Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Disease control by Rhozoctonia solani on a number of plantspecies has been carried out. Banded leaf and sheath bligt caused by R.solani on com has become increasingly severe and economically thratened com plants in several countries of Asia and other parts of the world
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Holtikultura, 1994
R 635 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Setyaningrum
"

Alzheimer Disease (AD) merupakan salah satu gangguan saraf yang menyerang otak manusia yang lambat namun progresif yang menyebabkan masalah serius pada otak, sikap, dan masalah percakapan pasien. Penyakit itu sampai sekarang belum ada obatnya tetapi perkembangannya bisa dihambat. Untuk membantu menghambat perkembangan AD, analisis studi tentang Alzheimers diperlukan. Dalam penelitian ini kami bertujuan menganalisis data microarray penyakit AD dengan menyeleksi gen yang signifikan pada enam daerah otak manusia untuk mengidentifikasi adanya kandidat biomarker AD dengan pendekatan metode sparse biclustering berbasis factor analysis. Dengan metode biclustering ini kami menggelompokkan secara simultan baris yang mewakili gen dan kolom yang mewakili sampel, sehingga terbentuklah bicluster-bicluster. Model metode kami adalah multiplikatif generative yaitu metode yang menguraikan matriks menjadi dua faktor matriks sparse plus noise. Dengan analisis gen hasil bicluster dengan gen ontology (GO) maka diketahui fungsi biologi bicluster tersebut. Hasil dari sparse biclustering berbasis factor analysis akhirnya terdeteksi kandidat biomarker AD di dua  daerah otak yaitu EC dan SFG. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan buat kemajuan analisis pengembangan obat dan diagnosis Alzheimer di bidang medis.

 


Alzheimer's Disease (AD) is one of the nervous disorders that attacks the slow but progressive human brain that causes serious problems in the brain, attitudes, and problems with patient conversation. There is no cure for the disease but the development can be inhibited. To help inhibit AD development, an analysis of studies on Alzheimers is needed. In this study we aimed to analyze AD microarray data by selecting genes that were significant in six regions of the human brain to identify candidates for biomarker AD with a factor analysis sparse biclustering method approach. With this biclustering method, we group together the rows representing genes and columns that represent the sample, so that bicluster-bterluster is formed. Our model method is a generative multiplicative method that describes the matrix into two sparse plus noise matrix factors. By analyzing the gene produced by bicluster with the ontology (GO) gene, the biological function of the bicluster is known. The results from sparse biclustering based factor analysis finally detected AD biomarker candidates in two brain regions namely EC and SFG. The results of this study are expected to provide input for the progress of the analysis of drug development and Alzheimer`s diagnosis in the medical field.

 

"
2019
T54067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Kurnia Andika
"Penyakit Alzheimer adalah penyakit bersifat neurodegenerative atau terdapat penurunan fungsi pada neuron yang bercirikan terdapat gangguan memori yang parah pada bagian otak. Penelitian ini bertujuan menganalisis Alzheimer disease (AD) dalam bentuk data microarray untuk mencari bicluster dengan algoritma BicHPT (Biclustering based on Hamming Pattern Table). Bagian otak manusia akan dibagi terlebih dahulu menjadi enam bagian yang menjadi penyebab AD yakni Entorhinal Cortex (EC), Hippocampus (HIP), Middle Temporal Gyrus (MTG), Posterior Cingulate Cortex (PC), Superior Frontal Gyrus (SFG), dan Visual Cortex (VCX). Algoritma untuk mendapatkan Bicluster pada umumnya hanya dapat digunakan dalam matriks dengan entri bilangan real namun pada penelitian ini akan digunakan algoritma BicHPT yang dapat digunakan untuk mendapatkan bicluster dari matriks yang berisi entri dengan nilai biner yakni 0 dan 1. Data microarray dari Alzheimer disease akan dibinerisasi terlebih dahulu melalui threshold dari mean keseluruhan matriks. Jika nilai suatu entri melebihi nilai threshold maka entri tersebut akan bernilai 1 dan sebaliknya jika entri kurang dari nilai threshold maka entri matriks tersebut akan bernilai 0. Setelah semua entri pada matriks dibinerisasi akan diaplikasikan algoritma BicHPT. Konsep utama algoritma ini adalah mencari jarak Hamming pada masing-masing kolom matriks untuk mendapatkan kandidat bicluster. Algoritma BicHPT terdiri atas beberapa langkah yakni: Mereduksi kolom matriks, mencari tabel dari jarak Hamming, mendapatkan candidat bicluster, dan terakhir diperoleh hasil bicluster dalam bentuk submatriks. Gen dari hasil bicluster yang didapatkan akan dianalisis dengan gene ontology (GO) untuk mengetahui fungsi biologis dari bicluster tersebut. Dengan mendapatkan informasi dari fungsi biologis tersebut melalui algoritma BicHPT diharapkan dapat memberikan potensi dalam analisis diagnosis penyakit Alzheimer di bidang medis.

Alzheimer’s disease is a neurodegenerative disesase or a decline function in neurons which is characterized by severe memory impairment in parts of the brain. In this study we aim to analyze this Alzheimer’s disease (AD) from microarray data to look after a bicluster using BicHPT (Biclustering based on Hamming Pattern Table) algorithm. First we divide the humain brain into six parts that cause the AD, there is Entorhinal Cortex (EC), Hippocampus (HIP), Middle Temporal Gyrus (MTG), Posterior Cingulate Cortex (PC), Superior Frontal Gyrus (SFG), and Visual Cortex (VCX). An algorithm to get a bicluster used only available on real number of matrices. But in this study the BicHPT algorithm can be used to get bicluster from matrices that contain entries with binary number which is 0 or 1. The microarray data from AD will be binarized first through the threshold of the mean from the whole matrices. If the value of an entry exceeds the threshold then the entry will be 1 on the other side if the value of the entry is less than the threshold the matrice will become 0. After all entries in the matrice are binarized, the BicHPT algorithm will be applied. The main concept of this algorithm is to find the Hamming distance in each column to get the bicluster candidates. BicHPT algorithm consist of several steps, which is reducing the matrices column, filling the Hamming distance table, seek for bicluster candidat, and build a bicluster in form of submatrices. Genes from the obtained bicluster will be analyzed by Gene Ontology (GO) to determine the biological function of the bicluster. By that information from these biological functionsthrough the BicHPT algorithm we hope to provide some potential in the analysis of Alzheimer diagnosis in the medical in the future."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rusydi
"Latar Belakang : Deteksi adanya penyakit jantung koroner PJK pada pasien bradikardi simptomatik yang memerlukan pemasangan pacu jantung permanen perlu diketahui secara dini. Saat ini penggunaan modalitas canggih seperti kateterisasi jantung dan CT kardiak menjadi pilihan utama dalam deteksi adanya PJK pada pasien blok nodus atrioventrikular AV total namun dengan risiko dan biaya yang masih relatif mahal. Gambaran fragmentasi kompleks QRS fQRS pada elektrokardiografi berkaitan dengan adanya jaringan parut atau iskemia pada miokard, namun belum ada studi sebelumnya yang menghubungkan fQRS dengan PJK pada pasien blok nodus AV total yang akan dilakukan pemasangan pacu jantung permanen. Tujuan : Mengetahui hubungan antara fragmentasi kompleks QRS dengan penyakit jantung koroner pada pasien dengan blok nodus AV total yang memerlukan pemasangan pacu jantung permanen. Metode : Penelitian ini merupakan studi analitik kasus kontrol dengan menggunakan data sekunder rekam medis pasien blok nodus AV total yang sudah dilakukan tindakan pemasangan pacu jantung permanen dan angiografi koroner di Rumah Sakit PJN Harapan Kita. Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2017. Dilakukan pencatatan karakteristik pasien, faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi kejadian PJK serta hasil pemeriksaan ekokardiografi dan angiografi koroner. Pembacaan ekg dilakukan oleh dua orang spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan di divisi aritmia. Hasil : Total sampel penelitian ini adalah 46 sampel yang terdiri atas 23 kasus dan 23 kontrol. Gambaran fQRS pada pasien blok nodus AV total menunjukkan kecenderungan 2,4 kali mengalami PJK dibandingkan dengan yang tanpa fQRS, walaupun secara statistik memperlihatkan hasil yang tidak bermakna OR = 2,4; p = 0,236 . Hasil uji Kappa menunjukkan kesepakatan yang baik kedua observer dengan nilai Kappa inter-observer 0,487 serta intra-observer 0,737 dan 0,783. Kesimpulan : Fragmentasi kompleks QRS pada pasien blok nodus AV total memiliki kecenderungan 2,4 kali untuk prediksi PJK namun tidak bermakna secara statistik.Kata Kunci : Fragmentasi kompleks QRS, penyakit jantung koroner, blok nodus AV total, pacu jantung permanen

Background Detection of coronary artery disease CAD in symptomatic bradycardia patients requiring permanent pacemaker implantation should be known early. Currently the use of advanced modalities such as cardiac catheterization and cardiac CT are the primary choice in detection of CAD in total atrioventricular blok patients with relatively high cost and risk. The description of fragmented QRS complex fQRS in electrocardiography associated with the presence of ischemia or scar in the myocardium that can be an alternative detection of CAD in patients with total AV block requiring permanent pacemaker implantation. Objectives To determine the relationship between fragmented QRS complex and coronary artery disease in patients with complete atrioventricular AV nodal block requiring permanent pacemaker implantion. Methods This study is an analytic study of case control using secondary data of medical record of complete AV block patients who have performed permanent pacemaker and coronary angiography at PJN Harapan Kita hospital. The study was conducted in April Agustus 2017. Recorded patient characteristics, factors known to influence CAD events as well as results of echocardiography and coronary angiography. The EKG readings were performed by two cardiologist consultants in the arrhythmia division. Results The total sample of this study was 46 consisting of 23 case and 23 control. The description of Fqrs in patients with total AV nodal block showed a trend of 2.4 times for CAD prediction compared with those without Fqrs, although statistically showed a non significant OR 2.4 p 0.236 . Kappa test results showed good agrreement both observers with Kappa inter observer value 0.487 and intra observer 0.737 and 0.783. Conclusion Fragmented QRS complex in patients with complete AV nodal block had a tendency of 2.4 times for CAD prediction but statistically not significant. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Rafles Partogi Hadameon
"Latar belakang: Mesin cardiopulmonary bypass (CPB) yang digunakan untuk operasi conventional coronary artery bypass graft (CCABG) meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi ginjal pascaoperasi. Teknik operasi off-pump coronary artery bypass (OPCAB) tidak menggunakan mesin CPB, sehingga diharapkan dapat menurunkan kejadian acute kidney injury (AKI) pascaoperasi. Gangguan fungsi ginjal pascaoperasi dapat berkomplikasi menjadi penyakit ginjal kronik dan bahkan meningkatkan mortalitas.
Tujuan: Membandingkan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi OPCAB dan CCABG dengan menilai peningkatan kreatinin serum, derajat AKI, dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kohort retrospektif yang dilakukan dengan menganalisis data rekam medis pasien di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2019 – 2021. Data kreatinin serum pascaoperasi diambil pada waktu 24 jam dan 48 jam pascaoperasi, kemudian hasilnya dibandingkan di antara kedua kelompok. Derajat AKI pascaoperasi dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi yang terjadi di antara kedua kelompok juga dibandingkan.
Hasil: . Kelompok pasien OPCAB (n = 277) dan CCABG (n = 770) memiliki data demografis yang tidak berbeda bermakna. Kelompok OPCAB memiliki nilai median kreatinin serum pascaoperasi yang lebih rendah pada waktu 24 jam (1,04 mg/dL vs 1,20 mg/dL; p <0,05) dan 48 jam pascaoperasi (1,12 mg/dL vs 1,21 mg/dL; p<0,05). Kejadian AKI pascaoperasi pada semua stadium dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi juga lebih rendah secara bermakna pada kelompok OPCAB.
Kesimpulan: Teknik operasi OPCAB menghasilkan kreatinin serum dan derajat AKI lebih rendah serta kebutuhan hemodialisis pascaoperasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan CCABG.

Background: Cardiopulmonary bypass (CPB) machine, that is used in conventional coronary artery bypass graft (CCABG), increases the risk of postoperative renal dysfunction. Off-pump coronary artery bypass technique does not utilize the CPB machine, therefore is expected to decrease postoperative acute kidney injury (AKI) incidents. Postoperative renal dysfunction can complicate into chronic kidney disease and even increases mortality risk.
Purpose: To compare the postoperative renal dysfunction after OPCAB and CCABG by evaluating the increase of creatinine serum, AKI, and postoperative hemodialysis.
Methods: For this retrospective cohort study, we analyzed the data from patient’s medical record in National Cardiovascular Center Harapan Kita from 2019 to 2021. The patients in OPCAB group (n=277) and CCABG group (n=770) had similar demographic characteristics. Postoperative creatinine serum was measured at 24 hours and 48 hours postoperative, then the results were compared between the two groups. Postoperative AKI and hemodialysis were also compared.
Results: The OPCAB group had lower median value of postoperative creatinine serum at 24 hours (1.04 mg/dL vs 1.20 mg/dL; p <0.05) and 48 hours postoperation. (1.12 mg/dL vs 1.21 mg/dL; p<0.05). All stages of postoperative AKI and hemodialysis were also lower significantly in the OPCAB group.
Conclusion: OPCAB technique resulted in lower postoperative creatinine serum, AKI rates, and less hemodialysis neeeds compared with CCABG technique .
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rigel Kent Paat
"Latar Belakang: Penyakit arteri koroner dapat di tata laksana dengan bedah pintas arteri koroner (BPAK) menggunakan mesin pintas jantung paru (PJP) dan fraksi ejeksi (FE) yang rendah berhubungan dengan peningkatan mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Kejadian AKI pascaoperasi BPAK dengan mesin PJP merupakan kejadian yang cukup sering dengan prevalensi bervariasi antara 7,6-48,5%. Patogenesis acute kidney injury(AKI) pascaoperasi jantung bersifat kompleks dan multifaktorial, dengan beberapa mekanismenya melibatkan proses inflamasi, iskemia-cedera reperfusi, dan stres oksidatif. Hingga saat ini belum ada pedoman strategi proteksi ginjal pada operasi BPAK. Glutamin, sebuah asam amino esensial-kondisional memiliki efek anti inflamasi dan anti oksidena melalui induksi heat shock protein (HSP) dan produksi antioksidan glutathione (GSH). Sehingga, dihipotesiskan pemberian glutamin dapat menurunkan kejadian AKI menurunkan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi BPAK.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada pasien yang menjalani operasi BPAK menggunakan mesin PJP dengan FE rendah. Subjek dibagi menjadi kelompok yang mendapat glutamin intravena praoperasi dan kelompok yang tidak mendapat glutamin. Kejadian AKI 24 jam pascaoperasi, kadar kreatinin serum 24 jam pascaoperasi dan estimated glomerular filtration rate(eGFR) 24 jam pascaoperasi merupakan luaran yang dinilai pada penelitian ini.
Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan kejadian AKI 24 jam pascoperasi pada kelompok glutamin sebesar 3,3% dan kelompok kontrol 10%. Namun, tidak didapatkan hubungan bermakan kejadian AKI 24 jam pascaoperasi terhadap pemberian glutamin intravena praoperasi (p=0,612). Dari hasil pemeriksaan eGFR 24 jam pascaoperasi, didapatkan rerata kelompok kontrol 57,67 ± 18,86 mL/min/1,73m2dan kelompok glutamin 64,43 ± 17,56 mL/min/1,73m2, namun tidak berbeda bermakna (p=0,156). Dari hasil pemeriksaann kreatinin serum 24 jam pascaoperasi, didapatkan median kelompok kontrol 1,3 (0,87 – 2,68) mg/dL dan kelompok glutamin 1,2 (0,78 – 2,35), namun hasil ini juga tidak berbeda bermakna (p=0,258)
Kesimpulan: Pemberian glutamin intravena praoperasi pada pasien dengan fraksi ejeksi rendah yang menjalani BPAK menggunakan mesin PJP, tidak memiliki hubunga bermakna terhadap kejadian AKI dan eGFR serta kadar kreatinin serum 24 jam pascaoperasi.

Background: Coronary artery disease can be managed by coronary artery bypass graft surgery (CABG) using a cardiopulmonary machine (CPB) and low ejection fraction (FE) is associated with increased short-term and long-term mortality. The incidence of postoperative acute kidney injury (AKI) after CABG using a CPB machine is quite common with a prevalence varying between 7.6-48.5%. The pathogenesis AKI after cardiac surgery is complex and multifactorial, with several mechanisms involving inflammation, ischemia-reperfusion injury, and oxidative stress. Until now, there are no guidelines for kidney protection strategies in CABG surgery. Glutamine, a conditionally essential amino acid has anti-inflammatory and anti-oxidant effects through the induction of heat shock protein (HSP) and the production of the antioxidant glutathione (GSH). Thus, it is hypothesized that the administration of glutamine can reduce the incidence of AKI and decrease renal function impairment after CABG surgery.
Methods: This study is a retrospective cohort study in patients who underwent CPA surgery using a PJP machine with low FE. Subjects were divided into groups that received preoperative intravenous glutamine and groups that did not receive glutamine. The incidence of AKI 24 hours postoperatively, serum creatinine levels 24 hours postoperatively and the estimated glomerular filtration rate (eGFR) 24 hours postoperatively were the outcomes assessed in this study.
Results:From this study, the incidence of AKI 24 hours postoperatively in the glutamine group was 3.3% and the control group was 10%. However, there was no significant relationship between the incidence of AKI 24 hours postoperatively with preoperative intravenous glutamine administration (p=0.612). From the results of the 24-hour postoperative eGFR examination, the mean of the control group was 57.67 ± 18.86 mL/min/1.73m2 and the glutamine group was 64.43 ± 17.56 mL/min/1.73m2, but not significantly different (p= 0.156). From the results of serum creatinine examination 24 hours postoperatively, the median control group was 1.3 (0.87 – 2.68) mg/dL and the glutamine group 1.2 (0.78 – 2.35) mg/dL, but these results also did not differ significantly (p=0,258)
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumartini
"ABSTRAK
Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Erysiphae diffusa (Cook and Peck) pada tanaman kedelai dan E. polygoni (DC Sawada) pada kacang hijau. Penyebaran penyakit penting ini menyebabkna kehilangan hasil mencapai 35% pada kedelai dan 26% pada kacang hijau. Di Indonesia, penyakit ini terjadi di sentra produksi kedelai dan kacang hijau. Di luar negri, penyebaran penyakit embun tepung meliputi Asia, Amerika Serikat, dan Brazil. Intensitas penyakit biasanya tinggi pada musim kemara, pada saat suh dingin di pagi hari dan kondisi berembun di sekitar pertanaman. Gejala penyakit embun tepung mudah dikenali dengan ciri seperti tepung di permukaan atas daun. Hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis dan transpirasi. selain itu, haustorium Erysiphe menyerap fungsi tanaman sehingga menganggu beberapa fungsi dan proses metabolisme. Penyakit embun tepung perlu dikendalikan untuk menekan kehilangan hasil kedelai dan kacang hijau. Cara pengendalian yang disarankan adalah penyemprotan dengan bahan nabati (ekstrak biji mimba, kompos teh, susu sapi, minyak dari citronella, lemongrass, eucalyptus, cinnamon, dan tanaman teh ) pada kedelai dan penggunaan varietes tahan vima-1 pada kacang hijau. "
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017
630 JPPP 30:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maula Utrujah
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. PPOK mengganggu proses masuk dan keluarnya udara sehingga dapat menimbulkan gejala seperti batuk, sesak, dan produksi sputum berlebih. Aktivitas fisik penting untuk pasien PPOK. Aktivitas fisik dapat mengurangi risiko hospitalisasi dan mortalitas. Tujuan penelitian ini, yaitu melihat gambaran karakteristik dan aktivitas fisik pada pasien PPOK. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional pada 200 responden dengan teknik purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk aktivitas fisik. Hasil penelitian didapatkan 66 orang (33%) aktivitas fisik ringan, 74 orang (37%) aktivitas fisik sedang, dan 60 orang (30%) aktivitas fisik berat. Pada 200 orang responden yang mengikuti penelitian ini paling banyak melakukan aktivitas fisik sedang, sehingga mayoritas responden aktivitas fisiknya terpenuhi. Pada aktivitas fisik ringan disarankan untuk menggunakan bronkodilator sebelum beraktivitas atau mengikuti rehabilitasi paru sehingga dapat meningkatkan aktivitas fisik.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the fourth leading cause of death in the world. COPD interferes with air entry and discharge, causing symptoms such as coughing, dyspnea, and excessive sputum production. Physical activity is important for COPD patients. Physical activity could reduce the risk of hospitalization and mortality. This study is aimed to describe the characteristic of physical activity on patients with COPD. Its design was cross-sectional with 200 samples and selected through purposive sampling technique. Physical activity were identifies using International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). The results showed there were 66 patients (33%) who had mild physical activity, 74 patients (37%) with moderate, and 60 patients (30%) which had severe physical activity. This study found that the majority of patients had a good physical activity. This study reccomends patients with mild physcial activity uses bronchodilator before joining the lung rehabilitation or other activities to improve the intensity of physical activity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulistiowati
"Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang mampu meningkatkan efikasi diri pada pasien penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dan efikasi diri serta mengidentifikasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan korelasi dengan menggunakan metode cross sectional. Sebanyak 133 responden menggunakan teknik sampling consecutive sampling. Hasil analisis penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan efikasi diri pada pasien PPOK p value : 0,032 ; ? : 0,05 dengan nilai OR 4,21, CI 95 1,19-14,89. Faktor confounding yang diteliti hanya faktor penghasilan yang memiliki pengaruh terhadap hubungan dukungaan keluarga dengan efikasi diri pada pasien PPOK p value : 0,007; ?: 0,05. Hasil penelitian menunjukkan perlunya memperhatikan aspek dukungan keluarga dan efikasi diri pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>