distribution of imported candy products are often being violated, specifically the ones relating to consumer protection. To avoid such violation, the enactment of better laws and regulations and the maximalization of their enforcement are needed and of course the community act on this matter is also needed."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24737
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Vivianti
"Skripsi ini membahas perlindungan konsumen melalui pengaturan tentang penerapan SNI Wajib pada mainan anak impor ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Skripsi ini juga membahas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam peredaran produk mainan anak impor serta pengaturan mengenai perlindungn hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mainan yang tidak aman.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam membeli produk mainan anak impor tersebut sebaiknya konsumen menerapkan prinsip kehati-hatian, diadakan kerja sama antara Badan Standardisasi Nasional dengan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan dalam pengawasan peredaran mainan anak impor tanpa SNI wajib; diadakan sosialisasi, edukasi terhadap konsumen terhadap mainan anak impor yang aman.

The focus of this study is the consumer protection aspect on the distribution of imported toys product with SNI mandatory reviewed from the law number 8 of year 1999 on Consumer Protection. This thesis also discussed the violiations made by the seller in distribution of imported toys product as well as setting the legal protection of consumer who suffered losses impacted by un-safety toys.
The results suggested while buying imported toys, the consumer should apply the precautionary principle; held the cooperation between the National Standardisation Agency and Government which is Ministry of Trade of Standarisation and Consumer Protection; socialization, education about safety toys.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>