Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114689 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayahandono Kussetyadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 22933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwanudin
"In order to create Sustainable National Growth, financing national growth through our own source of income especially from taxation is a necessity. The Tax Collection role in Indonesia budget has become very dominant and even bigger compared to the amount collected from gas and oil income. This condition emphasizes the big hope that the future development will be significantly determined by the Taxpayer awareness in paying their taxes, also effectiveness and efficiency in tax collection. One of the way to increase the effectiveness of taxation role as source of government financing is to broaden the tax base for Value Added Tax (VAT) until the retailer level.
Retailer is one of the business that does not required a big initial capital funding and the procedures or the bureaucracy for developing this business is simple but at the same time have the potential to grow into a larger business scale. This can happen because of the products sold by retailer depend on Demographic growth, Economical growth, Society culture, Technological Advancement, Globalization, infrastructure, also Law and Regulation. Many of retailers in Indonesia do not come in form of Legal Business Institution. The Tax regulations, especially VAT regulations is not clear enough, thus creating a potential loss in VAT collection since the number of GDP from retailer sector is significant.
The Issue discussed in this thesis is how far the VAT regulation in Indonesia regulates the retailer business specifically the one without legal business institution based on the 2003 integrated survey by Biro Pusat Statistik to broaden the tax base and the comparison with similar treatment from others countries joint in OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) in order to draw suggestion and revision for the Indonesia VAT regulation itself. The Method used in this thesis is Descriptive Studies on Retailer Business data and Theoretical Analysis on current Indonesia VAT regulation,
The result of the research shows that the registration process for retailer business is still not clearly and specifically described in VAT regulation. This is important to give certainty to retailer businessman for their VAT treatment, while the choice to become VAT Subject is based solely on the awareness of the retailer businessman. Treatment among others OECD countries is clearer in regulating the compulsory registration on the similar business even on exclusion for retailer business from VAT. The tax limitation on retailer business in Indonesia is still high where it can be used as tax avoidance on the gross profit margin. The treatment for tax limitation in other countries of OECD is also high but in the same time it give a compulsory registration for Retailer Business. The Tax collection mechanism through VAT Crediting Mechanism is already being regulated in VAT law, but having the choice to report the taxable amount can distort the VAT collection.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hejra Dorojatun
"Semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyebabkan cepatnya perubahaan kondisi yang harus segera diantisipasi oleh perusahaan. Produk yang dihasilkan semakin singkat life cycle-nya karena dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dapat diproduksi produk yang sejenis dengan kualitas yang lebih baik atau dengan harga yang lebih murah. Disamping itu, terdapat pesaing-pesaing baru dari luar negeri yang sebelumnya tidak terfikirkan oleh para manajer. Sekarang akses informasi dengan mudah didapatkan dan transaksi dapat dilakukan tanpa harus dilakukan dengan tatap muka.
Salah satu strategi umum yang dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi kondisi tersebut adalah melakukan reorganisasi perusahaan. Reorganisasi perusahaan bertujuan agar perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mejalankan usahanya. Jadi dengan melakukan reorganisasi perusahaan diharapkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Salah satu tipe reorganisasi perusahaan adalah melaksanakan penggabungan usaha (merger). Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan dimana salah satu perusahaan yang melakukan transaksi tersebut tetap melangsungkan usahanya sedangkan perusahaan lainnya menggabungkan diri dengan perusahaan tersebut. Pengabungan usaha terdiri dari beberapa tipe, salah satu tipe penggabungan usaha adalah triangular merger.
Dalam triangular merger, terdapat tiga pihak yang terlibat. Pihak yang terlibat yaitu induk perusahaan (parent company), perusahaan cabang dari induk perusahaan (subsidiary company) dan perusahaan yang akan diambil-alih (target company). Triangular merger dilakukan dengan cara perusahaan cabang digabungkan dengan perusahaan target. Pemegang saham perusahaan target memperoleh saham perusahaan induk sebagai ganti saham yang dimilikinya pada perusahaan target. PSAK No. 22 mengatur perlakuan akuntansi atas penggabungan usaha. Penggabungan usaha dibagi menjadi dua jenis yaitu akuisisi dan penyatuan kepemilikan. Oleh karena itu, metode akuntansi yang berbeda pun digunakan. Akuisisi menggunakan metode pembelian sedangkan penyatuan kepemilikan menggunakan metode pooling of interest. Ketentuan perpajakan di Indonesia yang menjelaskan paling lengkap tentang penggabungan usaha adalah tahun 1999 dimana diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999. Ketentuan tersebut berisi penjelasan jenis reorganisasi perusahaan, ketentuan bahwa boleh menggunakan nilai buku. Ketentuan lainnya adalah Keputusan Menteri Keuangan No. 211/KMK.03/2003 tanggal 14 Mei 2003. tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva, secara sukarela maupun terpaksa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Penilaian kembali aktiva diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan. Dengan bolehnya melakukan pemilihan dari alternatif yang ada yaitu menggunakan nilai pasar atau nilai buku, melakukan penilaian kembali aktiva tetap atau tidak merupakan dasar bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan perpajakan. Penggunaan nilai buku dan dibolehkannya melakukan penilaian kembali aktiva tetap dapat meningkatkan kesejahteraan perusahaan. Peningkatan kesejahteraan perusahaan melalui penghematan pajak atas transaksi penggabungan usaha. Perencanaan perpajakan atas triangular merger dibahas lebih lanjut. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui studi literatur yaitu dengan mengumpulkan, memilih, dan mempelajari bahan bacaan seperti buku-buku literatur, dan sumber-sumber lain, termasuk sumber di internet yang berhubungan pokok bahasan penulisan ini untuk mendapatkan suatu landasan teori dan praktik yang lazim dilakukan perusahaan. Hasil dari studi literatur tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan teori-teori yang terkait dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hasil analisis, definisi triangular merger belum diatur dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Ketentuan dibawah undang-undang belum mengikuti ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut ketika undang-undang mengalami perubahan.
Kelemahan studi dalam karya tulis ini adalah dikarenakan belum ditemukannya transaksi triangular merger di Indonesia. Namun demikian, dengan banyaknya perusahaan dalam satu grup tidak menutup kemungkinan transaksi triangular merger terjadi di Indonesia. Tingginya tingkat persaingan antara perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri telah mendorong perusahaan untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya. Banyaknya peluang dan tantangan tidak hanya berasal dari dalam melainkan juga datang dari luar perusahaan. Untuk itulah banyak perusahaan berusaha mencari upaya mengembangkan usaha dengan memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada untuk hasil maksimal. Pengembangan usaha diikuti dengan suatu restrukturisasi (perubahan struktur perusahaan makin membesar) misalnya dalam bentuk akuisisi (pembelian perusahaan lain, aset maupun saham), penggabungan (merger), peleburan (consolidation), pemekaran unit/cabang (spin off) atau pemecahan usaha (split off). Penggabungan usaha sebagai salah satu restrukturisasi usaha bisa dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Dengan melakukan penggabungan usaha diharapkan perusahaan lebih efisien dalam mengelola usahanya sehingga dapat tetap kompetitif dalam persaingan usaha. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan membeli harta perusahaan atau membeli saham perusahaan. Untuk penggabungan usaha dengan cara pembelian saham terdapat dua cara yaitu dengan penggabungan usaha secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan membeli saham perusahaan secara langsung baik dibayar dengan uang atau dalam bentuk lainnya saat penggabungan usaha. Cara tidak langsung dengan menggunakan anak perusahaan (subsidiary) saat melakukan penggabungan usaha dengan perusahaan target. Dalam triangular merger transaksi yang dilakukan adalah membeli saham perusahaan target dengan memberikan saham perusahaan induk kepada pemegang saham perusahaan target. Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi bisnis. Strategi tersebut dapat berimplikasi pada aspek perpajakannya. Perpajakan yang terkait adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Saat melakukan penggabungan usaha terdapat objek pajak antara lain keuntungan pengalihan harta, penghapusan hutang dan pembagian dividen. Disamping itu dibolehkannya untuk dilakukan revaluasi aktiva tetap dan pengalihan kerugian dari perusahaan yang diakuisisi atau dilebur juga aspek yang perlu dicermati. Bagi perusahaan, aspek perpajakan penggabungan usaha perlu dipertimbangkan disamping aspek-aspek lainnya. Secara umum ketentuan penggabungan usaha telah diatur yaitu dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 perihal buku panduan tentang perlakuan perpajakan atas restrukturisasi perusahaan. Triangular merger belum diatur secara khusus dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Perusahaan mempunyai pilihan dalam melakukan restrukturisasi perusahaan diantaranya dengan transaksi triangular merger. Dengan semakin banyaknya alternatif pilihan maka perusahaan dapat menyelaraskan aturan perpajakan dengan strategi bisnis yang akan diambil. Strategi yag diambil digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan diantaranya untuk memaksimalkan laba. Dalam menyusun tesis ini, kesulitan yang dihadapi adalah kurangnya referensi berkaitan dengan triangular merger. Hal ini terjadi karena di Indonesia hal ini belum lazim digunakan dalam transaksi merger. Untuk penelitian lebih lanjut, dengan terus berkembangnya transaksi merger maka perlu dilakukan analisis transaksi merger yang dilakukan antar negara (cross border merger) yang belum diatur dalam ketentuan perpajakan di Indonesia.

The severe challenges among corporations both in domestic or abroad have encouraged the corporations to sustain and to develop their business. So many chances and challenges do not emanate from inside the company, but also from outside. That is why such companies seek to find the ways to develop their business using so much of chances available to attain maximum results. Business developments followed by business restructuring (the change of structure which is growing bigger) such as in the form of aquitition (purchase of other business, assets or stocks), Merger, Consolidation, Spin ?ff or splitup. Merger as a business restructuring can be executed both horizontally or vertically. By so doing, the such company expects to run the business more efficiently in running the business so that the company can always be competitive in business competition. Merger can be performed through purchasing the assets or the shares of the acquired company. In the merger where the acquiring company purchases shares of the acquired, there are two ways, namely direct merger and indirect merger. Direct merger is a merger where the acquiring company gives cash or other forms of payment in the merger. Indirect merger is a merger where the acquiring company utilizes the subsidiary to merge with the other company. In case of triangular merger, the acquiring company purchases the acquired company through exchanging the shares of the acquired with the shares of parent company. Merger is one of the busuiness strategy. Such strategy has an implication on tax aspects. Tax aspects that bears on the merger are Income tax , Value Added Tax, and BPHTB. When the merger takes form, there are tax objects, among others: Gain on sales of property, debt forgiveness, and dividend distribution. On the other side, the approval of fixed asset revaluation and transfer of loss from the acquired company or consolidation, is also the aspect to be scrutinized. For company, tax aspects of merger need to be deeply considered, without setting aside other important aspects. In general, provision of merger has been regulated in Indonesia, namely with circular letter numbering SE-23/PJ.42/1999 dated 27 May 1999 concerning Manual Book of tax treatment for business restructuring. Nevertheless, triangular merger has not been clearly stipulated in Indonesia. Company has options in restructuring the business, inter alias, with triangular merger. Having so many alternative options, company can harmonize provisions of tax with business strategy to be taken. The assumed strategy is used to meet the purpose of the company, inter alias, to maximize profit. In preparing the thesis, the difficulties found is the lack of reference relating triangular merger. This is it because, in Indonesia, triangular merger is not so commonplace in performing the transaction of merger. For more research, with the increasing interest of merger transactions, it is needed to conduct analyses of merger transaction which is consummated across nations, of which the stipulations have not been regulated."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Ondis
"Endless Economic crisis knock over Indonesia since 1997 causing many companies cannot pay for the obligation and the creditor proposed it to be a bankrupt in Commercial Justice. This Condition for Tax General Directorate (DJP) become separate problems, because to the number of Taxpayers which is bankrupt cause DJP losing of Taxpayer and un-billed for tax debt. In bankrupt case there is interesting matter needing careful attention that is existence of different interpretation of Judge of Commercial Justice to the domiciling of tax debt. At the case of PT. ABC Judge of Commercial Justice treat tax debt is equal to commercial debt, whereas at case of PT. XYZ, Judge of Commercial Justice differentiate tax debt of commercial debt so that, it has to pay ahead then the rest of estate divided for the creditor of other commercial. Therefore problem which raised in this research is how domiciling Taxation rule in penalty system in Indonesia and whether there is correlation of synergy between Taxation rule with rights rule and bankrupt bill for debt including tax payable and what effort able to be conducted to harmonize taxation rule with Bankrupt rule.
Research method used is descriptive with qualitative approach. From research result obtained result of tax rule that has to domicile as lex specialis in Indonesia law for problem related to tax, while civil law and other public law as lex generalis. But in Bankrupt rule, bankrupt problem is lex specialis, so that has to domicile which is equal strength. So that whether DJP and Commercial Justice stay with rule of each rule which cause UUK (bankrupt rule) with Taxation rule cannot synergize in solution of tax debt for company's bankrupt. Position relating to lex specialis, hence both, that is taxation rule and bankrupt rule is less synergy, this matter seen in case of PT. ABC and PT. XYZ. Judge of Commercial Justice handling the case in different interpretation. In case of PT. ABC Judge of Commercial justice overrule tax and only focusing at Bankrupt rule in order to be billed for tax payable DJP must conduct an effort to many levels of Cassation Appellate Court.While case of PT. XYZ Judge of Commercial Justice overrules the problem of tax from bankrupt problem because tax arranged in Taxation rule, it means that Judge of Commercial Justice pay attention at Taxation rule as lex specialis. The above mentioned can be avoided by adding coherent rule in bankrupt rule that tax has to be differentiated with civil debt and is not in bankrupt scope.
In order to have legal force which is jurisprudence remain from Appellate Court decision in case of cassation taxation area was presumably packed into recorrection of other trading law. For example bankrupt problem, Bankrupt rule consist of 308 section only mentioning word " taxation" that is section 113 Sentence (1) letter b, expressing that must be done verification tax debt, without expressing that tax is not civil debt. This matter not explained in explanation of section 113 UUK (bankrupt rule) so that just arise different interpretations or understanding. By equalizing DJP with other creditor make DJP must be at one's feet of bankrupt mechanism, in fact, clearly tax debt is not civil debt so that there must be coherent in UUK that DJP is not creditor and tax debt is not civil debt but obligation of political. In order to conduct activity of collection at once and at the same time Taxpayer showing bankrupt marking, hence DJP need information from Commercial Justice if there is Taxpayer which is processing by application of its bankrupt. It can be made by a kind of MoU (Memorandum of Understanding) between DJP with Commercial Justice to obtain information quickly if there is bankrupt case. Then resources of DJP out of condition to finish tax collection at Taxpayer which is bankrupt, hence activity of collection tax can be more intensive again."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 22927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enna Soeryadie
"Tingginya tingkat aktivitas ekonomi dihadapkan pada keterbatasan lahan untuk kegiatan usaha. Sementara tuntutan kebutuhan lahan meningkat sehingga mengakibatkan terjadinya dinamika pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang tinggi yang pada gilirannya yang berdampak langsung kepada realisasi penerimaan BPHTB sebagai salah satu sumber penerimaan Daerah yang potensial. Oleh karena itu perlunya upaya meningkatkan penerimaan BPHTB melalui intensifikasi pemungutan BPHTB.
Dilihat dari sisi penerimaan BPHTB menunjukan kenyataan yang perlu ditingkatkan dimana terlihat dari realisasi penerimaan dari tahun ke tahun mengalami penurunan; pada tahun anggaran 2002 realisasi pencapaiannya sebesar 111% dan hanya memberikan kontribusi penerimaan sebesar 16% dari jumlah Bagi Hasil Pajak yang diterima oleh Propinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pokok-pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan administrasi pemungutan BPHTB di Propinsi DKI Jakarta dan sejauh mana tingkat efektivitas pemungutan pajak BPHTB di Propinsi DKI Jakarta serta faktor apa saja yang berpengaruh terhadap efektivitas pemungutan pajak BPHTB.
Tujuan penulisan tesis ini adalah menjelaskan dan menguraikan administrasi pemungutan BPHTB di Propinsi DKI Jakarta dan mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan pemungutan pajak BPHTB di Propinsi DKI Jakarta serta mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap efektivitas pemungutan pajak BPHTB.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan serta wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif
Dari hasil analsisis maka diketahui pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Propinsi DKI Jakarta cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari Tax Performance Index selama lima tahun terakhir, Meskipun terjadi penurunan rasio TPI -selama 5 (lima) tahun terakhir tetapi target penerimaan dapat dipenuhi dan target penerimaan dari tahun ketahun meningkat.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selama lima tahun terakhir cukup stabil yang berkisar antara Rp. 109.087.244.851,- terendah untuk tahun 1998/1999 dan untuk tahun 2002 jumlah pajak sebesar Rp. 494.961.582.452,- (tertinggi).
Adapun saran yang dianjurkan adalah upaya-upaya dalam meningkatkan potensi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) harus ditingkatkan melalui usaha-usaha yang dapat meningkatkan potensi pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustopo
"Keberhasilan pemungutan pajak pada dasarnya tergantung atas tiga pilar utama yaitu undang-undang, aparat dan Wajib Pajak. Unsur pertama, undangundang harus jelas, pasti dan mudah dimengerti. Unsur kedua, aparatnya. Aparat harus profesional dan memberikan contoh yang baik dan tidak sewenang-wenang. Unsur yang ketiga adalah Wajib Pajak. Wajib Pajak harus patuh dan taat terhadap ketentuan perpajakan. Kepatuhan dan ketaatan Wajib Pajak dapat terjadi bila Wajib Pajak merasa diperlakukan adil dari segi peraturan dan memperoleh pelayanan serta penghargaan dari fiskus. Yang perlu digaris bawahi adalah besarnya tarif pajak tidak boleh mematikan objek pajak dalam menjalankan usahanya. Pajak usaha jasa penyiaran dilakukan menggunakan system withholding tax dimana pemotongan pajak terhadap rumah produksi dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini stasiun televisi. Tingginya biaya produksi akibat rebutan pemain pemeran dikalangan rumah produksi terutama artis-artis populer yang punya kemampuan mengangkat rating program acara menyebabkan melambungnya honor artis yang sangat berpengaruh terhadap biaya produksi. Sedangkan harga jual produksi sulit untuk ditingkatkan akibat perolehan iklan yang terbatas dengan makin banyaknya stasiun televisi yang beroperasi. Tarip pajak penyiaran sebesar 15 % sesuai PPh 23 sangat mengganggu cashfow rumah produksi. Kenyataan dilapangan seringkali rumah produksi menolak pemotongan pajak tersebut. Hal ini seringkali mengharuskan stasiun televisi mengambil jalan tengah dengan melakukan gross up yang sesungguhnya merupakan penyimpangan dari ketentuan yang berlaku serta bila fiskus melakukan crosscheck dan terdapat perbedaan angka maka pihak stasiun televisi diharuskan membayar kekurangan beserta denda sebesar 2 % setiap bulan dengan ketentuan maksimum 24 bulan. Dampak dari kondisi diatas terlihat dilapangan, selain banyak rumah produksi yang meminta perlakuan gross up terlihat pula bergugurannya rumah produksi serta banyak keseragaman acara antar stasiun TV. Dengan demikian kreativitas rumah produksi menjadi mandeg dan pemirsa dirugikan dengan disuguhi program acara dengan kualitas rendah.Deregulasi kebijakan tarif withholding tax dapat menghidupkan usaha jasa penyiaran tanpa mengurangi pemasukan negara karena dapat dialihkan ke SPT PPh badan rumah produksi yang dampaknya sangat berarti bagi pemirsa serta perolehan pajak pemerintah dimasa yang akan datang.

The successful of the tax holding is basically depended on three main elements there are constitutions/law, Tax officer/tax collector and taxpayer. First element, the constitutions/law have to be clearly, surely and easy to understand. Second element, the tax officer. The officer have to be professional and give a good sample and not arbitrary . The Third element is taxpayer. Taxpayer have to be obedient and meekly to the taxation rules. The Obedient and taxpayer adherence can be happened when taxpayer feel fair treated in regulation facet and get the good service and appreciation from fiscus. What requires to be underlined is the level of tax rate may not stop the tax object in running its effort. Taxation of broadcasting service is using withholding tax system where the assessment withholding tax to production house is conducted by third-hand in this case is television station. The height of production cost of effect of capture of characterization player among production house especially popular artists which have ability to lift-up the program rating cause the raise-up of artists payment is reflected to the production cost. While selling price of the production is difficult to improve by an effect of finite acquirement advertisement with the more number of television station operating. The rate of taxation broadcasting of 15 % according to PPh-23 is very bothering the production house cashfow. In field fact, the production house often to refuse the assessment withholding tax. This matter oftentimes oblige the television station take a middle way by doing a gross up that truthfully represent the deviation from the standard rule and when tax officer do the crosscheck and found a difference number, so the television station is obliged to pay for the minus with fine equal to 2 % every month (maximum 24 months). The affect of that condition is seen in field, besides a lot of production house asking for a gross-up treatment, is also have been seen the fall-off the production house and also a lot of similarity program television among the television stations. Thereby, the creativities of the production house become to desist and the audience is harmed by given with the low quality of program television. Regulation of Withholding Tax Rate policy can animate the effort broadcasting service without reduce the state income because it can be transferred to SPT PPh of production house institution which its meaningful impact for the audiences and the state acquirement of tax in a future."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Fransisco Caisar
"Penelitian ini membahas mengenai proses pendaftaran wajib pajak orang pribadi yang diajukan melalui aplikasi e-registration di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penerapan aplikasi e-registration dan hambatan yang dihadapi dalam menerapkan program ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualtitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan.Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan aplikasi e-registration di KPP Setiabudi Dua tidak efektif untuk meningkatkan pelayanan dan memungkinkan wajib pajak untuk terhubung dengan Direktorat Jenderal Pajak secara online. Hal ini dipengaruhi oleh teknologi dalam aplikasi e-registration yang belum dapat menampung dokumen persyaratan dalam jumlah yang besar serta tidak diterapkannya pengiriman kartu NPWP dan SKT ke alamat wajib pajak. Hambatan yang timbul dalam penerapan aplikasi e-registration berkaitan dengan kurangnya sosialisasi penggunaan aplikasi e-registration dan rendahnya pemahaman wajib pajak yang menggunakan aplikasi e-registration.

This research discusses the taxpayer registration process submitted through e registration application in Setiabudi Dua Tax Service Offices. The purpose of this research is to analyze the effectiveness of e-registration application implementation and obstacles faced in implementing this program.This research uses qualitative approach, while data collection technique is done by using field study and literature study The results showed that the application of e-registration in Setiabudi Dua Tax Service Offices is not effective to improve service and allow taxpayers to connect with the Directorate General of Taxes online. This is influenced by the technology in the e-registration application that has not been able to accommodate the document requirements in large numbers and the implementation of the delivery of NPWP and SKT card to the address of the taxpayer. The obstacles that arise in the application of e-registration is related to the lack of application socialization e registration and low understanding of taxpayers using the e-registration application.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Ramadhan
"Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang secara pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat. Setiap daerah berdasarkan wewenang otonominya berhak atas pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan suatu kontribusi wajib kepada daerah yang terutang baik secara orang pribadi maupun badan dan bersifat memaksa. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur jenis objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satunya adalah Pajak Air Permukaan. Yang dimaksud dengan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah atau di mata air, sungai danau dan laut. Skripsi ini membahas tentang prinsip Lex Spesialis dalam kontrak karya melalui studi kasus putusan nomor 316/B/PK/PJK/2018 mengenai sengketa antara Pemerintah Provinsi Daerah Papua dengan PT Freeport Indonesia. Skripsi ini memiliki dua rumusan masalah, yaitu, yang pertama adalah keterkaitan hukum antara hukum dan undang-undang dan kontrak karya berdasarkan asas Lex Spesialis derogat legi generali adalah kontrak karya berlaku sebagai sesuatu Lex Spesialis berdasarkan asas pacta sunt servanda yang mana kontrak karya tersebut menjadi suatu undang-undang bagi para pihak yang terikat. Sedangkan yang kedua adalah, pertimbangan pengadilan pajak dan mahkamah agung terkait Lex Spesialis terhadap kontrak Karya PT Freeport Indonesia.

Taxes are compulsory contributions to the state that are owed individually or by a compelling entity based on law, without receiving direct compensation and used for the state's needs for the greatest prosperity of the people. Taxes have a compelling nature so that they must be fulfilled. Each region based on its autonomous authority has the right to collect regional taxes and levies, which are a form of compulsory contribution to regions that are owed both individually and as a body and are compelling. Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies regulates various types of objects of Regional Taxes and Regional Levies, one of which is Surface Water Tax. Surface water tax is included in a type of provincial tax. Referred to as surface water is all water found on the ground surface or in springs, rivers, lakes and seas. Surface water is the cleanest water source so that it can be used as drinking water or management for business needs. This thesis discusses the principle of Lex Specialist in the contract of work through the case study decision number 316 / B / PK / PJK / 2018 regarding the dispute between the Papua Regional Government and PT Freeport Indonesia. This thesis has two problem formulations, namely, the first is the legal relationship between law and law and a contract of work based on the Lex principle Derogat legi generali specialist is a contract of work as a Lex specialist based on the principle of pacta sunt servanda which is the contract the work becomes a law for the parties who are bound. Meanwhile, the Supreme Court has considered it properly and granted PT Freeport Indonesia's request for reconsideration number 316 / B / PK / PJK / 2018 on the tax court decision.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsie Sylviana Kasim
"Evaluasi layanan Kantor Pelayanan Pajak dilakukan untuk mengetahui kualitas pelayanan restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak "X" dengan menggunakan pendekatan konsep Service Quality (SERVQUAL) yaitu melalui dimensi tangibles, realibility, responsiveness, assurance dan empathy. Kemudian mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu faktor budaya organisasi, struktur organisasi, sumber daya manusia, sistem dan prosedur dan kepemimpinan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dibuat rekomendasi untuk peningkatan kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Pajak "X". Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara Iangsung terhadap informan dan pengamatan Iangsung (observasi) terhadap kejadian di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen. Analisis data yang terkumpul dari kuesioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik Weight Mean Score (WMS) atau perhitungan nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wajib Pajak cukup puas atas pelayanan yang diberikan oleh KPP "X". Hal ini dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut: budaya organisasi yang kurang mendukung kreativitas dan inovasi bagi karyawan, struktur organisasi yang terlalu birokratis, perencanaan sumber daya manusia masih terpusat di Ditjen Pajak, sistem dan prosedur yang masih berbelit-belit dan kepemimpinan yang kurang dapat mengoperasionalisasi dan mensosialisasikan visinya. Agar kualitas pelayanan restitusi PPN di KPP "X" dapat ditingkatkan, penulis menyarankan agar Ditjen Pajak memperbaiki sistem dan prosedur restitusi PPN, mengubah orientasi kepemimpinan kepada pencapaian visi pelayanan restitusi PPN yang baik, pendelegasian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Kepala Seksi PPN, pengembangan sumber daya manusia dan perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih kondusif bagi pelayanan terhadap Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Saptono
"ABSTRAK
Kegiatan ekonomi dunia di era globalisasi saat ini membawa dampak pada transaksi lintas negara atas sumber daya serta modal baik melalui partisipasi langsung maupun tidak langsung. Dari transaksi-transaksi kegiatan usaha antar negara tersebut berpotensi menimbulkan Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan oleh wajib pajak luar negeri untuk mewakili kegiatan atau kepentingannya di suatu negara (sumber) Konsep BUT dalam model persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dimaksudkan untuk menenlukan hak pemajakan negara sumber agar dapat mengenakan pajak atas laba usaha yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak dari negara lainnya.
Permasalahan dalam menentukan keberadaan suatu BUT atau dapat disebut dengan identifikasi BUT menjadi hal yang sangat penting terutama bagi negara sumber, karena dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak yang ditimbulkan dari transaksi kegiatan usaha intemasional.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan identifikasi BUT adalah terbalasnya data dan infomasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DIP) dan kurangnya kerjasama antar instansi, sehingga link data dan informasi dari instansi lain ke DIP belum terwujud. Selain itu pemahaman tentang perpajakan internasional terutarna mengenai BUT dan Tax Treaty dari para pegawai pajak maupun pihak wajib pajak juga menjadi kendala tersendiri.
Pada sistem administrasi perpajakan modem (SAPM), terdapat Account Representative (AR) dibawah koordinasi Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Keberadaan AR akan mempermudah komunikasi antara pihak kantor pajak dengan wajib pajak. AR bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan secara langsung, edukasi, asistensi, mendorong dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban wajib pajak. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, AR harus dapat melakukan analisa data dan informasi wajib pajak baik dari segi jenis usahanya (nature of business) maupun penerapan suatu peraturan perpajakan kaitannya dengan identifikasi BUT.
Terciptanya suatu kerjasama antar instansi seperi Imigrasi, BKPM dan juga Departemen Luar Negeri yang dapat memberikan dukungan data dan informasi yang selalu up to date dan dapat diakses langsung oleh DIP akan sangat mendukung pelaksanaan identifikasi BUT atas transaksi internasional. Disamping itu, peningkatan kemampuan analisa kegiatan usaha wajib pajak dan peningkatan pemahaman perpajakan internasional dari parat pajak periu ditingkatkan dengan melakukan pendidikan dan pelatihan yang rutin dan berkesinambungan.
Jadi bersinerginya antara data dan infomaasi yang lengkap atas transaksi intemasional dengan kemampuan analisa serta pamahaman mengenai BUT yang dikemas dalam SAPM akan sangat mendukung identifikasi BUT secara cepat yang pada akhirnya dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak dari transaksi internasional.

ABSTRACT
The global economic transactions has been leading to the exchange of goods and services and movements of capital, technology and person. Those international transactions may cause the existence of a permanent establishment of an enterprise of one country in another country.
The permanent establishment generally is a place of business through which an enterprise of one country carries on its business in another country. The main concept of a permanent establishment is to determine the right of a source country to tax the proiits of an enterprise ofthe other country.
The identification of a permanent establishment plays an important role in a source country since the source country shall only tax the profits of an enterprise if it derives from a permanent establishment. Otherwise, the potential tax revenue fiom the international transactions may be lost.
There are several obstacles in determination of a permanent establishment, namely a lack of data and information and a lack of coordination between department especially data link from the Directorate General of Taxes to and from other department, and also the limitation of the taxpayer?s and tax official?s knowledge of international taxation.
In a Modem Tax Administration System (SAPM) there is an Account Representative (AR) who is responsible and authorized to provide services, consultation, assistance for taxpayer and to supervise a taxpayer in term of taxpayer's right and obligation, The existence of AR hopefully may make the taxpayer easy to communicate to the tax oflice since the function of AR is a liaison officer of taxpayer in the tax office.
In their function as a supervisory, an AR is required to have better knowledge of nature of business of taxpayer, and to analyze the consequence of taxation of every single transaction the taxpayer made. Finally AR could identify the existence of permanent establishment from the taxpayer?s transaction.
It is suggested to create the coordination between government agencies such as Immigration, Investment Coordinate Board and Foreign Affair Ministry to support data and information which will be very useful in identifying the existence of permanent establishment. Such exchange of infomation should always be update and the DGT should have the direct access to the information. Moreover, the capability of AR in international taxation and analyses of tax payer?s nature of business should be increased by providing them regular and continue training.
In conclusion, the synergy between the availability data and information of international transaction and the ability of tax officer to analyze the taxation of international transaction in Modern Tax Administration System may support the accurate determination of a permanent establishment, and finally may prevent the lost of tax revenue from international transaction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>