Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
616.39 DUK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni
"Penyajian serial kasus ini bertujuan untuk menganalisis dukungan nutrisi optimal pada penderita paru-paru obstruktif kronis. Pemilihan kasus berdasarkan karakteristik yang terdapat pada pasien paru-paru obstruktif kronis, yaitu usia lansia, sedang mengalami eksaserbasi akut, terdapat komplikasi dan faktor komorbid, serta malnutrisi (underweight atau obesitas), yang dirawat di rumah sakit. Kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan perhitungan rumus Harris Benedict dan dikalikan dengan faktor stres yang sesuai. Komposisi protein 1,2–1,7 gr/kg BB/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 50–60%. Hasil analisis dari dua kasus didapatkan rerata pencapaian asupan lebih dari 90% kebutuhan energi basal pada hari terakhir perawatan, satu kasus mencapai 70%, dan satu kasus lagi telah mencapai mencapai 85% kebutuhan energi total. Hanya satu kasus yang mendapat suplementasi mikronutrien lengkap dosis RDA. Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, imbang cairan, toleransi asupan, dan analisis asupan. Dukungan nutrisi yang optimal, pemberian edukasi serta motivasi kepada pasien dan keluarganya, akan memberikan toleransi asupan yang baik disertai perbaikan klinis.

The aim of this serial case is to analyze optimal nutritional support in patients with COPD. The cases selection based on the characteristics of COPD patients, i.e. older age, acute exacerbation, complications, and comorbidity factor, as well as malnutrition (underweight or obese), who were hospitalized. Basal energy requirement were determined by the Harris-Benedict equotion and was multiplied by stress factor to calculate total energy requirement. Macronutriens compositions for protein ranged from 1.2 - 1.7 g/kg bw /day, lipids 25-30%, and carbohydrate 50-60% of total calories requirement. Intake analysis from two cases showed a mean intake over 90% of basal energy needs on the last day of treatment, one case reached 70%, and other case reached up to 85% of total energy needs. Only one case received full-dose micronutrient supplementation equal to RDA. Monitoring and evaluation included clinical status, fluid balance, intake tolerance, and intake analysis. Optimal nutritional support, provision of education and motivation to patients and their families, will enhanced intake tolerance along with clinical improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tjandraningrum
"Kolestasis merupakan salah satu manifestasi gangguan bilier yang terjadi akibat gangguan aliran empedu dari hati ke duodenum. Kolestasis diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya menjadi kolestasis akut dan kronis. Tatalaksana nutrisi pada kolestasis bertujuan untuk mengatasi defisiensi nutrien yang umumnya terjadi tetapi terdapat perbedaan dalam tatalaksana tersebut, tergantung penyebab kolestasis dan kondisi klinis pasien. Selain itu nutrisi perioperatif pada kolestasis yang menjalani pembedahan diperlukan untuk mencegah risiko komplikasi pasca bedah dan gangguan saluran cerna akibat tindakan pembedahan.
Dilaporkan 4 kasus kolestasis, dua kasus kolestasis akut dan dua kasus lainnya kolestasis kronis. Kasus 1 dan 2, berturut-turut adalah kolestasis akut e.c. kolelitiasis multipel dan kolestasis akut e.c. kolesistolitiasis multipel. Kasus 3 adalah kolestasis kronis e.c. kista duktus koledokus dan kasus 4 kolestasis kronis e.c. adenokarsinoma ampula Vateri. Pasien kasus 3 berusia 2 tahun 3 bulan, sementara kasus 1, 2 dan 4 berusia antara 22 tahun sampai 45 tahun. Pada semua kasus terdapat riwayat nyeri perut bagian atas, sklera ikterik dan peningkatan kadar bilirubin, fosfatase alkali dan -GT.
Keempat kasus menjalani pembedahan untuk mengatasi keadaan kolestasis tersebut. Tatalaksana nutrisi perioperatif yang adekuat pada kasus 1, 2 dan 4 dapat mencegah risiko komplikasi pasca bedah dan pada kasus 3 dapat memperbaiki komplikasi pasca bedah berupa wound dehiscence. Pasca bedah, kondisi klinis keempat pasien membaik, terlihat dari berkurangnya keluhan nyeri perut bagian atas, berkurangnya ikterik pada sklera dan perbaikan kapasitas fungsional. Toleransi asupan seluruh pasien membaik, ditunjukkan oleh kemampuan pasien untuk mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan energi dan nutriennya.
Berdasarkan kepustakaan dan pengalaman tatalaksana nutrisi keempat pasien tersebut, pada kolestasis diperlukan tatalaksana nutrisi yang adekuat yaitu pada perioperatif dan pasca rawat. Edukasi pasien tentang pemilihan jenis makanan dan cara pemberiannya berguna untuk mencegah kekambuhan.

Cholestasis is one manifestation of biliary disorders caused by interruption flow of bile from the liver to the duodenum. Cholestasis classified becomes acute and chronic cholestasis. Management of nutrition on cholestasis aims to improve nutrient deficiency that commonly occur but there is a difference in the treatment of these, depending on the cause of cholestasis and the clinical condition of the patient. Additionally perioperative nutrition on cholestasis who underwent surgery is needed to prevent the risk of post-surgical complications and gastrointestinal disorders caused by surgery.
Reported 4 cases of cholestasis, cholestatic two cases of acute and chronic cholestasis two other cases. Cases 1 and 2, respectively acute cholestasis ec kolelitiasis multiple and acute cholestasis e.c. kolesistolitiasis multiple. Case 3 is a chronic cholestatic e.c. koledokus duct cysts and 4 cases of chronic cholestasis ec adenocarcinoma of the ampulla of Vater. 3 case patients aged 2 years and 3 months, while cases 1, 2 and 4 are aged between 22 years to 45 years.. In all cases there is a history of upper abdominal pain, sclera jaundice and elevated levels of bilirubin, alkaline phosphatase, and -GT.
The four cases underwent surgery to resolve the situation cholestasis. Management of perioperative nutrition adequate in cases 1, 2 and 4 can prevent the risk of postoperative complications and in case 3 may improve post-surgical complications such as wound dehiscence. Post-surgery, four patients improved clinical condition, as seen from the reduced upper abdominal pain, jaundice in the sclera reduction and improved functional capacity. Tolerance intake of all patients improved, indicated by the patient?s ability to eat food and energy needs nutrient.
Based on the literature and experience of nutritional management of the four patients, the treatment of cholestasis is necessary that adequate nutrition in perioperative and post-hospitalization. Educating patients about the choice of food and the way of administration is useful to prevent a recurrence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"Tata laksana nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronik dalam hemodialisis, bertujuan menilai peran nutrisi, yang mencakup pemberian makronutrien, mikronutrien, manajemen cairan dan elektrolit dalam mengendalikan kerusakan ginjal. Gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan menurunnya asupan, dan perubahan metabolisme berbagai nutrien, sehingga dapat mengakibatkan pasien jatuh pada kondisi malnutrisi dan berbagai komplikasi. Serial kasus ini terdiri dari empat kasus penyakit ginjal kronik dengan berbagai etiologi dan komorbid.
Pasien pada serial kasus ini, mempunyai rentang usia pasien antara 30 - 52 tahun. Umumnya pasien mengalami sesak napas, mual, muntah, anoreksia, edema dan berdasarkan hasil skrining gizi menunjukkan semua pasien memerlukan terapi nutrisi. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien, yang dihitung dengan rumus Harris Benedict dikalikan faktor stres dan pemberiannya dimulai dari kebutuhan energi basal, yang secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total. Kebutuhan protein disesuaikan dengan laju filtrasi glomerulus pada masing-masing pasien. Pemantauan terapi nutrisi pada satu orang pasien selama tujuh hari, sedangkan tiga pasiennya dilakukan pemantauan selama sepuluh hari atau lebih. Pemantauan mencakup toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, imbang cairan, parameter laboratorium dan antropometrik serta dilakukan edukasi setiap hari.
Selama pemantauan didapatkan hasil bahwa, terjadi perbaikan klinis, toleransi asupan, sebagian besar pasien dapat mencapai kebutuhan kalori total. Kebutuhan protein dihitung kembali setelah dilakukan hemodialisis. Pemeriksaan kadar ureum, kreatinin dan perhitungan creatinine clearance test menunjukkan perbaikan, walaupun tidak mencapai kadar normal. Sejalan dengan perbaikan klinis, terjadi perbaikan kondisi pasien secara umum, termasuk kapasitas fungsional. Penilaian berat badan pasien menunjukkan penurunan berat badan, sejalan dengan perbaikan kondisi edema.
Pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium 5, bersifat individual dan harus disertai edukasi nutrisi dan motivasi setiap hari. Dengan tata laksana nutrisi yang baik, diharapkan kualitas hidup pasien PGK akan lebih baik, dan dapat turut mengendalikan berbagai komplikasi yang mungkin terjadi.

Treatment of nutrition in patients with Chronic Kidney Desease (CKD) aims to assess the role of nutrition, which includes the provision of macronutrient, micronutrient, fluid and electrolyte management in controlling renal impairment, in patients with CKD stage 5 on hemodialysis therapy. Impaired kidney function may lead to decreased intake, and changes in metabolism of various nutrients, which can lead to patient falls on the condition of malnutrition and other complications. This case series consisted of four cases of chronic kidney disease with various etiologies and comorbid.
Patients in this case series are two patients aged between 30 to 52 years old. Generally, patients experience shortness of breath, nausea, vomiting, anorexia, edema, and based on nutritional screening results showed all patients requiring nutritional therapy. Nutritional therapy is given according to the needs, that is count by Harris Benedict equation, and each patient at the beginning, provided the basal energy needs, which gradually increased to reach the total energy needs. Protein needs are given according to the glomerular filtration rate, and increased when the patient was in hemodialysis. Nutritional therapy in one patient is monitored for seven days, while three of the patients are monitored for ten days or more. Monitoring includes food intake tolerance, functional capacity, fluid balance, anthropometric and laboratory, and nutrition education is conducted every day.
The result of treatment during monitoring period shows that, there is improvement of general status, tolerance intake, most patients could achieve total caloric needs. Examination of the levels of urea, creatinine and calculation of creatinine clearance test showed improvement, although did not reach normal levels. During the monitoring, in line with the clinical improvement, the patient's condition was generally improving, including functional capacity. Assessment of the patient's weight showed weight loss, along with the improvement of the condition of edema.
Nutrition treatment in patients with chronic kidney disease stage 5 is individualize and must be accompanied by daily nutrition education and motivation. With good nutrition governance, quality of life of CKD patients will be better, and it can also control variety of complications that may occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Mariane Rahardja
"Tatalaksana nutrisi pada beberapa penyakit paru yang disampaikan dalam bentuk serial kasus ini bertujuan untuk mengetahui peran terapi nutrisi yang adekuat pada proses pemulihan penyakit paru Serial kasus ini terdiri dari 1 TB paru aktif dengan basil tahan asam BTA positif 2 Pleuritis TB 3 penyakit paru obstruktif kronik PPOK eksaserbasi akut dengan TB paru relaps dan 4 PPOK eksaserbasi akut suspek kor pulmonale dengan riwayat TB paru Keempat pasien adalah pasien rawat inap di RSUT yaitu salah satu RS jejaring PPDS 1 PSIGK yang mendapat tatalaksana bagi penyakitnya dan diberikan dukungan nutrisi selama kurang lebih delapan hari Pasien pada serial kasus ini berusia antara 17 ndash 72 tahun Umumnya pasien mengalami sesak napas anoreksia penurunan berat badan dan malnutrisi Hasil skrining gizi menunjukkan semua pasien memerlukan tatalaksana nutrisi Pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan masing masing pasien kalori dimulai dari 80 kebutuhan energi basal dan secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total Pemantauan tatalaksana nutrisi dilakukan selama minimal lima hari mencakup toleransi asupan makanan kapasitas fungsional hasil pemeriksaan laboratorium dan antropometrik Hasil tatalaksana nutrisi menunjukkan perbaikan toleransi asupan makanan yang dinilai dari kemampuan pasien menghabiskan makanan Kebutuhan energi total umumnya dapat dicapai pada hari keempat dan kelima perawatan Perbaikan kapasitas fungsional ditandai dengan kemampuan pasien berdiri atau berjalan sendiri Selama perawatan terjadi peningkatan berat badan kecuali satu orang pasien berat badannya menetap Perbaikan hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat dinilai karena tidak dilakukan pemeriksaan ulang Dari serial kasus ini didapat kesimpulan bahwa pemberian nutrisi yang adekuat penting pada tatalaksana penyakit paru Tatalaksana nutrisi yang baik dapat memperbaiki status nutrisi dan imunitas pasien penyakit paru sehingga pemulihan menjadi lebih cepat dan lama rawat lebih singkat Pasien dapat kembali menjalankan aktivitas kehidupannya sehari hari dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

The aim of nutritional management in several pulmonary diseases presented in the form of a case series is to determine the role of adequate nutritional therapy in the recovery of the diseases The case series consists of 1 active pulmonary tuberculosis TB smear positive 2 TB pleurisy 3 acute exacerbation of chronic obstruction pulmonary disease COPD with pulmonary TB relapse and 4 acute exacerbation of COPD with suspected of cor pulmonale and a history of pulmonary TB The four patients were inpatients of T hospital one of the teaching hospitals of PPDS 1 PSIGK which were examined and given nutritional therapy for about eight days The age of patients on this case series were between 17 ndash 72 years old In general patients experience shortness of breath anorexia weight loss and malnutrition Based on the results of nutritional screening all patients requiring nutritional management Nutritional management was adjusted to individual nutritional requirement provision calories began at 80 of basal energy requirement and gradually increased to achieve the total energy requirement Nutritional management was monitored for a minimum of five days including tolerance of food intake functional capacity laboratory examination and anthropometric assessment The results showed an improvement of dietary intake assessed by patient rsquo s ability to increase their food intake Total energy requirement can generally be achieved on the fourth and fifth day of treatment Improvement of the functional capacity was shown by their ability to stand or walk without any assistance The weight of all patients increased during treatment except one patient had stable weight Improvement of laboratory test results could not be assessed because there was no re examination It can be concluded from this case series that the provision of adequate nutrition is necessary in the management of pulmonary diseases Proper nutritional management can improve the nutritional status and immunity therefore can speed up patients rsquo recovery faster and shorten length of stay Patients can return to their daily activities and have a better quality of life
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Anastasia Kurniawan
"Pendahuluan: Disfagia salah satu gejala sisa stroke dapat memberikan komplikasi malnutrisi, dehidrasi dan pneumonia aspirasi. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining disfagia untuk menentukan keamanan pemberian nutrisi secara per oral terutama saat weaning enteral nutrition (WEN). Dukungan nutrisi enteral diberikan sesuai kebutuhan nutrisi pasien dan mempertimbangkan beberapa hal seperti kesadaran, kemampuan menelan dan waktu akses enteral yang diperlukan pasien.
Presentasi kasus: Empat kasus stroke yang membutuhkan dukungan nutrisi enteral selama perawatan di RSUPNCM. Kasus pertama seorang wanita berusia 55 tahun, obesitas morbid, mengalami stroke hemoragik. Tiga kasus berikutnya dengan stroke iskemik dari dua orang wanita berusia 84 dan 65 tahun, serta seorang laki-laki berusia 57 tahun. Keempat kasus memiliki lesi stroke yang berbeda-beda. Skrining disfagia dilakukan sebelum WEN.
Kesimpulan: Efek disfagia tergantung lokasi lesi stroke, skrining disfagia diperlukan sebelum WEN, tidak semua kasus dapat dilakukan skrining disfagia. Dukungan nutrisi enteral diberikan sesuai kebutuhan individual pasien dan hanya 1 kasus yang dapat mencapai WEN memerlukan evaluasi asupan nutrisi per oral."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Della Manik Worowerdi Cintakaweni
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit autoimun terjadi karena tubuh tidak mampu untuk mengenali sel atau jaringan tubuh sendiri, sehingga tubuh memberikan respons seperti proses eliminasi antigen terhadap sel atau jaringan tubuh sendiri. Berbagai faktor risiko, antara lain genetik, lingkungan dan nutrisi berperan pada perkembangan penyakit autoimun. Saat penyakit autoimun telah menimbulkan gejala, pasien memiliki risiko mendapat nutrisi yang tidak adekuat. Selain itu, kondisi autoimun akan menimbulkan respons inflamasi terus-menerus di dalam tubuh. Bila kondisi ini terus berlanjut akan menyebabkan peningkatan status metabolisme, status nutrisi, status imun dan menimbulkan gangguan kapasitas fungsional pada pasien. Pasien dengan penyakit autoimun harus didukung dengan edukasi dan mendapat terapi nutrisi yang tepat dan adekuat, terutama saat menjalani proses terapi sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi pasien. Metode: Laporan serial kasus ini menguraikan empat kasus penyakit autoimun. Dua kasus merupakan kasus neurologi, sementara dua kasus lain adalah kasus penyakit kulit. Dua pasien memiliki status nutrisi malnutrisi berat, satu pasien berat badan normal berisiko malnutrisi dan satu pasien obes I berisiko malnutrisi. Terapi nutrisi sesuai mengacu pada diet seimbang. Semua pasien mendapat terapi nutrisi sejak dikonsulkan ke Departemen Medik Ilmu Gizi hingga hari terakhir perawatan di RS. Asupan energi dan protein diberikan meningkat bertahap sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi pasien. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada pasien. Pemantauan pasien meliputi keluhan subjektif, hemodinamik, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, imbang cairan, dan kapasitas fungsional. Hasil: Selama pemantauan di RS, asupan pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dan mikronutrien diterima oleh pasien. Perbaikan klinis dan perbaikan kapasitas fungsional terjadi pada 3 pasien. Satu pasien mengalami perburukan dan meninggal akibat sepsis pada hari perawatan ke-33. Kesimpulan: Terapi nutrisi pada pasien autoimun dapat mendukung proses pengobatan berupa perbaikan kapasitas fungsional dan lama rawat 3 pasien.

ABSTRACT
Objective Autoimmune disease is a condition of body inability to recognize the cells or tissues itself. It will response as antigen elimination process against the cells or tissue itself. Autoimmune risk factors, such as genetic, enviromental and nutrients play a role in the development of autoimmune diseases. When the symptoms occur, the patient have a risk of inadequate nutrition. In addition, autoimmune condition will cause continuous inflammatory response. This situation will increase patients rsquo s metabolic, nutritional, and immune status. Thus, reduce the patient rsquo s functional capacity. Patient with autoimmune disease should be supported by appropriate and adequate nutrition education and therapy, especially during the therapeutic process so that the nutrition requirements can be fulfilled according to the patient 39 s condition. Methods These case report outlines four cases of autoimmune disease. Two cases are cases of neurology, while the other two cases are cases of skin disease. Two patients had severe malnutrition, one normoweight patient at risk for malnutrition and one obese patient at risk of malnutrition. Management of appropriate nutrition refers to a balanced diet. All patients received nutritional therapy from the Clinical Nutrition Department until the last day of hospitalization. The energy and protein intake increase gradually in accordance with improved clinical conditions and patient rsquo s tolerance. Supplementation of micronutrients is given to the patient. Patient monitoring includes subjective, hemodynamics, analysis and tolerance of intake, laboratory examination, anthropometry, fluid balance, and functional capacity Results During hospital monitoring, the patient 39 s nutrition intake can achieve the total energy and protein requirement as well as the micronutrients. Clinical condition and functional capacity improvements occurred in 3 patients. One patient had worsening condition and died due to sepsis in the 33rd day of treatment. Conclusion Nutritional therapy for patients with autoimmune disease can support the treatment process in improvement of functional capacity and length of stay."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Christin Santun Sriati
"Latar Belakang: Penyakit keganasan urogenital merupakan spektrum penyakit yang luas, dengan penatalaksanaan mulai dari observasi dan pemantauan ketat hingga pembedahan ekstirpatif mayor. Risiko malnutrisi praoperatif akibat kanker dan pascaoperatif akibat stres pembedahan akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi perioperatif yang adekuat bertujuan untuk menunjang perbaikan klinis dan status nutrisi, mendukung proses pemulihan, menurunkan risiko komplikasi pascaoperasi, serta menurunkan lama rawat di rumah sakit.
Metode: Laporan serial kasus ini menyajikan empat kasus kanker urogenital, terdiri dari dua kasus kanker buli, satu kasus kanker ginjal, dan satu kasus kanker penis. Tiga kasus termasuk kaheksia kanker, dan satu kasus termasuk pra-kaheksia. Seluruh pasien menjalani pembedahan urologi mayor dengan anestesi umum dan epidural. Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan antara lain carbohydrate loading, nutrisi enteral dini pascaoperasi, serta pemberian nutrisi secara bertahap berdasarkan kondisi klinis. Dilakukan pemantauan yang meliputi keluhan klinis, antropometri, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, dan analisis asupan.
Hasil: Dua pasien mengalami ileus paralitik pascaoperasi dengan satu pasien di antaranya membutuhkan nutrisi parenteral total, dan dapat teratasi dalam 7 hari pascaoperasi. Satu pasien mengalami hiperglikemia reaktif dan diberikan terapi insulin, dapat teratasi dalam 7 hari pascaoperasi. Satu pasien mengalami perlambatan penyembuhan luka dan memiliki masa rawat pascaoperasi paling lama. Pasien yang mengalami ileus paralitik membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai target kalori 80 , namun seluruh pasien telah dapat mencapai target tersebut dalam 7 hari pascaoperasi. Lama perawatan pascaoperasi bervariasi, sekitar 10-27 hari.
Kesimpulan: Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan pada keempat pasien menunjang perbaikan klinis dan status nutrisi, mendukung proses pemulihan, menurunkan risiko komplikasi pascaoperasi, serta menurunkan lama rawat di rumah sakit.

Background: Genitourinary malignancy represents a broad spectrum of disease, with treatments ranging from watchful waiting to major extirpative surgery. The risk of preoperative malnutrition due to cancer and postoperatively due to surgical stress will increase the risk of morbidity and mortality. An adequate perioperative nutrition therapy aims to support clinical and nutritional status improvement, hasten the recovery process, reduce the risk of postoperative complications, and decrease the length of hospital stay.
Method This case series report presents four cases of genitourinary cancers, consist of two cases of bladder cancer, one case of kidney cancer, and one case of penile cancer. Three cases are classified into cancer cachexia, and one case of pre cachexia. All patients had undergone major urological surgery under general and epidural anesthesia. Perioperative nutrition therapy provides carbohydrate loading, postoperative early enteral nutrition, as well as gradual nutrition based on clinical conditions. The monitoring given included clinical complaints, anthropometric measurement, physical examination, laboratory test results, and intake analysis.
Result Two patients had postoperative paralytic ileus with one patient requires total parenteral nutrition, and resolved within 7 days after surgery. One patient had reactive hyperglycemia and treated with insulin therapy, resolved in 7 days postoperative. One patient experienced impaired wound healing and had the longest postoperative care period. Patients with paralytic ileus may take more days to achieve 80 calorie target, yet all patients have been able to achieve the target in 7 days postoperative. The length of hospital stay after surgery was varied between 10 to 27 days.
Conclusion Perioperative nutrition therapy given to four patients in this case series leads to the clinical and nutritional status improvement, supports the recovery process, decreases the risk of postoperative complications, and shortens the hospital stays.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Felicia Suganda
"Tatalaksana nutrisi penyakit kritis pada anak dengan pneumonia berat mencakup pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, manajemen cairan dan elektrolit serta monitoring status gizi. Terapi nutrisi yang adekuat harus diberikan pada anak sakit kritis yang dirawat intensif dengan tujuan meminimalkan efek fase akut. Sekitar 15-20% anak masuk perawatan intensif sudah dalam kondisi malnutrisi sebelumnya. Malnutrisi sering terjadi pada pasien dengan penyakit paru. Status nutrisi yang terganggu dapat mempengaruhi fungsi paru pada pasien yang bernapas spontan maupun yang menggunakan ventilator, karena status nutrisi dapat mempengaruhi fungsi otot pernapasan, kemampuan ventilasi, respon terhadap hipoksia dan mekanisme pertahanan paru. Pasien pada serial kasus ini mempunyai rentang usia 3-4,5 bulan. Umumnya keluhan utama adalah sesak napas yang semakin berat, disertai dengan tarikan dinding dada dan malas menyusu. Berkurangnya asupan menyebabkan pasien mengalami masalah gizi sehingga perlu adanya dukungan nutrisi. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien, yang dihitung dengan rumus Schofield atau rumus White jika menggunakan ventilator, kemudian dikalikan faktor stres dan pemberiannya dimulai dari 80% kebutuhan energi basal, yang secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan total. Kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan kondisi sakit kritis. Pemantauan terapi nutrisi dilakukan pada delapan hingga sebelas hari. Pemantauan mencakup tanda klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, balans cairan, parameter laboratorium dan antropometri. Selama pemantauan didapatkan bahwa sebagian besar pasien dapat mencapai kebutuhan energi total pada hari keenam hingga delapan pemantauan. Pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis bersifat individual dan mencakup semua aspek. Dengan tatalaksana nutrisi yang baik, diharapkan kualitas hidup pasien pneumonia berat dengan berbagai penyakit penyerta akan lebih baik.

Nutrition therapy in critically ill children with severe pneumonia includes the provision of macronutrient, micronutrient, specific nutrition, fluid and electrolyte management and nutrition status monitoring. Adequate nutrition therapy should be given in critically ill children in the intensive care to minimize acute phase effect. Approximately 15-20% children admitted to the intensive care already in malnutrition state. Malnutrition is common in patients with pulmonary disease. Altered nutrition status can effect pulmonary function in spontaneous breathing or in mechanically ventilator dependent patient, because nutritional status can affect muscle function, ventilatory drive, hypoxia response and pulmonary defense mechanism. Patients in this case series have an age range from 3 to 4.5 months. Their chief complaints were dyspnoe (difficulty in breathing) with chest retraction and lack of breastfeed. Reduce intake caused patient prone to nutritional problem. Nutritional support is given according to each patient’s requirement, which is calculated with Schofield equation or White equation if the patient on ventilator, using stress factor and the administration starts with 80% basal energy expenditure, which gradually increased to reach the total energy expenditure. Protein and lipid requirement is calculated based on critically ill state. Patient’s monitoring performed on eight to eleven days. Patient’s clinical signs, food intake tolerance, functional capacity, fluid balance, laboratory and anthropometric parameter were taken. During the monitoring it was found that most patients can achieve total energy requirement on day six to eight monitoring. Nutrition in critically ill patients is individualized and includes all aspects. With the management of good nutrition, expected quality of life of patients with severe pneumonia various comorbidities would be better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meirina
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga, karakteristik keluarga dan lansia dengan pemenuhan nutrisi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan. Metoda Penelitian ini penelitian kuantitatif yang bersifat diskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. dengan besar sampel 219 dengan teknik pengambilan sampel cluster sampling, dihitung secara cluster proporsional.
Hasil penelitian Ada hubungan dukungan emosional (p 0,000), instrumental (p 0,000), dan penghargaan (p 0,002) dengan pemenuhan nutrisi lansia. Dari karakteristik keluarga dan lansia ada hubungan fungsi kesehatan keluarga dengan pemenuhan nutrisi ((p 0,000), ada hubungan pola makan dengan pemenuhan nutrisi lansia (p 0,003) dan ditemukan pula interaksi antara dukungan emosi dengan fungsi kesehatan keluarga.

The purpose of this study is to determine the correlation between family's support and characteristics to elderly nutrition fulfillment in public health center in working area of South Bogor. This study used descriptive correlation design with cross sectional approach. The sample of 219 was calculated using cluster proportional and recruited using cluster sampling technique.
The result showed that there were significant correlation between emotional support (p=0,000), instrumental (p=0,000), and acknowledgement (p=0,002) with elderly?s nutritional fulfillment. There were correlation between family health function with elderly nutrition fulfillment (p=0,000), between family's meal pattern with elderly nutrition fulfillment (p=0,003), and it was found interaction between emotional support with family health function
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>