Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Syatori
"Tesis ini berupaya mengkaji dan menganalisis proses dan strategi pengembangan komunitas berbasis media komunitas 'Angkringan' di Bantul Yogyakarta, dengan berpijak pada skema konseptual (Habitus)(Capital) + Field = Practice yang dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu. Dengan skema ini, pengembangan komunitas dipahami sebagai dinamika praktik sosial agen-agen sosial yang dipandang tercipta dan terikat oleh habitus, oleh struktur-struktur obyektif yang mendefinisikan ranah sosial dan oleh sekumpulan besar strategi lain yang menyembunyikan fakta perjuangan modal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data memakai teknik wawancara mendalam, studi dokumen, dan studi pustaka.
Penelitian ini mengambil setting studi di desa Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana terdapat komunitas Angkringan yang menjadi fokus studi.
Subyek penelitian ini terdiri dari lima unsur.
Pertama, aktor-aktor ?internal? media komunitas ?Angkringan?, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pengembangan komunitas. Aktor-aktor internal ini dibagi dalam dua kategori, aktif dan non-aktif.
Kedua, Pemerintah desa Timbulharjo dan lembaga warga yang terdiri dari lembaga formal Badan Perwakilan Desa (BPD) dan lembaga informal Forum Komunikasi Warga Timbulharjo (Fokowati).
Ketiga, warga masyarakat Timbulharjo.
Keempat, pengurus Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dan Jaringan Radio Komuintas Indonesia (JRKI) sebagai representasi organisasi yang konsen pada bidang pengembangan media dan radio komunitas.
Kelima, Jaringan Pendamping Radio Komunitas (JPRK). Dalam hal ini Combine Resource Institution (CRI).
Keenam, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Yogyakarta dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai representasi lembaga pemerintah yang mengurusi soal media, hak penyiaran dan sebagainya.
Point penting dari temuan lapangan penelitian ini adalah bahwa sebagai komunitas berbasis media, Angkringan melakukan pengembangan komunitasnya dengan memanfaatkan aneka jenis media mulai dari media cetak (buletin), media audio (radio), media audio visual (Video dan TV Komunitas), hingga teknologi internet. Melalui buletin, Angkringan menyuguhkan aneka gagasan dan wacana tentang pentingnya pensikapan terhadap berbagai persoalan yang menggelayut di seputar komunitas. Melalui radio siaran, Angkringan membuka semacam ruang publik bagi warga komunitas untuk mencurahkan keluh kesah, sumbang saran, kritik bahkan gugatan atas segala hal yang dianggap 'bermasalah'.
Radio Angkringan menawarkan sebuah kesempatan yang memungkinkan terjadinya dialog interaktif antar berbagai pemangku kepentingan -warga dan pemerintah desa- dalam komunitas. Teknologi internet menjadi fase yang paling mutakhir dan spektakuler sebagai rangkaian praktik sosial yang dilancarkan Angkringan demi mengembangkan komunitsnya. Melalui media internet, Angkringan berupaya mengembangkan komunitas pada ranah yang lebih luas dengan mengembangkan jejaring komunitas seantero nusantara bahkan dunia.

The thesis is adressed to study and to analyze on process and strategy of community development based on ?Angkringan Comunity Media? in Bantul Yogyakarta, refer to a conceptual framework of practices according to Bourdeiu that is (Habitus) (Capital) + Field = Practice. Based on this scheme, a community development is a dynamic of social practices of social agencies that constructed and bounded by habitus, by objective structures that defining a field of social, and by other strategies that concealing capital struggle facts.
This research implement a qualitative approach with data collection method through indepth interview, literatury studies, and documentary studies. The situs of research is in vililage of Timbulharjo, District of Sewon, Regency of Bantul, Province of Yogyakarta that there is ?Angkringan Community? as the focus of study.
The research subject consisted on five elements as follow.
The first, internal actors of Angkringan community media, that is they are involved directly in community development. They can be divided by two categories that are active and non-active.
The Second, Timbulharjo village government dan civilian institutions that cover Badan Perwakilan Desa (Village Representative Board) and Forum Komunikasi Warga Timbulharjo (Timbulharjo civic communication forum).
The Third, Timbulharjo villagers.
The Fourth, management of Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (Yogyakarta Community Radio Network) and Indonesia Community Radio Network).
The Fifth, Jaringan Pendamping Radio Komunitas (Community Radio Advocation Network).
Finally, the Indonesian Broadcasting Commission and Yogyakarta Broadcasting Commission as government representatives.
The important findings resulted from the research is that as media based community, Angkringan undertakes their community development by using vary of from bulletin, radion, video, and TV-community, to internet technology. Through bulletin, Angkringan presents vary of ideas and discourse about the significance to some problems around their community. Through radio, Angkringan opens a public space for community to express their aspiration, suggestions, critique, even litigation over all problematical things.
Radio Angkringan offers an opportunity that enabling interactive dialogue among stakeholders and village government in their community. Internet technology become the most modern stage and spectaculer as a set of social practices that launched by Angkringan to develope their community. Through internet media, Angkringan tries to develope their community in the broader field by developing community network in the level of national and international."
2009
T26132
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iwan Samariansyah
"PENELITIAN ini membahas manajemen media majalah Info Kelapa Gading, sebuah majalah yang jumlah penerbitannya terbatas dan area penyebarannya juga dibatasi oleh geografis tertentu saja yaitu di Kecamatan Kelapa Gading dan sekitarnya. Terutama mengenai strategi pemasaran media tersebut agar tetap bisa survive di tengah-tengah iklim persaingan media massa saat ini. Penelitian ini diilhami oleh pemikiran media komunitas dari Ed Hollander dan James Stappers (2002).
Penelitian ini berbentuk studi kasus yaitu meneliti manajemen media dan strategi pemasaran yang diterapkan pada majalah Info Kelapa Gading di Jakarta Utara. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu (1) Meneliti dan mengkaji materi dan rubrikasi majalah Info Kelapa Gading, (2) Menggali kebijakan redaksional yang diterapkan oleh majalah info Kelapa Gading, (3) Meneliti sikap khalayak pembaca dalam merespons materi pemberitaan majalah Info Kelapa Gading. Tujuan akhirnya adalah memahami strategi pemasaran majalah Info Gading yang diterbitkan untuk melayani kebutuhan informasi bagi masyarakat di kawasan tersebut.
Teori yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teori ekonomi media seperti yang dilansir oleh David Potter, dengan mengembangkan teori fungsi komunikasi massa dari Laswell. Peneliti ingin mengetahui bagaimana model pengelolaan media dan strategi pemasaran yang dilakukan oleh manajemen majalah Info Gading karena penyebarannya yang relatif terbatas umuk wilayah kecamatan Kelapa Gading dan sekitarnya saja. Materi-materi pemberitaan juga terbatas yang berkaitan dengan Kelapa Gading saja. Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dengan tipe penelitian eksploratif untuk mengetahui strategi pemasaran manajemen media yang diterapkan oleh majalah Info Kelapa Gading dan menggali berbagai hambatan yang terjadi. Majalah khas tersebut merupakan majalah yang memililki spesifik pengelolaan yang berbeda dengan majalah umum lainnya selain dari sisi isi dan segmentasi pembacanya yang dibatasi secara geografls. Karena bentuknya studi kasus, maka analisis desain penelitian ini bersifat explorative single Ievel analysis, artinya analisis dilakukan bukan pada level kelompok melainkan pada level individu baik para pengelola majalah maupun khalayak pembaca majalah Info Gading Semua informasi didasarkan pada wawancara mendalam terhadap berbagai pihak yang kemudian ditulis secara analisis-eksploratif.
Ada 15 orang responden yang diwawancarai secara mendalam (indepth inrerview) yang terdiri dari pemilik majalah, bagian redaksi, bagian non redaksi (10 orang) dan khalayak pembaca dan pemasang iklan (5 orang). Semua hasil wawancara kemudian dianalisa dan diinterpretasi dan kemudian diperkaya dengan analisis teks terhadap berita dan wacana yang dimuat oleh majalah Info Gading.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran majalah Info Gading memang berbeda dari majalah umum. Majalah tersebut sepenuhnya dibiayai dari perolehan iklan, sedangkan majalahnya sendiri yang dicetak sebanyak 15 ribu eksemplar, 90 persen dibagikan secara gratis pada warga Kelapa Gading dan sekitamya (Sunter, Cempaka Putih, Kemayoran dan Kayu Putih). Hanya sekitar 10 % yang dijual secara eceran di berbagai outlet dan pertokoan tertentu.
Dengan strategi pemasaran seperti itu, pangsa iklan yang berhasil diraup majalah tersebut per edisi penerbitan mencapai angka Rp 150 - 200 juta yang dipakai untuk menutupi biaya operasional majalah tersebut termasuk juga membayar gaji karyawan. Majalah tersebut mempunyai 26 rubrik dengan model penulisan yang bersifat moderat dan menghindarkan isu-isu sensasional. Seluruh berita selalu dikaitkan dengan kawasan Kelapa Gading, atau setidaknya menyangkut kepentingan warga yang bertempat tinggal di kawasan tempat majalah tersebut diterbitkan.
Hasil penelitian juga menunjukkan ada sejumlah kendala yang dihadapi manajemen Info Gading. Pertama, keterbatasan sumber berita karena sempitnya ruang liputan yang hanya mencakup kawasan Kelapa Gading saja. Kedua, keterbatasan jumlah oplah. Ketiga, munculnya sejumlah penerbitan kompetitor dari grup penerbitan besar yaitu kelompok Jawa Pos dan kelompok Suara Pembaruan yang ingin mengikuti kesuksesan strategi pemasaran Info Kelapa Gading.
Menghadapi hal tersebut, manajemen Info Gading melakukan diversifikasi penerbitan media. Diantaranya menerbitkan majalah keluarga Family Gading yang terbit dua bulan sekali, menerbitkan Surat kabar Sinar Gading, majalah Segitiga Emas, majalah Franchise dan majalah Sekretaris. Meskipun hasilnya tidak menunjukkan perkembangan yang berarti baik dan segi oplah maupun iklan yang berhasil didapatkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
JIP 31(2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 39 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ingki Rinaldi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memeroleh pengetahuan kolaborasi yang
dilakukan Harian Kompas bersama sejumlah komunitas. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagian kolaborasi tidak berlangsung sebagaimana diharapkan
secara ideal. Kerangka pemikiran disusun berdasarkan fakta turbulensi dalam industri
suratkabar, dan nyaris seluruh model bisnis saat memasuki era masyarakat informasi.
Perusahaan atau organisasi perlu melakukan penataan ulang dengan menggunakan
sejumlah konsep, diantaranya seperti ?The Learning Organization? yang
dikemukakan Peter Senge. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah, pengadopsian
?five disciplines? dalam ?The Learning Organization? dan sejumlah indikator
kolaborasi ideal dalam masyarakat informasi menemui keberhasilan dalam praktik
kolaborasi yang menuju pada aspek co-creation menyusul interaksi komunikasi
horizontal, non-formal, dan setara yang dipergunakan

ABSTRACT
This research aims to acquire knowledge of collaboration conducted by Harian
Kompas with a number of communities. The issue in this research is some of
collaboration did not occurring as expected ideally. The framework compiled based
on the facts of turbulence in the newspaper industry, and almost in the entire business
models when entering the era of information society. Company or organization needs
to do rearrangement by using a number of concepts, such as "The Learning
Organization" stated Peter Senge. The findings in this research are the adoption of
"five disciplines" in "The Learning Organization" and the indicators of an ideal
collaboration in information society attain success of its implementation that led to
the aspects of co-creation following the horizontal communication interactions, nonformal,
and used similar."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayan Sakti Suryandaru
"Berdasarkan data dari Jaringan Radio Komunitas (JRK), tercatat di Indonesia terdapat 50 radio komunitas dan 13 televisi komunitas (Kompas, 13 Mei 2002). Kondisi ini menunjukkan adanya perkembangan karakteristik serta kualitas komunikasi massa di Tanah Air yang saat ini sangat dipengaruhi sekurangnya oleh 2 (dua) faktor. Pertama, dinamika demokratisasi yang melandasi reformasi kehidupan sosial-politik. Dinamika ini meliputi proses-proses penciptaan sebuah masyarakat madani (civil society), penyelenggaraan kebebasan menyatakan pendapat bagi setiap warganegara, dan pelembagaan ruang atau kawasan publik (public spheres) dimana semua komponen publik bisa memperoleh akses ke forum-forum pembentukan pendapat tanpa adanya kekangan dari negara ataupun pasar. Kedua, dinamika liberalisasi atau deregulasi di sektor industri media. Dinamika ini, antara lain, mencakup proses-proses mengkonstruksi struktur pasar serta pengaturan mekanisme pasar di sektor industri media, (a.l., melalui proses penetapan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, negara telah menetapkan beberapa ketentuan tentang lembaga penyiaran komunitas Penyiaran, dan sebagainya). Akan tetapi dalam konteks ini, sebenarnya wacana regulasi-deregulasi harus ditafsirkan kembali. Deregulasi pada hakikatnya adalah menghapus state regulation untuk digantikan oleh market regulation. Tetapi dari sisi kepentingan publik, maka yang harus menjadi pokok perhatian bukanlah pilihan antara pengaturan oleh negara (state regulation) atau pengaturan oleh pasar (market regulation), tetapi apakah segala pengaturan tersebut mampu memperhatikan kepentingan publik secara optimal.
Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk mengangkat fenomena resistensi komunitas atas hegemoni negara dalam menetapkan regulasi penyiaran dan media massa komersial yang selalu menawarkan false needs (kebutuhan semu) dan hiper-realitas yang terkadang tidak mencerdaskan dan memenuhi kebutuhan riilnya.
Studi ini menggunakan pendekatan ekonomi politik media dengan menggunakan teori hegemoni Gramsci, teori ekonomi politik kritis dari Mosco dan teori Resistensi sebagai kerangka teoretis. Sebagai sebuah studi kualitatif yang berupaya memahami bagaimana para narasumber (pelaku berbagai konteks historical situatedness) membangun proses-proses berpikirnya dan merekonstruksi perspektif-perspektif mereka, maka peneliti berusaha untuk mencoba "menempatkan diri" pada posisi narasumber, untuk mendapatkan sebuah penjelasan yang memiliki otentifikasi dari para nara sumber. Penelitian ini menggunakan metode indepth interview, studi dokemuntasi dan observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan, dari konteks struktur (kultur), hegemoni budaya asing, konsumerisme, seks vulgar, kekerasan yang selalu diusung oleh media massa komersial dan pengaturan negara atas keberadaan LPK yang dipersepsi sebagai intervesi negara, merupakan stimulan munculnya resistensi komunitas dalam bentuk simbolik-pragrnatis misalnya (1) Beberapa anggota komunitas memberikan persetujuan dan mandatnya kepada para aktivis atau individu yang nentinya menjadi pengelola LPK untuk menyiaikan LPK di wilayahnya (2) Meskipun mengetahui belum ada aturan teknis tentang pengelolaan LPK, para aktivis LPK di Jombang tetap meminta rekomendasi kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Infokom, agar keberadaannya diketahui dan diakui sebagai media pemberdayaan komunitas. (3)Melakukan loby-loby politik kepada anggota Komisi A DPRD Jombang, agar keberadaan LPK bisa diakui sebagai representasi keinginan komunitas di Jombang akan sebuah media yang bersifat dari, oleh, dan untuk komunitas. (4) Penguatan budaya lokal dengan lebih intensif menyiarkan bentuk-bentuk kesenian daerah (hadrah, samroh, kidungan, ludruk) dan ritual keagamaan - kebudayaan melalui LPK, bisa dikatakan sebagai resistensi simbolik komunitas terhadap hegemoni politik homogenisasi atau komodifikasi yang biasa dijalankan oleh media penyiaran komersial. (5) Penolakan atas RPP LPK versi pemerintah dilakukan dengan membuat RPP LPK versi JRKI. Untuk menghasilkan draft RPP LPK ini, beberapa aktivis LPK Jombang selalu aktif mengikuti berbagai diskusi, seminar, hearing, dan rapat-rapat penyusunan RPP LPK yang diikuti seluruh LPK yang ada di Indonesia. Mayoritas lembaga penyiaran komunitas bukan berasal dari kesadaran atau ikhtiar komunitas, melainkan dari inisiatif-inisiatif individu. Hanya saja resistensi yang muncul ini lebih didasarkan pada interpretasi para agensi yang merupakan pengelola LPK.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan rekomendasi Pengaturan negara di dalam penyelenggaraan LPK yang dituangkan di dalam RPP LPK sedapat mungkin melibatkan para aktivis dan pengelola LPK. Hal ini dimaksudkan agar demokratisasi informasi dengan menghargai daya kreasi dan kreativitas komunitas melalui LPK bisa diwujudkan. Pemerintah - khususnya pemerintah daerah - seharusnya bisa menggunakan LPK sebagai media diseminasi informasi kebijakan negara. Implementasi program-program pelayanan publik dan masukan dan komunitas terhadap kinerja aparat pemerintahan, dapat digali melalui media penyiaran komunitas. Pengelola LPK hendaknya lebih intensif melakukan proses pemberdayaan dan advokasi pada anggota komunitas yang dilayaninya. Program pelatihan tentang pengelolaan LPK bisa dilakukan dengan lebih kontinyu dan mendorong partisipasi aktif anggota komunitas, agar embrio LPK sebagai media dari, oleh, dan untuk komunitas tetap dapat dipertahankan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahanny Maulidya
"Perkembangan teknologi informasi mengubah perilaku individu menjadi berjejaring, menciptakan lanskap bisnis yang horizontal dimana semua orang, penjual, pembeli, distributor, supplier, kompetitor, saling terhubung. Untuk menghadapi lanskap bisnis horizontal tersebut perusahaan dapat menjalankan konsep New Wave Marketing yang dimulai dengan communitization, yang mendorong terciptanya produk berbasis komunitas. Saat ini banyak komunikasi dalam social media komunitas yang bertujuan memasarkan produk. Padahal komunitas adalah sekumpulan orang dengan minat atau aktivitas yang sama, yang saling peduli antar anggotanya.
Tesis ini meneliti bagaimana formulasi social media yang digunakan dalam pemasaran produk berbasis komunitas tersebut dalam menghadapi lanskap bisnis horizontal. Temuan penelitian formulasi social media adalah penggunaan social media search, social networking, interpersonal, publish, video, microblogging, dan photo sharing, dengan fungsinya masingmasing yang disesuaikan dengan elemen communitization, confirming, clarifying, commercialization, co-creation / Experience, communal activation / Anyplace, conversation / Communication dari New Wave Marketing dan ABCDE marketing mix. Social media pada akhirnya juga menciptakan word of mouth yang dapat mempengaruhi penjualan produk berbasis komunitas.

The development of information technology changed the behavior of individuals into networking, creating a horizontal business landscape where all people, sellers, buyers, distributors, suppliers, competitors, are well connected to each other. To deal with the horizontal business landscape, company can execute New Wave Marketing concept that began with communitization, which encourages the emergence of community-based products. Today there is a lot of product marketing communication in community’s social media, though the community is a group of people with similar interests or activities that its members take care of each other.
This thesis examines how social media formulations used in the community based products marketing based dealing with the horizontal business landscape. Social media formulation of research findings is the use of search, social networking, interpersonal, publishing, video, microblogging, and photo sharing social media, with their respective functions that are adapted to communitization, confirming, clarifying, commercialization, co-creation / Experience, communal activation / Anyplace, conversation / Communication elements of New Wave Marketing and ABCDE marketing mix elements. At the end, social media also creates word of mouth that can affect community-based product sales.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Wijono
Surabaya: Duta Prima Airlangga, 2008
640.7 DJO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>