Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Rahmawati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi dan kemampuan pada remaja tunanetra-ganda. Gambaran resiliensi diperoleh melalui identifikasi tujuh karakteristik resiliensi, faktor risiko, dan faktor protektif serta gambaran kemampuan subjek dari masa kanak-kanak sampai tahap remaja. Ketunaan yang dialami oleh subjek adalah hambatan penglihatan sebagai ketunaan utama dan keterbelakangan mental tingkat ringan sebagai ketunaan tambahan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Gambaran resiliensi subjek diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap remaja tunanetra-ganda, orang tua (dalam hal ini ibu), dan guru dari remaja tersebut. Hasil yang diperoleh adalah satu subjek lebih mampu mengembangkan karakteristik resiliensi dibandingkan subjek lainnya. Kedua subjek memiliki faktor risiko yang sama dalam hal hambatan ketunanetraan ganda dan faktor lingkungan; namun subjek kedua memiliki faktor risiko lainnya yaitu faktor kondisi ekonomi keluarga dan faktor keluarga besar. Kedua subjek sama-sama memiliki faktor protektif eksternal dari keluarga, sekolah, dan komunitas.

The research was undertaken to get information of adolescents with resilience and competence in multiple disabilities with visual impairment. The focus of the study is the description of their resiliency according to the seven factor resilience, the risk factor and protective factors, and also their competence that occur with an assessment developmentcompetence. Their primary disability is visual impairment and the secondary is mental retardation. The research is qualitative. Interviews had been done directly to the subjects, and also to their mothers and teachers. Both subjects had similar risk factors, such as multiple disabilities with visual impairment, social background, and external protective factors from the family, school, and community. One subject had other risk factors, such as family financial problem and wide family members. One of the subject was shown to be able to improve resilience characteristics better than another subject."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Aulia Rahma
"Di masa remaja, meningkatnya kebutuhan interaksi sosial membuat pengaruh kedekatan teman sebaya terhadap penyesuaian psikologis menjadi lebih dominan. Sejumlah penelitian meta analisis telah membuktikan adanya hubungan antara peer attachment dengan penyesuaian psikologis remaja. Akan tetapi mekanisme yang mendasari hubungan tersebut belum diketahui secara jelas. Attachment memiliki hubungan yang erat dengan resiliensi, sementara resiliensi telah terbukti memprediksi penyesuaian psikologis. Oleh karena itu secara teoritis, diasumsikan bahwa resiliensi mungkin berperan sebagai mediator dalam hubungan antara peer attachment dan penyesuaian psikologis pada remaja. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 remaja dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun. Penyesuaian psikologis diukur dengan Brief Adjustment Scale (BASE-6), peer attachment diukur dengan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited), dan resiliensi diukur dengan Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Analisis mediasi menemukan bahwa sense of relatedness memediasi secara penuh hubungan peer attachment terhadap penyesuaian psikologis remaja. Sementara itu sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara parsial hubungan antara variabel prediktor dan outcome. Temuan ini mengindikasikan pentingnya resiliensi dalam meningkatkan penyesuaian psikologis remaja.

In the context of adolescents’ development, peer attachment plays a significant role in psychological adjustment. Meta-analysis studies found a significant moderate correlation between peer attachment and adolescents’ psychological adjustment. The result indicating possibility of unknown mediating factors that could influence psychological adjustment in adolescents. Peer attachment has a strong correlation with resiliency, meanwhile, studies found that resiliency predicts psychological adjustment. Hence, it is assumed that resiliency might play a mediating role in the relationship between peer attachment and psychological adjustment. A total of 377 adolescents aged 12-18 years old participated in this research. The measurement instruments used are Brief Adjustment Scale (BASE-6) to assess psychological adjustment, Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited) to measure peer attachment, and Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) to assess attributes of resiliency. Mediation analysis showed that resiliency that reflected by participant’s sense of relatedness fully mediated the relationship between peer attachment and psychological adjustment. Meanwhile, sense of mastery and emotional reactivity attributes of resiliency partially mediated the relationship. The result of this research emphasizes the importance of close peer relationship and resiliency in the means to increase adolescents’ psychological adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Herlina Magdalena
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai gambaran resiliensi yang remaja yang memiliki adik penyandang autis. Mengingat dampak dari faktor risiko pada remaja yang memiliki adik penyandang autis ini dapat berbeda-beda, maka dibutuhkan penelitian yang dapat menggali subyektifitas penghayatan, variasi serta kedalaman resiliensi yang dimiliki oleh partisipan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif.
Proses pengambilan data dilakukan dengan metode open ended interview dan metode observasi. Wawancara sendiri akan dilakukan pada tiga partisipan yang memenuhi syarat partisipan pada penelitan ini.
Dari analisis data didapatkan bahwa: 1) Perasaan malu, perhatian orang tua yang berkurang, keterlibatan pengasuhan, kesulitan bergaul, serta tuntutan untuk berakademis adalah dampak yang dialami oleh ketiga partisipan. 2) Partisipan kedua dan ketiga justru menganggap keluarga adalah tekanan. Pada partisipan ketiga, keluarga merupakan faktor protektif. 3)Dimensi regulasi emosi pada ketiga partisipan belum berkembang dengan baik. Sedangkan dimensi empati, efikasi diri dan optimis belum berkembang secara optimal pada partisipan pertama dan ketiga. Sedangkan pada partisipan kedua dapat dilihat bahwa hampir semua dimensi telah berkembang dengan baik.

The study focused on understanding about resiliency in adolescence who have brother with autism. Considering the impact of risk factor happened differently to each participants, this study conducted qualitative method so that researcher can explore the subjectivity, variety, and depth of resiliency each participant.
The information is acquired using open-ended interview and observation methods. The interview is conducted to three adolescence who have brother with Autism.
The study shows theree results : 1) humility, decreasing in parent attention, involving in nurturing, difficulting socializing and high demand for academic achievement are effect of brother with autism in three participants, 2) family are pressure to second and third participants. But are protectif factor to third participant, 3) regulation emotion are still not well developed on each participant. Emphaty, self efficacy, and optimism are not well developed on first and three participants and there is no dimension have already develop in first participant.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ardhya Irawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada remaja penyintas erupsi Gunung Merapi tahun 2010 serta untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya Jawa yang berhubungan dengan kemampuan resiliensi masyarakat suku Jawa yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, khususnya di Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gambaran resiliensi remaja di Desa Krinjing ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) juga melalui wawancara mendalam yang merujuk kepada karak-teristik resiliensi yang dikemukakan oleh Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Wawancara secara mendalam juga digunakan untuk menggali penghayatan nilai-nilai budaya Jawa dari partisipan. Partisipan penelitian terdiri dari 15 orang remaja berusia 15-20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja di Desa Krinjing telah menunjukkan resiliensi dalam tingkat yang sedang. Adapun budaya Jawa yang terkait dengan kemampuan resiliensi mereka adalah gotong royong, sopan santun, kebersamaan, dan berbakti pada orang tua. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk untuk mengatasi keterbatasan yang ditemui, disertakan.

This research was carried out to get an idea of resilience in young survivors of the eruption of Mount Merapi in 2010 and to identify the Javanese cultural values that related to the resilience ability of the Javanese community who live around Mount Merapi, particularly in Krinjing, Magelang regency, Central Java. The idea of resilience in young survivors in Krinjing is achieved by using a measuring instrument Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) and by in-depth interviews refers to the characteristics proposed by Wagnild (2010): meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness.. Interviews were also used to explore the appreciation of Javanese cultural values of the participants. The participants consisted of 15 adolescents aged 15-20 years. The results showed that young survivors in Krinjing have shown resilience in the medium level. The Javanese culture associated with the resilience ability of survivors of the eruption of Mount Merapi are mutual cooperation, courtesy, togetherness, and dutiful to parents. A number of suggestions to follow-up this research, and to overcome the limitations that were encountered, are included"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Suleeman
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Florentynia Pradnya Paramita
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi dan coping pada remaja akhir yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis. Responden penelitian ini sebanyak 42 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun. Resiliensi responden diukur dengan alat ukur bernama Resilience Scale-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young (1993) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Coping diukur dengan alat ukur Brief COPE yang disusun oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara resiliensi dan coping pada remaja yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis.

This research was conducted to find the correlation between resilience and coping stress in late adolescence with parental chronic illness. The participants of this research were 42 late adolescence in age 18 to 22 years old. Resilience was measured by using Resilience Scale-14 which was constructed by Wagnild and Young (1993) and had been adapted to Indonesian context. Coping was measured by using Brief COPE which was constructed by Carver (1997) and had been adapted to Indonesian context. The results of this research show that there were not significant correlation between resilience and coping stress in adolescence with parental chronic illness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Oktaviani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada remaja penyintas gempa bumi dan tsunami. Pengertian resiliensi yang dipakai merujuk pada lima karakteristik resiliensi dari Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Gambaran resiliensi diperoleh dengan menggunakan alat ukur CD-RISC 10 (Connor & Davidson, 2003) serta wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan di Banda Aceh yang merupakan kota yang mengalami kerusakan paling parah akibat tsunami 2004. Partisipan penelitian terdiri dari 25 orang yang berusia 21-24 tahun dan yang diwawancara mendalam adalah 3 orang yang berasal dari kelompok usia yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan berusia 21-45 tahun sebagian besar memiliki skor resiliensi sedang, bahkan ada yang memiliki skor tinggi. Adapun budaya Aceh yang terkait dengan kemampuan resiliensi penyintas tsunami adalah iman, akhlaq, sikap berjuang dan pantang menyerah meski keadaan sulit, ibadah, dukungan komunitas masyarakat dan komunitas keagamaan, serta lunturnya nilai-nilai tradisional Aceh. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk mengatasi keterbatasannya, disertakan.

This study was conducted to gain picture of resilience among Aceh earthquake and tsunami survivors. The concept of resiliency refers to the five characeristic of resiliency from Wagnild (2010), which are meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness. Picture of resilience was obtained using the CD-RISC 10 (Connor & Davidson, 2003) and through interviews. Data were collected at Banda Aceh, which suffered most damage from tsunami. Altogether 25 participants of 21-24 years old took the questionnaire and four people of the same age were interviewed.
The results indicate that most participants get middle score of resilience. The Acehnese cultural aspects associated with resiliency ability among eruption survivors are iman, akhlaq, to struggle and overcome difficulties, religious activity, community support, and fading of Aceh traditional values. Recommendations for further research are included.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Mulyati Alimi
"Penelitian ini termasuk kajian lapangan (field study). Tujuan penelitian secara garis besar ada 3 yaitu (1) untuk melihat gambaran tingkat resiliensi pada remaja yang tergolong "high risk° yang tinggal di Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. (2) untuk melihat apakah faktor-faktor keterampilan sosial (social skills), keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skills), autonomy, locus of control internal dan sense of purpose, kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari fingkungan secara keseluruhan sebagai faktor protektif memberikan sumbangan terhadap resiliensi remaja (3) untuk melihat apakah masing-masing faktor protektif memberikan sumbangan dalam membentuk resiliensi remaja dan (4) untuk mengetahui bagaimanakah dinamika faktor protektif pada remaja yang menjadi responden.
Subyek penelitian adalah remaja 13-18 tahun, merupakan kelompok "high risk" yaitu berasal dari keluarga dengan SES rendah, hidup di lingkungan padat dan kumuh dan atau memiliki orang tualanggota keluarga yang pengguna obat-obatan terlarang dan atau mengalami gangguan mental, tinggal di kelurahan Tanah Tinggi sekurang-kurangnya 5 tahun saat penelitian dilaksanakan dan tidak pemah terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum serta tidak menunjukkan gejala penyimpangan perilaku. Dengan teknik purpossive sampling, terjaring 38 responden yang terdiri dari 17 Iaki-laki dan 21 perempuan.
Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Skala Resiliensi (Wagnild & Young, dalam Skehill, 2003), Skala Locus of Control (Roller, 1966), Skala Sense of Purpose (httpllwww_authentichappiness.orgl). Adapun Skala kemandirian dan Skala Keterampilan Sosial dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka teori yang mendasarinya. Untuk mengukur Keterampilan Menyelesaikan Masalah dibuat kasus di mana responden ditugaskan untuk memberikan solusi atas kasus tersebut. Data tentang kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari Iingkungan akan diungkap melalui skala dan formulir data pribadi serta wawancara.
Alat ukur kernudian diujicobakan. Dengan analisis faktor didapatkan matriks faktor loading. Item yang memiliki skor loading 0.300 (item skala yang dipakai dalam penelitian ini memiliki nilai loading yang bergerak antara 0.300-0.606). Uji reliabilitas dilakukan dengan pendekatan alpha-Cronbach. Dengan koefisien a yang bergerak antara 0.602 - 0.935, skala tersebut dianggap reliabel sebagai alat ukur.
Sesuai dengan tujuan penelitian, data dianalisis dengan Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi serta Analisis Kualitatif. Hasilnya adalah (1) Remaja memiliki tingkat resiliensi yang tinggi (2) Faktor protektif secara keseluruhan hanya memberikan sumbangan sebesar 29.3% untuk tingginya tingkat resiliensi remaja yang menjadi responden penelitian (R2 = 0.293), sisanya sebanyak 70.7% ditentukan oleh faktor lain (3) saat faktor protektif diregresikan satu persatu, yang memberikan sumbangan secara signifikan pada tingkat resiliensi remaja hanya faktor keterampilan sosial sebesar 9.8% dan harapan dari lingkungan sebesar 14.9% (4) remaja memiliki tingkat keterampilan sosial yang tinggi, keterampilan menyelesaikan masalah yang balk, otonom dan sense of purpose yang jelas serta locus of control yang internal; kesempatan yang Iuas untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, memiliki harapan yang tinggi dan lingkungan dan hubungan yang hangat dengan lingkungan pada level sedang. Dari hasil analisis kualitatif ditemukan faktor lain yang diasumsikan memberikan pengaruh pada resiliensi responden, yaitu jaringan teman, sekolah, memiliki sejumlah prang yang memberikan bimbingan dan arahan serta adanya role model.
Setelah dilakukan analisa tambahan diperoleh hasil: (1) ada perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan pada faktor keterampilan sosial, autonomy, kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan harapan yang tinggi dari lingkungan. Remaja perempuan memiliki keterampilan sosial dan autonomy yang lebih balk dibandingkan remaja laki-laki. Lingkungan juga meletakkan harapan yang lebih tinggi pada perempuan. Sedangkan kesempatan untuk beraktivitas dalam kegiatan kelompok, laki-laki memiliki kesempatan yang lebih banyak dibandingkan perempuan. (2) Tidak ada perbedaan tingkat resiliensi pada remaja awal, tengah dan akhir (3) remaja tengah paling tinggi tingkat kemahdiriannya dibandingkan remaja awal dan akhir (4) kesempatan untuk beraktivitas dalam kelompok paling besar dimiliki oleh remaja awal (5) lingkungan memiliki harapan yang paling tinggi terhadap remaja akhir dibandingkan remaja awal dan tengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Indra Susilo
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai resiliensi orangtua yang memiliki anak ADHD dan Autisme. Reivich & Satte (2002), resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk tetap gigih dan menyesuaikan diri ketika keadaan tidak berjalan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak ADHD dengan orangtua dengan anak autis. Metode yang digunakan yaitu kuantatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner resiliensi Reivich & Shatte (2002). Diperoleh hasil tidak ada perbedaan signifikan antara orang tua ADHD dan Autisme pada 60 partisipan.

This research focuses on understanding the resilience of parents of children with ADHD and Autism. Reivich & Shatte (2002), resilience is the ability to persevere and adapt when things are not going well. The purpose of this study was to determine whether there are differences between parents with ADHD children with a parent with an autistic child. The method used is quantitative descriptive. This study used a questionnaire measure of resilience Reivich & Shatte (2002). The results obtained indicate no significant differences between parents of ADHD and Autism at 60 participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Willbie Hendrason
"Periode dewasa muda identik dengan early adult transition, sehingga rentan menghadapi quarter life crisis. Dalam menghadapi dampak negatif dari krisis tersebut, individu seringkali menggunakan gim daring (video games) sebagai media untuk coping. Penelitian-penelitian terbaru mulai menemukan adanya potensi penggunaan gim daring dalam meningkatkan resiliensi. Namun, penelitian-penelitian masih terbatas pada penelitian gim daring secara umum. Oleh karena itu. penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat resiliensi antara pemain dua genre yang sering ditemui, yaitu aksi dan role-play game (RPG). Perbedaan kedua genre tersebut didasarkan pada perbedaan aspek kompetitif dan kooperatif dalam hubungannya dengan resiliensi. Penelitian ini membandingkan tingkat resiliensi yang diukur menggunakan 10-item Connor Davidson Resilience Scale dan juga pertanyaan persepsi aspek kompetitif dan kooperatif yang dirasakan dalam gim daring. Gim daring genre aksi yang digunakan adalah “Playerunknown's Battleground (PUBG)” dan gim daring RPG yang digunakan adalah “Genshin Impact” Hasil analisis komparasi independent sample t-test mendapatkan perbedaan tingkat resiliensi antara pemain gim daring genre aksi dan genre RPG [t(104) = 12.467, p = 0.01], dengan skor resiliensi yang lebih tinggi pada pemain gim daring genre aksi. Hasil ini memperlihatkan tingkat resiliensi berbeda pada genre gim daring yang berbeda.

The young adulthood period is often vulnerable to experiencing quarter-life crisis. In facing this crisis, individuals often turn to online games as a means of coping. Recent studies have started to discover the potential use of online games in enhancing resilience. However, research in this area is still limited to general studies on online gaming. Therefore, this study aims to examine the differences in resilience levels between players of two commonly encountered genres, namely action and role-playing games (RPGs). The differences between these two genres are based on the distinct aspects of competitiveness and cooperativeness and their relation to resilience. This study compares resilience levels measured using the 10-item Connor Davidson Resilience Scale, as well as questions regarding the perceived competitive and cooperative aspects experienced in online gaming. The action genre game used is "Playerunknown's Battleground (PUBG)," while the RPG game used is "Genshin Impact". The results of the independent sample t-test comparison analysis indicate a difference in resilience levels between players of action and RPG online games [t(104) = 12.467, p = 0.01], with higher resilience scores observed among players of action genre games. These findings demonstrate varying levels of resilience across different genres of online games."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>