Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukamdi
"Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) yang merupakan bentuk badan usaha yang paling disukai oleh pelaku bisnis. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan taknologi, masyarakat menghendaki adanya layanan yang cepat di bidang pemberian status badan hukum PT, sehingga dapat meningkatkan iklim investasi dan pembangunan perekonomian nasional. Pengajuan status badan hukum terhadap pendirian suatu PT yang dilaksanakan dengan sistem administrasi badan hukum atau disingkat Sisminbakum diharapkan agar pemohon cepat memperoleh pengesahan PT sebagai badan hukum dan menjamin kepastian hukum. Yang menjadi persoalan adalah apakah pengesahan badan hukum PT yang dilaksanakan melalui Sisminbakum sesuai dengan Uundang-undang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan (normative research) yang menghasilkan data sekunder dari berbagai bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penulisan tesis maupun bahan hukum sekunder berupa buku-buku, majalah hukum serta melakukan pengamatan dalam praktek. Sisminbakum sebagai satu-satunya cara untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum bersifat memaksa karena hanya Notaris yang bisa mengajukan pengesahan badan hukum PT, sedangkan dalam Undang-Undang adalah pendiri bersama-sama diberikan kebebasan untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum. Dengan demikian Sisminbakum membatasi hak para pendiri PT.

Limited Liability Company (hereinafter referred to as ?Company?) is the most favourite corporation body from the point of view of businessmen. By the development of technology and knowledge, people needs a fast service in getting legal status so it could increase investment climate and national economical development. A process of legal status in incorporation of a company by Sisminbakum (sistem administrasi hukum umum) or General Legal Administration System is purposed to get a faster process of getting the legal status and ensure the legal certainty. The problem is do the legal process of incorporation of a Company by Sisminbakum is comply with the law. The research is done through library method (normative research) of which results secondary data from many primary law material such as regulations of law in accordance with thesis writing material or secondary law material such as books, law magazines and doing research of practical. Sisminbakum as the only way to process a legal status of a corporation is a mandatory since a Notary is the only body who can apply for the legal status of a Company, while according to the law, the founder (together) would freely apply to get a legal status of a Company. So, in this case Sisminbakum is restricting the rights of the founders of a Company."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Sakina
"Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Tidak terdapatnya kausa yang halal dalam suatu perjanjian mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian ini terkait dengan kepemilikan saham oleh komite. Di mana berdasarkan UUPT, komite bukan termasuk dalam subjek hukum yang boleh menjadi pemegang saham dalam perseroan. Meskipun perjanjian tersebut dibuat di hadapan Notaris, namun selama perjanjian melanggar persyaratan objektif dalam syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Hal ini juga membuat Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi jabatan berdasarkan UUJN.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.
Simpulan penelitian menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat dengan melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum dan karenanya Komite X tidak dapat menjadi pemegang saham dalam PT. Y. Notaris yang membuat akta perjanjian tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan UUJN.

An agreement which made by parties has to comply with the terms of validation of agreement. Due to the absence of permitted cause to an agreement causing the agreement is void by law. The agreement is related to share ownership by committee. Referring to Law Number 40 Year 2007 concerning Limited of Liability Company, committee is not subject of law which can be shareholder in company. The agreement was made before Notary, but as long as the agreement contravene the objective requirements of validation agreement terms, thus the agreement is void by law. The situation makes the Notary subject to sanction of office.
The research uses juridical normatif research method. The Data is analyzed by using qualitative method which conduce to descriptive analytical data.
The conclusion of this research is the agreement which made was contravene regulations causing the agreement is void by law, therefor Commite X can not be a shareholder of PT. Y. The Notary who made that agreement can be subject to sanction based on UUJN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Anindita
"Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum harus melalui pengurusnya. Ketergantungan antara badan hukum dan pengurus lahir hubungan fidusia (fiduciary duties) di mana Direksi selalu menjadi pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan wewenangnya hanya untuk kepentingan Perseroan Terbatas semata. Tesis ini membahas permasalahan mengenai kewajiban-kewajiban Direksi dalam pengurusan Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pelaksanaan kewajiban-kewajiban. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan mempergunakan data sekunder yang berupa bahan pustaka. Dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas diatur mengenai kewajiban-kewajiban Direksi Perseroan Terbatas.
Kepengurusan Perseroan Terbatas sehari-hari dilakukan oleh Direksi. Keberadaan Direksi dalam Perseroan Terbatas merupakan suatu keharusan, dengan kata lain Perseroan Terbatas wajib memiliki Direksi. Hal ini dikarenakan Perseroan Terbatas sebagai artificial person, di mana Perseroan Terbatas tidak dapat berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan anggota Direksi sebagai natural person. Berdasarkan prinsip fiduciary duty, yang diatur di dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT, Direksi suatu Perseroan Terbatas harus melakukan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 03/Pdt.G/2007/PN.Dpk, Direktur Utama dan Direktur Perseroan Terbatas telah melaksanakan pengurusan dengan itikad tidak baik sehingga merugikan Perseroan, oleh sebab itu kedua anggota Direksi tersebut harus mempertanggungjawabkan secara pribadi segala kerugian Perseroan yang disebabkan oleh pengurusannya tersebut.

Limited Liability Company as a legal entity in performing a legal act has to go through managers. Dependence between the legal and fiduciary relationships born caretaker (fiduciary duties) in which the Board of Directors has always been a trusted party to act and use its authority only for the sake of mere Limited Company. This thesis discusses the issues concerning the obligations of Directors in the management of limited-liability company under Law Number 40 year 2007 regarding the implementation of obligations. The research method used is the method of research literature that is juridical normative, ie using secondary data in the form of library materials. In the Law Number 40 year 2007 on Limited Liability Company organized on the obligations of the Board of Directors of Limited Liability Company.
The Leadership Company Limited carried out daily by the Board of Directors. The existence of Directors of the Limited Company is a must, in other words Limited Liability Company shall have Directors. This is because the Limited Company as an artificial person, in which the Limited Liability Company can not do anything without the help of members of the Board of Directors as a natural person. Based on the principle of fiduciary duty, set out in Article 97 paragraph (2) of Law Number 40 year 2007 regarding the Limited Liability Company, the Board of Directors of a Limited Liability Company must make arrangements in good faith and responsibly. In Depok District Court Decision No. 03/Pdt.G/2007/PN.Dpk, President Director and Director of Limited Liability Company has been carrying out maintenance in bad faith to the detriment of the Company, therefore, both of the member of the Board of Directors shall be personally accountable for any such losses caused by the Company by its management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28993
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Alvin Alvano
"Business Judgement Rule merupakan aturan yang memberikan kekebalan atau perlindungan bagi manajemen perseroan dari setiap tanggung jawab yang lahir sebagai akibat dari transaksi atau kegiatan yang dilakukan olehnya sesuai dengan batas-batas kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya, dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut telah dilakukan dengan memperhatikan standar kehati-hatian dan itikad baik. Prinsip Businnes Judgment Rule secara implisit diakomodir di dalam Pasal 92 dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang bertujuan agar melindungi direksi dari upaya kriminalisasi, sehingga asas kepastian hukum terpenuhi.Seharusnya para penegak hukum dapat memilah penyebab yang terjadi dalam kerugian sebuah Badan Usaha Milik Negara. Apabila terjadi kerugian negara yang timbul dalam sebuah Badan Usaha Milik Negara, itu merupakan murni dari resiko bisnis itu sendiri, yang keputusannya diambil yaitu dengan prinsip kehati-hatian dan itikad baik, menurut Penulis, seharusnya dalam penyelesainnya dapat menggunakan prinsip Business Judgment Rule dan dapat dikatakan bukan sebagai suatu tindak pidana korupsi. Hal tersebut terjadi pada kasus perkara Hotasi Nababan, Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airline.Hasil penelitian bentuk pertanggungjawaban direksi dalam perseroan terbatas berdasarkan prinsip business judgement rule adalah pertanggungjawaban baik perdata yang telah diatur dalam Pasal 97 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Pasal 1365 KUHPerdata, maupun pertanggungjawaban pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Business Judgement Rule is a rule which provides immunity or protection for the management of the company from any responsibility that is born as a result of a transaction or activity undertaken by him in accordance with the limits of authority and power given to him, considering that these activities have been conducted with respect to the standards prudence and good faith. Judgment Rule Businnes principle implicitly accommodated in Article 92 and Article 97 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company which aims to protect the directors of the attempt to criminalize, so the principle of legal certainty is met.Supposedly law enforcement officials can sort out the cause of the losses occurring in a State Owned Enterprises. In the event of losses that arise in a State Owned Enterprises, it is purely from the business risk itself, the decision was taken on the principle of prudence and in good faith, according to the author, it should in its solution can make use of Business Judgment Rule and it can be said not as an act of corruption. This happens in the case of case Hotasi Nababan, former Director of PT Merpati Nusantara Airline.The results of the study form of accountability of directors in a limited liability company based on the principles of the business judgment rule is accountable to both civil set out in Article 97 paragraph 3 and 4 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, as well as Article 1365 of the Civil Code, as well as criminal liability regulated in Law Number 20 Year 2001 jo Law No. 31 of 1999 on Corruption Eradication.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora R. Tjandrakusuma
"Perseroan merupakan salah satu bentuk badan usaha, yang dibentuk untuk melakukan usaha semata-mata guna mencari keuntungan yang nantinya akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham yang telah sebelumnya menyisihkan sebagian harta mereka, untuk menjadi harta milik perseroan. Sebagai badan hukum, perseroan mempunyai hak dan kewajiban dalam masyarakat, dan dalam hal perseroan tidak melaksanakan tanggung jawabnya seusai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan lingkungan hidup, masyarakat dan lingkungan sekitarnya maka akan terjadi benturan-benturan kepentingan dengan para pemangku kepentingan perseroan seperti pemerintah, komunitas sekitar, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas, dan terjadinya masalah sosial dan kerusakan lingkungan hidup, yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah bagi pemerintah, masyarakat, lingkungan dan yang pasti bagi perseroan itu sendiri. Sebenarnya tidak ada perseroan yang dapat mempunyai usaha yang berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat yang miskin, serta lingkungan hidup yang rusak, karena perseroan hanya dapat berkembang dengan baik dan memperoleh keuntungan yang memadai apabila masyarakat di mana perseroan itu berada juga berkembang, dan untuk berkembangnya masyarakat diperlukan adanya lingkungan hidup dan keadaan ekonomi yang baik dan berkembang. Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam pasal 74, yang mengatur bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, merupakan peraturan pertama didunia yang mewajibkan tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang mungkin dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai kepatuhan terhadap peraturan peraturan perundangan-undangan yang ada. Pengertian tanggung jawab sosial yang dimengerti di negara lain adalah melakukan hal yang baik bagi masyarakat melebihi kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat. Penulis membahas "Creating Shared Value" suatu konsep yang berbeda dengan tanggung jawab sosial perseroan atau "Corporate Social Responsibility" dan pelaksanaannya oleh PT Nestlé Indonesia.

A limited liability company is one of the forms of business entities, established solely to make profit which will be paid as dividend to its shareholders who have put aside part of their assets to become the asset of the formed limited liability company. As a legal body, a limited liability company has its rights and obligation in the society, and in the event that a limited liability company does not perform its responsibility in line with the prevailing laws and regulations relating to the environment, society and surrounding communities, conflicts of interest will occur with its stakeholders such as the government, surrounding community, non government organizations and the society at large. The occurrence of social problem and environmental destruction will cause problems to the government, society, community and for sure to the limited liability company itself. In fact, no limited liability company can have a sustained business in a poor society and damaged environment, since a limited liability company can only develop and gain sufficient profit if the society in which it exists has also developed well, and for the society to develop well it requires sustained environmental and good economic conditions. Law number 40 year 2007 on Limited Liability Company has introduced the concept of social and environmental responsibilities in its article 74, which stipulates that any limited liability company having its business undertakings in and/or relating to natural resources, is obliged to implement social and environmental responsibilities. This is the first law in the world that obliges social and environmental responsibilities, which might be intended by the law makers for limited liability companies to be in compliance with the prevailing laws and regulations. The understanding of corporate social responsibility as understood in other country is to do good for the society relating to the environment, economic and social aspects beyond compliance to prevailing regulations. The writer discusses "Creating Shared Value" a concept which is different from the "Corporate Social Responsibility" and its implementation by PT Nestlé Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30020
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Asri Beatricks Margaretta
"Pada tesis ini, notaris Z yang membuat Akta Berita Acara RUPS PT X telah membuat akta yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pembuatan Akta Berita Acara RUPS PT X tersebut melanggar ketentuan pemanggilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 82 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui akibat dari pelanggaran terhadap ketentuan pemanggilan RUPS terhadap keabsahan akta tersebut. Pelanggaran tersebut mengakibatkan keputusan RUPS PT X tidak sah dan mengikat yang berarti bahwa akta tersebut menjadi batal demi hukum. Akta yang batal demi hukum tersebut tentunya menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Notaris Z tersebut harus mengganti biaya, rugi serta bunga kepada pihak yang dirugikan akibat Perbuatan Melanggar Hukum yang telah ia dilakukan.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu dengan mengkaji penerapan UU PT, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dikaitkan dengan kasus pada Akta Berita Acara RUPS PT X. Penelitian ini memberikan saran untuk diadakan RUPS kembali agar tidak terdapat inkonsistensi pengaturan serta kesalahan-kesalahan dalam anggaran dasar PT X yang dapat berimplikasi pada keabsahannya.

In this thesis , Notary Z who makes the Deed of general meeting of shareholders of PT X has made a deed that is not in accordance with the statutory provisions applicable. Making of the deed news general meeting of shareholders of PT X has violated the provisions of the call as set forth in Article 82 of law number 40 of 2007 regarding Limited Liability Company (Company Law).
This thesis aims to find out as a result of the violation of the provisions of the summons general meeting of shareholders on the validity of the deed. The violation resulted in general meeting of shareholders PT X is not legally binding, which means that the deed becomes null and void. Deed null and void it would cause harm to the parties concerned. Notary Z should reimburse the costs, damages and interest to the injured party as a result of Unlawful Acts he has done.
The method used is a normative juridical namely by reviewing the application of the Company Law , Law number 2 of 2014 about position of the Notary and Law number 25 of 2007 on Investment associated with the case at the of deed news of General Meeting of Shareholders PT X. This study provides suggestions for the general meeting of shareholders is held back so that there are no inconsistencies settings as well as errors in the articles of association of PT X which may have implications for its validity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Bagus Anggito
"Salah satu permasalahan yang sedang berkembang dalam permasalahan korporasi yakni terkait Beneficial Ownership atau dikenal dengan istilah (“Pemilik Manfaat”) yang selanjutnya dapat disebut sebagai Beneficiary Ownership ataupun Pemilik Manfaat yang pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang berkembang dari sistem hukum common law menitikberatkan terhadap atas ketentuan kepemilikan ataupun pengendalian atas hak baik yang melekat atas yang mana dalam memperoleh sebuah hak tersebut dapat dibuktikan secara sah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Melihat perkembangan kegiatan usaha, diketahui bahwa terjadi beberapa pelaksanaan kegiatan usaha yang mana tidak hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan, melainkan terdapat tujuan tersembunyi lain seperti pelaksanaan tindak pidana pencucian uang. Adapun pelaksanaan tersebut bertujuan untuk menggelapkan dana ataupun aset yang seharusnya dimiliki oleh perseroan seperti adanya dana atas kewajiban pajak yang tidak dibayarkan pelaku bisnis. Dalam rangka melakukan penggelapan atas pajak, maka pemilik usaha dapat membentuk entitas lain dengan kepemilikan dana milik pemilik usaha tersebut diwakilkan oleh orang lain. Melihat adanya tendensi atas dana yang diwakilkan merupakan dana yang diperoleh secara tidak sah, maka untuk mencegah hal tersebut Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Peraturan tersebut memberikan kewajiban terhadap badan hukum baik berbentuk perseroan terbatas ataupun badan usaha/badan hukum lainnya untuk wajib melaporkan pemilik manfaat sebenarnya atas dana yang diperoleh perseroan. Selain itu, melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi memberikan tata cara pelaporan terhadap badan hukum/badan usaha untuk melaksanakan kewajiban pelaporan atas pemilik manfaat. Sehingga perlu dilakukan sebuah pengkajian dan pemahaman atas pelaksanaan pelaporan pemilik manfaat.

One of the problems that is currently developing in corporate matters is related to beneficial ownership or what is known as ("beneficial owner"), which can then be referred to as beneficial ownership or beneficial owner, which in essence is a system that developed from the common law legal system which focuses on the provisions ownership or control of the rights attached to which in obtaining a right can be legally proven based on applicable legal provisions. Looking at the development of business activities, it is known that there are several business activities carried out which are not just for making a profit, but also have other hidden objectives such as carrying out criminal acts of money laundering. This implementation aims to embezzle funds or assets that should be owned by the company, such as funds for tax obligations that are not paid by business actors. In order to evade taxes, the business owner can form another entity with the ownership of the business owner's funds represented by another person. Seeing the tendency for the funds represented to be funds obtained illegally, to prevent this the Government issued Presidential Regulation Number 13 of 2018 concerning the Implementation of the Principle of Recognizing the Beneficial Owners of Corporations in the Context of Preventing and Eradicating Crimes of Money Laundering and Terrorism Financing Crimes. This regulation imposes an obligation on legal entities, whether in the form of limited liability companies or other business/legal entities, to report the actual beneficial owners of funds obtained by the company. In addition, through the Minister of Law and Human Rights Regulation Number 15 of 2019 concerning Procedures for Implementing the Principle of Recognizing Beneficial Owners of Corporations, it provides reporting procedures for legal entities/business entities to carry out reporting obligations on beneficial owners. So, it is necessary to conduct an assessment and understanding of the implementation of beneficial owner reporting."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Endah Kania
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas (PT) yang telah memperoleh status badan
hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu 1 tahun
harus menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang tersebut Yang
menjadi permasalahan adalah apakah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasar
dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, telah sesuai dengan peraturan dan
Undang-Undang yang berlaku? Lalu kendala apa sajakah yang terjadi dalam proses
penyesuaian anggaran dasar tersebut? dan bagaimana akibat hukum bagi PT yang
terlambat atau tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 setelah batas waktu yang ditetapkan berakhir?. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber
datanya. Pelaksanaan proses perubahan anggaran dasar PT dalam rangka
penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 belum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dikarenakan belum lengkapnya
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tersebut dan belum siapnya Sisminbakum. Kendala yang terjadi dalam proses
penyesuaian anggaran dasar PT adalah belum adanya standar akta pendirian dan/atau
akta perubahan anggaran dasar, kendala di Sisminbakum, diantaranya adalah jenis
transaksi sering berubah serta tidak sesuainya data yang ada dalam datdbase
Sisminbakum dengan data PT yang sebenarnya, belum meratanya Sumber Daya
Manusia di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memiliki kapasitas
mengeluarkan kebijakan untuk melayani pertanyaan dalam mengatasi kendala yang
terjadi dalam praktek, banyak notaris belum menguasai teknologi informasi untuk
mengakses Sisminbakum. Akibat hukum bagi PT yang terlambat atau tidak
menyesuaikan anggaran dasarnya dengan undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
setelah batas waktu yang ditetapkan berakhir adalah PT dapat dibubarkan
berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri atas permohonan Kejaksaan atau pihakpihak
yang berkepentingan, efek jangka panjang nama PT dapat digunakan oleh
pihak lain. Penyesuaian anggaran dasar tetap dapat dilakukan, namun berhati-hati,
apakah ada pihak yang meminta membubarkan PT sehingga penyesuaian anggaran
dasar dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak dapat dilakukan.

ABSTRACT
Based on the article 157 paragraph (3) of the law Number 40 year 2007 concerning
Limited Liability Company, who have already obtained the status of legal entities
under legislative regulations shall within 1 year to adjust their articles association to
the provisions of the law mentioned above. Hie problems appear like: Does the
implementation of the articles association’s adjustment in accordance with the valid
regulation and the law? What kind of handicaps in process of articles association’s
adjustment? How about legal effect for the Limited Liability Company (“the
Company”) who does not adjust articles association with the Law Number 40 Year
2007 after the time limit becomes extinct? This research uses literature research
method with secondary data as the main source data. The legal effect of amendment
process of the Company is not in accordance with valid legislative regulation
because the Government Regulation and Ministry Regulation of the Law Number 40
year 2007 are incomplete and Sisminbakum have not been ready. The handicap of
the company's articles association adjustment process are as follows : there is no
standardization of the Company’s establishment deed and/or the amendment of
articles association deed, Sisminbakum’s handicaps, such as : kind of transaction
often changes, the data in Sisminbakum’s database and the Company’s real data are
not the same, Human Resources in Department Law and Human Right has not spread
throughout yet to handle questions in practice, many notaries has not mastered
information technology to access Sisminbakum. The Company who does not adjust
articles association with the Law Number 40 year 2007 after the time limit becomes
extinct means the Company can be liquidated based on a decision of the district court
at the petition of the public prosecutors’ office or interested parties, the name of the
Company can be used by other party. The adjustment of articles association can be
done with caution, whether there are any interested parties asking for liquidating the
Company so its adjustment with the Law Number 40 year 2007 cannot be done."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37386
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Karizza Rakmavika
"Tak jarang pengusaha membentuk persekutuan komanditer ketika memulai kegiatan usaha. Seiring berkembanganya kegiatan usaha tak jarang dilakukan restrukturisasi menjadi perseroan terbatas dengan memasukan persekutuan komanditer sebagai modal perseroan terbatas. Namun minimnya peraturan pemasukan persekutuan komanditer sebagai modal perseroan terbatas menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum. Dengan demikian, dibutuhkan ketentuan yang mengatur prosedur pemasukan persekutuan komanditer sebagai modal perseroan terbatas. Penulisan tesis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode yuridis normatif.

It is common for entrepreneurs to establish a limited partnership (commanditaire vennootschap) when starting a business. As the development of its business activities, it is often the limited partnership be restructured into a limited liability company by subscribing the limited partnership into the limited liability company's capital. However, the lack of regulation regarding the subscription of a limited partnership into a limited liability company's capital has caused legal uncertainty. Therefore, it is necessary to have a regulation which governs about the subscription of a limited partnership into a limited liability company's capital. This thesis is using qualitative research with normative juridical method."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
"Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas perlu memperhatikan doktrin-doktrin yang berlaku umum berkaitan dengan tanggung jawabnya mengurus perseroan terbatas, diantaranya doktrin fiduciary duty. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan penelitian hukum normatif dan studi kasus PT Sarinah (Persero). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak secara tegas mencantumkan bahwa Direksi mengemban tugas-tugas sesuai doktrin fiduciary duty walaupun tercermin menerima doktrin fiduciary duty dalam pasal-pasalnya. Penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dalam mengelola PT berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sangat bergantung pada Direksi dan pihak-pihak yang terkait dengan PT (stakeholders). Prinsip fiduciary duty menuntut adanya tanggung jawab atas tugas Direksi tersebut. Pada dasarnya, setiap perbuatan yang dilakukan oleh Direksi yang melampaui hak dan kewenangan yang diberikan PT berdasarkan prinsip fiduciary duty tidak mengikat PT. Oleh karena itu, terhadap anggota Direksi tersebur dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum, baik secara pidana maupun perdata (criminal and civil liability) dan ia bertanggung jawab untuk membayar kerugian tersebut dari kekayaan pribadinya. Penerapan prinsip fiduciary duty oleh Direksi dalam mengurus PT dalam kasus PT Sarinah (Persero) telah melibatkan lembaga peradilan. Dalam perkara kasus PT Sarinah (Persero), penegakan hukum atas pelanggaran tugas yang dilakukan Direksi adalah melalui dakwaan melakukan tindak pidana korupsi walaupun sebenarnya dalam perkara tersebut terdapat semua unsur fiduciary duty.

The Board of Directors, as the board that manages the company, must have regard to general applicable doctrines in carrying out its responsibilities, among other things the doctrine of fiduciary duty. This research uses literature methodology, with normative legal research, and a case study of PT Sarinah (Persero). The conclusion of this research is that Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Company does not expressly stipulate that the Board of Directors must meet its duties in accordance with the doctrine of fiduciary duty, even though, this doctrine seems to be embodied in its articles. The implementation of fiduciary duty principle by the Board of Directors in managing a company based on Law No. 40 of 2007 very much depends on the actions of the Board of Directors and relevant stakeholders. The fiduciary duty principle demands that the Board of Directors be responsible for its actions. In essence, every action of the Board of Directors that exceeds rights and authorities given by the company based on the principle of fiduciary duty does not bind the company. Consequently, members of Board of Directors can be liable for both criminal and civil liabilities and to pay this with their personal property. The application of fiduciary duty principle by the Board of Directors in managing the company in the case of PT Sarinah (Persero) has involved the judiciary. In the case of PT Sarinah (Persero), enforcement upon violation of duties by the Board of Directors takes the form of prosecution of a crime of corruption even though, in fact, all elements of fiduciary duty exists in the case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26074
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>