Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fithrorozi
"Negara yang kaya sumber daya alam lebih memprioritaskan upaya ekplorasi dan eksploitasi untuk tujuan ekspor, bukan untuk meningkatan nilai tambah sumberdaya daya alam itu sendiri seperti yang banyak dilakukan oleh negara miskin sumberdaya alam. Dengan meningkatkan ekspor sumberdava alam negara tersebut dapat mangimpor barang dan jasa yang dibutuhkan. Itulah sebabnya peranan industri manufaktur dalam struktur produksi negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah cenderung relatif kecil dan perubahannya relatif lebih lambat bila dibanding dengan negara yang miskin sumber daya alam (UNINDO, 1992).
Pemerintah Kota menetapkan Visi menjadi kota Pangklpinang sebagai kota pusat perdagangan regional, jasa dan industri yang berdaya saing di tahun 2014 dengan misi memacu perkembangan sektor perdagangan, jasa, dan industri yang berbasi5 lokal dan menciptakan sumberdaya yang berkeunggulan kompetitif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Pangkalpinang (Renstra Kota Pangkalpinang 2004-2008).
Strategi pengembangan industri dengan (1) Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai (value chain) dari industri termasuk kegiatan dari industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), industri penyedia infrastruktur, dan industri jasa penunjang lainnya; (2) Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun kompetensi inti; (3) Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam industri, dan memfokuskan pada penggunaan sumber-sumber daya terbarukan (green product). (Arief, 1992).
Sementara kondisi perekonomian Kota Pangkalpinang pada tahun 2002 menunjukan bahwa barang dan jasa yang dihasilkan oleh produksi domestik sebesar 561,2 milyar rupiah yang berasal dari output sektor industri manufaktur sebesar 234,83 milyar rupiah atau 41,85% dan sektor jasa sebesar atau 21,59 % sedangkan sisanya berasal dari sektor primer dan sektor utilitas. Hal ini menunjukan sektor industri manufaktur lebih mampu memanfaatkan input yang tersedia dibandingkan sektor jasa.
Meskipun telah menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan, akan tetapi masih banyak dijumpai permasalahan yang dihadapi: (1) bagaimana keterkaitan antara sektor jasa dan industri manufaktur dengan sektor perekonomian lainnya di Kota Pangkalpinang dalam menciptakan keberagaman sumber perekonomian (2) seberapa besar dampak pengembangan sektor jasa dan industri manufaktur terhadap output dan pendapatan masyarakat Kota Pangkalpinang.
Menyikapi permasalahan tersebut diatas perlu dilakukan (1) identifikasi keterkaitan antar sektor industri manufaktur dan jasa dalam menentukan sektor unggulan dan sektor prioritas, (2) identifikasi dampak peningkatan output dan pendapatan jika konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto dan permintaan ekspor meningkat.
Untuk itu digunakan model input output tertutup, dimana sektor rumah tangga dimasukkan kedalam struktur produksi, sehingga dampak terhadap penciptaan output dan pendapatan akan semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizal Farid
"Kota Makassar memiliki posisi yang sangat strategis, yakni sebagai pusat ibukota sekaligus sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut merupakan peluang tapi juga ancaman apabila tidak dapat mengelola dan mengembangkan potensi daerah secara efisien dan efektif. Sebagai peluang adalah karena dapat menjadi pusat produksi dan distribusi barang dan jasa, baik dalam lingkup Propinsi Sulawesi Selatan maupun di Kawasan Timur Indonesia/Nasional. Sebagai ancaman adalah akan digantikan oleh posisi daerah lain apabila tidak dapat memanfaatkan posisi strategis tersebut.
Penelitian ini berusaha menganalisis sektor-sektor strategis dan kebijakan peningkatan daya tarik investasi di Kota Makassar. Sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, yakni sektor-sektor yang mempunyai keunggulan ekonomi, baik dalam lingkup Propinsi Sulawesi Selatan maupun secara Nasional. Metode yang digunakan adalah analisis pertumbuhan ekonomi, analisis peranan sektor dalam PDRB, analisis location quotient (LQ) dan analisis shift share. Sedangkan analisis yang digunakan untuk mengetahui kebijakan peningkatan daya tarik investasi pada sektor¬sektor strategis Kota Makassar adalah pendekatan analytic hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor-sektor yang mempunyai keunggulan dibandingkan sektor sejenis dalam lingkup Propinsi Sulawesi Selatan adalah sektor industri pengolahan (subsektor industri makanan dan minuman; dan subsektor industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya); sektor perdagangan, hotel dan restoran (subsektor perdagangan besar dan eceran); serta sektor angkutan dan komunikasi (subsektor angkutan). Sedangkan sektor jasa jasa merupakan sektor cukup potensial untuk dikembangkan dimasa depan, karena mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi dan adanya dukungan sumberdaya alam (jasa pariwisata bahari).
Sementara hasil analisis AHP menunjukkan bahwa dalam peningkatan daya tank investasi di Kota Makassar, prioritas yang perlu diperhatikan adalah adanya perbaikan kelembagaan (khususnya kepastian hukum); infrastruktur fisik (penyediaan infrastruktur fisik); sosial politik (kondisi keamanan); ekonomi daerah (peningkaran PDRB per kapita); dan tenaga kerja dan produktifitas (biaya tenaga kerja).
Dengan mengidentifikasi sektor-sektor strategis dan peningkatan daya tarik investasi, maka diharapkan Pemerintah Daerah dapat mengarahkan segala kebijakan untuk mengembangkan pada sektor-sektor strategis dengan mendorong investasi di Kota Makassar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Syaifudin R.
"Sejak digulirkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi. Daerah, setiap daerah diharapkan dapat mengembangkan wilayahnya secara optimal (baik pemerintahan maupun perekonomiannya) tanpa harus selalu tergantung dari Pemerintah Pusat.
Untuk meningkatkan perekonomian daerah, Pemerintah Daerah perlu mengidentifikasikan sektor-sektor mana saja yang mempunyai potensi besar dan dapat dikembangkan untuk kemajuan daerah Kabupaten/Kota masing-masing , begitu juga Kota Depok.
Kota Depok yang baru berdiri sebagai Kotamadya (sekarang Kota) berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 1999 tepatnya tanggal 27 April, 1999, namun harus dipaksa dapat bersaing dengan wilayah lainnya terutama di propinsi Jawa Barat untuk meningkatkan perekonomiannya karena tidak lama setelah berdirinya kota Depok Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah lahir, sedangkan penataan baik personil, lembaga, perlengkapan maupun data sangatlah minim namun tetap harus ditata untuk kesiapannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, penulis meneaba untuk mengidentifikasikan sektor-sektor mana dalam PDRB Kota Depok (tahun 1995 s.d. tahun 1999) yang mungkin dapat dikembangkan menjadi sektor unggutan bagi Kota Depok. Hal ini penting karena dengan mengetahui sektor-sektor unggulan, maka perencanaan kota Depok diharapkan dapat dibuat dengan baik dan tepat sesuai dengan sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komperatif (Comparative Advantage), sehingga Pemerintah Kota Depok dapat mengembangkan sektor-sektor unggulannya yang pada akhirnya dapat meingkatkan PDRB Kota Depok dimasa yang akan datang dan dapat melaksanakan Otonomi di bidang Perekonomian dengan baik.
Selain itu juga penulis mencoba untuk mengidentiftkasikan keunggulan kompetitif pada Sumber Daya Manusia di Kota Depok dengan cara melihatnya dari investasi di bidang pendidikan dari pengeluaran APBD , angka partisipasi murni (APM) , dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dari data SDM tersebut diharapkan dapat diketahui seberapa siap Sumber Daya Manusia di Kota Depok dalam menghadapi Otonami Daerah dan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Dengan SDM yang baik diharapkan Masyarakat Kota Depok dapat ikut membangun Kota Depok dengan jiwa kritisnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T11451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusaini
"Penelitian ini diniaksudkan untuk mengetahui dan mengukur kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota di provinsi Banten dan mengetahui pengaruh kesenjangan pendapatan antar daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional, serta faktor faktor lain yang dapat nrempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional tersebut. Data dalam penelitian ini adalah gabungan dari data runtut waktu dengan keral lintang atau disebut dengan panel data periode 1993-2003. Estimasi dilakukan secara keseluruhan kabupaten/ kota dan pengelompokan data Banten Utara dan Banten Selatan.
Hasil perhitungan kesenjangan (disparitas) antar daerah dengan menggunakan formula Williamson menunjukkan terjadi kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota selama kurun waktu 1993-2002. Nilai indeks Wlilliamson terendah terdapat di kola Tangerang (0,0999) pada tahun 2002 dan tertinggi terdapat di kola Cilegon (0,4465) pada tahun 2003.
Sedangkan untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain lerhadap pertumbuhan regional digunakan model regress persamaan tunggal sebagai berikut:
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
Hasil estimasi dari model fixed effect dengan asumsi intercept (a) berbeda setiap individu dan koefisien (4) soma unluk semua individu adalah untuk keseluruhan sampel daerah kabupatenikota menunjukkan hubungan positif, tetapi tidak signifrkan secara statistik Sedangkan variabel aglomerasi, kapital, tenaga kerja, dan variabel dummy provinsi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang significan secara statistik dengan lingkat kepercayaan 99% alau a =1 % (menggunakan uji-F). Jadi hasil estimasi menolak Ho dan menerima 1I .
Hasil estimasi pengelompokan sampel dengan menghilangkan variabel dummy provinsi menus jukkan seluruh variabel berdampak posilif pada pertumbuhan ekonomi regional dan signifrkan secara statistik Namun variable tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional, dan tidak signifikan secara stalistik.
Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan pada yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi antara lain kebijakan distribusi pendapatan, kebijakan investasi, dan kebijakan tenaga kerja dan kependudukan.

This research is meant to know interregional disparity of kabupaten/ kota, to estimate the impact of interregional disparity, and to see other factors can influence the growth of regional economics of kabupaten/ kota in Banten province, The research uses panel data sample of the year 1993 - 2003. The estimation is conducted in a whole Kabuputen/ Kota exist in Banten province and it is divided Banten North and Banten South.
The result of calculation of interregional disparity using index of Williamson shows different kabupaten/ kota earning in 1993 - 2003 period. The lowest value of the index Williamson occurs in kola Tangerang (0, 0999) in 2002 and the highest occurs in kota Cilegon (0, 4465) in 2003.
Model of regression uses estimation by single equation, that is.
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
The result of estimation affixed effect model with assumption of intercept (a) is difference to each individual, while /3 coefficients are same for all individual. The estimation with whole samples indicated that the differences have an effect on the positive to growth of regional economics, but it does not have a significant statistic_ Whereas agglomeration variable, capital, labor, and variable of dummy have an effect on positive growth of regional economics and its significant statistic is 99% (a = I%)
The result of estimation pursuant to subdivision of panel data by eliminating a dummy variable that all of independent variables have a positive impact to the growth of regional economics, which is significant statistically. In contrary labor variable has a negative impact to the growth of regional economics. It does not have any significant statistics.
As the policy implication of the result of this research for example the policy of earnings redistribution, investment policy, labor policy of population.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
"Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya.
Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997.
Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997.
Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997.
Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah.
Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01).
Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan.
Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat).
Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah.
Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi.
Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant).
Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah.
Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan.
Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tulus Pangidoan
"Tesis ini mengangkat permasalahan lemahnya koordinasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara menyeluruh yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Adapun mengenai pelaksanaan koordinasi penyuluhan pertanian tersebut agar dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh faktor kepastian hukum terhadap kedudukan dan tanggungjawab pelaksanaan kegiatan serta pedoman penyelenggaraan pelaksanaan penyuluhan pertanian secara umum, keterpaduan perencanaan kegiatan penyuluhan pertanian secara umum, susunan birokrasi penyuluhan pertanian yang proporsional, profesionalisme SDM penyuluh pertanian, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan adanya perubahan yang dilakukan terhadap penyuluhan pertanian secara menyeluruh, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan, dan peternakan, menuntut para penyuluh pertanian dapat menyelaraskan keadaan tersebut terhadap pelaksanaan penyuluhan pertanian. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, kegiatan penyuluhan pertanian perlu mengadakan koordinasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap penyuluhan pertanian secara umum. Namun, adanya kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan koordinasi berupa belum adanya pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan koordinasi, perencanaan penyuluhan pertanian yang belum terpadu dan terarah, struktur birokrasi yang tidak proporsional, profesionalisme dan jumlah SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang tidak mendukung, serta ketaatan dan loyalitas terhadap pekerjaan, menyebabkan lemahnya pelaksanaan koordinasi tersebut dan belum dapat dilakukan secara efektif. Untuk itu, perlu ada pembenahan dari faktor-faktor tersebut agar kelancaran dan keefekfifan dari pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik.
Sangat diharapkan agar kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana dengan baik melalui koordinasi pelaksanaan penyuluhan pertanian. Untuk itu, perlu kiranya Pemerintah Daerah sesegera mungkin membuat suatu pengaturan terhadap kegiatan koordinasi penyuluhan pertanian melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan agar koordinasi kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan lancar. Selain itu, perlu adanya pengkajian kembali dari pihak Dinas terhadap keberadaan dan Kantor Cabang Dinas dan Balai Penyuluhan Pertanian yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam pengaturan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan. Dan penyuluh sendiri juga harus mempunyai kesadaran dan pengabdian yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaannya agar pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian dapat terlaksana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrudin
"Hakikat tujuan pembangunan pedesaan adalah mengubah secara sadar dan bertahap tatanan kehidupan warga masyarakat desa dari sistem nilai tradisional ke arah sistem nilai modern. Atau dengan kata lain, pembangunan pedesaan adalah suatu proses modernitas kehidupan masyarakat desa yang dilakukan secara terpola dan terarah untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan warga masyarakat desa, dimana arti dan fungsi nilai-nilai teori (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan nilai-nilai ekonomi (kesejahteraan masyarakat) menjadi lebih dominan dari nilai-nilal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, tujuan pembangunan desa ternyata masih jauh dari kenyataan yang diinginkan. Hasil pembangunan pedesaan tampaknya belum merata, dan bahkan terdapat indikator yang menunjukan bahwa gerak pembangunan pedesaan terkesan lamban bila dibandingkan dengan gerak pembangunan perkotaan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis mencoba mengkaji kebijakan dan strategi pembangunan desa dengan mengambil studi kasus di Desa Kota Baru Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Secara umum, dari hasil observasi dan studi pustaka yang dilakukan selama penelitian berlangsung, menunjukkan adanya distorsi pembangunan yang disebabkan oleh kemandegan fungsi kelembagaan masyarakat desa khususnya di Kota Baru. Persoalan ini muncul berawal dari penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang kemudian disusul dengan kepmendagri No.27 Tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Keberadaan undang-undang tersebut ternyata telah mendisfungsikan kelembagaan masyarakat yang semestinya demokratis, aspiratif dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Akibatnya kemudian adalah berhentinya fungsi LMD dan LKMD sebagai lembaga pengambilan keputusan dan perencana pembangunan di desa sebagai representasi kebutuhan masyarakat.
Dari hasil observasi di desa Kota Baru menunjukkan bahwa, pola perencanaan top-down dalam pembangunan pedesaan yang dipraktekkan sejak orde baru ternyata kurang efektif dalam upaya membangun dan memberdayakan masyarakat desa sebagai obyek sekaiigus subyek pembangunan.
Dari hasil penemuan tersebut, maka penulis mencoba menyarankan untuk dilakukannya reformasi kelembagaan masyarakat di desa Kota Baru, agar lebih demokratis, aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat, serta berkualitas dalam pengertian bahwa aparatur yang duduk di kelembagaan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam merencanakan dan mengambil kebijakan dalam rangka mensukseskan pembangunan desa di Kota Baru Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rill masyarakat desa Kota Baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Ebyandri Mushendra
"Tesis ini sebagai wujud hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa/Kelurahan, sebagai salah satu bentuk upaya pembangunan partisipatif yang dilakukan pada Kota Sawahlunto. Latar belakang tesis ini diasumsikan kepada sejauhmana Pemerintah Kota Sawahlunto melaksanakan pembangunan yang partisipatif dan dan dukungan masyarakat dalam berpartisipasi untuk ikut serta dalam proses pembangunan untuk mensukseskan program Pemerintah dan visi kota Sawahlunto. Partisipasi masyarakat di daerah akan sangat membantu meningkatkan kemampuan Daerah Kota atau Kabupaten dalam melaksanakan otonomi daerahnya.
Paradigma pembangunan partisipatif mengedepankan upaya untuk melaksanakan pembangunan sebuah wilayah dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pada era ini partisipasi bukan lagi sebagai ancaman namun telah menjadi slogan yang menarik secara politis dan sebagai sebuah instrumen yang lebih efektif dan efisien, serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan sebuah daerah. Pembangunan sebagai proses yang panjang, sejak diawali dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap pembangunan tersebut. Dalam wacana ini, masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang sama, ia merupakan unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.
Penelitian tesis ini dilakukan di kota Sawahlunto dengan menggunakan metode kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling dimana informan pertama dapat memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan saluran partisipasi yang diberikan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan daerah, sangat tergantung dari adanya goodwill pemerintah daerahnya. Bahwa dalam rangka menciptakan Good Governance diperlukan syarat antara lain responsif yang berarti cepat tanggap dan sekaligus memberikan respon positif atas aspirasi masyarakat yang berkembang. Kemudian, metode perencanaan partisipatif adalah merupakan metode yang telah disepakati dalam perencanaan pembangunan Kota Sawahlunto. Metode partisipatif dalam pembangunan kota berarti suatu upaya melibatkan langsung masyarakat yang sebelumnya hanya menjadi objek pembangunan ke perlakuan masyarakat sebagai subjek (pelaku/pelaksana) yang sekaligus juga perencana dan pemelihara pembangunan itu sendiri. Hanya saja realisasi sepenuhnya terhadap aspirasi masyarakat tidak mungkin bisa menjadi kenyataan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki sebuah daerah. Program ini sebagai salah satu upaya untuk memenuhi aspirasi pembangunan yang tumbuh dari bawah. Program ini juga didasarkan atas asumsi segala bentuk pembangunan fisik Kota Sawahlunto dalam upaya mencapai visi kota Sawahlunto 2020 menjadi kota wisata tambang yang berbudaya pada hakekatnya adalah bermuara/berlokasi di Desa/Kelurahan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tentunya terdapat beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi seperti: SDM yang kurang mendukung, kepentingan para kontraktor yang terganggu rejekinya serta hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan kegiatan program. Namun paling tidak, program yang dilaksanakan pada tahun 2001 ini telah berhasil untuk memberikan proses belajar untuk meningkatkan rasa memiliki tanggung jawab terhadap pembangunan kota dalam mencapai visi, karena masyarakat kota telah berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan hasilnya. Meningkatkan kemampuan masyarakat (mendidik masyarakat untuk belajar membuat perencanaan dan mengelola semua proses pembangunan sesuai dengan potensi/sumber daya yang tersedia). Memberikan kewenangan dan kepercayaan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di wilayahnya sendiri. Pemberdayaan tenaga kerja potensial di tingkat Desa dan membantu pengurangan beban pengangguran selama program berlangsung, serta demi meningkatkan rasa kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat.
Pembangunan partisipatif yang dilaksanakan dapat dikatakan masih berorientasi partisipatif efisiensi. Partisipatif efisiensi lebih mengarah kepada kepentingan pemerintah. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang tidak sesuai dengan konsep pembangunan partisipatif Mikkelsen dimana feed back yang diharapkan adalah adanya proses belajar sebagai kegiatan pembangunan. Asumsi dari tinjauan konsep pembangunan partisipatif dapat mengkritisi program ini sebagai kegiatan eksploitasi dan mobilisasi terhadap masyarakat kota dalam suatu kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Sawahlunto diharapkan dapat melakukan terobosan-terobosan untuk lebih berani memberikan kesempatan dalam berbagai bentuk dan saluran partisipasi masyarakat kota."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpi Mukhdor
"Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengeloalan Sumber Daya Perikanan (Co-Fish Project) Riau, dari visi dan misinya merupakan program untuk memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Upaya ini dilakukan dengan anggapan dasar bahwa pada dasarnya setiap orang tersebut memiliki kelebihan dan mampu untuk dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan usaha alternatif untuk mengurangi ketergantungan masyarakat dan sumber daya laut yang potensi lestarinya semakin terbatas. Usaha alternatif ini merupakan usulan dari masyarakat sendiri yang kemudian dilakukan studi kelayakan oleh proyek untuk pengembangannya. Dengan proyek ini berarti merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan memberdayakannya.
Visi dan misi pemberdayaan yang di emban Co-Fish Project ini merupakan program nyata yang ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi aktor utama dari proyek itu, dari kenyataan ini muncul pertanyaan mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan alternatif pemecahannya, proses pemberdayaan masyarakat oleh proyek serta sejauh mana proyek ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Desa Meskom Kecamatan Bengkalis. 2) Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk proses pemberdayaan yang telah dijalankan selama ini terhadap masyarakat Pesisir di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonominya. Serta 3) Mendeskripsikan dan melihat manfaat dari Proyek Pembangunanan Pantai dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Riau dalam Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode kualitatif dengan tujuan mampu melihat permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat serta mendiskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang dilakukan proyek serta melihat manfaat dari proyek itu secara objektif.
Adapun upaya yang dilakukan proyek yaitu pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, penyadaran masyarakat penegakan hukum, penguatan kelembagaan masyarakat, perbaikan dan pemulihan kondisi lingkungan pantai, pengadaan/ perbaikan sarana prasarana sosial serta pengembangan usaha kecil dan penganekaragaman pendapatan.
Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasikan dan didiskripsikan berbagai upaya pemberdayaan yang dilaksanakan proyek serta LSM kepada masyarakat. Dan hasil wawancara mendalam dan pengamatan selama penelitian serta analisa yang penulis lakukan, dapat dikatakan proyek ini berhasil memberdayakan masyarakat. Walaupun disana sini masih perlu pembenahan dalam pelasanaan selanjutnya. Keberhasilan pemberdayaan ini salah satu indikasinya yaitu munculnya partisipasi serta swadaya lokal sebagai generator bagi pembangunan di Desa Meskom, Masyarakat terlihat pro aktif dalam menanggapi setiap proyek yang ada di desanya. Bangkitnya kesadaran masyarakat ini tercermin pula pada kesadaran yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Dan juga orang tua tidak lagi terlalu membebankan pekerjaan kepada anak-anaknya pada saat jam sekolah.
Rekomendasi dari penelitian ini kepada Co Fish Project dan LSM yaitu, memperkuat dorongannya kepada masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia, dan ini perlu di dorong secara optimal, lebih aktif mendorong masyarakat untuk menggali mata pencaharian alternatif. Untuk pemerintah direkomendasikan agar melakukan evaluasi terhadap proyek, serta bersama DPRD segera membuat perda untuk melindungi nelayan lokal, serta menindak tegas terhadap nelayan-nelayan yang merusak sumber daya perikanan."
2001
T4290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efrimeiriza
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Peran Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dalam Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Keluarnya kebijakan ini pada mulanya dijadikan sebagai alat politik dari pemerintah pusat untuk dapat meredam gejolak konflik bersenjata yang terus saja melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kota Sabang khususnya. Pengembangan terhadap Kawasan Sabang harus lebih difokuskan kepada berjalannya berbagai aktifitas dalam bidang-bidang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) sebagaimana telah diatur dan digariskan sebelumnya di dalam Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000.
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, melalui penetapan Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, yang telah mengembalikan status Sabang menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport). Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metodi kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang melalui proses studi lapangan, wawancara dengan informan, dan juga pengamatan secara langsung di lapangan. Sementara itu terhadap pemilihan informan dilakukan secara Snowball Sampling, dengan Iingkup informan yang mencakup Walikota Sabang, Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), tokoh masyarakat setempat dan juga masyarakat sendiri yang berada dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Kawasan Sabang terus dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan instansi-instansi terkait di Kota Sabang. Namun pengembangan Kawasan Sabang ternyata menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya, dan bila hal ini tidak dengan segera dicari jalan keluarnya akan menghambat pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Pengembangan Kawasan Sabang tentunya harus disesuaikan dengan alokasi anggaran APBD Kota Sabang yang telah ditetapkan, hal ini karena keterbatasan dana yang dimiliki. Jika tetap dipaksakan, nantinya akan dapat mengganggu alokasi anggaran yang telah ditetapkan bagi kepentingan-kepentingan lainnya, serta berdampak kepada makin terhambat jalannya program pembangunan di Sabang. Hal ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai fasilitas tersebut memang dirasakan untuk diperbaiki dan dibangun. Terlebih lagi sejak Kawasan Sabang dibukanya kembali sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport), maka akan semakin banyak saja para wisatawan yang akan datang ke Kawasan Sabang.
Sejak diresmikan kembali menjadi Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 37 Tabun 2000, wilayah Kota Sabang perlahan namun pasti kini mulai menggeliat dan kembali bergairah. Sabang kembali menemukan "rohnya" yang sejak lama hilang ditelan oleh silih-bergantinya berbagai kepentingan kekuasaan pemerintah pusat di Jakarta. Periahan-lahan namun pasti, keseharian hidup dari masyarakat Kota Sabang juga tampak semakin bergairah. Pemandangan ini menonjol di hampir seluruh sudut Pulau Weh-daratan kecil d' ujung paling barat Pulau Sumatera di mana Kota Sabang berdiri tegak. Hal ini tentunya akan berakibat kepada peningkatan kesejahteraan dan perekonomian sebahagian besar masyarakat yang tinggal di Kawasan Sabang.
Kendala-kendala yang dihadapi dengan dibukanya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang, dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi pengembangan Kawasan Sabang dimasa yang akan datang. Dari berbagai kendalakendala tersebut akan dapat diketahui berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada selama Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Freeport) Sabang kembali dibuka. Sehingga dapat dijadikan sebagai cerminan dalam rangka melakukan perbaikanperbaikan terhadap jalannya kebijakan tersebut ke arah yang lebih baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>