Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanungkalit, Rita M.M.
"Ada kontradiksi antara Undang-undang Perkawinan dan ketentuan hukum agama, khususnya hukum agama Kristen dan Katholik, salah satunya ialah dalam hal perceraian. Undang-undang Perkawinan Pasal 39, 40, 41 mengatur dan membolehkan adanya perceraian. Ketentuan hukum Agama Kristen dan Katholik, bukan saja tidak mengatur dan tidak membolehkan, tetapi malah melarang terjadinya perceraian. Hukum agama Kristen dan Katholik tidak bisa menerima dan tidak bisa mengakui perceraian walaupun perceraian itu atas Keputusan Pengadilan. Jika Undang-undang Perkawinan memberikan peranan kepada agama dan/atau kepercayaan sesuai dengan falsafah Pancasila yang menjiwai Undang-undang tersebut. Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, menentukan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Mengapa Undang-undang Perkawinan tidak menentukan bahwa perceraian adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan/atau kepercayaannya. Penelitian menggunakan bahan primer berupa perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum dan putusan-putusan Pengadilan Negeri, yang berkaitan dengan perkawinan dan Perceraian menurut hukum negara dan agama Kristen. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan para pastor dan pendeta. Bahan-bahan hukum dianalisis secara kualitatif dengan proses berpikir deduktif. Metode penemuan hukum yang dipakai oleh hakim adalah metode argumentum a contrario, penafsiran sosiologis dan penafsiran grammatical. Tidak ada perceraian bagi pasangan suami isteri yang beragama Kristen Katolik bagi perkawinan yang ratum et consummatum, meskipun telah bercerai melalui Pengadilan Negeri, tidak dapat dilakukan perkawinan baru, walaupun dapat ditolong secara pastoral. Gereja-gereja Kristen Protestan memungkinkan adanya perceraian dan perkawinan baru.

There is Contradiction between the marriage law and religious law, especially Christian and catholic law, among others is about divorce. The marriage law article 39, 40, 41 regulate and even allow divorce to happen. The law of Christian and catholic, not only does not regulate such thing neither not allow, they even forbid such divorce. The Christian and catholic law can not accept and accept divorce even though such divorce is made by the court of law. If the marriage law give such role to a religion and/or belief in accordance to principals of Pancasila which is the guidance to the that law. Article 2 paragraph (1) of the marriage law, determine that when a marriage is legal when it is done in accordance with the person?s religious belief. Why does not the marriage law determine that the divorce is law when it is done in accordance with the person?s religious belief. The type of law study is descriptive critical doctrines. Even the law is primary law material, including regulations, documents, and public justices, related to marriage and divorce of Christians. The secondary law materials consist of books, interviews with priests, and pastoral councils. The law materials are analyzed qualitatively by descriptive thinking process.. The law method used by jugde is argumentum a contrario method, sociological and grammatical estimations. There is not disforce of Catholic-Christians spouses in ratum et consummatum marriage, even though the divorce has occurred in the public justice, the new marriage can not be carried out, even though it can do pastorally. The exception is that the cancel of marriage and engament for the sake of faith (privilegi paulinum). Protestant Christian churches enable the occurrence of divorce and permission of new marriage."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24616
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amini, Ibrahim
Bogor: Cahaya , 2004
306.8 IBR nt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Octacia Sjam
"ABSTRAK
Status Intimacy Pada Pasangan Suami Istri Kristen Dengan Usia Pemikahan
l - 2 Tahun dan Pengamhnya Terhadap Kehidupan Pemikahan
(118 +- xv), (8 tabel)_ (I skema), (4 lampiran)
Dalam suatu pemikahan, dua orang yaitu pda dan wanita beréatu
untuk mcmbina suatu kehidupan rumah tangga yang akan mereka jalani
sepanjang kehidupan mereka. Salah satu faktor penentu kelanggengan
dalam suatu pemikahan adalah kemampuan individu untuk membuka diri
kepada pasangannya dan menjalin suatu relasi yang hangar. Kemampuan ini
sering disebut sebagai intimacy. Intimacy setiap individu dapat berbeda~
beda tingkat kedalaman dan komitmennya. Perbedaan tingkat kedalaman
dan komitmen dalam inlimacy, disebut status intimacy.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam pcnelitian ini adalah
bagaimana status intimaqy pada pasangan suami istri Kristen dengan usia
pemikahan I - 2 tahun dan pengaruhnya terhadap kehidupan pemikahan
mereka. Unluk menjawab permasalahan penelitian lersebut, penelitl
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara Penelitian
ini melibatkan 3 pasangan suami istri Kristen dcngan usia pemikahan 1 - 2
lahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua subjek pda yang
berstatus sebagai suami dalam penelitian ini memiliki status intimacy yang
berada pada tahap p.seudofntimate_ Sedangkan subjek wanita yang bcrstatus
sebagai istri dalam penelitian ini masing-masin memiliki status intimacy
yang berada pada tahap psendointimate, intimate dan merger committed.
Status inlimaqv yang dirniliki oleh suami dan istri juga belpengamh
terhadap kehidupan pemikahan mereka, dimana suami maupun istri yang
zidak terpenuhi kebutuharmya dalam relasinya dengan pasangan akibat
adanya perbcdaan status intimacy antara keduanya, mengalami
ketidakpuasan dalam pemilcahan mereka. Namun, adanya ajaran Kristiani
yang dihayati oleh semua subjck sebagai dasar dari pernikahan telah
membuat mereka berhasil untuk terus mempertahankan kehidupan
pemikahannya.

"
2005
T34104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rumonda
"Marital property and its inheritance aspect; some factors that may deter unification efforts of Indonesian family law"
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1992
346.042 NAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Churniatun
"Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana komunikasi dan penanganan konflik yang terjadi antara suami dan isteri khususnya dari sisi atribusi yang diberikan suami/isteri terhadap pasangannya dalam upaya peningkatan hubungan antar pribadi ketika mengetahui anak mereka menderita autis. Autis sendiri merupakan suatu penyakit yang belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dengan paradigma konstruktivis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Komunikasi dan konflik tidak dapat dilepaskan dan segala aspek kehidupan rumah tangga. Perkawinan yang bahagia tidak ditentukan oleh ada tidaknya konflik, melainkan pada bagaimana mereka menangani konflik tersebut. Dalam suatu peristiwa yang tidak diinginkan orang seringkali berusaha mencari penyebab dari terjadinya peristiwa tersebut. Disisi lain proses atribusi yang diberikan sate pihak kepada pihak lain sangat menentukan strategi penyelesaian masalah yang dihadapi. Hasil dan penyelesaian konflik tersebut sangat mempengaruhi tingkat kepuasan yang dicapai oleh suami isteri dan selanjutnya tingkat kepuasan akan memperkuat komitmen dan meningkatkan hubungan menjadi lebih erat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan informan dalam penelitian ini memiliki beberapa daya tarik sehingga mereka makin yakin dalam menjalani hubungan perkawinan yang terjadi. Pasangan informan juga mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menjaga keutuhan hubungan perkawinan tersebut. Kehadiran anak autis menimbulkan konflik yang lebih bersifat karena keadaan yang tidak diinginkan oleh masing-masing informan. Pertentangan antara harapan dan kenyataan ini menimbulkan bermacam reaksi. Sebagaimana diketahui penyebab autis sangat beragam dan tidak dapat ditentukan secara pasti sehingga masing-masing informan menentukan atribusi yang beragam pula. Atribusi ini diberikan baik pada penyebab antis maupun pada perilaku, baik perilaku diri sendiri maupun perilaku pasangannya. Proses ini sangat menentukan strategi penyelesaian konflik yang digunakan oleh masing-masing informan.
Dari penelitian ini didapat beberapa kesimpulan, yaitu usaha peningkatan hubungan antar pribadi terkait dengan keefektifan komunikasi yang terjadi, dimana usaha tersebut makin mudah dilakukan apabila komunikasi dapat berjalan efektf karena komunikasi yang efektif memungkinkan mereka melakukan keterbukaan, saling berempati dan bersikap positif. Pemberian atribusi yang positif juga akan mendukung strategi penyelesaian konflik yang bersifat win win solution. Kemampuan suami/isteri untuk bertahan pada tuduhan yang tidak benar dan tidak adil (negative assertion) sangat membantu pasangan suami isteri dalam menghadapi konflik. Kekuatan komitmen suami/istri terhadap perkawinan juga menentukan keberhasilan pasangan suami istri dalarn mempertahankan dan meningkatkan hubungan antar pribadi diantara mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soejono
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemutusan hubungan ikatan perkawinan (perceraian), di Kotamadya Ujung Pandang, secara umum ingin mengetahui sejauh mana peranan komunikasi, terutama komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), ikut berpengaruh terhadap pemutusan hubungan ikatan tersebut. Walaupun secara umum terlihat bahwa faktor penyebab pemutusan hubungan tersebut, terdiri dari berbagai faktor, antara lain adalah perbedaan persepsi, sikap, kepercayaan, perbedaan latar belakang keluarga, dan perbedaan pandangan. Namun disisi lain hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata terjadinya pemutusan hubungan tersebut, banyak disebabkan karena komunikasi yang terjadi diantara mereka tidak efektif dan juga tidak harmonis. Hal ini disebabkan antara suami dan isteri belum saling terbuka dalam berbagai hal, terutama yang menyangkut masalah pribadi masing-masing.
Sisi lain dari hasil penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa ternyata pada tahap awal hubungan sampai pada masa pacaran, tahapan tahapan perkembangan hubungan yang mereka lalui, belum sepenuhnya berjalan sebagaimana dijelaskan dalam teori penetrasi sosial. Pada tahap perkembangan hubungan yang terakhir, seharusnya telah terjadi hubungan yang stabil diantara mereka. sehingga perbedaan yang terdapat diantara mereka, dapat diterima sebagaimana adanya. Namun sebaliknya yang terjadi, karena perbedaan yang terdapat sebelum mereka menikah, cenderung ditutup-tutupi.
Selanjutnya setelah mereka memasuki jenjang ikatan perkawinan, perbedaan perbedaan yang sebelumnya disembunyikan, secara berangsur-angsur mulai nampak dipermukaan. Masalah mulai timbul, manakala dalam interaksi, perbedaan yang terdapat diantara mereka sudah mulai menyinggung masalah pribadi. Sebagai akibatnya, akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan tidak pernah dapat terselesaikan secara tuntas. Seandainya pada masa pacaran mereka sudah dapat saling terbuka satu sama lainnya, mungkin konflik yang terjadi diantara mereka dapat diatasi dan diredam. Namun karena sewaktu masa pacaran satu sama lain belum sampai dapat mengenal pribadi masing masing secara lebih mendalam, memungkinkan sulit bagi mereka untuk mengatasi setiap konflik yang ada.
Cinta saja ternyata tidak dapat menjamin kelangsungan hubungan ikatan suami dan isteri. Tanpa komunikasi yang harmonis, kemesraan dalam keluarga sulit dapat diwujudkan. Karena dalam setiap kehidupan keluarga, perbedaan sikap dan pendapat sulit dapat dihindari, bahkan tidak mengherankan apabila dalam setiap keluarga konflik sering terjadi. Konflik seperti telah dikemukakan pada bagian awal, tidak selalu negatif. Bahkan menurut Coser ( 1958 ), konflik diperlukan dalam batas - batas tertentu, karena konflik, merupakan salah satu ujian bagi toleransi diantara pasangan suami istri. Dengan adanya konflik akan memungkinkan antara satu dengan lainnya dapat saling mengetahui pribadi masing - masing. "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Wiraswasti Ningsih
2010
S3695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Yushfi Munif
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glorius Anggundoro
"Manusia diberikan karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat melanjutkan keturunan yaitu melalui perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal pasangan suami isteri harus saling cinta mencintai, kasih mengasihi dan setia. Namun tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan bahagia dan kekal. Jika pasangan suami isteri dalam kehidupan perkawinannya sering terjadi pertengkaran dan tidak saling kasih mengasihi, maka pemutusan perkawinan dengan perceraian biasanya diambil sebagai jalan keluar untuk dapat mengakhiri perkawinan mereka. Perceraian diatur dalam KUH Perdata dan UU No. 1 tahun 1974. Tetapi bagaimana dengan pasangan suami isteri yang di larang untuk melakukan perceraian menurut hukum agamanya seperti contohnya dalam agama Katholik yang melarang perceraian secara mutlak dan dalam agama Kristen Protestan yang melarang perceraian kecuali berdasarkan alasan perzinahan, apakah ada alternatif lain untuk menggantikan perceraian tanpa harus melanggar hukum agamanya Metodelogi penelitian yang dipakai adalah metode studi dokumen dan wawancara. Alternatif itu ada, yaitu dengan lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti yang diatur dalam KUH Perdata karena lembaga ini mempunyai akibat yang hampir sama dengan suatu perceraian, tetapi tanpa memutuskan hubungan pasangan suami isteri tersebut. Lembaga perpisahan meja dan ranjang yang tidak diatur lagi dalam UU No. 1 tahun 1974 apakah masih dapat digunakan oleh pasangan suami dilarang bercerai menurut hukum agamanya saat ini sehingga dapat mencegah/menunda terjadinya perceraian Jika masih apakah berpengaruh terhadap gugatan perceraian Jika tidak apakah ada kemungkinan diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974 Lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti dalam KUHPerdata tidak dapat dituntut lagi di pengadilan negeri karena tidak diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tetapi perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan masih dapat dilakukan, dan bahkan perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan dipergunakan oleh hakim dalam pertimbangannya untuk memperkuat gugatan perceraian (Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 315/Pdt.G/1999 tentang perceraian Raden Haryadi dengan Nyonya Endang Larasati), sehingga perlu diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Rohaya
"Kasus dari pengalaman penulis yang di angkat dalam penulisan tesis ini menyebabkan penerimaan APHT dan warkahnya untuk didaftarkan menjadi lama, yang seharusnya sudah dapat diterima oleh Kantor Pertanahan dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatangan APHT. Kantor Pertanahan awalnya tidak dapat menerima APHT dan warkah dimaksud dengan alasan bahwa pemberian Hak Tanggungan atas beberapa hak atas tanah yang terdaftar atas nama orang yang berbeda-beda (suami dan isteri) tidak dapat dilakukan dengan satu APHT. Bagaimana Undang-Undang mengatur hal tersebut? Metode yang Penulis gunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode kepustakaan yang menggunakan data hukum berupa peraturan perundang-undangan yang terkait. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa, mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak dengan perkataan lain terhadap harta bersama/harta campur dalam perkawinan, suami dan isteri mempunyai kekuasaan yang sama. Selanjutnya penjelasan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan objek Hak Tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah yang terletak di beberapa desa/kelurahan dalam Wilayah Kerja Satu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya (Satuan Wilayah Pendaftaran Tanah). Dengan demikian pembebanan Hak Tanggungan atas beberapa hak atas tanah yang adalah harta bersama/harta campur dalam perkawinan dapat diberikan oleh suami dan isteri secara bersama-sama dalam satu APHT dengan ketentuan bidang-bidang tanah tersebut berada dalam satu Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>