Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Soekarni
"Penelitian ini bertujuan untuk: (a) membuktikan manakah diantara dinar emas, dirham perak dan Dolar AS yang mempunyai nilai tukar paling stabil dalam denominasi yen, pound sterling dan euro; (b) menentukan arah dan bentuk hubungan volatilitas antara nilai tukar dinar emas, dirham perak dan Dolar AS dalam denominasi yen, pound sterling dan euro. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien variasi (coefficient of variation) dapat dinyatakan bahwa secara rata-rata nilai tukar dinar emas lebih stabil dibandingkan dengan nilai tukar dirham perak dan dolar AS terhadap yen, pound sterling dan euro.
Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa volatilitas nilai tukar dinar emas dengan dolar AS, dan dirham perak dengan dolar AS saling mempengaruhi. Sedangkan volatilitas nilai tukar dinar emas dengan dirham perak tidak saling mempengaruhi. Sementara itu, estimasi model VAR menunjukkan: (a) volatilitas nilai tukar dinar emas terhadap yen dan pound sterling dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar dinar emas itu sendiri sebulan yang lalu, serta perubahan nilai tukar dolar sebulan dan dua bulan sebelumnya dengan koefisien regresi yang jauh lebih besar. Namun, nilai tukar dinar emas terhadap euro tidak dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar dolar terhadap euro; (b) volatilitas nilai tukar dirham pada umumnya hanya dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar dirham itu sendiri sebulan sebelumnya dengan koefisien regresi 0.9 dalam ketiga denominasi yang digunakan; (c) volatilitas nilai tukar dolar AS lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukarnya sendiri sebulan dan dua bulan sebelumnya.

This research has objectives to: (a) prove which exchange rate is more stable between gold dirham; silver dirham and US dollar in yen, pound sterling and euro denomination; (b) ascertain direction and volatility relationship form between gold dinar, silver dirham and US dollar to yen, pound sterling and euro. By calculating coefficient of variation, it was proven that in average, exchange rate of gold dinar more stable than US dollar and silver dirham in yen, pound sterling and euro denomination.
The result of Granger Causality Test demonstrated that exchange rate volatility of gold dinar to US dollar and silver dirham to US dollar has influences reciprocally. Meanwhile, gold dinar and silver dirham volatilities have no reciprocal influences. Moreover; VAR model estimation showed that (a) gold dinar exchange rate to yen and pound sterling is influenced by gold dinar exchange rate itself in one and two previous periods; and US dollar exchange rate in previous one and two periods; (b) exchange rate volatility of silver dirham in general is influenced by silver Dirham exchange rate itself in one previous period (regression coefficient around 0.9) in the three denomination,- and (c) US dollar exchange rate is more it influenced by US dollar exchange rate itself in one and two previous periods than the other variables."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Triana
"Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui besarnya risiko nilai tukar yang ditimbulkan dalam penggunaan mata uang dollar AS, euro dan dinar dalam denominasi rupiah jika digunakan sebagai investasi dan alat tukar dalam perdagangan dunia; (2) Membuktikan mata uang yang lebih stabil diantara dollar AS, euro dan dinar dalam denominasi rupiah; (3)Menemukan solusi mata uang yang baik digunakan untuk investasi dan alat tukar perdagangan dunia (alat lindung nilai).
Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber lain. Data nilai tukar dolar AS dan euro dalam rupiah diperoleh dari Bank Indonesia yang diakses melaui situs www.bi.go.id. Sedangkan data perkembangan harga emas diperoleh dari situs internet www.kitco.com yang melaporkan perkembangan harga emas di Bursa London (The London Fix Gold). Sementara data Indeks Harga Konsumen (IHK) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui situs www.bps.go.id. Rentang waktu pengamatan adalah 84 bulan (Januari 2002 ? Desember 2008).
Metodologi penelitian yang digunakan untuk mengukur besarnya risiko yang ditimbulkan dari mata uang dolar AS, euro dan dinar emas adalah pendekatan Value at Risk (VaR) dengan menggunakan metode risk metric. Untuk mengetahui stabilitas dolar AS, euro dan dinar emas diukur dengan standar deviasi dan pembuktiannya dengan Uji Kesamaan Variansi.
Beradasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disimpulkan bahwa pertama, perusahaan menanggung risiko paling kecil jika menggunakan euro sebagai alat tukar perdagangannya. Kedua, dari rata-rata ketiga nilai tukar tersebut terhadap rupiah, dinar emas paling tidak stabil, sementara yang paling stabil adalah euro. Ketiga, penggunaan euro sebagi alat tukar perdagangan internasional dan investasi perlu dipertimbangkan karena penggunaan euro dalam perdagangan internasional masih membutuhkan hedging yang sesuai prinsip syariah untuk melindungi nilai tukar. Hal ini disebabkan euro merupakan uang kertas yang nilai intrinsiknya tidak sesuai dengan nilai nominalnya.

This research aims to (1) Know the exchange value risk which appear in using US dollar, euro and dinar in rupiah denomination if it is used as investment and exchange rate in the world trade; (2) Prove which the most stabil currency among US dollar, euro and dinar in rupiah denomination; (3) Find the good currency for investment and exchange rate in the world trade (hedgeing).
The data used in this research is secondary data taken from other source. The data of US dollar and euro in rupiah are taken from Bank Indonesia which accessed by www.bi.go.id. And the data of fluctuate of gold price is taken from www.kitco.com which report fluctuate of gold price in The London Fix Gold. And the data of Consumer Price Index (CPI) is taken from Badan Pusat Statistik (BPS) by www.bps.go.id. The time period of observation is 84 months (January 2002 ? December 2008).
Research methodology used to measure the value risk which appeared from US dollar, euro and gold dinar is the Value at Risk (VaR) approach with using risk metric method. To know the stability of US dollar, euro and gold dinar is by measuring deviation standard and to prove it is by Variance Similar Test.
Base on the result of the research, it is concluded that first, the company will have the lowest risk if it uses euro as exchange rate in its trade. Second, from the average of those three currencies to rupiah, gold dinar is the most instable, but the most stable is euro. Third, the using of euro as exchange rate in international trade and investment still need to be considered since the using of euro need hedging which comply to sharia principles to protect the exchange value. It is because euro is paper money, which the intrinsic is value not same with its nominal value."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Makaliwe, Willem A.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1522
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albaet Pikri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh faktor-faktor ekonomi yakni penawaran uang Rupiah (diwakili oleh jumlah uang beredar), permintaan Dolar Amerika (diwakili oleh neraca modal swasta), dan premi risiko (diwakili oleh Premi Swap 3 Bulan) terhadap nilai tukar Rupiah (per satu dolar Amerika).
Model yang diajukan adalah regresi linear berganda dengan satu variabel terikat dan tiga variabel bebas. Metode yang digunakan adalah Ordinary Leasr Square (OLS) yang taksiran parameter-parameter modelnya diverifikasi dengan uji staristik. Data triwulanan yang digunakan bersifat runtun waktu sejak pertengahan tahun 1997 hingga kuartal pertama tahun 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah uang beredar dan premi risiko memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar Rupiah, dimana meningkatnya penawaran Rupiah dan premi risiko mengakibatkan nilai rukar Rupiah terdepresiasi/ melemah, sedangkan pengaruh pergerakan neraca modal terhadap nilai tukar Rupiah tidak signifikan secara statisrik Namun demikian, ketiga variabel bebas secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar dengan arah pengaruh sesuai yang diharapkan, yakni meningkatnya permintaan Rupiah, defisit neraca modal, dan meningkatnya premi risiko menyebabkan Rupiah terdepresiasi.

The purpose of this research is seeing the effect of economic factors; supply of Rupiah, demand of US Dollar (represented by non-government capital account), and risk premium (represented by Swap Premium quarterly) to exchange rate of Rupiah (per US 1$).
The proposed model is multivariate regression with one dependent variable and three independent variables. This research uses Ordinary Least Square with the estimated model parameters which is verified by statistical test. The quarterly data used is taken from mid of 1997 to first quarter of 2002.
The results showed that the Rupiah supply and risk premium had significant effect to exchange rate of Rupiah; where the increase of Rupiah supply and risk premium made a depreciation in the Rupiah, however effect of capital account fluctuation was not statistically significant. All three independent variables gave together a significant effect to exchange rate with the expected direction. That was increasing of Rupiah supply, risk premium and deficit of capital account caused depreciation in the Rupiah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Winatha
"Penelitian ini menganalisa peran metode pembayaran dalam mengurangi risiko nilai tukar, karena ekspor barang dapat tetap ditingkatkan di tengah risiko nilai tukar. Kami menambahkan variabel kontrol berupa REER dan GDP bulanan dan digunakan efek interaksi antara volatilitas dan pemilihan cara pembayaran, yang terdiri dari advanced payment, letter of credit dan pembayaran lainnya. Hasil menunjukkan bahwa dampak volatilitas dapat diturunkan bagi risk-lover eksportir, di mana letters of credit dan pembayaran lainnya berdampak positif dan signifikan di semua level, sementara metode advanced payment berpengaruh positif di tingkat kepercayaan 10%.

This paper analyzes the role of payment method in mitigating the risk of exchange rate volatility. By using the choice of method payment, export goods can still improve to sell abroad amongs currency risk. We add REER and monthly GDP as control variables and used interaction effect between volatility and share of payment method, which consist of advanced payment, Letter of Credit and other payment methods. The results depict that the impact of volatility can be reduced for risk-lovers`s exporters, where letters of credit and other payment positively significant at all level while advanced payment positively significant at 10% level."
2019
T53538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Fitrianti
"Penelitian ini mengkaji pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dari volatilitas nilai tukar terhadap ekspor Indonesia ke mitra dagang utama, khususnya Jepang dan Amerika Serikat. Penelitian menggunakan data bulanan mulai Januari 1998 hingga Oktober 2015. Harga komoditas turut menjadi variabel bebas. Indeks volatilitas nilai tukar dihasilkan menggunakan rata-rata bergerak dari standar deviasi pergerakan nilai tukar riil. Estimasi hubungan jangka panjang diperoleh melalui Autoregressive-Distributed Lag ARDL bounds testing, sedangkan hubungan jangka pendek diuji menggunakan metode error-correction-model ECM. Hasil pengujian menunjukkan bahwa volatilitas rupiah terhadap yen berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia ke Jepang, sedangkan fluktuasi rupiah terhadap dolar AS secara jangka pendek berpengaruh positif terhadap ekspor Indonesia ke AS. Harga komoditas relatif kurang berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia ke kedua negara, terkecuali pada kasus ekspor jangka panjang ke Jepang.

This paper investigates the long run and short run impacts of the real exchange rate volatility on Indonesia rsquo s real exports to its major trading partners, namely Japan and the US. The study uses monthly data from January 1998 to October 2015 thus captures the structural break period of the GFC 2008. Commodity price is included as an explanatory variable. The index of exchange rate volatility is generated using moving sample standard deviation of the growth of the real exchange rate. Estimates on the long run cointegration and the short run dynamics are obtained using Autoregressive Distributed Lag ARDL bounds testing and the error correction model ECM respectively. The findings suggest that bilateral exchange rate volatility reduces Indonesia rsquo s export to Japan. Fluctuation of rupiah against the US dollar helps Indonesia rsquo s export to the US in the short run. The impact of commodity price is negligible, except for the long run export to Japan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T47044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Herman Sulistyo
"Hubungan dinamis antara pasar modal suatu negara dan pergerakan nilai tukar mata uang negara tersebut menjadi bahan studi yang menarik untuk diteliti. Topik tersebut menjadi makin menarik untuk diteliti setelah adanya krisis ekonomi yang dialarni oleh negara-negara di kawasan asia pasifik. Krisis tersebut diawali dengan jatuhnya mata uang baht thailand pada bulan agustus 1997, yang juga mengakibatkan runtuhnya pasar modal di negara tersebut, yang akhirnya menyebar ke negara-negara tetangganya sehingga mengakibatkan hampir semua negara di kawasan tersebut mengalami krisis moneter.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki dan menguji adanya hubungan kesetimbangan jangka pendek dan hubungan kesetimbangan jangka panjang (short run and long run equilibrium relationship) serta menyediakan bukti empiris terhadap hubungan Pasar Modal Indonesia dengan alat tukar rupiah terhadap beberapa mata uang negara-negara asia pasifik (USA, Jepang, Malaysia, dan Thailand) berkaitan dengan dampak krisis moneter. Pengujian hipotesis dilakukan dengan pendekatan unit root, cointegrasi, impulse response, variance decomposition, Vector Error Correction Model (VECM), dan Vector Auto Regressive (VAR).
Fenomena krisis yang melanda di kawasan Asia Pasifik temyata ditanggapi secara berbeda oleh otoritas moneter di negara-negara tersebut. Respon yang diberikan pemerintah Indonesia dan Thailand umumnya seragam yaitu menerima kehadiran IMF, mengambangkan kurs mata uangnya (floating exchange rate) dan melepaskan batas kepemilikan bagi investor asing di pasar modal. Walaupun sesama anggota ASEAN, respon yang diberikan oleh otoritas moneter Malaysia temyata sangat bertolak belakang dengan kedua negara tetangganya tersebut. Kebijakan yang ditempuh malaysia adalah menolak kehadiran IMF, melakukan kontrol devisa, dan tetap mematok nilai tukar ringgit malaysia terhadap US dollar. Fenomena inilah yang menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai pergerakan kurs di kawasan ASEAN (atau Asia Pasifik bila melibatkan US dan Jepang) terutama dalarn merespon krisis ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan kekuatan ringgit malaysia dalam mempertahankan nilainya terhadap mata uang negara lain. Lebih jauh menunjukkan bahwa ringgit malaysia sudah mulai mampu menggerakkan pasar (seperti US dollar) khususnya di Asia Tenggara.
PVECM di saat sebelum terjadi krisis menunjukkan adanya fenomena yang sangat menarik dimana hanya Dbaht (nilai tukar rupiah terhadap baht Thailand) dan Dusd (nilai tukar rupiah terhadap dollar US) yang menunjukkan pergerakan jangka pendek yang signifikan. Sedangkan variabel yang lain {Dihsg (indeks barga sabam gabungan indonesia), Dyen (nilai tukar rupiah terhadap yen Jepang), Dring (nilai tukar rupiah terhadap ringgit Malaysia) } sama sekali tidak menunjukkan pergerakan yang signifikan dalam jangka pendek. Hipotesis awal yang diajukan adalah bahwa pada masa sebelum krisis (5 januari 1996 - 8 Agustus 1997) , pergerakan mata uang baht Thailand sudah mempengaruhi ketidakseimbangan jangka pendek antar negara (Indonesia, Jepang, Malaysia), sedangkan mata uang yang lain tidak terlalu ekspansif dalam pergerakan antar negara (lebih banyak bergerak di dalam negeri). Lebih jauh penulis ingin mengatakan bahwa fenomena krisis yang diawali dari merosotnya nilai tukar baht Thailand terhadap US dollar Amerika kemungkinan sudah bisa diramalkan dari agresifnya baht thailand dalam mempengaruhi ketidakseimbangan jangka pendek antar negara. Apabila hipotesis ini temyata terbukti benar, maka model PVECM ini dapat digunakan sebagai `peringatan dini' terhadap krisis (preliminary warning system) untuk melihat kesetimbangan / ketidaksetimbangan suatu kawasan (antar negara).
Dari test weak erogeneity menunjukkan hasil yang cukup konsisten dimana exchange rate menunjukkan hasil yang lebih kuat daripada pasar modal. Untuk ketiga periode yang dilakukan tes menunjukkan bahwa ihsg adalah weak exogen. Sedangkan usd dan ringgit Malaysia menunjukkan pengaruh yang dominan dalam memberikan kontribusi pada persamaan jangka panjang. Hal itu mendukung kesimpulan bahwa: exchange rate adalah leading indikator terhadap pasar modal.
Dalam analisis ketidaksetimbangan jangka pendek (short-run disequilibrium relationship) menggunakan PVECM (Parsimonius Vector Error Correction Model) menunjukkan fenomena yang berbeda-beda tergantung dari periode pengamatan. Basil PVECM pada periode total menunjukkan adanya trivariate granger causality pada model antara Dusd, Dying dan Dbaht dengan arah dan besarnya koefisien regresi (magnitude of regression coefficients) yang jauh sangat berbeda. Adanya fenomena trivariate granger causality pada PVECM ini menimbulkan hipotesa (dugaan) penulis bahwa ada hubungan yang menarik antara mata uang ketiga negara tersebut sebagai dampak dari krisis moneter: Amanita sebagai faktor yang menggerakkan pasar (faktor yang sangat dominan dan merupakan negara donor utama IMF), Thailand sebagai negara yang tertnnpa krisis moneter pertama kali (negara yang rrienyebarkan `contagion effect' ke negara-negara tetangganya), menerima kehadiran IMF, menghapus kurs tetap, meliberalisasi pasar modalnya dan Malaysia sebagai negara yang berperilaku berbeda (menyimpang) dengan negara tetangga lainnya yaitu menolak kehadiran IMF, menerapkan kurs tetap dan kontrol devisa. Dalam ketidaksetimbangan jangka pendeknya, krisis yang melanda thailand segera menyebar (`contagion effect') dan mempengaruhi hubungannya dengan negara tetangganya (termasuk malaysia, indoonesia). Sedangkan aliran dana US dollar clan amerika ke IMF selanjutnya ke Thailand direspon oleh negara-negara di kawasan tersebut Sedangkan kebijakan otoritas moneter Malaysia yang berbeda dengan negara lain, direspon secara langsung oleh negara¬-negara di sekitarnya. Dan hipotesis tersebut menunjukkan bahwa suatu krisis, aliran dana, suatu inforrnasi, ataupun suatu sikap/kebijakan yang berbeda dari otoritas moneter dapat mempengaruhi kesetimbangan jangka pendek pada suatu kawasan.
Apabila dianalisis lebih lanjut menunjukkan bahwa respon Dring Malaysia selalu berbeda (berlawanan arah) dengan gerakan yang dilakukan oleh Dusd. Hal ini menunjukkan bahwa Dying Malaysia selalu melawan pengaruh kebijakan yang dilakukan oleh Dusd Amerika. Analisis terhadap Dyen menunjukkan bahwa Dyen tidak punya pengaruh sama sekali dalam jangka pendek. Ada hipotesis yang diajukan penulis bahwa perekonomian Jepang sudah lama stagnant (memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah), sehingga mata uangnya =darting tidak menimbulkan gejolak dibandingkan mata uang negara lain. Sedangkan pergerakan jangka pendek ihsg adalah sangat kecil pengaruhnya (koefisien regresinya) bila dibandingkan nilai tukar mata uang negara lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Putranto
"ABSTRAK
Untuk menutup risiko kurs atas kewajiban dalam valas, pengusaha dapat melakukan lindung nilai (hedging) dengan menggunakan instrument-instrumen lindung nilai. Namun instrumen lindung nilai yang ada sekarang tidak dapat digunakan oleh pengusaha muslim dikarenakan mengandung unsur bunga, oleh karena itu diperlukan instrumen lindung nilai yang tidak menggunakan unsur bunga.
Menurut fatwa DSN-MUI jenis transaksi valas yang sesuai syariah adalah transaksi spot dan forward agreement. Transaksi valas dengan skim forward agreement adalah sarah satu skim transaksi yang juga digunakan sebagai instrumen lindung nilai, yaitu forward exchange contract (FEC). Selisih antara delivery rate dengan spot rate pada FEC merupakan representasi dari kenaikan kurs maksimum yang dapat terjadi selama jangka waktu perjanjian. Oleh karena itu, perhitungan delivery rate dapat pula dilakukan dengan menggunakan nilai dari risiko kurs itu sendiri. Dengan menggunakan nilai risiko yang dihitung dengan pendekatan Extreme Value Theory (EVT), selanjutnya dilakukan perhitungan delivery rate dan hasilnya dibandingkan dengan perhitungan pada instrumen lindung nilai yang ada sekarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan delivery rate dengan menggunakan nilai risiko valas, dapat memberikan manfaat yang setara dengan yang menggunakan unsur bunga. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pengusaha muslim dalam menutup risiko kurs, dapat menggunakan instrumen FEC yang ada sekarang dengan mengganti unsur bunga dalam perhitungan delivery rate dengan nilai risiko kurs.

ABSTRACT
The problem of foreign exchange's (forex) risk is the problem of all companies having debt in foreign currency. Most companies use hedging instruments to manage the risk on forex, except for the sharia company since the available instruments are not free from interest. Therefore, the sharia company shall look for an alternative hedging instrument which in the light of Islamic norms of financial ethics.
According to the fatwa issued by the National Sharia Board (DSN-MUI), transactions on forex should be carried out in the form of spot or forward agreement type of transactions. Transactions under the forward agreement scheme, is commonly used for hedging purposes i.e. forward exchange contract (FEC). In the FEC two parties undertake a complete transaction at a future date but at a price/rate determined today. The determined price/rate or delivery rate can be interpreted as the highest increment of the foreign exchange rate within a specific time period or risk on forex rate. Furthermore, the delivery rate can be calculated using the value of the risk itself. Extreme Value Theory (EVT) is a calculation approach that can be used to estimate the risk solely based on the increments of the forex rate. The delivery rate calculated using the risk's figure is compared to the rate under the available hedging instruments. Our empirical result showed that the use of interest in the available hedging instruments can be replaced by the risk's figure and gained an equal financial benefit. Therefore, the sharia company can use the current FEC as a hedging instrument by replacing the interest with risk's figure in the calculation of delivery rate.
"
2007
T20735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Awaludin
"Krisis ekonomi yang melanda Indonesia bermula dari terpuruknya nilai tukar rupiah. Krisis ekonomi ini berkembang menjadi krisis yang bersifat multidimensional. Krisis ekonomi ini ditandai dengan meroketnya laju inflasi dari 6,47 persen di tahun 1996 menjadi 11,05 persen -tahun 1997 dan bahkan menjadi 77,63 persen di tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi di tahun 1996 yang mencapai 7,8 persen melambat di tahun 1997 menjadi 4,9 persen dan bahkan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -I3,7 persen di tahun 1998.
Gejolak nilai tukar merupakan suatu pertanda adanya akumulasi dari permasalahan ekonomi yang terpendam selama ini, baik permasalahan di sektor perbankan, sektor moneter maupun sektor Untuk mencapai kestabilan nilai tukar, diperlukan adanya usaha yang menyeluruh dan terpadu dalam pembenahan dari permasalahan yang melanda sektor perekonomian.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti
"Fokus dari penelitian ini adalah meneliti dan menganalisis bagaimana perkembangan nilai tukar dapat dijelaskan oleh faktor-faktor fundamental ekonomi, dan bagaimana deviasi nilai tukar dari faktor-faktor fundamental tersebut dapat dijelaskan oleh "berita"("news") yang diterima oleh para pelaku pasar. Pengaruh faktor-faktor fundamental diteliti dengan memasukkan sejumlah variabel ekonomi yang dirujuk dalam teori penentuan nilai tukar dalam pengujian "Efficient Market Hypothesis", sementara pengaruh "berita" diuji dengan menyusun informasi ekonomi yang tidak dapat diduga (unexpected information) oleh para pelaku pasar dalam menjelaskan deviasi nilai tukar dari nilai fundamentalnya. Dalam kaitan ini "berita"("news") didefinisikan sebagai perbedaan antara informasi fundamental ekonomi yang terjadi dengan ekspektasi oleh para pelaku pasar.
Analisa reaksi nilai tukar terhadap informasi fundamental dan berita news) ini mengunakan WLS(Weighted Least Squares) berdasarkan suatu model ekonomi makro. Model ekonomi makro dalam penelitian ini model yang dikembangkan oleh Ehrmann dan Fratzscher (2004). Data yang dipergunakan untuk analisis dalam tesis ini adalah data sekunder, yang merupakan data time series bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2005.
Pengujian model menghasilkan signifikansi pengaruh informasi fundamental ekonomi makro terlihat pada nilai tukar satu periode sebelumnya, perbedaan pertumbuhan uang beredar M2 dalam negeri dengan pertumbuhan uang beredar M2 luar negeri. Dari sisi news yaitu perbedaan tingkat bunga dalam negeri dengan prediksi tingkat bunga dalam negeri dan perbedaan pertumbuhan uang beredar dalam negeri M2 dengan prediksi pertumbuhan uang beredar dalam negeri M2 juga rnenunjukkan signifikansi pengaruh berita terhadap nilai tukar. Dari keempat variabel-variabel nilai tukar satu periode sebelumnya yang paling kuat pengaruhnya terhadap nilai tukar yaitu sebesar 0,57%.
Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini adalah pentingnya perumusan kebijakan secara prudent, untuk pengelolaan nilai tukar karena persepsi pasar menunjukkan nilai tukar satu periode sebelumnya yang paling kuat mempengaruhi nilai tukar. Selain itu pengelolaan berita agar lebih dipahami pasar sehingga tidak timbul gejolak serta diperlukan kehati-hatian dalam mencermati variabel fundamental ekonomi dan news. Untuk itu, otoritas moneter perlu mengkomunikasikan kebijakan dan perkembangan variabel ekonomi secara hati-hati dan terbuka sehingga pasar dan masyarakat dapat memahami dan memprediksikan secara tepat pergerakan nilai tukar."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>