Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123293 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Zulkarnain, supervisor
"Salah satu pokok permasalahan yang sering muncul dalam proses keberatan dan banding adalah mengenai koreksi "Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham". Dalam proses keberatan, penelaah keberatan selalu menggunakan dasar yang sama dengan pemeriksa dalam hal mempertahankan koreksi, yaitu menggunakan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-165/PJ. 312/1992 tanggal 15 Juli 1992. Namun dalam putusan banding di pengadilan pajak, majelis hakim hampir selalu memenangkan wajib pajak sebagai pemohon banding atas permasalahan ini dengan berbagai alasan. Tentunya hal ini sangat memberatkan Direktorat Jenderal Pajak yang harus mengembalikan pokok pajak yang telah disetor ketika mengajukan banding beserta imbalan bunganya kepada wajib pajak. Apabila hal ini terus berlarut-larut maka dapat mengurangi penerimaan pajak secara signifikan yang telah dikumpulkan oleh DJP dengan susah payah hanya karena untuk membayar imbalan bunga kepada wajib pajak sebagai Pemohon Banding. Selain itu, dasar koreksi yang digunakan untuk permasalahan pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham didasarkan hanya atas "Surat Direktur Jenderal Pajak" yang sesungguhnya tidak dikenal dalam tata urutan perundangundangan di Indonesia. Dalam praktiknya, penerapan Surat Direktur Jenderal Pajak tersebut sering diabaikan oleh hakim pengadilan pajak dalam tingkat banding atau selalu mengalahkan koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang didasarkan atas Surat Direktur Jenderal Pajak tersebut. Permasalahan yang bersifat umum dan berlaku bagi semua wajib pajak diputus dengan surat yang seharusnya hanya digunakan untuk hal-hal khusus yang tidak mengikat wajib pajak secara keseluruhan, baik di tingkat keberatan maupun di tingkat banding.
Tesis ini mencoba menganalisa sengketa pinjaman tanpa bunga dalam proses keberatan maupun banding yang sengketanya didasarkan pada Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992 tentang Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham dengan menggunakan putusan-putusan banding terkait untuk diketahui sebab-sebab timbulnya perbedaan antara keputusan keberatan dan putusan banding. Selain itu, akan ditelaah lebih mendalam relevansi penggunaan "surat" sebagai dasar hukum pengambilan keputusan baik di tingkat keberatan maupun banding dilengkapi dengan wawancara dengan pihak-pihak terkait.

One of the problems that often rise in the objection process and appeal is about "Non-Interest Bearing Loan" matter. When the objection process is held, the objection reviewers always apply the same base of correction with the tax auditors in order to shield the tax correction by using the Directorate General of Taxes (DGT) Letter No. S-165/PJ.312/1992 dated July, 15 1992. On the other hand, in the appeals process at the tax court, the judges often win the tax payers for this dispute for many reasons. Absolutely, this reality give more burden to the DGT that should have to return the advanced payment from the taxpayers when they applying the case to the court plus the interest 2% for each month. The more this situation happens, the more the DGT will suffer because it will decrease the tax revenue significantly that previously collected with extra efforts just to pay back the interest to the tax payers. Besides that, the correction base used for "Non-Interest Bearing Loan" matter is only underlied to the "DGT Letter" that actually is not known in the sequence of Indonesian law. In the practices, the applying of the DGT Letter is frequently rejected by the judges in the tax court. The common problems for all tax payers are decided with the letter that should only be used for particular problems.that not obligate the tax payers at all, not only in the objection level but also in the appeal level.
This thesis attempts to analyze the "Non-Interest Bearing Loan" dispute in the objection and appeal process that based on the Directorate General of Taxes (DGT) Letter No. S-165/PJ.312/1992 dated July, 15 1992 about Non-Interest Bearing Loan from Shareholders by using the decrees from the tax court for related disputes in order to discover the causes of the differences between the objection decree and the appeal decree. Moreover, this thesis will also evaluate about the relevance of using the "DGT Letter" to make decision in the objection and appeal level completed with the interviews with other related party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24567
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Wiska Ati Sukariyani
"Semua barang impor wajib dikenakan pajak berupa Bea Masuk dan pungutan lainnya dalam rangka impor yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Nilai pabean merupakan dasar perhitungan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor. Sistem penetapan nilai pabean terdiri dari enam metode (Metode I, Metode II, Metode III, Metode IV, Metode V, dan Metode VI) yang digunakan secara hierarki. Penetapan nilai pabean sering menimbulkan sengketa antara wajib pajak (importir) dengan Pejabat Bea dan Cukai yang disebabkan perbedaan penafsiran dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Banyaknya sengketa pabean dapat merugikan semua pihak, baik wajib pajak, masyarakat maupun pemerintah. Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa. Wajib pajak yang merasa dirugikan atas penetapan tarif, nilai pabean ataupun sanksi administrasi dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Apabila wajib pajak masih belum menerima putusan atas keberatan maka wajib pajak dapat menempuh upaya banding hanya ke Pengadilan Pajak. Ketentuan mengenai Banding diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi. Apabila ada pihak yang bersengketa tetap tidak puas dengan putusan banding, maka upaya yang dapat ditempuh adalah upaya Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Dengan demikian diharapkan terciptanya kepastian hukum dan keadilan bagi pihak yang bersengketa."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari Pujiastuti
"Latar belakang penulisan tesis ini adalah banyaknya kekalahan yang diderita oleh Direktorat Jenderal Pajak atas sengketa transaksi cash pooling di Pengadilan Pajak. Makin banyaknya grup perusahaan yang menggunakan transaksi ini dalam cash management-nya juga menjadi latar belakang yang mendorong penulisan tesis ini. Tujuan penulisan tesis ini untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai transaksi cash pooling itu sendiri berikut analisis dari sisi perpajakannya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Cash pooling merupakan aplikasi dari cash management. Dalam pelaksanaannya tidak dapat dihindari bahwa transaksi ini akan menimbulkan efek perpajakan karena pada hakekatnya menimbulkan hubungan hutang piutang dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Secara umum cash pooling dilakukan melalui dua skema yaitu Cash Concentration (zero/target balancing) dan Notional Cash Pooling.
Bank adalah pihak yang berperan sebagai fasilitator dalam transaksi ini. Analisa atas Putusan Pengadilan Pajak yang dikeluarkan pada tahun 2008, yaitu sebanyak 3 (tiga) putusan yang berkaitan dengan sengketa transaksi cash pooling dengan skema cash pooling yaitu cash concentration dan transaksi terjadi pada grup perusahaan domestik, diperoleh hasil bahwa dilakukannya koreksi oleh DJP karena pada saat pemeriksaan maupun proses keberatan Wajib Pajak tidak memberikan data maupun dokumen yang berkaitan dengan transaksi ini.
Data ataupun bukti baru disampaikan Wajib Pajak pada saat proses banding di Pengadilan Pajak. Transaksi cash pooling yang mempunyai akibat timbulnya hutang piutang antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa maka analisa mendalam harus dilakukan untuk menilai transaksi ini apakah sesuai prinsip harga pasar wajar (arm's length price) dan memastikan keaslian pinjaman (yang diukur dengan Debt Equity Ratio/DER).
Saran yang diberikan dalam tesis ini adalah segera diselaraskannya Undang-undang Pengadilan Pajak dengan Pasal 26 A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Saran lainnya adalah segera diterbitkan aturan yang komprehensif berkaitan dengan masalah transfer pricing, berikut aturan yang menetapkan Debt Equity Ratio (DER) untuk mencegah timbulnya skema thin capitalization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Warendra Bagaskara
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S25994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Sofyan Munawar
"Mekanisme restitusi PPN mengalami perubahan mendasar, karena mulai tahun 2001 Wajib Pajak (Pengusaha Kena Pajak) boleh mengajukan permohonan restitusi pada setiap Masa Pajak yang sebelumnya hanya dapat dilakukan pada akhir tahun buku, kemudian Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Kep-523/PJ/2000 tanggal 6 Desember 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januan 2001, dan diganti dengan Kep-160/PJ/2001 tanggal 19 Februari 2001, dimana restitusi tidak lagi dibatasi 7% dari total nilai ekspor dan/atau nilai penyerahan kepada Pemungut PPN pada Masa Pajak tersebut, sebagaimana diatur dalam Kep-28/PJ/1996 tanggal 17 April 1996.
Dengan demikian dampak perubahan penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan (restitusi) akan mempunyai dampak terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi perbedaan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai secara signifikan sebelum dan setelah diberlakukannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 160/PJ/200I tanggal 19 Pebruari 2001?
Metode penelitian yang digunakan adalah uji beda dua rata-rata dengan menggunakan t-test. Uji perbedaan dua populasi digunakan untuk mengukur apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata dari dua populasi yang diukur dengan menggunakan dua sampel dari kedua populasi tersebut. Populasi yang digunakan adalah data penerimaan PPN, sedangkan sampel yang diambil merupakan data penerimaan bulan Pebruari 1999 sampai bulan Desember 2000 sebagai sampel pertama dan data bulan Januari 2001 sampai bulan Nopember 2002 merupakan sampel data kedua.
Dari uji hipotesis diperoleh hasil bahwa uji beda dua rata-rata menghasilkan perbedaan sebesar-7,40, dengan nilai absolut dari t-hitung adalah 7,40 dengan tingkat signifikan 0,000 dan bila dibandingkan dengan t-tabel dengan taraf ά= 0,05 dan df = 44 sebesar 2,015, sehingga dapat diketahui bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara penerimaan PPN setelah restitusi pada periode Pebruari 1999 sampai dengan Desember 2000 dengan periode Januari 2001 sampai dengan Nopember 2002. Adapun perbedaan secara rata-rata penerimaan sebesar Rp 1.858.299 juta. Tanda negatif yang berada pada nilai t-hitung (-7,40) menunjukan bahwa kelompok data yang diletakkan di awal (periode Pebruari 1999-Desember 2000) memiliki nilai yang lebih kecil dari kelompok data yang diletakkan di akhir (periode Januari 2001-Nopember 2002), dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa setelah diberlakukannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 160/PJ/2001 penerimaan PPN setelah restitusi mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya keputusan tersebut.

Tax Refund mechanism in value added tax has changes since 2001 the taxpayer can apply for a tax refund in value added tax at the end of the month as previously could only be done at the end of the year. Furthermore Kep Dirjen Kep-523/PJ/2000 dated 6 December 2000 applied since 1 January 2001 where the taxpayer can only refund their value added tax 7% only from their export or sales to withholding tax organization at each period is change by Kep-160/PJ/2001 dated 19 February 2001 as it is being regulated by Kep-28/PJ/1996 dated 17 April 1996.
Because of that changes in the calculation and the ways of value added tax refund will have an effect on our Value Added Tax income.
This thesis is going to analyze whether there are differences in our value added tax income before and after Kep - I6O/PJ/2001 dated 19 February 2001 is being applied.
The research method that is used in this research is the average of two type differences using the t-test. The test of the differences in two populations is used to measure whether there are differences in nominal averages from the two populations. Population is used Value Added Tax income, but sampling take income list month February 1999 until December 2000 as first sample and list month January 2001 until November 2002 second sampling.
From Hypothesis test the result are -7,40 differences, with absolute number from the calculation t is 7, 40 with significance point 0,000 and comparing with the t-table ά= 0,05 and df= 44 is 2,015. So can be known that the t calculation is bigger than the t-table. So it can be concluded there are differences between Value Added Tax Income after tax refund in February 1999 until December 2000 with January 2001 until November 2002. The differences in income averages Rp 1.858.299,- million. The negative sign in t-calculation (-7,40) showed the groups of data at the beginning ( period February 1999 - December 2000) is smaller than the groups of data (period January 2001 - November 2002), so it can be concluded that after Kep Dirjen 1601PJ12001 is applied Value Added Tax after tax refund income increased.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Rahmat Irawan
"Penelitian ini difokuskan pada analisis perbedaan keputusan keberatan dan putusan banding pada proses keberatan dan banding atas SKPKB PPN, penelitian ini dilakukan dengan metode kaulitatif, karena penelitian kaulitatif sangat berperan untuk mendalami suatu pemahaman, dengan menggunakan studi kasus pada PT. Adhimix Precast Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat bahwa penelitian ini mencakup aspek-aspek baik administrasi, hukum dan kebijakan melalui penerapan penyelesaian sengketa pajak melalui lembaga keberatan dan banding. Penulis berkesimpulan adanya perbedaan keputusan keberatan dan putusan banding lebih disebabkan adanya perbedaan dalam menginterpretasikan suatu obyek pajak, adapun perbedaan sebagai berikut wajib pajak berpijak terhadap aktivitas usaha tanpa menyebutkan secara jelas legal formal dan konsep dan teorinya, sedangkan fiskus berpijak kepada aturan pelaksana dalam hal ini peraturan pemerintah, tetapi tidak secara komprehensif dalam melihat peraturan yang ada, dimana menurut data dan analisa penulis, terbanding tidak mempertimbangkan aktivitas usaha yang dilakukan wajib pajak sehingga dalam pengenaan pasalnya hanya mengacu pada peraturan pelaksanaan tidak pada undang-undang dan peraturan penjelasannya, sedangkan lembaga keberatan belum berfungsi secara optimal dan dalam putusannya belum bersikap netral, masih diwarnai oleh intervensi birokrasi yg lebih tinggi. Lembaga keberatan masih dianggap sebagai Peradilan semu (Quasi-Litigasi) karena yang memutuskan masih satu lembaga dengan lembaga yang mengeluarkan peraturan peneliti keberatan sebagai hakim doleansi adalah seorang pegawai negeri sipil dan bertugas dalam jenjang hierarkhi organisasi, dengan demikian independensi tidak dapat diwujudkan dan untuk majelis hakim berpijak pada undang-undang dan batang tubuh aturan penjelasan yang didasari dari teori dan konsep dari pada obyek pajak tersebut., putusan hakim disertai keyakinan hakim yang memberikan otonomi atau Independent bagi para hakim untuk bersikap netral. Penulis berharap wajib pajak dalam mengajukan proses keberatan didasari dengan alasan-alasan jelas, jangan didasarkan pada pandangan atau persepsi tetapi alasan harus didasarkan atas legal formal yang disertai dengan teori dan konsep.sedangkan untuk fiskus dalam mengintepretasikan obyek pajak tidak terlepas dari teori dan konsep dan mempelajari legal formalnya secara komprehensif dan memperhatikan aktivitas usaha wajib pajak agar tidak salah pasal dalam mengenakannya obyek pajak yang disengketakan, terbanding diharapkan netral dalam menyikapi permohonan keberatan wajib pajak, sedangkan bagi lembaga keberatan diharapkan independent dalam memutuskan permohonan keberatan wajib pajak, penulis mengusulkan agar lembaga keberatan dihapuskan untuk hasil pemeriksaan yang terlebih dahulu dilakukan closing conference antara fiskus dan wajib pajak sedangkan untuk keputusan jabatan yang tanpa sepengetahuan wajib pajak lembaga keberatan dirasakan masih perlu dan untuk majelis hakim selain independent dan netral dalam memutuskan permohonan banding , diharapkan juga ahli dan menguasai dalam bidangnya.

The objection submitted only for DJP to material or content of tax assessment in research submitted to letter of tax assessment tax pay decrease value increase. Now the limit to submitted the letter of objection definited in three months since published the letter of assessment tax, and can be considered to extended so as obligatory tax have enough time to prepare the letter of objection with strong reason. Otherwise Dirjen Pajak must fulfill requested from obligatory tax.In timing not more than 12 months after the letter of objection received. Dirjen Pajak must give dicision on submitted objection, if in that timing has been expired and Dirjen Pajak not given some decision, so the correctness that submitted considered received. Decision from Dirjen Pajak on objection can be like received all or half, reject or add amount of debted tax on that objection in timing 12 months after the letter of objection received from Kantor Pelayanan Pajak On decision of rejected objection by DJP, the process continue for obligatory tax to submitted equal according tax regulation (UU perpajakan), Equal can only submitted on decision objection published by fiskus that still contain dispute between obligatory tax and fiskus.Process to submitted equal, start from submit to requested equal letter by obligatory taz to Sekretariat pengadilan pajak. If requested equal letter can be received so that will following by : process requested equal, process the justice tax send SUB to Direktorat PPN and PTLL send SUB to the Justice tax,The Justice tax send copy SUB to obligatory tax. Obligatory tax send objection letter to justice tax, equal assembly in justice tax, Decision justice tax on equal SKPKB PPN. Reseach about variance of objection decision and equal decision on process objection and equal done with qualitatif methode, because qualitatif reseach have very role of a certain comprehension, With using case study at objection case and equal PT. Adhimix Precast Indonesia, This thing done to remain that this research covered all aspects such as: administration, law, and policy by applied to solved dispute tax by objection and equal institution. After pass from processing and data analysis, writer in objection process and equal submitted by PT.Adhimix Precast Indonesia take conclution that have fulfilled requested objection and equal, the validity of requested objection letter is important requirements so as the bundles of requsted can be submitted to continue stage, Now the stage prosess can be conclution as follow: authority from people who sign objection letter, objection letter must based on clearly reason,obligatory tax must learn about SKPKB PPN, Researching SKPKB PPN, explaining amount of tax which debted, otherwise in processing equal in a substantial can taken conclution as follow : request explaining or answering to DJP about reasoning rejected to objection letter, making submitting equal letter which signed by board, request equal only for justice tax if indicated people who represent company, must be made authorization letter, prepare all data which connected with requested problem, there is explained about disagreement or recected on decision objection from obligatory tax with equal letter, Equal is right for obligatory tax. On varience of decision of objectionand decision equal, writer take conclution base on varience in interpretation a certain object tax, requester equal inpretation to activity without explain legal formal clearly, and equal interpretation to legal formal but not comprehensif to analysis explaining about section, according data and analysis writer, wrong equality in aplication section, ohterwise court of justice just to teory and consept which connected only to legal formal tax.
Suggesting which can conveied in this writing, before request objection, obligatory tax must learn and research to assessment tax and in request objection suggested so as obligatory tax see authority frompeople who sign objection letter base on reason clearly, not to perception, but the reason must based on principle or argumentation which requested by fiskus, otherwise fiskus must netral in way of behaving requested obligatory tax, in equal process obligatory tax suggested to request explaining ar argument from DJP about rejected reason and prepare all condiment documents, matriks, accompany and recapitulation data which connected with requested problem and know counting formal requirement, obligatory tax pay 50 % from debted tax and in decision dispute tax sould be interpretation object tax not far from teory and concept and learn formal legal, in a comprehension so as not wrong section in using object tax which disputed not only for legal formal but respect to to Asas equity/equality, justice must be important pont in choise policy option.present in build tax system.Legal formal regulation tax shouldpoint to teory and concept and respect to the principle tax and avoid from ?political will? or others which can difficult for oligatory tax. So conviction for tax has been fair and spread out, it can develop awarness for obligatory tax in implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24563
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gesang Yulianto
"Salah satu hak Wajib Pajak adalah hak untuk mengajukan keberatan dan banding. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menangani keberatan sedangkan Pengadilan Pajak diberi kewenangan untuk menangani banding.
Efisiensi dan efektifitas merupakan saiah satu tolok ukur kesuksesan organisasi termasuk bagi Direktorat Jendera! Pajak dan Pengadilan Pajak.
Dari penelitian terhadap 123 putusan banding Pengadilan Pajak diketahui bahwa keberatan Wajib Pajak Kebanyakan diselesaikan dalam jangka waktu 11 dan 12 bulan. dan 92% keputusan keberatan yang diajukan banding memenangkan Wajib Pajak. Dengan demikian alokasi sumberdaya fiskus untuk menyelesaikan keberatan tidak imbang dengan hasil akhir yang dicapai, artinya tindakan fiskus menyelelesaikan keberatan dalam jangka waktu optimum tidak efisien.
Bila telusuri lebih jauh alasan institusi peradilan memenangkan Wajib Pajak sebagian besar disebabkan Iemahnya daser koreksi pemeriksa dalam tahap pemeriksaan sehingga ketidakefisienan yang terjadi sebenarnya dimulai dari tahap ini.
Sedangkan penyelesaian banding sebagian besar diselesaikan dalam jangka waklu 12 bulan jangka waktu ini lermasuk 3 bulan untuk permintaan Surai Uraian Banding dan 30 hari untuk kelengkapan Surat Bantahan. Walaupun Majelis Pengadilan tidak selalu menyidangkan semua kasus menunggu diterimanya dua dokumen tersebut dari segi pencapaian tujuan yakni memberikan perlindungan Kepada rakyat, kepuasan konstituen yakni Wajib Pajak yang mengajukan banding dapat dikatakan lembaga ini tergolong memenuhi unsur Efisiensi dan efektifitas, karena 92% perkara yang diajukan banding memenangkan Wajib Pajak akibat koreksi pemeriksa yang tidak berdasar.

One of the taxpayer rights is the right to apply an objection and an appeal. According to the tax regulation. Directorate General of Taxes has an authority to proceed taxpayer objection while Tax Court has and authority to proceed tax appeal.
Efficiency and effectiveness are the criteria on measuring successfulness of organization including both Directorate General of Taxes and Tax Court.
From research to 123 Tax Courts appeal decisions, it's known that Taxpayer objections mostly finished within 11 of 12 months and 92 percent of the appeal decision on tax objection was won by the taxpayer. Thereby allocation of the tax office's human resources to proceed taxpayer objection do not balance with the final decision, it means that tax official works inefficiently on tax objection within the optimum period. if it's traced to the reason on tax court institution to win Taxpayer. it's mostly caused by the weakness of tax auditor's corrective bases during audit phase so that inefficiency was started from this phase.
While tax appeal completion mostly finished within 12 months. this period is including both 3 months for the request of Surat Uraian Banding, and 30 days to fulfill Surat Bantahan. Although Tax Court do not always hold meeting on all cases, await receiving both document, from the planed goal that is give protection to people, satisfaction of constituent taxpayer who submit tax appeal. this institute's pertained to fulfill both efficiency and effectiveness element, because 92% of cases won by Taxpayer on the effect of inappropriate tax audit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>