Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48475 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Evy Sjahrijati
"Tujuan : Membandingkan angka keberhasilan pemasangan LMP antara teknik klasik modifikasi dengan teknik introduser.
Metode :Uji klinik tersamar ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada bulan Maret sampai dengan April 2004, pada 118 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dengan anesthesia umum. Pasien dibagi secara acak menjadi 2 kelompok; 59 pasein mendapat perlakuan teknik klasik modifikasi dan 59 pasien lainnya dengan teknik introduser. Apabila berhasil dilanjutkan dengan pemasangan OCT. Selama penelitian dilakukan pengamatan frekuensi upaya pemasangan, perubahan hemodinamik serta komplikasi yang timbul. Analisa statistik dilakukan dengan uji t untuk data numerik, uji x-kuadrat untuk data nominal, dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
Hasil : Angka keberhasilan pemasangan LMP pada upaya pertama (96% vs 88,1%, p<0,05) lebih tinggi dengan teknik klasik modifikasi, tetapi angka keberhasilan setelah upaya ketiga adalah sama (98,3%) pada kedua kelompok. Angka Keberhasilan pemasangan OGT lebih tinggi pada kelompok teknik klasik modifikasi (86,2% vs 81,1%, p<0,05). Terdapat penurunan hemodinamik yang bermakna pada 1 menit setelah pemasangan LMP. Angka penurunan MAP (6,16% vs 10,25%) dan laju denyut jantung (1,5% vs. 6,83%) lebih kecil pada kelompok teknik klasik modifikasi daripada kelompok teknik introduser. Kamplikasi yang timbul pada penelitian ini adalah ditemukannya darah pada kaf ketika dilakukan ekstubasi (9,32%).
Kesimpulan : Teknik klasik modifikasi mempunyai angka keberhasilan pemasangan LMP yang sama dengan teknik introduser.

Background: The ProSeal laryngeal mask airway (PLMA) is a new laryngeal mask device with a modified cuff to improve seal and drainage tube to provide a channel for regurgitated fluid and gastric tube placement. In this present double blind, randomized, clinical study, we tested the hypothesis that the rate of successful) PLMA insertion using modified classical technique is higher than introducer technique.
Method : A hundred and eighteen adult patients that underwent elective surgery with general anesthesia were randomly allocated to modified classical technique and introducer technique groups. We compared the rate of successful PLMA insertion technique. Oro gastric tube insertion was attempted if there was no gas leak. We assessed hemodynamic responses and complications of insertion.
Result : First-attempt insertion successful rate (96% vs. 88,1%, p<0,05) was higher for the modified classical technique, but after the third attempt successful rate were similar (98,3%). Oro gastric tube placement was more successful with modified classical technique (86,2% vs 81,1%, p<0,05). There was a significant decrease in hemodynamic measurement at 1 minute after insertion of the PLMA. There was a smaller decrease in mean arterial pressure (6,16% vs 10,25%) and heart rate (1,5% vs. 6,83%) after insertion with modified classical technique compare with introducer technique. The only complication was the presence of blood on the device following removal (9,32%).
Conclusion : Modified classical technique has a similar ALMA insertion successfulf rate with introducer technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Yarlitasari
"Tujuan : Mengetahui besarnya kegunaan dan keberhasilan pemasangan LMP yang menggunakan pelincir jeli lidokain 2% dibandingkan dengan yang dibasahi salin 0,9% pada anestesi umum inhalasi dengan N20 : 02 = 70% : 30%. Disain : Uji klinik tersamar ganda. Pasien : 56 pasien yang menjalankan operasi berencana dengan anestesi umum inhalasi dan tidak ada indikasi kontra penggunaan LMP di InstaIasi Bedah Pusat RSCM pada bulan Oktober sampai dengan Desember tahun 2005, usia 18-60 tahun, ASA 1/1I, berat badan sesuai ukuran LMP no 3 atau 4. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, masing masing 26 pasien, kelompok 1 dilakukan pemasangan LMP dengan pelincir salin 0,9% dan kelompok II dilakukan pemasangan LMP dengan pelincir ieli lidokain 2%. Apabila LMP terinsersi dilakukan OGT. Selama pemasangan LMP tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran tekanan sungkup LMP setiap 30 menit sarnpai operasi selesai. Analisa statistik dilakukan dengan uji t untuk data numerik, uji x kuadrat untuk data nominal dan koreksi yaitu bila nilai ekspektasi kurang dari 5 dengan tingkat signifikan p<0,05.
Hasil : Angka keberhasilan pemasangan LMP dengan menggunakan pelincir lidokain sama dengan menggunakan pelincir salin (92,3 %><84,6 %) p>0,05. Sehingga pada uji statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Komplikasi "sore throat" yang timbal selama pemasangan LMP dengan pelincir lidokain dan salin pada 5 menit pasca ekstubasi di ruang pulih adalah sama yaitu "sore throat" ringan 3,8 % pada pelincir salin dan 7,7 % "sore throat" sedang pada pelincir lidokain, namun dari uji statistik perbedaan ini tidak signifikan (p>0,05). Begitu juga "sore throat" yang terjadi 24 jam pasca bedah pada pemasangan LMP dengan salin terdapat 3,8 % "sore throat" sedang dan pada lidokain 7,7 % "sore throat" ringan secara uji statistik perbedaan ini tidak signifikan (p>0,05).
Kesimpulan : Secara uji statistik keberhasilan pemasangan sungkup LMP pada kelompok salin dan lidokain tidak berbeda secara signifikan. Begitu pula dengan kekerapan "sore throat" dan derajat "sore throat" antara kelompok salin dan lidokain tidak berbeda secara signifikan.

OBJECTIVE : To compare the successfully of attempt LMP with correlation between lubricant lidocain 2 % or saline 0,9 % and incidence of post operative sore throat after general anesthesia inhalation with N20/02/Enflurance facilitated by LMP with lubricant lidocain 2 % or saline 0,9%.
STUDY DESIGN : Double blind randomized clinical trial. PATIENT : 56 patient, 18 to 60 years old, underwent elective surgery in IBP RSUPN -- CM, ASA I 1 II malampatie score 1, area of surgery not in the head and neck, in supine position with OGT placement. Patients were allocated into two groups. 26 patients in group I with saline lubricant, and 26 patients in group II with lidocaine lubricant. After the operation patients was recorded about successfully attempt of LMP and complaint of sore throat in the recovery room, and 24 hours after anesthesia. Statistics analysis with T-test for continues data, x2 test and Fischer's exact test for categorical data. Spearman correlations test with significant value P <0,05 and confidence interval 95%.
RESULTS : The incidence of successfully attempt LMP with lidocaine equivalent with saline (92,3% >< 84,6%) P >0,05, The incidence of mild sore throat at the recovery room 3,8% with saline and 7,7% moderate sore throat with lidocaine (P >0,05). The incidence of sore throat at 24 hours after surgery were 3,8% moderate sore throat with saline and 7,7% mild sore throat with lidocaine (P > 0,05).
CONCLUSION : The successfully attempt of LMP in the saline group not signifikan compare to lidocain group. Morbidity of sore throat not significant between saline group compare to lidocaine group and intensity of sore throat between saline group not significant compare to lidocaine group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Harno Nurdin Syah
"Dalam rangka menunjang program pemerintah mengenai penyediaan listrik bagi penduduk yang tidak terjangkau PLN dan mendukung pendirian pabrik sel surya di Indonesia, telah dilakukan penelitian penumbuhan kristal poli CuInSez, Penumbuhan bahan semikonduktor temary compounds AIBmCC"` seperti CuInSe2 dapat dibuat dengan menggunakan tungku sederhana model vertikal dengan temperatur zona tunggal, dimana sebelumya tungku tersebut telah mengalami modifikasi dan kalibrasi. Sebagai hasil dari modifikasi dan kalibrasi tersebut diperoleh suatu tungku vertikal temperatur zona tunggal yang layak digunakan untuk proses penumbuhan kristal poli CulnSe2. Dengan metoda tersebut dapat diperoleh ingot kristal poli CuInSe2 yang cukup bagus.
Karakterisasi orientasi struktur kristal telah dilakukan terhadap ingot kristal poli Cu1nSe, ini, dimana ingot diiris menjadi beberapa buah wafer dengan ketebalan 2 mm dan diameter 13 mm. Dari ingot yang diperoleh dengan panjang 35 mm ini diambil 5 buah wafer untuk kepertuan karakterisasi (2 dari bagian atas, 2 dari bagian tengah dan 1 dari bagian bawah). Kelima buah wafer ini masing-masing dikarakterisasi dengan menggunakan - difraktometer sinar-x yang berada di RATAN - Serpong, dimana setelah dilakukan analisa dan perhitungan hasilnya sesuai dengan referensi yang aria. Berdasarkan data pola difraksi sinar-x, puncak-puncak yang muncul untuk CuInSe2 menunjukkan orientasi dari bidang kristal : (112), (103), (211), (105, 313), (204, 220), (116, 312), (305, 323) dan (316, 332). Sedangkan parameter kisi rata-ratanya adalah : a = b = 5,7822 A° ; c = 11,5928 A° dan c = 2,0049, dimana parameter kisi seperti itu adalah chalcopyrite.

To support the government program about the electric available for the people in the village is not coverage by PLN and to support the built up of solar cells factory in Indonesia, the research about grow of poly crystals CuInSer were to do. To grow materials of ternary compounds semiconductor AIBut2 I such as CuInSe2, can be made using the simple vertical single zone tempereture furnace which has previously been modified and calibrated. As a result of the above modifications and calibration, a single zone temperatur furnace can be obtained. It can then be used to grow the poly crystal CuInSe2 which this method will results a good ingot of poly crystal CuInSe2.
Characterization of the structural orientation has been made for the CulnSe2 ingot of crystal poly by slicing the ingot into five wafers with 2 mm thickness and 13 mm its diameter From the resulting ingot with 35mm in length, was obtained five wafers for the purpose of characterization (2 from the top portion, 2 from the middle and 1 from the bottom). All of these wafers were characterized using x-ray difiractometer located in BATAN - Serpong. It was found from the calculation and analysis that the result was satisfactory. According to the result of x-ray diffraction data patern, the peaks of CuInSez which founded is an orientation of the crystal fields; (112), (103), (211), (105, 313), (204, 220), (116, 312), (305, 323) and (316, 332). And the lattice parameters of CulnSe2 are : a = b = 5,7822 A° ; c = 11,5928 A° and c = 2,0049, which is the lattice parameter like that is chalcopyrite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian keragaman genetik tanaman buah merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendukung pemuliaan tanaman. Perbedaan tanaman dapat dideteksi melalui beberapa penanda, antara lain dengan pola pita DNA (Lamadji 1998) yang sering disebut sebagai penanda molekuler...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Inezia Aurelia
"Dewasa ini, studi pengembangan sensor dengan teknik elektrokimia menjadi
alternatif analisis yang menjanjikan khususnya pemanfaatan elektroda glassy
carbon/IrOx dalam analisis oksidasi elektrokatalitik arsenit. Hal tersebut
didukung oleh keunggulan yang dimilikinya, yaitu menunjukkan potensial yang
cukup stabil, aktivitas katalitik yang sangat baik pada daerah pH yang luas,
memiliki batas deteksi yang rendah, dan sederhana.
Modifikasi elektroda glassy carbon dilakukan dengan teknik elektrodeposisi
menggunakan larutan iridium 1,0 mM dalam suasana alkali. Kemudian dilakukan
optimasi scan rate dan jumlah siklik untuk mendapatkan kondisi deposisi optimal.
Karakterisasi permukaan elektroda dilakukan dengan X-ray Fluorecence (XRF)
dan Scanning Electron Microscope (SEM). Selanjutnya elektroda yang telah
dimodifikasi ini digunakan sebagai elektroda kerja untuk pengukuran arsenit.
Optimasi pengukuran arsenit dilakukan melalui optimasi scan rate dan pH
larutan. Hasil pengukuran arsenit dengan voltametri siklik dibandingkan dengan
Graphite Furnice-Atomic Absorption Spectrophotometry (GF-AAS).
Kondisi optimum yang diperoleh pada deposisi glassy carbon dengan iridium
oksida, yaitu scan rate 50 mV/s dan jumlah siklik 30. Hasil karakterisasi dari
modified electrode dengan XRF menunjukkan adanya iridium yang melapisi
permukaan elektroda. Karakterisasi modified electrode dengan SEM
memperlihatkan banyak titik lebih terang yang mengindikasikan adanya Iridium.
Hasil penelitian elektroda glassy carbon/IrOx terhadap sensor arsen(III)
menunjukkan kondisi optimum pengukuran pada scan rate 40 mV/s dengan daerah pH yang luas yaitu pH 3,0-8,0 (dalam penelitian digunakan pH 4,0).
Elektroda ini mempunyai limit deteksi sebesar 9,65x10-6 M. Presisi untuk 10
replikasi pada penentuan 50 M arsenit sebesar 0,86 % (RSD). Hasil limit
deteksi yang didapat untuk pengukuran arsenit dengan AAS menggunakan
tungku grafit sebesar 6,91x10-5 M. Dari hasil limit deteksi pengukuran diketahui
bahwa pengukuran arsenit dengan metode AAS-tungku grafit memiliki limit
deteksi yang lebih tinggi dibandingkan pengukuran secara elektrokimia."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Tri. A, Author
"ABSTRAK
Lapisan tipis iridium oksida (IrOx) dapat dibentuk secara elektrokimia di atas permukaan glassy carbon dan grafit, dengan potential cycling dalam range 0,0 V ?V 1,0 V dari larutan iridium 1,0 mM dalam suasana alkali. Deposisi IrOx pada glassy carbon (GC/IrOx) dilakukan pada kondisi optimum yaitu waktu deposisi 120 detik, scan rate 60 mV/s, dan jumlah siklik 10 siklik. Sedangkan deposisi IrOx pada grafit (grafit/IrOx) diperlukan waktu deposisi 120 detik, scan rate 50 mV/s, dan jumlah siklik 20 siklik. Glassy carbon dan grafit yang telah dimodifikasi dengan iridium oksida menunjukkan aktivitas katalitik yang baik untuk sensor Hg(II). Hal ini dapat diamati dengan voltametri siklik dengan scan rate 20 mV/s, dan dengan buffer asetat pH 5,0 sebagai elektrolit pendukungnya. Batas deteksi pengukuran Hg(II) dengan glassy carbon/IrOx adalah 1,60 x 10-6 M, dan dengan grafit/IrOx adalah 1,88 x 10-6 M. Presisi untuk 5x replikasi pada penentuan 1,0 ??M Hg(II) dengan GC/IrOx adalah 0,65 % (RSD), dan dengan grafit/IrOx adalah 1,16 % (RSD). Presisi untuk 5x replikasi pada penentuan 7,0 ??M Hg(II) dengan GC/IrOx adalah 6,29 % (RSD), dan dengan grafit/IrOx adalah 2,62 % (RSD). "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasridah
"Telah dilakukan kopolimerisasi cangkok pada serat rayon terikat silang N,N?-metilenbisakrilamida (NBA) dengan teknik ozonasi menggunakan monomer akrilamida dan asam akrilat untuk menghasilkan suatu serat penukar kation. Optimasi kondisi ikat silang diperoleh pada laju alir 0,3 L/min, waktu ozonasi 90 menit, konsentrasi NBA 5%, suhu 80oC dan waktu reaksi 60 menit dengan persen pencangkokan rata-rata 49,50. Serat rayon terikat silang menunjukkan ketahanan dalam asam dan basa yang lebih baik dan derajat pengembangannya dalam air lebih rendah. Ozonasi kembali pada serat rayon terikat silang digunakan untuk mencangkokan monomer-monomer. Pada pencangkokan akrilamid dengan konsentrasi 30% pada suhu 70oC selama 90 menit diperoleh persen pencangkokan sebesar 152,46 % dan pencangkokan asam akrilat dengan konsentrasi 30% pada suhu 50oC selama 90 menit diperoleh persen pencangkokan sebesar 169,77 %.
Melalui spektrum FT-IR, pada R-NBA muncul bilangan gelombang 1533,41 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amida sekunder dari NBA, pada R-NBA-g-AAm terdapat puncak serapan yang tajam pada bilangan gelombang 1685,79 cm-1 yang menunjukkan munculnya gugus karbonil (C=O) dari amida sedangkan pada R-NBA-g-AA muncul puncak pada bilangan gelombang 1641,42 cm-1 menunjukkan pita serapan vibrasi rentang gugus karbonil (C=O) dari asam karboksilat. Kapasitas pertukaran ion yang diperoleh sebesar 1,1mek/g untuk RNBA-g-AAm dan 0,7 mek/g untuk R-NBA-g-AA. Penentuan tetapan distribusi ion Cu2+ pada pH 5 memberikan nilai sebesar 4,41 L/g untuk R-NBA-g-AAm dan 2,82 L/g untuk R-NBA-g-AAm.

Graft copolymerization on cross linked rayon fiber with N,N?-metilenbisacrylamide (NBA) carried out with ozonisation technique using monomer acrylamide and acrylic acid to produce a cation exchange fiber. Optimization conditions of cross- linked fiber obtained at flow rate of 0.3 L/min, ozonation time of 90 minutes with reaction temperature 80oC and reaction time of 60 minutes produces grafting percentage of 49.5. Cross-linked rayon fiber shows resistance towards acid and alkaline solution better and decreases degree in the of swelling. Further ozonation on cross-linked rayon fiber is use to graft the monomers. The grafting percentage for acrylamide is 152.46% (acrylamide concentration is 30% on 70oC for 90 minutes grafting time) and for acrylic acid is 169.77 % (acrylic acid concentration is 30% on 50oC for 90 minutes grafting time) respectively.
The FT-IR spectrum of wave numbers 1533.41 cm-1 indicate the presence of secondary amide groups of the NBA, a sharp absorption peak at wave numbers 1685.79 cm-1 for the carbonyl group (C = O) of the amide from R-NBA-g-AAm, and wave numbers 1641.42 cm-1 for vibration absorption band of the carbonyl group (C = O) of the carboxylate from R-NBA-g-AAm. Ion exchange capacity obtained are 1.1 meq/g for R-NBA-g-AAm and 0.7 meq/g for R-NBA-g-AA. Distribution constant for Cu2+ ions at pH 5 gave a value of 4.41 L/g R-NBA-g-AAm and 2.82 L/g for R-NBA-g-AA.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29070
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Setiawan
"ABSTRAK
Modifikasi serat rayon menggunakan teknik radiasi sebagai adsorben uranium
telah dilakukan. Modifikasi dilakukan dengan cara kopolimerisasi cangkok
dengan teknik radiasi secara simultan menggunakan monomer N,N'-
metilendiakrilamid (NBA), monomer glycidil metacrylate (GMA), serta
campuran NBA dan GMA yang dicangkokkan pada serat rayon, juga dilakukan
pengikatan asam sitrat sebagai ligan pada serat tercangkok monomer, sehingga
diperoleh kopolimer cangkok Rayon-g-NBA, Rayon-g-NBA-CA, Rayon-g-GMA,
Rayon-g-GMA-CA, Rayon-g-NBA-GMA, dan Rayon-g-NBA-GMA-CA.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat serat penukar ion yang dapat
mengadsorpsi uranium dengan kapasitas tukar ionnya yang baik. Parameter yang
dipelajari adalah pengaruh dosis serap, volume monomer, konsentrasi monomer,
dan rasio volume larutan. Serat yang telah dimodifikasi dikarakterisasi sifat
fisiknya diantaranya ditentukan persen cangkok, topologi, sifat termal,
kristalinitas, serta kapasitas tukar ionnya. Hasil yang diperoleh adalah kondisi
optimum untuk memodifikasi serat rayon. Dosis radiasi yang digunakan 0,5 kGy
untuk R-g-NBA dan R-g-GMA; 0,75 kGy R-g-NBA-CA, R-g-GMA-CA, dan Rg-
NBA-GMA; dan 1 kGy untuk R-g-NBA-GMA-CA. Volume monomer
optimum untuk semua serat termodifikasi dengan berat serat 100 mg adalah 10
mL, konsentrasi optimum adalah 5%, rasio volume larutan adalah 8:2 untuk R-g-
NBA-CA, 5:5 untuk R-g-GMA-CA, dan R-g-NBA-GMA, dan 4:2:4 untuk R-g-
NBA-GMA-CA. Dari karakterisasi yang dilakukan terlihat bahwa pencangkokan
berhasil dilakukan dengan melihat persen grafting, spektra IR, sifat panas,
diameter, dan kristalinitas dari serat termodifikasi dibandingkan dengan serat asli.
Serat termodifikasi dengan GMA dan asam sitrat (R-g-GMA-CA) memberikan
hasil terbaik dengan kapasitas adsorpsi terhadap uranium terbesar yaitu 0,3 meq/g
serat.

Abstract
Rayon fiber modification using radiation techniques for uranium metal adsorbent
has been conducted. Modifications conducted by grafting copolymerization with
simultaneous radiation technique using the monomer N, N'-metilendiakrilamid
(NBA), glycidil metacrylate monomer (GMA), as well as a mixture of NBA and
GMA is grafted on a rayon fiber, also made of citric acid as a ligand binding to
the grafted fiber monomer, in order to obtain a graft copolymer Rayon -g-NBA,
Rayon-g-NBA-CA, Rayon-g-GMA, Rayon-g-GMA-CA, Rayon-g-GMA-NBA,
and Rayon-g-NBA-GMA-CA. The study aims to create an ion exchange fibers
which can adsorb uranium with a fine ion exchange capacity. Parameters studied
are, respectively, the influence of absorbed doses, the volume of monomers,
monomer concentrations, and the ratio of solution volumes. Modified fibers were
characterized physical properties of which are determined percentage of,
respectively, persent grafts, topologies, thermal properties, crystallinities, and ion
exchange capacities. The results obtained are optimum conditions for modifying
the rayon fiber. Dose of 0.5 kGy of radiation used for R-g-NBA and R-g-GMA;
0.75 kGy for R-g-NBA-CA, R-g- GMA-CA and R-g-NBA-GMA, and 1 kGy for
R-g-NBA-GMA-CA. Optimum monomer volume for all the fibers modified with
fiber weight of 100 mg was 10 mL, the optimum concentration was 5%, the
solution volume ratio is 8:2 for the R-g-NBA-CA, 5:5 for R-g-GMA-CA- and Rg-
NBA -GMA, and 4:2:4 for the R-g-NBA-GMA-CA. From the characterization
performed shows that the transplant has been successed by observing at,
respectively, the percentage of graftings, IR spectras, thermal properties,
diameters, and crystallinities of the fiber-modified compared to its original fiber.
Fibers modified with GMA and citric acid (R-g-GMA-CA) provided the best
results with the adsorption capacity of the largest uranium metal is 0.3 meq / g
fiber."
2012
T30997
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nency Martaria
"Tujuan. Tujuan pertama yaitu mengetahui kemudahan pemasangan Laryngeal Mask Airway(LMA) dengan teknik baku disertai penekanan lidah. Tujuan kedua yaitu mengetahui perbandingan kemudahan pemasangan LMA antara teknik baku disertai penekanan lidah dan teknik baku.
Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway merupakan alat bantu jalan nafas untuk mengatasi kesulitan jalan nafas. Teknik terbaru pemasangan Laryngeal Mask Airway berdasarkan penelitian Roodneshin dkk yang dipublikasikan pada Tanaffos 2011 yaitu teknik baku disertai penekanan lidah memberikan angka keberhasilan pemasangan 100%(tingkat keberhasilan paling tinggi pada penelitian LMA). Pemasangan LMA diharapkan mulus dan berhasil dalam pemasangan pertama tanpa menimbulkan trauma tetapi dalam prakteknya, pemasangan LMA bisa lebih dari satu kali. Penelitian ini dilakukan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo sebagai penelitian perbandingan pertama dari penelitian Roodneshin dkk dengan beberapa penyesuaian.
Metode. Penelitian ini dilakukan pada 80 pasien dewasa yang menjalani operasi elektif dengan anestesia umum menggunakan Laryngeal Mask Airway. Secara random, 40 pasien mengalami pemasangan LMA dengan teknik baku disertai penekanan lidah dan 40 pasien mengalami pemasangan LMA dengan teknik baku. Upaya pemasangan dan kemudahan pemasangan LMA dicatat dan dinilai. Pemasangan mudah bila kurang atau sama dengan 2 kali pemasangan LMA. Komplikasi pemasangan LMA berupa noda darah, nyeri menelan dan nyeri tenggorokan dicatat dan dinilai. Analisa statistik dilakukan dengan uji Chi-square dan Fisher Exact. Batas kemaknaan yang digunakan untuk semua uji adalah p<0,05.
Hasil. Perbandingan proporsi keberhasilan upaya pemasangan pertama kali antara kelompok teknik baku disertai penekanan lidah dan teknik baku adalah 87,5% dibandingkan 65%. Perbandingan proporsi keberhasilan upaya pemasangan maksimal dua kali antara kelompok teknik baku disertai penekanan lidah dan teknik baku adalah 100% dibandingkan 97,5%. Secara statistik, perbandingan upaya pemasangan, kemudahan, komplikasi nyeri menelan, komplikasi nyeri tenggorokan antara teknik baku disertai penekanan lidah dan teknik baku, tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan. Pemasangan Laryngeal Mask Airway dengan teknik baku disertai penekanan lidah tidak lebih mudah dibandingkan teknik baku(100% dibandingkan 97,5%). Kekerapan komplikasi yang berbeda bermakna berupa noda darah (0% pada teknik baku disertai penekanan lidah dibandingkan 6,2% pada teknik baku).

Purpose, The objective of this study is to know easiness of inserting Laryngeal Mask Airway(LMA) with the classic approached combined with tongue supression technique. Secondly, the study is to compare the success rate between classic approached combined with tongue supression technique and classic approached technique.
Background. Laryngeal Mask Airway is a device to overcome the difficulty of the airway management. Novel technique of Laryngeal Mask Airway insertion based on Roodneshin et aI research, publicised in Tanaffos 2011 was the classic approached combined with tongue supression technique resulted in 100% succes rate of insertion(highest success rate based on LMA research or study). LMA insertion is expected to be smooth and successful in the first attempt without inflicting trauma but in daily practice, insertion LMA can be more than once. This research is done at Cipto Mangunkusumo Hosptal, as the first comparison of research Roodneshin et al with some adjustments.
Methods. The study was done at 80 adult patients who underwent elective surgery with general anesthesia. A total of 80 adult patients was scheduled for elective operation with general anesthesia using Laryngeal Mask Airway. In random, 40 patients undergoing LMA insertion with classic approached combined with tongue supression technique and 40 patients undergoing LMA insertion with classic approached technique. The effort and success rate of LMA insertion was noted and evaluated. The easiness is if the insertion is attempted maximally twice. Complications of LMA insertion such as blood stains, sore throat, dysphagia was noted and evaluated. Statistical analysis conducted by test Chi-square and Fischer Exact. P<0,05 was considered significant.
Result. Comparison proportion first attempt of Laryngeal Mask Airway insertion between classic approached combined with tongue supression technique and classic approached technique was 87,5% compared with 65%. The proportion maximally twice attempt of Laryngeal Mask Airway insertion between classic approached combined with tongue supression technique and classic approached technique was 100% compared with 97,5%. Statistically, comparison attempt, success rate, dysphagia, sore throat between classic approached combined with tongue supression technique and classic approached technique, not significantly different.
Conclusion, Laryngeal Mask Airway insertion with classic approached combined with tongue supression technique no more easy compared with classic approached technique(100% compared with 97,5%). Complication which statistically significant different was blood stains(0% with classic approached combined with tongue supression technique compared with 6,2% classic approached technique).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Frisnandi Firza
"Latar belakang: Kanulasi vena femoralis menjadi pilihan ideal pada kondisi gawat darurat untuk resusitasi, pemberian cairan secara cepat dan masif serta obat-obatan pekat ataupun saat akses perifer sulit. Kanulasi dilakukan menggunakan ultrasonografi atau topografi anatomi. Penggunaan USG kurang praktis karena bergantung ketersediaan alat dan pengalaman operator. Teknik topografi anatomi bergantung pada terabanya pulsasi arteri femoralis. Penelitian ini bertujuan membandingkan keberhasilan kanulasi vena femoralis antara teknik V sebagai topografi anatomi baru yang tidak bergantung pada pulsasi arteri, dibandingkan dengan perabaan pulsasi arteri, sehingga dapat menjadi alternatif teknik kanulasi vena femoralis.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tidak tersamar. Subjek penelitian sebanyak 100 pasien yang membutuhkan kanulasi vena femoralis sesuai kriteria eligibilitas. Dilakukan randomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dilakukan kanulasi vena femoralis dengan teknik V, kelompok kedua dengan teknik perabaan pulsasi arteri. Data yang dinilai berupa keberhasilan kanulasi, keberhasilan percobaan pertama, jumlah percobaan dan komplikasi.
Hasil: Dari 50 subjek pada tiap kelompok, keberhasilan kanulasi vena femoralis dengan teknik V sebanyak 92%, dengan teknik perabaan pulsasi sebanyak 88% (p=0,739). Keberhasilan pada percobaan pertama dengan teknik V sebanyak 84,8%, dengan teknik perabaan pulsasi sebanyak 70,5% (p=0,167). Komplikasi pungsi arteri terjadi pada kelompok teknik V sebanyak 8%, tidak terdapat kejadian hematoma pada kelompok ini. Pada kelompok perabaan pulsasi arteri 12% subjek mengalami pungsi arteri dan 8% subjek terjadi hematoma saat kanulasi.
Simpulan: Keberhasilan kanulasi vena femoralis dengan teknik V tidak lebih tinggi dibandingkan dengan teknik perabaan pulsasi arteri femoralis.

Background: Femoral vein cannulation is an ideal choice in emergency situations for resuscitation, rapid-massive rehidration, or difficult intravenous access. Cannulation is performed using ultrasound-guided or anatomical landmark. Ultrasound-guide technique is less practice because it depends on the availability of tools and operator experience. Anatomical landmark technique depends on femoral artery pulsation. This study aims to compare success rate of femoral vein cannulation between V technique as a new landmark that does not depend on arterial pulsations compared to arterial palpation technique, we hoped it can become an alternative technique.
Methods: This study was randomized clinical trial. The subjects were 100 patients who required femoral vein cannulation according to the eligibility criteria. Patients were randomized into two groups. The first group, femoral vein cannulation was using V technique, and the second was using arterial palpation. Outcome measures include success rate, first attempt success rate, number of attempts and complications.
Results: 50 subjects in each group, the success rate using V technique was 92%, by arterial palpation technique was 88% (p=0.739). First attempt success rate using V technique was 84.8%, by arterial palpation technique was 70.5%, (p=0.167). The complications rate, arterial puncture in the V technique group was 8%, no hematoma incidents in this group. Meanwhile, in arterial palpation technique group was 12% experienced arterial puncture, and 8% experienced hematoma.
Conclusion: The success rate of femoral vein cannulation using V technique is not higher than using arterial palpation technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>