Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213969 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Tri Haryanto
"Sejak tahun 2001 telah terjadi perubahan yang cukup signifikan di dalam pola hubungan pemerintahan pusat dan daerah. Hal ini ditandai dengan telah dilaksanakannya secara resmi desentralisasi fiskal atau yang lebih dikenal sebagai otonomi daerah. Desentralisasi fiskal dijalankan di Indonesia dengan harapan membawa banyak perubahan khususnya dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.
Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan menganalisis bagaimana hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan. Dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal dapat membawa dampak negatif dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk itulah kemudian penelitian ini dilakukan dengan tujuan melakukan analisis hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi daerah khususnya provinsi di Indonesia dengan tahun pengamatan mulai 2001 hingga 2004.
Di dalam analisis digunakan model yang telah dipakai oleh beberapa peneliti lainnya yaitu ∆GSPi = a0+ a, Decentralization, +β1X1+ ε i =1??.30
dengan metode estimasi panel data sebanyak 30 provinsi di Indonesia mulai tahun 2001 hingga 2004. Di dalam analisis nantinya dipilih beberapa variabel kontrol yang terdiri dad pendidikan, pengangguran, ketimpangan daerah, infrastruktur, jumlah penduduk dan keterbukaan daerah.
Dari hasil analisis di dapat beberapa kesimpulan bahwa variabel pendidikan signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara psoitif. Sedangkan variabel pengangguran terbukti signifikan negatif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil yang berbeda didapatkan oleh variabel ketimpangan daerah, jumlah penduduk dan infrastrutur yang temyata signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. Sedangkan variabel keterbukaan daerah signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi namun kadang positif kadang negatif tergantung keberadaan variabel tersebut.
Dilihat dad indikator desentralisasi fiskal, maka indikator belanja daerah terbutki signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara negatif. Sedangkan indikator penerimaan terbukti signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. Indikator gabungan temyata tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sedangkan indikator PAD terbukti signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Susanti
"Salah satu harapan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-O1/PJ.7/2003 tentang kebijakan pemeriksaan pajak adalah agar pelaksanaan pemeriksaan menjadi lebih efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan dan konsep pertumbuhan cukup memadai dalam meyakinkan pemeriksa untuk memeriksa pos-pos pemeriksaan tertentu dan manakala diantara rasio keuangan dengan konsep pertumbuhan yang lebih sesuai digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan pemeriksaan pajak.
Penulis mencoba menganalisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan, yakni: Debt Ratio, Debt-Equity Ratio, Times Interest Earned, Current Ratio, Quick Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Accounts Receivable Turnover, Average Collection Period, Inventory Turnover, Total Assets Turnover, dan konsep pertumbuhan (Sustainable Growth Rate).
Hasil penelitian yang dilakukan pada studi kasus PT. XYZ menunjukkan bahwa analisis keuangan dengan menggunakan rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat bantu pemeriksaan sedangkan konsep pertumbuhan tidak dapat digunakan karena konsep pertumbuhan tidak mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan pemeriksaan pajak. Berdasarkan penelitian ini, penulis berkesimpulan rasio keuangan dapat memanfaatkan waktu pemeriksaan pajak yang terbatas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Robert Arthur
"Sistem keuangan publik di Indonesia sampai saat ini masih diwarnai oleh ketimpangan hubungan antara Pusat dan Daerah. Sebagian besar sumber-sumber keuangan yang potensial berada dalam kewenangan Pusat, sementara pada umumnya Daerah hanya menguasai sumber-sumber penerimaan sendiri yang kurang memadai relatif dibandingkan besar pengeluarannya. Konsekuensinya adalah Daerah menjadi amat bergantung kepada transfer dari Pusat.
Ketergantungan tersebut terasa ironis ketika negeri ini melakukan penataan ulang sistem penyelenggaraan pemerintahnnya dari sistem yang tersentralisasi menjadi sistem dengan otonomi daerah yang luas. Sejak implementasi pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 2001, Daerah (terutama Kabupaten/Kota) memiliki kewenangan politik dan administratif yang jauh lebih luas dibandingkan era sebelumnya. namun secara keuangan tingkat ketergantungannnya secara umum menjadi lebih besar.
Upaya penguatan sumber penerimaan daerah sendiri yang telah dicoba selama ini lebih terfokus kepada identifikasi sumber-sumber penerimaan (pajak-pajak) daerah yang baru dan kurang menyentuh sumber-sumber yang potensial (pajak pusat). Kemungkinan pengalihan pajak Pusat menjadi pajak Daerah (seperti misalnya PBB) atau bagi hasil dari pajak-pajak Pusat yang potensial (selain PPh orang pribadi) masih dianggap terlalu jauh.
Akibatnya upaya tersebut kurang berhasil karena hanya berkutat pada wilayah yang memang sudah sempit atau kurang potensinya. Malah yang terjadi banyak daerah berupaya kerasa mencari sumber-sumber pajak (pungutan) baru tanpa memikirkan dampaknya kepada ekonomi biaya tinggi, serta efeknya yang distortif terhadap perekonomian.
Makalah ini membahas alternatif yang saat ini mungkin masih kontroversial yakni bagi hasil PPN kepada Daerah. Ditunjukkan disini bahwa dengan mendapat bagian dari PPN Daerah akan terpacu untuk membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Ditunjukkan pula bahwa sangat terbuka kemungkinan baik Puat maupun Daerah akan memperoleh manfaat dari penerapan sistem bagi hasil ini."
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 2006
JEPI-VI-2-Jan2006-47
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Pratiwi Ningrum
"Pada pasar yang tidak sempurna, faktor pajak mempengaruhi keputusan investor atas dividen dan capital gain, yang pada akhirnya jugs mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan positif antara dividend yield dan return. Pernyataan tersebut diteliti dan diuji terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan jumlah sampel sebanyak 15 perusahaan dan pengamatan data dari tahun 1995 sampai tahun 2001. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model Brennan (After-tax Asset Pricing Model), yang digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh Alice Chui, Norman Strong dan John Cadle pada perusahaan-perusahaan di Inggris Raya. Pengolahan data menggunakan program Eviews 3.0 dengan perintah regresi majemuk menggunakan data panel.
Hasil pengamatan dan analisis secara empiris di Indonesia, menemukan hubungan yang negatif antara dividend yield dan return, yang berarti bahwa, pengaruh pajak terhadap keputusan investor maupun kebijakan dividen perusahaan, tidak signifikan. Hasil regresi juga menemukan adanya hubungan positif antara dividend yield dan capital gain. Hai ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi keputusan investor dan kebijakan dividen perusahaan yakni, Signaling view. Kebijakan dividen perusahaan merupakan signal bagi investor. Pembagian dividen mencerminkan kinerja perusahaan baik (signal positif) sehingga, mendorong investor untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut, dan sebaliknya, penurunan dividend yield atau tidak lagi membagikan dividen, merupakan signal negatif.
Penelitian ini menggunakan jumlah data pengamatan yang masih terbatas dan memerlukan model lain untuk melihat adanya pengaruh faktor pajak ataupun faktor lainnya, terhadap keputusan investor maupun kebijakan dividen perusahaan, di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji validitas hasil penelitian ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Adityo Kusumo
"Perdagangan internasional kini menjadi kunci pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pemerintah mengupayakan berbagai cara agar dapat meningkatkan perdagangan internasionalnya, khususnya ekspor. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan integrasi ekonomi berupa Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Area yang disebut dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area), dengan negara-negara anggota ASEAN (Association of South East Asian Natons). Dengan adanya upaya kerja sama tersebut, diharapkan arus perdagangan internasional masingmasing negara dan secara kawasan meningkat sehingga nantinya dapat pula meningkatkan kapasitas pajak dari masing-masing negara. Walaupun demikian, tidak menutup kenyataan bahwa masih banyak sekali terdapat hambatan terhadap perkembangan kapasitas perpajakan di kawasan integrasi ekonomi ASEAN. Untuk dapat menentukan langkah kebijakan yang tepat, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menentukan perkembangan kapasitas pajak. Faktor-faktor inilah yang penulis kaji dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini, kapasitas pajak yang akan diteliti dibatasi pada kapasitas pajak negara-negara ASEAN. Anggota ASEAN yang akan diteliti adalah enam negara ASEAN yang masa keanggotaannya paling lama, yaitu Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari institusi-institusi yang terkait dengan penelitian. Periode data tersebut yaitu dari 1990 sampai dengan 2004. Metode yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square) dengan jenis data : Data Panel. Variabel yang akan diteliti melibatkan variabel kebijakan perdagangan yang diterapkan ASEAN, yaitu kebijakan untuk tarif (AFTA). Variabel ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kapasitas pajak adalah Pendapatan per Kapita, Rasio Ekspor Terhadap PDB, dan Rasio Impor Terhadap PDB. Dengan menggunakan Model Kapasitas Pajak dan Integrasi Ekonomi (Taxable Capacity and Economic Integration), maka faktorfaktor penentu tingkat kapasitas pajak dapat diketahui. Dalam penelitian ini variabel yang signifikan mempengaruhi kapasitas pajak adalah Pendapatan per Kapita, Rasio Ekspor Terhadap PDB, Rasio Impor Terhadap PDB, dan variabel boneka Tingkat Pembangunan Masing-masing Negara. Untuk variabel boneka AFTA, ternyata tidak signifikan mempengaruhi kapasitas pajak negara-negara ASEAN."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Retno Kusumaningtyas
"Pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU No.32 /2004 dan UU No.33/2004 memberikan perubahan besar dalam pengaturan hubungan anatar Pusat dan Daerah. Kini, Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur rumah tangganya sendiri, baik dari aspek perencanaan, keuangan, maupun pelaksanaan. Dengan menganut prinsip keadilan, maka dalam kebijakan otonomi daerah tak hanya mengatur peningkatan wewenang dan tanggung jawab Daerah tetapi juga upaya manifestasi kemandirian daerah dengan memberikan kebebasan menggali sumber penerimaannya sendiri.
Dalam perkembangannya, sejak diterapkan Otonomi Daerah pada tahun 2001 hingga saat ini belum cukup memberikan gambaran peningkatan kemandirian Daerah secara finansial, sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya ketergantungan terhadap Pusat. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan bantuan dari Pusat yang tidak diimbangi oleh kenaikan PAD yang signifikan terhadap pengeluaran Daerah. Padahal kemampuan Pusat dalam memberikan subsidi ke Daerah memiliki keterbatasan.Kondisi tersebut mensyaratkan Daerah untuk siap dengan berbagai langkah terobosan untuk mengatasi masalah PAD-nya. Upaya yang selama ini umumnya dilakukan oleh Daerah adalah melakukan ekstenfikasi pajak melalui penciptaan pajak baru. Sementara alternatif lain seperti pertimbangan pendaerahan pajak-pajak Pusat yang potensial kurang mendapat sorotan.
Usulan kebijakan PBB menjadi pajak daerah diwarnai pro-kontra. Padahal jika dilihat karakteristik obyek pajaknya, PBB dapat dikategorikan dalam pajak daerah. Apalagi jika dilihat sistem pembagian penerimaannya yang hampir seluruhnya diserahkan kembali ke Daerah. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis potensi kebijakan tersebut terhadap penerimaan Daerah. Potret yang diambil dalam penelitian ini yakni seberapa besar pengaruh pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap tax effort pajak daerah di kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun waktu 2001-2003. Mengingat tax effort merupakan pendekatan atas tingkat penggunaan potensi pajak.
Penelitian ini ingin menjawab apakah dengan PBB menjadi pajak daerah mampu menstimulus pemungutan pajak di Daerah sehingga dapat mengurangi ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Variabel-variabel yang digunakan dalam penyusunan model dalam penelitian didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu dan UU perpajakan. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah panel dengan random effect untuk sampel observasi sebanyak 217 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2001-2003.
Dan dari hasil penelitian, terlihat adanya pengaruh signifikan dari pendaerahan PBB terhadap tax effort pajak daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Daerah akan menikmati manfaat yang besar dengan usulan kebijakan pendaerahan PBB tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Yusra Oktaviola
"Penelitian ini menganalisis pengaruh cash holding, leverage, dan tingkat pajak terhadap nilai perusahaan yang berkendala keuangan dan tidak berkendala keuangan. Selain itu, beberapa variabel kontrol juga dimasukkan seperti asset tangibility, ukuran perusahaan (size), dan profitability. Sampel yang digunakan adalah yang sudah terdaftar di BEI pada periode 2006-2011. Hasil yang didapat adalah cash holding, leverage, dan profitability menunjukkan hubungan signifikan terhadap nilai perusahaan yang berkendala keuangan sedangkan pada perusahaan yang tidak berkendala keuangan, leverage, tingkat pajak, asset tangibility, profitability,dan ukuran perusahaan menunujukkan hubungan siginifkan terhadap nilai perusahaan.

The aims of this research to analyze the effect of cash holding, leverage, and tax rate toward firm's value with financial constraints and financial unconstraints. This research also uses control variables such as asset tangibility, firm size, and profitability. Sample of this research are companies which listed in BEI within period 2006-2011. The finding of this research is cash holding, leverage, and profitability affect financially constrained firm value significantly. Whereas leverage, tax rate, asset tangibility, profitability and firm size affect financially unconstrained firm's value significantly."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S47631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Satrija Utara
"Usaha penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak diwujudkan dengan pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan kegiatan pelaksanaan penegakan hukum, agar peraturan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan baik. Tanpa pelaksanaan penegakan hukum akan menimbulkan ketidakadilan terhadap wajib pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar, hal ini sejalan dengan wewenang yang diberikan oleh undang-undang pada administrasi pajak. Secara teoritis pemeriksaan pajak merupakan suatu cara (mean) untuk menemukan perbedaan antara laporan komersial dan fiskal serta kesalahan penerapan aturan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Pemeriksaan pajak merupakan bagian dari administrasi perpajakan yang berfungsi untuk mengetahui sejauhmana kepatuhan wajib pajak baik formal maupun material. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan Pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang dan apakah pemeriksaan pajak tersebut memenuhi dua tujuan yaitu pencapaian target penerimaan dan penegakan hukum serta bagaimana menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan secara keseluruhan dalam rangka fungsi pemeriksaan dan penyidikan dimasa yang akan datang. Tujuan Penelitian ini yaitu menggambarkan dan menguraikan pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Menganalisis dan menjelaskan hasil pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagai pelaksanaan dari tujuan penerimaan dan penegakan hukum. Menjelaskan dan menguraikan langkah-Iangkah dalam upaya meningkatkan pemeriksaan dan penyidikan pajak dimasa yang akan datang.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan serta wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Dari hasil analisis ditemukan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan, hasil pemeriksaan RGTF merupakan pemeriksaan yang mempunyai hasil atau pajak yang harus dibayar paling besar jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan lainnnya. Hasil pemeriksaan RGTF sebesar 59% jika dibandingkan dengan total hasil pemeriksaan yang dilaksanakan di Karikpa Tangerang. Hasil pemeriksaan di Karikpa Tangerang pajak yang paling banyak temuannya adalah Pajak PPh Pasal 23/26 dan pajak yang terendah temuannya adalah PPh Pasal 21/26.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah apabila dilihat pos-pos yang diperiksa, maka mengandung unsur budgetair merupakan aspek yang paling besar prosentasenya yaitu 61.77% dalam hasil koreksi yang dilakukan terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Hasil temuan tersebut dilanjutkan dengan penagihan terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan. Upaya tersebut merupakan salah satu penekanan aspek penegakan hukum (law enforcement). Saran dalam penelitian ini adalah aspek penegakan hukum (law enforcement) yang merupakan aspek dasar dalam pemeriksaan seharusnya menjadi tujuan utama pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan pajak yang menitik beratkan pada aspek budgetair dikhawatirkan akan merusak tujuan dari pemeriksaan itu sendiri yaitu untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarno SR
"ABSTRAK
A tax reform was made by the Government of Indonesia in 1984. However, inefficiency seem to be still prevalent in the Indonesian tax system. Comparison with other countries during the period 1991 to 1994, for example, indicates that the Indonesia tax ratio is in a lower position. This thesis is intended to study the effect of the 1984 tax reform on the efficiency of the Indonesian tax system.
The level of taxation model calculates the tax ratio needed when the rate of economic growth has been determined. This model basically uses the Harrod models on economic growth as a starting point and modifies it by including tax variables. Tax capacity model correlates selected macro economic variables to the tax variables to obtain the optimum capacity of collecting tax. The tax elasticity model correlates tax elasticity with other selected economic variables. The important thing in this model is the effort to separate the growth of the tax into automatic and discretionary one. Optimization model has basically the same features with the tax capacity model, i.e., to find out the optimum tax function using certain selected variables. In the optimization model, however, objectives and constraints which are not considered in the tax capacity model are included.
The general equilibrium model includes the tax variables into the economic general equilibrium model. The econometric model developed in this thesis is basically a tax capacity type of model.
The efficiency of tax system in this study is developed using the concept of optimum "input-process-output" relationship. Output is the optimum tax collection. Input will be represented by selected economic variables. Taxes are assessed on economic activities. These activities will be reported in the macroeconomic information system where those selected economic variables are part of them. In addition to input-output relationship, the growth of taxes may also be affected by a discretionary variables (process factor). The discretionary variables, include, among others, tax policy, tax administration, tax personnel and environment. In this econometric tax modeling, the discretionary variables will be represented by a dummy variables representing tax reform.
The approach used in this study will be, first, to develop a simultaneous econometric model. The improvement on the Indonesia tax system will be tested using the model above through its dummy variable. The selected economic variables will be classified into group of activities which consist of: (1) aggregate demand; (2) balance of payment; (3) monetary; (4) government budget and; (5) aggregate supply. Variables Y (Gross domestic product), C (Consumption), I (Investment), X (Export), M (Import) and GR (Government Revenue) are selected from the aggregate demand. The balance of the payment group will be represented by X (Export) and M (Import). The monetary and government budget are represented by M2 (supply of money which indicates the economy's liquidity) and the government revenue. The aggregate supply will be represented by Y (Gross Domestic Product), number of employment (N) and Investment (I).
Description of symbols in the equations could be found in the main chapters of this thesis.
In addition to the econometric model, a non statistical analysis will also be made to support the statistical evaluation. The analysis comprises of qualitative, quantitative and correlative analysis. The qualitative analysis compares the substance of the new law against the old one. It is concluded, based on this analysis, that tax paid by the taxpayers may not decrease, although less tariff was introduced under the new law. This statement applies both for income as well as value added taxes. This conclusion has the implication that the increase in the government tax revenues will be dependent upon tax administration and law enforcement. Besides, the taxpayers' awareness and compliance will also play a role in the growth of tax revenue.
The quantitative analysis focuses on the growth and structural changes of tax revenue. There are two variables evaluated i.e., the tax revenue itself and the number of taxpayers. The average annual growth rate of tax revenue per taxpayer is 5.7% for income tax and 57.5% for value added tax. 61% of the growth rate of income tax is primarily due to the increase in the member of taxpayers while the remaining 39% is due to increase in the volume of activities. The value added tax has the reverse situation. The growth rate of value added tax is primarily due to increase in volume of activities (91 %) and the remainder is caused by the increase of taxpayers. Based on this analysis certain preliminary findings could be drawn: (1) value added tax collection is more efficient than the income tax or; (2) the effective tax rate of value added tax is higher than the income tax.
The growth analysis indicates that the value added tax grew faster than income tax. The annual growth rate of income tax were 30% and 23.5% respectively for 10 years before and after tax reform. On the other hand, the percentages for value added tax were 24% ten years before tax reform and 37.5% ten years after that. The consequences of the different growth rate above were the changes in the structure of tax revenue.
Direct taxes as a proportion to total tax revenue decreased from 41% during the period of 10 years before tax reform to 40% ten years after that. The proportion of income tax also decreased from 37.5% to 36.5% during the same period. Value added tax, on the other hand, has a different situation. The proportion of value added tax to total tax revenue has been increasing from 19% during 10 years before tax reform to 35.5% ten years after that. Meanwhile, the proportion of indirect taxes to total revenue increased from 59% to 60% during the same period.
The correlative analysis was done by relating tax revenue with selected economic variables i.e., Gross Domestic Product (Y), Export (X), Import (M), and supply of money (MD). Three types of taxes were evaluated i.e., income tax, value added tax and total tax revenue. Two method of analysis were used i.e., ratio analysis and point of elasticity. The conclusions reached based on the above analysis are:
a. The increment of value added tax revenue due to tax reform was higher than the increment of income tax.
b. Tax reform causes tax structure more regressive.
c. Tax reform seems to increase the efficiency of the Indonesia tax system.
The above conclusion is supported by data such as the fact that ratio of income tax to gross domestic product has increased from 2.54% ten years before tax reform into 3.31% ten years later. The percentages for value added tax were 1.32% before tax reform and 3.23% ten years later. The point elasticity of income tax t0 gross domestic product has increased from 1.12 to 1.42 during the same period. The related numbers for value added tax are 0.08 and 2.35, respectively.
The statistical test performed, using time series data of 1973174 to 1993194, concluded that the model is not fit to be used for estimation. Revision to the model, using logarithmic form, come up with the new one as follows:
(1) In Typph = 5,75 - 1,25 In Y-0,11 In I.2 + 0,54 In X + 0,40 In MD
(0,00) (0,00) (0,01) (0,00) (0,00) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,79
(2) In TYPPN = 0,36 In 1.2 + 0,38 In X - 0,82 In M + 0,14 In MD - 0,25 TR
(0,00) (0,00) (0,00) (0,01) (0,07) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,87
(3) In TYOT = 4,56 - 0,80 In Y + 0,55 In X (0.00) (0,00) (0,00) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,76
(4) In C 0,90 In Y (0,00) Calculated F: NIA Adj. R-Squared: 0,96
(5) In I = -3,33 + 1,18 In Y (0,00) (0,00) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,99
(6) In X = 0,80 In MIGAS (0,00) Calculated F: N/A Adj. R-Squared: 0,87
(7) In M = 0,88 In Y (0,00) Calculated F: NIA Adj. R-Squared: 0,96
(8) In MD = -9,21 - 0,45 In r + 2,07 In Y (0,00) (0,01) (0,00) Calculated F: 0,00
Adj. R. Squared: 0,95
(9) In GR = 2,42 + 0,93 In FA (0,00) (0,00) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,99
(10) In Y = 0,17 In N + 0,82 In I (0,00) (0,00) Calculated F: 0,00 Adj. R-Squared: 0,99
It should be noted that with such revision, the type of the model has been changed from tax capacity to tax elasticity model. Significant results were obtained for all equation in the model during the statistical test using Seemingly Unrelated Regression (SUR). Interpretation of the coefficients of the tax equations in the revised model concludes that:
a. Income tax has a negative elasticity relationship with gross domestic product (Y) and Investment two years lag (L2). Elasticities between income tax and export (X) and supply of money (MD) are positiive.
b. Value added tax has a negative relationship with import (I) and tax reform (TR). Positive elasticity was obtained between value added tax and two years lag investment (L2), export (X) and supply of money (MD).
c. Other taxes has a negative elasticity relationship with gross domestic product (Y) and a positive relationship with export (X).
The implication of the above results can be summarized below:
a. Tax reform has an effect on the collection of income tax. The growth of this tax was basically due to automatic growth instead of discretionary one. Meanwhile, although tax reform has an effect on the collection of value added tax, the effect was negative, meaning that tax reform did not improve the efficiency of the tax system.
b. The growth of income tax did not have a relationship with the growth of gross domestic product and two years lag of investment. This is an abnormal situation which could be interpreted that the efficiency of the income tax collection can still be improved. The positive relationship between the growth of income tax and export and supply of money is deemed to be appropriate.
c. Value added tax grew negatively if it is related to the growth of import. Additionally, this model indicates that the growth of value added tax does not have any relationship with the growth of gross domestic product. These two phenomena seem to be abnormal. It could be an indication that the efficiency of the value added tax collection can still be improved. The positive relation between values added tax and export, two years lag investment and supply of money is deemed to be appropriate.
d. Other tax has a negative relation with the growth of gross domestic product. Efficiency improvement is still probable with this kind of tax. Positive relationship with export is deemed to be appropriate.
This study comes up with certain recommendations as follows:
1. The efficiency of income and value added tax collection can still be improved. Improvement should be made on tax administration, law enforcement and certainty and clarity on rules and regulation.
2. The policy on final withholding on income tax should be implemented prudently. This policy may cause the tax system more regressive. The tax object selected should be focused on those related to individual taxpayers rather than corporate taxpayers. Additionally, the final tax withholding should be assessed on the lower income group representing the mass taxpayers.
3. Tax model should be used in the projection of tax revenue. By doing this, more justification could be provided when determining. the target for tax revenue. Additionally, this model could be used as a tool for analyzing the effects of any policies issued by the Government relating to the variables (sectors) included in the model. Preferably the tax model should be combined with the general equilibrium model of the Indonesian macro economy.
4. Tax reform has been proven as being able to increase tax revenue. It is recommended that similar reforms could be made on other taxes and non tax revenue. Attention should be made on non tax revenue, because there is a great potential to develop revenue from this sector. Pricing of the Government services should be reconsidered. At present the pricing of such services does not consider the cost of providing it mainly because it is assumed that the cost would be recovered through taxes. In the context of globalization, however, reconsideration of government services pricing is a must. By doing this, the efficiency of the whole economy may be increased. It should be noted, however, that a cross subsidy concept should also be considered in the pricing process.
5. This study also indicates that the structure of tax revenue is becoming more and more regressive. Attention should be made on income tax. Tax collection efficiency should be improved. The tax payers awareness and compliance program should be focused on this tax. The extensification program should always be continued. Meanwhile, tax rules and regulation should always be kept updated. Law enforcement should be focused on middle class individual (corporate) tax payers.
6. This study also conclude that the tax reform does not have a significant impact to the efficiency of income tax collection system. The learning period needed to reach optimum condition need to be extended. It is therefore recommended that fundamental changes should be avoided. Efforts should continually be made on the improvement of the present system, both internally and externally. The internal improvement includes updating of rules and regulations, computerization of data system and procedures and staff development. External improvement includes, extensification program, law enforcement and integration with other supporting systems such as legal and accounting.
We hope that this study will benefit the readers and stimulate other more comprehensive studies to be made."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
336.2 KEB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>