Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indiana Ngenget
"Penelitian ini dilakukan pertama, untuk menganalisis faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya kekerasan oleh aparat Kepolisian dalam kasus Wasior tahun 2001. Kedua, untuk menganalisis mengapa kekerasan dalam konfiik Wasior tahun 2001 berkembang menjadi masalah politis. Ketiga, untuk melihat bagaimana dampak kekerasan oleh aparat Kepolisian bagi masyarakat di Wasior.
Asumsi teoritik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori negara, teori kekuasaan, teori kebijakan, teori integrasi nasional, teori pertahanan dan keamanan , teori konflk, teori kekerasan, teori hak asasi manusia (HAM),teori otonomi daerah, teori hak ulayat. teori ekonomi politik kekerasan (poiiticai economy of violence), Penelitian ini menggunakan metode kualitaiif dengan teknis analisa deskripiif analitis. Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah kajian dokumen serta kepustakaan, dipadukan dengan wawancara secara terbatas.
Temuan dari penelitian ini adalah tanah Papua sebagai Salah salu provinsi di Indonesia yang subur akan konfIik. Sehingga sejarah konflik yang panjang di daerah ini, menyebabkan peristiwa kekerasan senantiasa muncul dengan berbagai faktor yang melingkupinya dalam skala Iuas, baik yang dilakukan oleh aparat negara lndonesia,TNI dan Polri ataupun oleh berbagai komponen masyarakat sipil Papua dengan orientasi politik dan kepentingan masing-masing. Gambaran potensi konflik dan kekerasan yang meluas, menandakan kekerasan di tanah Papua bisa datang dari berbagai faktor yang saling berkaitan dan dapat dipetakan variabel mana saja yang paling potensial mempengaruhi terjadinya kekerasan.
Secara umum kasus Wasior ini dapat mencerminkan berbagai kasus konflik dan kekerasan yang ditengarai oleh masyarakat bahwa aparat negara, TNI dan Polri kerap melakukan bisnis keamanan (security Business) di daerah rawan konflik, tidak terkecuali di Papua. Hal ini rnenggambarkan bahwa masalah keamanan merupakan private business di negara ini,dimana pihak yang bisa membayar aparat keamanan akan memperoleh iasa keamanan. Umumnya aparat negara melakukan pembenaran atas kehadirannya di area komersial sumber daya alam, berpijak sebagai tugas pengamanan obyek vital strategis negara, namun hal ini tidak dapat diterapkan dalam kasus wasior tahun 2001.
Hasil dan analisis menunjukkan bahwa Konflik dan kekesasan dalam kasus Wasior tahun 2001, sejatinya tidak hanya mengabaikan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dari masyarakat di seputar Wasior, namun juga menggambarkan pola lama dan aparat negara Indonesia,TNl dan Polri dalam melakukan pembenaran atas semua kebijakan penanganan keamanan di Iapangan yang sangat represif. Aparat Polri mengadakan pengalihan atau pengaburan masalah, dari permasalahan ekonomi dan sosial budaya semata menjadi permasalahan politis melaIui politik stigmanisasi (separatis).
Implikasi teoritik dari penelitian ini adalah adanya benang merah antara pemasalahan konflik dan kekerasan di tanah Papua dengan sisi historis proses integrasi suatu wilayah yang dilakukan oleh negara dengan segenap kekuasaan dan otoritasnya. Eksistensi kedaulatan negara diwujudkan oleh berbagai kebijakan negara yang terkadang menafikan nilai-nilai dasar dari hak-hak rakyat sipil yang menuntut pengakuan atas nilai adat dan budayanya. Aparat negara dalam hal ini Kepolisian telah meluaskan perannya dalam area komersial sumber daya alam dan melakukan kekerasan secara kasat mata dalam menangani suatu konflik."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Routlegde , 2001
301 ANT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqy Azhar Hafizh
"ABSTRAK<>br>
Artikel ini membahas mengenai kekerasan kolektif yang terjadi dalam konflik antarorganisasi masyarakat Forum Betawi Rempug FBR dan Pemuda Pancasila PP . Konflik antarkedua organisasi masyarakat ormas ini seringkali terjadi di wilayah Jakarta, Tangerang, dan juga Depok dalam rentang tahun 2011 hingga 2016. Penulis berasumsi bahwa kekerasan kolektif yang terjadi dalam konflik antarormas FBR dan PP ini termasuk kedalam perilaku kolektif. Hasil analisa penulisan menunjukan adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan kolektif dalam konflik antarkedua ormas ini. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor kondusifitas struktural berupa kemajemukan wilayah konflik dan penandaan wilayah kekuasaan; faktor ketegangan struktural berupa pertentangan ekonomi seperti perebutan lahan; faktor tumbuh dan berkembangnya keyakinan umum berupa anggapan ormas lawan adalah musuhnya dan adanya sifat kekerasan yang melekat dalam kedua ormas; faktor pencetus berupa pencopotan atribut ormas, perusakan posko ormas, adanya provokator, dan adanya emosi; faktor mobilisasi berupa konsolidasi ikatan-ikatan dalam kelompok dan ukuran kolektivitas sehingga terjadi kekerasan kolektif; dan pengoperasian pengendalian sosial yang bersifat formal dan non-formal.

ABSTRACT<>br>
This article discusses the collective violence that occurred in the conflict between Forum Betawi Rempug FBR and Pemuda Pancasila PP community organizations. Conflicts between these two community organizations often occur in Jakarta, Tangerang and Depok areas from 2011 to 2016. The author assumes that the collective violence occurring in the conflict between FBR and PP organizations is included in collective behavior. The result of the writing analysis shows the factors that cause the collective violence in conflict between these two community organizations. These factors are the structural conduciveness factors in the form of territorial marking and the plurality of the conflict areas structural strain factor in the struggle for land due to economic factors growth and spread of a generalized belief factors in the assumption of opponent that mass organizations are enemies and the existing stereotype of the two organizations precipitating factors in the form of removing attributes of mass organizations, destruction of community organizations posts, the presence of provocateurs, and the emotions mobilization factor in the form of consolidation of bonds within the group and the collectivity measure so that collective violence occurs and the operation of formal and non formal social controls."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yal Robiansyah
"Penelitian ini, meneliti tentang faktor penyebab kekerasan massa oleh FPI terhadap tempat hiburan di kawasan Kemang Jakarta Selatan dan kekerasan massa FPI di kantor majalah Playboy Indonesia. Penelitian ini mengunakan jenis penelitian studi kasus, data yang digunakan dengan mengunakan data kualitatif sedangkan teknik pengumpulan datanya melalui wawancara secara mendalam dan observasi penulis di lapangan. Dari hasil penelitian tentmg kekerasan massa FPI terhadap tempat hiburan di kawasan Kemang. Penulis dapat menyimpulkan bahwa kekerasan massa PPI disebabkan oleh:
Pertama, adanya tempat hiburan yang melakukan pelanggaran jam operasional di saat bulan Ramadhan, sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan dalam Perda No. 10 tahun 2004. Kedua, adanya tempat hiburan yang menyalahi ijin usaha dan fungsi yang sebenarnya. Ketiga, tidak adanya respon dari pemerintah dan aparat Kepolisian terhadap aspirasi dan tuntutan PPI serta umat Islam yang menghendaki seluruh tempat hiburan yang mempasilitasi kemaksiatan agar menutup usahanya pada saat bulan puasa Ramadhan. Keempat, FPI melihat tidak berfungsinya aparat Pemda DKI dan aparat kepolisian bahkan menurut FPI mereka terkesan membiarkan pelanggaran aturan tersebut terlebih-lebih aparat juga tidak melakukan pengawasan dan tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap tempat hiburan yang melanggar. Kelima, sebagai bentuk keprihatinan FPI terhadap berbagai kemaksiatan yang terjadi di tempat-tempat hiburan khususnya di masyarakat. Keenam, adanya kondisi yang dapat memicu FPI melakukan tindakan kekerasan, yakni munculnya serangan balasan oleh pihak Iain dalam bentuk aksi peenghadangan jalan menuju tempat hiburan yang menjadi sasaran aksi FPI.
Adapun faktor penyebab kekerasan FPI terhadap majalah Playboy adalah:
Pertama, diabaikan seruan dan beberapa tokoh masyarakat, anggota DPR, pemerintah dan ormas-ormas Islam agar pihak Playboy Indonesia menghentikan penerbitannya.
Kedua, aparat hukum Iamban dan tidak melakukan tindakan apa-apa atas terbit dan beredar luasnya majalah playboy di masyarakat.
Ketiga, telah terjadi kebohongan publik yang dilakukan oleh pihak Playboy Indonesia yang akan menampilkan gambar dan foto-foto yang sopan dan tidak menyuguhkan foto telanjang. Keempat, dengan terbit dan beredarnya majalah Playboy di Indonesia.
Hal tersebut membawa citra dan preseden yang buruk bagi Indonesia di mata umat Islam di seluruh dunia, sebab Indonesia sebagai penduduk yang mayoritas penduduknya beragama Islam 'seakan-akan' telah membolehkan beredarnya majalah Playboy. Adapun dampak yang diakibatkan dari kekerasan massa FPI telah mengakibatkan kerugian/ korban fisik, material, dan non materil dari kedua sasaran aksinya tersebut.

This research, checking about factor cause of mass violence Islamic Defender Front (FPI) to hotspot in area Kemang South of Jakarta and mass violence FPI in office Indonesian Playboy magazine. This research is utilizing type of case study research, data used by utilizing is data qualitative, while technique of its data collecting though interview exhaustively and observation of writer in field. Prom result of research about mass violence by FPI to hotspot in area Kemang. Writer can conclude that mass violence FPI because of :
First, existence of hotspot conducting collision clock of operational in moment of month Ramadhan, as which have been arranged and specified in Perda No. 10 Year 2004.
Second, existence of hotspot trespassing permission of is effort and the function which in fact.
Third, inexistence of respon from government and guard of police to aspiration and demand of FPI and also people of Islam wanting entire all hotspot which providing of immorality in order to close effort at the time of Ramadhan. Fourth, FPI see do not function it worker of Local government of DKI and guard of police even according to their FPI impress to let collision of the order, is more security guard nor conduct observation and do not give coherent sanction to hotspot which impinge. Fifth, as form of concern of FPI to various immorality that happened in hotspot specially in society. Sixth, existence of condition which can trigger FPI conduct action violence, namely appearance of counterattack by other party inthe fonn of action block walke to go to hotspot becoming target of action PPI.
As for factor cause of mass violence by FPI to Indonesian Playboy magazine is:
First, disregarded of exclamation from some elite figure, member DPR, governmental and Islamic organizations in order to side Indonesian Playboy magazine discontinue his publication.
Second, slowgoing worker law and do not conduct action something for published and circulate playboy magazine broadness in society.
Third, have been happened by the public falsehood conducted by Indonesia Playboy party to present photos and picture respectably and do not serve naked photo. Fourth, risingly and circulate it the Playboy magazine in Indonesia.
The mentioned bring ugly and prescden image for Indonesia in Islam people eye in all the world, Indonesia cause as resident which its majority resident believe in Islam 'likely' have enabled to circulate it the Playboy magazine. As for impact resulted from mass FPI violence have resulted loss or physical victim, material, and non materil from his action target second.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christie, Daniel J.
New Jersey: Prentice-Hall, 2001
303.6 CHR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fajrian Rizki
"Perkelahian antar pelajar sepertinya memang menjadi persoalan klasik, namunperkembangannya menjadi perkelahian duel gladiator yang telah memakan korbanyaitu Hillarius Christian Even raharjo menjadikan fenomena tren kenakalanremaja ini tidak bisa di sepelekan lagi, Hillarius Christian Even Raharjomerupakan salah satu di antara banyak pelajar yang menjadi korban trenaktualisasi diri dari budaya kekerasan pelajar sekarang ini, dimana adanya istilah ldquo;pentolan rdquo; pada suatu sekolah menjadikan dasar terciptanya budaya baru ini.Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapanstrategi pemolisian dalam mencegah fenomena duel gladiator di kalangan pelajarSMA Kota Bogor; studi kasus kekerasan yang menewaskan siswa SMA BudiMulia Hillarius Christian Even Raharjo sehingga ke depannya dapat menjadiacuan dan pedoman dalam mencegah terjadinya budaya kekerasan yang terjadi dikalangan pelajar Kota Bogor. Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukanpenulis adalah melalui pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data yangberasal dari naskah wawancara dan dokumen resmi. Teknik analisis datadilakukan dengan cara pengumpulan data, reduksi data, dan display data.Penelitian ini diketahui bahwa karakteristik dalam konflik perkelahian pelajaran ldquo;bomboman rdquo; yang dilakukan oleh SMA Budimulia dan SMA Mardiyuanatermasuk di dalam pola delikuensi sistematik yaitu di lakukan secara sistematiskarena ada norma, aturan, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti setiap siswayang terlibat perkelahian. Faktor-faktor penyebabnya adalah pengaruh diri sendiri,pengaruh keluarga, pengaruh sekolah, dan pengaruh lingkungan sosial. PolrestaBogor Kota dalam penerapan program Pre-emtif kepolisian, dengan melakukanpendidikan masyarakat atau pembinaan penyuluhan yang ditujukan langsungkepada sekolah ndash; sekolah yang dapat menimbulkan konflik perkelahian di luarjam pelajaran sekolah.

Student fights seem to be a classic problem, but its development into a gladiator fight that has been sacrificed victim is Hillarius Christian Even raharjo make thephenomenon of juvenile delinquency trends this cannot be in funny moment,Hillarius Christian Even Raharjo is one of many students who become victims thetrend of self actualization of the current student violence culture, where the term frontman in a school makes the basis for the creation of this new culture. In thisstudy the authors aim to know how the implementation of policing strategies inpreventing gladiator duel phenomenon among high school students Bogor City acase study of violence that killed high school students Budi Mulia HillariusChristian Even Raharjo so that in the future can be a reference and guidance inpreventing the occurrence of culture of violence that occurred among studentsBogor City. In this research, the writer approach is through qualitative approachby collecting data from interview script and official document. Data analysistechniques performed by data collection, data reduction, and display data. Thisresearch is known that the characteristic in conflict of bomboman battle lessonconducted by high school Budimulia and high school Mardiyuana is included inpattern of systematic deliquency that is done systematically because there arecertain norms, rules and habits to be followed by every student involved infighting. The causal factors are self influence, family influences, schoolinfluences, and the influence of the social environment. Bogor Kota Police in theimplementation of Pre emtive Police program, by conducting communityeducation or counseling counsel directed directly to schools that can lead toconflict fighting outside school hours.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putri Fauziah
"Kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejak tahun 2020 merupakan satu upaya dalam sektor pendidikan dengan harapan seluruh anak usia sekolah tetap dapat memperoleh hak belajarnya di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun, pada implementasinya PJJ mengalami banyak kendala di lapangan, demikian juga yang terjadi pada sejumlah peserta didik di sekolah X, di antaranya seperti fasilitas belajar yang tidak memadai (gadget, kuota internet, sinyal). Selain itu, faktor dari lingkungan keluarga di mana tuntutan orang tua untuk mendampingi anaknya belajar dari rumah, minimnya kemampuan dan pengetahuan orang tua akan skema PJJ itu sendiri, kesulitan ekonomi rumah tangga akibat pandemi, yang semuanya menjadikan eskalasi beban orang tua meningkat dan cenderung melampiaskan kekesalan pada anak sehingga memicu kekerasan domestik. Jenis kekerasan yang kerap terjadi pada anak di sekolah X adalah kekerasan verbal, penelantaran, dan paling sering eksploitasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan in-depth interview terhadap pihak/lembaga yang terlibat. Hasil penelitian ini menyajikan bagaimana berubahnya aktivitas-aktivitas rumah tangga selama pandemi yang bersifat situasional dan kedaruratan sehingga dapat dilihat melalui routine activity theory (Cohen, 1979) serta bagaimana kekerasan domestik tersebut berhubungan dengan kontrol orang tua terhadap anak menurut power control theory (Hagan, 1985).

The distance learning policy (PJJ) since 2020 is an effort in the education sector with the hope that all school-age children can still obtain their learning rights in the midst of the Covid-19 pandemic in Indonesia. However, in its implementation, school from home encountered many obstacles in the field, as well as a number of students in school X, such as inadequate learning facilities (gadgets, internet quota, signals). In addition, factors from the family environment where the demands of parents to accompany their children to study from home, the lack of ability and knowledge of parents about the PJJ scheme itself, household economic difficulties due to the pandemic, all of which have increased the burden on parents and tend to vent their frustration. children, leading to domestic violence. The types of violence that often occur in children at school X are verbal violence, neglect, and most often exploitation. This study uses a qualitative method with an in-depth interview approach to the parties/institutions involved. The results of this study present how changes in household activities during a situational and emergency pandemic can be seen through routine activity theory (Cohen, 1979) and how domestic violence is related to parental control of children according to power control theory (Hagan, 1985). )."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Madeira Anggita Putri
"Perkebunan sawit merupakan sektor dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia. Konflik yang terjadi pada sektor perkebunan sawit kerap memunculkan aktivitas yang didalamnya melibatkan penggunaan kekerasan. Tugas Karya Akhir ini bertujuan untuk menganalisis konflik kebun sawit di Desa Bangkal dan mengidentifikasi kekerasan yang muncul sebagai bagian dari proses eskalasi konflik. Dalam tulisan ini, data terkait kasus konflik kebun sawit PT. HMBP 1 dan Masyarakat Desa Bangkal dikumpulkan melalui kajian kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan Teori Segitiga Konflik. Hasil analisis menemukan bahwa kedua aktor yang berkonflik mengembangkan sikap negatif terhadap satu sama lain akibat adanya pertentangan terkait pengelolaan tanah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku, baik koersif maupun non koersif. Konflik ini bereskalasi melalui lima tahapan, yaitu mobilisasi, perluasan, polarisasi, disosiasi, dan jebakan. Dari lima tahap tersebut, empat diantaranya melibatkan dua jenis kekerasan, yakni kekerasan struktural dan kekerasan langsung, seperti ancaman kekerasan, penembakan gas air mata, dan penembakan menggunakan senjata api.

Oil palm plantations are the sector with the highest number of agrarian conflicts in Indonesia. Conflicts in the oil palm sector often involve activities that include the use of violence. This Final Project aims to analyze the oil palm plantation conflict in Bangkal Village and identify the violence that emerged as part of the conflict escalation process. In this paper, data related to the palm oil plantation conflict between PT. HMBP 1 and The Bangkal Village Community were collected through literature review and analyzed using the Conflict Triangle Theory. The analysis found that both conflicting parties developed negative attitudes towards each other due to disagreements over land management, manifested in various forms of behavior, both coercive and non-coercive. This conflict escalated through five stages, namely mobilization, enlargement, polarization, dissociation and entrapment. Among this five stages, four of them involve two types of violence, structural violence and direct violence, such as threats of violence, tear gas and firearms shootings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Taufikurrahman Badruzzaman
"Pada studi terdahulu, ekspresi emosi pelapor ditemukan berperan dalam mempengaruhi persepsi kredibilitas laporan kasus kekerasan seksual. Meskipun ekspresi emosi pelapor tidak berkaitan dengan kejujuran dan kebenaran laporan, laporan yang menunjukkan pelapor dengan ekspresi emosi negatif ditemukan lebih dipersepsikan kredibel dibanding laporan dari pelapor dengan ekspresi emosi netral atau disebut juga sebagai Emotional Victim Effect (EVE). Untuk lebih jauh memahami pengaruh EVE pada persepsi kredibilitas laporan kasus kekerasan seksual, peneliti melakukan penelitian eksperimen dengan melibatkan petugas kepolisian Indonesia (N=140) yang direkrut melalui Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian dan Unit Pengaduan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya. Partisipan polisi mendapatkan video stimulus yang berisikan tayangan seorang perempuan dewasa muda melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Peneliti melakukan manipulasi variabel ekspresi emosi yang mempresentasikan pelapor dengan ekspresi emosi negatif dan ekspresi emosi netral. Temuan utama menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari ekspresi emosi negatif pelapor terhadap persepsi petugas polisi terkait kredibilitas laporan kekerasan seksual. Namun, temuan eksploratif menunjukkan adanya kehadiran EVE pada dua aspek persepsi kredibilitas laporan dari pelapor dengan ekspresi emosi negatif. Temuan penelitian ini menyarankan adanya peningkatan kapasitas bagi petugas polisi terkait isu korban kekerasan seksual dan juga pengembangan metode dalam investigasi kredibilitas yang lebih objektif dan akurat.

Previous studies shown that the emotional expression of complainant was found to play a role in influencing the credibility of sexual violence allegation report cases. Although complainant's emotional expression is not related to the honesty and veracity of the complainant's statement, reports from complainant with negative emotional expressions were found to be perceived as more credible than reports from complainant with neutral emotional expressions or also known as the Emotional Victim Effect (EVE). To further understand the effect of EVE on perceived credibility of sexual violence case reports, researcher conducted an experimental study involving Indonesian police officers (N=140) who were recruited from Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian and Special Unit for Women and Children Case or Unit Pengaduan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya. Police participants received a stimulus video containing footage of a young adult woman reporting sexual violence she had experienced. Present study manipulated the emotional expression variable which presented the complainant with negative emotional expressions and neutral emotional expressions. The main finding show that there is no significant effect of complainant's negative emotional expressions on police officer perceptions regarding the credibility of the sexual assault report. However, exploratory findings indicate the presence of EVE on two aspects of the perceived credibility of report from complainant with negative emotional expressions. The findings of this study suggest capacity building for police officers regarding the issue of victims of sexual assault and also the development of methods in investigating credibility that are more objective and accurate."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yapina Widyawati
"ABSTRAK
Konflik yang berkepanjangan di Ambon menimbulkan berbagai macam kerugian baik fisik maupun psikologis. Sampai tahun 2000, akibat konflik dan kekerasan di Maluku tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka-luka,ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konnik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam dan luar Maluku (Corputty, 2000).
Kerusuhan dan konflik yang berkepanjangan akan menguras tenaga, pikiran dan harta benda korban Bersamaan dengan itu, trauma dan stress yang diderita akibat adanya konflik akan membekas pada diri manusia yang mengalaminya. Ketakutan dan hilangnya rasa aman menyebabkan mereka merasa Iumpuh dan tak berdaya (Ida Kaplan & Diana Orlando, 1998; Mona
Macksound, 1993 dalam Hadis, 2002).
Pengalaman sosial psikologis tersebut akan membentuk reaksi trauma pada diri panderita Melihat seseorang terluka "atau terbunuh, mengalami bencana dan kecelakaan adalah hal yang paling banyak membuat orang mengaiami trauma (Resick, 2001). Mereka selalu dalam ketakutan, selalu siap siaga tanpa tahu apa yang akan terjadi (Hadis, 2002).
Penanganan penuh dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait campur tangan atau intervensi dari pihak Iain diperiukan bagi anak-anak karena dampak dari konflik bersenjata ini mengenal diri mereka. Berkaitan dengan proses penanganan anak-anak korban konflik bersenjata ini, perlu dipahami ape yang terjadi dalam dirinya, dalam hal ini gambaran emosionalnya, agar intervensi yang dilakukan optimal, sesuai dengan keadaan anak tersebut.
Gambaran emosional anak-anak dapat diketahui dengan alat bantu. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah alal tes psikologi berupa teknik proyeksi dengan menggambar. Salah satu tes menggambar yang dapat digunakan adalah human Hgure drawings (HFDS). Dari penelitian ini ingin dilihat bagaimana gambaran emosional anak-anak berusia 10 - 12 tahun yang menjadi korban konfiik di Ambon dan sekitamya dilihat dari tes menggambar orang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa hasil gambar orang dari anak-anak korban konflik di Ambon dan sekitarnya berjumlah 45 anak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak korban konfllk di Ambon dan sekitarnya menunjukkan adanya perasaan tidak aman dan tidak mampu serta depresi. Dari gambar menunjukkan juga adanya kecemasan pada diri mereka. Anak-anak mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan Iingkungan serta cenderung menarik diri Mereka juga tampak impulsif dan kurang kontrol diri. Terlihat juga adanya ketegangan seria kecenderungan acting-out dan berorientasi pada masa lalu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>