Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119062 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shara Pradithia
"Puskesmas Kelurahan di DKI Jakarta merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya pada tingkat kelurahan untuk memastikan bahwa masyarakat mempunyai akses yang sebesarnya-besarnya, adil, dan bermutu dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat DKI Jakarta yang setinggi-tingginya sebagaimana menjadi visi pembangunan kesehatan DKI Jakarta yaitu ?Jakarta Sehat 2010?. Keberhasilan Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya tidak terlepas dari peranan tenaga sanitarian pada Puskesmas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kebutuhan tenaga sanitarian berjenjang SKM pada Puskesmas Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu melalui wawancara mendalam dan disertai juga dengan telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Puskesmas, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja dan dua staf Seksi PenyehatanLingkungan dan Kesehatan Kerja di Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Puskesmas Kelurahan di Provinsi DKI masih belum didukung oleh ketersediaan tenaga sanitarian yang memadai. Hanya 7 tenaga sanitarian dari 290 Puskesmas Kelurahan dengan latar belakang pendidikan DI (SPPH) atau DIII Kesehatan Lingkungan. Kebutuhan program kesehatan lingkungan di Puskesmas Kelurahan meliputi penyehatan air bersih, penyehatan pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan/ limbah, pengawasan sanitasi tempat umum, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan peredaran dan penggunaan pestisida. Demi keberhasilan Puskesmas Kelurahan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya melalui kesehatan lingkungan maka dibutuhkan tenaga sanitarian berjenjang SKM yang dapat melaksanakan program kesehatan lingkungan dengan optimal. Untuk itu maka diperlukan adanya perencanaan Sumber Daya Manusia yang mantap untuk menjamin Puskesmas Kelurahan memiliki tenaga sanitarian dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dalam menangani masalah kesehatan lingkungan yang kompleks. Agar tenaga sanitarian berjenjang SKM dapat memberikan upaya kesehatan lingkungan secara optimal diperlukan kompetensi yang tidak hanya padakompetensi teknis operasional saja namun juga kemampuan analisis dan manajerial."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Oberlin
"Selama periode 1988-2003 output perekonomian DKI Jakarta dihitung berdasarkan produk domestik regional bruto riil (PDRBR) tahun dasar 1993, meningkat dua kali lipat. Bahkan jika tidak terjadi krisis ekonomi yang mulai terasa sejak tahun 1998, PDRBR DKI Jakarta tahun 2003 mencapai tiga kali lipat dari tahun 1988.
Membesarnya output perekonomian, yang juga disertai perubahan struktur produksi, telah meningkatkan transaksi atau proses tukar-menukar antar para pelaku ekonomi. Secara teoritis, tujuan transaksi tersebut adalah tercapainya kondisi optimal para pelaku ekonomi. Kondisi optimal yang dimaksud adalah efisiensi Pareto dimana para pelaku ekonomi telah mencapai kondisi keseimbangan. Produsen mencapai laba maksimum dan konsumen mencapai kepuasaan maksimum. Keseimbangan ini sekaligus merupakan kondisi efisien. Namun kondisi efisien Pareto baru akan tercapai jika struktur pasar, output maupun faktor produksi adalah persaingan sempurna (perfect competition). Dalam model tersebut diasumsikan: produk dan faktor produksi adalah homogen, penjual dan pembeli begitu banyak sehingga secara individu tidak mampu mempengaruhi harga pasar, barang dan jasa yang dipertukarkan adalah barang privat yang sifat konsumsinya rival dan eksklusif. Asumsi-asumsi inilah yang memungkinkan para pelaku ekonomi mengalokasikan sumberdaya ekonomi yang dimilikinya secara efisien.
Sayangnya asumsi-asumsi pasar persaingan sempurna tersebut di atas, tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Misalnya, ternyata produk barang/jasa, maupun faktor tidak homogen, informasi tidak sempurna dan tidak semua barang/jasa yang diproduksi tidak semuanya merupakan barang privat. Ketidakidealan asumsi-asumsi tersebut menyebabkan pasar tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai alat alokasi yang efisien. Dalam arti produksi secara ekonomi terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Salah satu bukti dari kegagalan pasar dalam kehidupan sehari-hari adalah keluhan konsumen, tentang kualitas barang/jasa yang dijual dan keakuratan pengukurannya. Seringkali terjadi berat, panjang ataupun volume barang/jasa yang dibeli konsumen kurang dari yang seharusnya. Hal itu bisa saja disebabkan oleh kesengajaan penjual dan atau rendahnya kualitas alat ukur yang dipergunakan. Apapun faktor penyebabnya, ketidakakuratan alat ukur yang dipergunakan, menyebabkan kerugian bagi konsumen. Sebab dengan anggaran tertentu, tingkat kepuasan yang terjangkau akibat ketidakakuratan pengukuran, menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
Analisis dalam konteks yang lebih luas menunjukkan bahwa ketidakakuratan pengukuran, akan menghasilkan biaya ekonomi yang besar. Misalnya, dalam konteks perekonomian nasional, yang pada tahun 2003 nilai produksi barang dan jasa telah mencapai Rpl.620 triliun, setiap ketidakakuratan pengukuran 1/1000 saja akan menghasilkan kerugian uang sebesar Rpl,6 triliun. Dengan demikian kontrol yang terus menerus terhadap kualitas alat pengkuran sangat bermanfaat. Bidang teori dan praktik yang berkaitan dengan kontrol kualitas alat pengukuran yang digunakan dalam transkasi adalah metrologi. Dimana alat pengukuran tersebut, disebut sebagai alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka studi ini akan menelaah tentang pemanfaatan metrologi dalam kehidupan sehari-hari. Agar studi lebih fokus dan mendalam, maka dilakukan pembahasan studi kasus perekonomian DKI Jakarta periode 1988-2003. Pertimbangan pemilihan DKI Jakarta, adalah karena output perekonomiannya relatif besar dan menyumbangkan 16% output perekonomian nasional. Berdasarkan nilai PDRB riilnya, maka pada tahun 2003 setiap ketidakakuratan pengukuran sebesar 1/1000 saja akan menimbulkan kerugian sebesar Rp66 miliar per tahun. Dalam studi kasus ini, masalah yang dibahas adalah kelangkaan tenaga penera. Alasan pembahasannya adalah fungsi dan posisi penera sangat strategis. Merekalah yang melakukan pengujian UTTP berupa peneraan dan atau peneraan ulang. Selain itu jumlah penera yang ada terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah UTTP yang ada.
Untuk mendapatkan gambaran tentang kelangkaan tenaga penera di Jakarta, digunakan indikator rasio beban (B) yaitu perbandingan antara jumlah jam kerja yang dibutuhkan penera untuk menguji UTTP yang ada di DKI Jakarta dengan jam kerja yang dapat disediakan oleh penera. Jam kerja yang dibutuhkan penera untuk menguji UTTP yang ada disebut sebagai jam kebutuhan (D). Angka jam kebutuhan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah dan jenis UTTP yang ada dengan waktu yang dibutuhkan untuk menguji UTTP tersebut. Jam kerja yang dapat disediakan penera disebut jam kapasitas (S). Angka jam kapasitas dihitung dengan cara menghitung terlebih dahulu berapa jam kerja efektif yang dapat diberikan oleh seorang penera selama setahun kerja, dengan asumsi jam kerja sehari adalah 7 jam. Jam kerja yang dapat disediakan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam setahun adalah jam kerja setahun yang dapat disediakan oleh seorang penera dikalikan dengan jumlah penera yang ada di DKI Jakarta.
Rasio beban yang ideal (B) adalalah 1 dimana jumlah jam kebutuhan (D) sama dengan jam kapasitas (S). Hal inl bermakna seluruh UTTP yang ada dapat ditera atau ditera ulang. Tetapi jika niiai B> 1, maka jam kebutuhan lebih besar dari jam kapasitas. Dengan demikian tidak semua UTTP tidak dapat diuji. Jika nilai B makin besar maka kondisinya makin buruk, karena makin banyak UTTP yang tidak dapat ditera atau tera ulang.
Dengan menggunakan metode proyeksi sederhana, yaitu menggunakan model eksponensial maupun model ekonometrika dapat disimpulkan bahwa bila tidak dilakukan akselerasi pengadaan tenaga penera, maka sampai tahun 2010 nanti, angka rasio beban (B) masih di sekitar angka 2. Artinya jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menera dan menera ulang UTTP adalah dua kali lipat dibanding dengan jam kapasitas yang tersedia. Dengan demikian masih sangat banyak UTTP yang tidak terkontrol kualitasnya.
Berdasarkan hasil proyeksi tersebut, disimpulkan bahwa akselerasi pengadaan tenaga penera harus dilakukan. Selain itu dimasa mendatang, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian, akan makin banyak jumlah dan jenis UTTP yang harus terus ditera dan tera ulang. Lagi pula berdasarkan analisis biaya manfaatnya, ternyata pengadaan tenaga penera di provinsi DKI Jakarta, sangat layak secara ekonomis. Dengan demikian percepatan pengadaan tenaga penera, perlu segera direalisasikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T 13241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Nuhayudista Adiandini
"

Penelitian ini membahas mengenai perencanaan kebutuhan tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat di jajaran Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dinas Kesehatan DKI Jakarta menggunakan pendekatan berbasis beban kerja dalam menghitung perhitungan kebutuhan tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Namun, dalam implikasinya masih ditemukan ketidaksesuaian, terutama dalam menentukan angka dari variabelnya. Berdasarkan teori yang ditemukan, pendekatan yang paling efektif untuk menghitung kebutuhan SDM Kesehatan adalah needs-based (berbasis kebutuhan). Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui proses, faktor, dan kesenjangan dalam perencanaan kebutuhan tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat di jajaran Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memanfaatkan data sekunder. Hasil dari penelitian ini berupa formula, langkah, dan pengaplikasian needs-based  dalam perhitungan kebutuhan tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat di jajaran Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendekatan needs-based dianggap lebih cocok untuk diterapkan dalam perhitungan kebutuhan Penyuluh Kesehatan Masyarakat  dan tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan UKM. Pendekatan ini dapat dijadikan sebagai langkah lanjutan dari metode ABK Kesehatan yang sudah digunakan sebelumnya. Perhitungan needs-based  dilakukan dengan menambahkan variabel target populasi dalam perhitungannya.


The focus of this study is about Health Human Resource Planning of Public Health Promotor in Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta services. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta use ABK Kesehatan method for calculating Health Promotor needs. However, we still found some errors dalam menentukan the variables. Based on the theory, that the most effective method for calculation Health Human Resource needs is the needs-based approach. The purpose of this study is to find out how the processes run, what factors influence the processes, and the gaps in Health Promotor Human Resource Planning in Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. This research uses qualitative method by utilizing secondary data from various sources. This study explains the  formulas, steps, and the application of needs-based approach for calculating the needs of Health Promotor in Dinas Kesehatan DKI Jakarta. From this study it can be concluded that the needs-based approach is suitable for calculating the needs of other Public Health Workers. This approach can be used as a further step from the ABK Kesehatan method that has been used before. The needs-based calculation is performed by adding a target population variable to its calculation.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobella Arifannisa Firdausi
"Skripsi ini menganalisis tingkat kesiapsiagaan Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta dalam menghadapi bencana. Metode penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi (mix-method). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan  tinjauan dokumen. Pengumpulan data ini menggunakan pedoman dari PAHO: Evaluation of small&medium-sized health facilities series 4.  Variabel yang diteliti adalah potensi bencana di puskesmas, keselamatan struktural, keselamatan nonstruktural, dan aspek fungsional untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan bencana di puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesiapsiagaan puskesmas X adalah 0,65 dan puskesmas Y adalah 0,6. Kedua nilai tersebut masuk ke dalam tingkat kesiapsiagaan B, yang artinya puskesmas X dan Y perlu melakukan intervensi dalam jangka waktu dekat karena masih berisiko untuk menghadapi bencana. Keselamatan struktural puskesmas X dan Y mendapat nilai 0,77 yang masuk ke dalam klasifikasi “a” yang berarti kondisi struktural puskesmas memadai untuk kejadian bencana. Keselamatan nonstruktural puskesmas X mendapat nilai 0,65 dan puskesmas Y mendapat nilai 0,63, kedua nilai ini masuk ke dalam klasifikasi “b” yang artinya aspek nonstruktural puskesmas masih berisiko untuk menghadapi bencana. Aspek fungsional puskesmas X mendapat nilai  0,53 dan  nilai puskesmas Y sebesar 0,39. Aspek fungsional kedua puskesmas masuk ke dalam klasifikasi “b” yang menunjukkan bahwa aspek fungsional masih berisiko untuk menghadapi kejadian bencana. Oleh karena itu, kedua puskesmas harus terus meningkatkan kesiapan fasilitasnya, baik dari segi keselamatan struktural, nonstruktural,  dan aspek fungsional.

The focus of this study is to analyze the level of disaster preparedness of Puskesmas (community health centers) in DKI Jakarta Province. This study used mixed method design. The data were collected by interviews, and triangulated by document reviews and observations. The questionnaire used in this study was adapted from PAHO: Evaluation of small&medium-sized health facilities series 4. Variables in this study included potential disasters at puskesmas, structural safety, nonstructural safety, and fuctional aspects to determine the level of disaster preparedness at puskesmas. The result shows that the disaster preparedness value is 0,65 at puskesmas X, and 0,6 at puskesmas Y. Both of these values classifies as B in the disaster preparedness classification, which means in both puskesmas X and Y, intervention measures are required in the short term, due to the present potential disaster risk. Structural safety of puskesmas X and Y values at 0,77, which classifies as “a” in the safety index, meaning the structure of puskesmas will function appropriately in times of disasters. Nonstructural safety of puskesmas X values at 0,65, while puskesmas Y values at 0,63. Both of these values classify as “b”, which means nonstructural aspects of both puskesmas X and Y are still at risk regarding disaster preparedness. Functional aspects of puskesmas X values at 0,53, while puskesmas Y values at 0,39. Both of these values classify as “b”, which means functional aspects of both puskesmas X and Y are also still at risk regarding disaster preparedness. Therefore, puskesmas X and Y must continue to improve the level of preparedness of their facilities, both in terms of structural and nonstructural safety, and functional aspects. 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaen, Busmin
"Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak berpengaruh secara signifikan dalam kegiatan industri tersebut. Perkembangan industri rokok nasional masih mengalami pertumbuhan dan mempunya potensi pasar yang besar dan juga omzet penjualan yang berkonstribusi terhadap penerimaan pendapatan pemerintah dari sektor pajak iklan rokok dan juga cukai rokok. Industri rokok masih memiliki potensi pertumbuhan volume yang sangat besar di wilayah DKI untuk semua kategori jenis rokok. Para pelaku utama industri rokok adalah PT. Gudang Garam Tbk yang memiliki produk unggulan dikategori SKM Full Flavour ( GG.Fim 12, GG Surya 16 dan GG Surya 12), PT. Djarum ( Djarum Super 12, Djarum Super 16), PT. HM.Sampoerna Tbk ( Dji Sam Soe Filter dan Marlboro Filter), PT. Gelora Jaya (Wismilak Diplomat 12) PT. Bentoel Invesatma, Tbk ( Bentoel Sensasi).Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode survei terhadap sejumlah 300 konsumen mengenai produk rokok kategori SKM Full Flavour dan juga strategi bersaing masing - masing merk kategori SKM Full flavour di DKI Jakarta.
Penelitian ini desain dan dimaksudkan untuk mengetahui gambaran daya tarik untuk kategori rokok jenis SKM full flavour di regional jakarta yang menjadi acuan konsumen dalam memilih rokok jenis SKM Full Flavour. Hal ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi silang antara variabel yang bersifat demografi dengan variabel yang bersifat psikografi yang akan dijadikan sebagai bahan pembanding terhadap hasil analisa statistik nya. Hasil perseptual map menunjukkan bahwa Dji Sam Soe Filter 12 dan Marlboro Filter Kretek 12 memiliki kemiripan keunggulan bersaing dengan merk unggul seperti Gudang Garam 12 dan Djarum Super 12. Dengan keunggulan produk yang sudah dihasilkan oleh PT.HM.Sampoerna Tbk maka hal yang perlu di perkuat adalah strategi pemasaran yang bersifat taktis dan strategis. Pemasaran taktis meliputi pengembangan produk secara terus menerus (design/packaging), alur distribusi yang baik dan memperkuat promosi dan periklanan yang lebih kuat. Strategi pemasaran strategis mencakup pada segmentasi pelanggan yang lebih jelas dan fokus pada pasar sasaran serta pemposisian nilai merk di hati pelanggan. Dalam strategi generik, Michael Porter mengemukakan tiga strategi untuk strategi bisnis adalah: keunggulan biaya, differensiasi dan strategi fokus. ( Philip Kotler & Kevin Lane Keller, 2008: 68).

Indonesian cigarette industry has been experiencing phenomenal growth since the last 10 years. Economic recession that began with the monetary crisis in July 1997 does not affect significantly the activities in the industry. National cigarette industry is still growing well and has a big market potential with the current sales contributing to the government revenues which is gotten from the tax of ads and duty on cigarettes. The industry still has a big growth potential in the area of DKI Jakarta for all types of cigarettes category. The main players in cigarette industry are PT. Gudang Garam Tbk that has superior products in SKM Full Flavour category (GG.Fim 12, GG 16 and GG Surya Surya 12), PT. Djarum (Djarum Super 12 Djarum Super 16), PT. HM.Sampoerna Tbk (DJI Sam Soe Filter and Marlboro Filter), PT. Gelora Jaya (Wismilak Diplomat 12) and PT. Bentoel Invesatma, Tbk (Bentoel sensation). This is a descriptive research using survey method to 300 consumers, questioning about the cigarettes of SKM Full Flavour category and the competition strategy of each brand in the category.
This research was designed to have a picture of the attractiveness of this cigarette category in Jakarta region for consumers? reference in choosing SKM Full Flavour cigarettes. This is done by doing cross-tabulation between the demographic variables and psychographic variables which will be put as a benchmark to the results of its statistical analysis. The perceptual map shows that Dji Sam Soe Filter 12 and Marlboro Filter Kretek 12 have similar competitive advantages to the superior brands Gudang Garam 12 and Djarum Super 12. With the competitive advantages they have, PT. HM. Sampoerna Tbk needs to strengthen the marketing strategy tactfully and strategically. Tactical marketing includes continuous product development (design/packaging), good distribution channel and strong promotion and advertising campaign. Marketing strategy includes clearer customer segmentation and more focus on target markets and right positioning brand value in consumers? mind. Michael Porter proposes three generic strategies to business, they are cost differentiation, product differentiation and focus strategy. (Philip Kotler & Kevin Lane Keller, 2008: 68)."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26362
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Helmina Kamalia N.
"Tesis ini membahas beban kerja dan kebutuhan tenaga verifikator klaim kontrak di Unit Penyelenggara Jamkesda Pemerintah Daerah DKI Jakarta Tahun 2012 dengan melakukan observasi dan data klaim rumah sakit tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain deskriptif dan cross sectional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Metode Ilyas yaitu dengan pendekatan demand, dimana metode ini menghitung beban kerja yang harus dikerjakan atas dasar permintaan untuk menghasilkan unit produksi atau jasa per waktu yang dibutuhkan.
Hasil penelitian ini adalah beban kerja tenaga verifikator klaim adalah 132 jam/unit/hari, sedangkan kebutuhan tenaga sebanyak 23 orang/hari. Hasil penelitian menyarankan bahwa Unit Penyelenggara Jamkesda Propinsi DKI Jakarta perlu menambah tenaga verifikator klaim; meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam verifikasi klaim; menggunakan teknologi dan sistem informasi; dan menerapkan Standard Operational Procedure (SOP) dalam proses verifikasi klaim.

The focus of this study is to analysis of workload and to count of contract staff needed claim verification on Health Insurance Administration Unit of The Government DKI Jakarta Province in 2012. The purpose of this study is to know how much the workload, staff needed, and the barrier factors of claim verification. Knowing this will help the administration unit to identify changes that should be made to improve the quality services. This research is qualitative and quantitative descriptive interpretive. The data were collected by means of deep interview and use claim data. The method used in this study using the Ilyas?s Method which is a demand approach, where the method is to calculate the workload to be done on the basis of a request for production or services produced per unit of time is needed.
The result of this study is the workload of verifier claim personnel is 132hours/unit/day, while the staff needed is 23person/day. The researcher suggests that The Health Insurance Administration Unit should add the verifier claim staff; improve the knowledge and the skill of verifier claim staff; use the technology and information system; and administer Standard Operational Procedure (SOP) in the process of verification of claims.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31115
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. A. Hamdah Rosjidah Aini
"Diare adalah salah satu penyakit yang dapat disebarkan melalui air (water borne diseases). Di Indonesia diare masih menduduki peringkat atas diatara sepuluh penyakit terbanyak dan penyebab kematian nomor dua, terutama pada bayi. Di Sumatera Selatan, angka kesakitan diare adalah 22,97 per 1.000 penduduk. Angka tersebut tinggi bila dibandingkan dengan angka Nasional 20,68 per 1.000 penduduk. Dan tujuh Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan, angka kesakitan diare tertinggi adalah di Kota Palembang (35 per 1.000 penduduk). Di Kota Palembang, masyarakat yang menggunakan air bersih persentasenya rendah (77,5 %). Persentase air bersih memenuhi syarat kualitas bakteriologi juga rendah (60 %).
Rendahnya cakupan air bersih dan rendahnya persentase air bersih memenuhi syarat kualitas bakteriologi tidak terlepas dari kinerja sanitarian Puskesmas dalam pelaksanaan program pengawasan kualitas air bersih, Evaluasi kinerja sanitarian dalam pengawasan kualitas air bersih belum pemah dilakukan. Peraturan Daerah yang mengatur tentang pengawasan kualitas air bersih pun belum ada. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah belum adanya gambaran kinerja sanitarian dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air bersih di Puskesmas Kota Palembang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sanitarian Puskesmas dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air bersih di Kota Palembang. Populasi penelitian adalah sanitarian Puskesmas di Kota Palembang, sedangkan sampel penelitian adalah total populasi berjumlah 35 sanitarian. Janis penelitian adalah survei dengan rancangan penelitian cross sectional. Analisa data yang dipakai adalah analisa univariat (menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persen) dan analisa bivariat (menggunakan uji chi square, dengan nilai alpha 5 %ICI 95 %).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitarian Puskesmas di Kota Palembang yang berkinerja buruk 71,4 % dan yang berkinerja baik 28,6 %. Yang berkinerja lebih buruk adalah sanitarian laki-laki (OR : 2,8), sanitarian yang berumur < 39 tahun (DR : 2,1), sanitarian dengan lama bertugas < 9 tahun (OR : 2,6), sanitarian yang memiliki pengetahuan kurang (4,3), sanitarian yang tidak pernah pelatihan (OR : 2,1), sanitarian yang tidak punya buku pedoman kerja (OR : 2,5), sanitarian yang tidak memiliki transportasi ke lapangan (OR : 2,6), sanitarian yang tidak punya peralatan (DR : 3,1), sanitarian yang tidak menerima insentif (OR : 2,2) dan sanitarian yang tidak mendapat dukungan teman (OR : 2,9).
Saran bagi Dinas Kesehatan Kota adalah membuat Peraturan Daerah tentang pengawasan kualitas air bersih, meningkatkan perhatian, bimbingan dan petunjuk bagi sanitarian Puskesmas dalam meningkatkan kinerja sanitarian. Bagi pimpinan Puskesmas adalah membuat pembagian tugas yang jelas, meningkatkan dukungan bagi sanitarian, meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pelaksanaan tugas sanitarian dilapangan. Bagi sanitarian Puskesmas, supaya mengikuti pertemuan bulanan sanitarian dan bersama Ketua BAKLI serta pimpinan Puskesmas mendiskusikan serta mencari pemecahan permasalahan kinerja sanitarian di Puskesmas Kota Palembang, dan membuat contoh penyaringan air sederhana dari bahan yang murah dan mudah didapat, sehingga dapat dicontoh masyarakat. Perlu penelitian lain adalah mencari variable-variabel lain yang tidak diteliti oleh penulis dan melaksanakan penelitian dengan memakai pendekatan gabungan, kuantitatif dan kualitatif, supaya dapat menggali permasalahan dengan lebih dalam.

Diarrhea is one of disease, which can propagate through water (water borne diseases)_ In Indonesia diarrhea still sit on the top of 10 most disease and number 2 death cause, especially to baby. In South Sumatra, diarrhea rate is 22,97 per 1000 resident. From seven regencies/towns in South Sumatra, diarrhea rate is very high in Palembang City (35 per 1000 resident). In Palembang City, resident who use clean water have a low rate (77,5%). Clean water percentage fulfill the bacteriology quality condition is low too (60%).
The low clean water coverage and clean water percentage fulfill the bacteriology quality condition is still related with Puskesmas sanitarian performance in clean water quality observation program execution. Sanitarian performance evaluation in clean water quality observation is never been done. Area Regulation that arrange about clean water quality observation is not yet there. The problem in this research is no view from sanitarian performance of clean water quality observation in Palembang City Puskesmas.
Research target is to know Puskesmas sanitarian performance of clean water quality observation in Palembang City. Research population is puskesmas sanitarian in Palembang City, while research sample is total population in amount of 35 sanitarians. Research type is survey with cross sectional research device. Data analysis used is univariate analysis (using frequent distribution with percent size) and bivariate analysis (using chi square test, with alpha assess 5%/CI 95%).
Research result show that Puskesmas sanitarian in Palembang City which has bad performance is 71,4% and good performance is 28,6%. The worse performance men sanitarians (OR : 2,8), sanitarian age < 39 years (OR : 2,1), sanitarians with work age < 9 years (OR : 2,6), sanitarians with less knowledge (4,3), sanitarians who never get training (OR : 2,1), sanitarians with no work guidance book (OR : 2,5), sanitarians with no transportation to work place(OR : 2,6)_ Sanitarians with no tools (OR : 3,1), sanitarians who not except incentive (OR : 2,2), and sanitarians who not getting support from friends (OR : 2,9).
Suggestion for City Health District is making Area Regulation about clean water quality observation, improving attention, counseling and guide for Puskesmas sanitarians in improving sanitarians performance. For Puskesmas Leader is making clear work division, improving support for sanitarians, improving pass by coordination program, and pass by sector in sanitarian duty execution on field. For Puskesmas sanitarian, to follow monthly sanitarian and with HAKLI Chief and Puskesmas leader discussing and searching resolve sanitarian performance problem in Palembang City Puskesmas, and making example of simple water distillation from cheap substance and easy to get, so can be followed by public. The need of other research is looking for other variables which not checked by writer and executing observation by using merger approach, quantitative, and qualitative, so that can dig the problem deeply.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardinal
"Dalam Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004?2009 yang memuat 10 program, yang diamanatkan kepada Departemen Kesehatan salah satunya adalah program lingkungan sehat yang dalam pelaksanaannya telah disusun Rencana strategis Departemen Kesehatan tahun 2005?2009 termasuk indikatornya (Depkes RI, 2007). Salah satu kegiatan Program lingkungan sehat adalah penyediaan air bersih dan sanitasi dasar. Program penyehatan air bersih dilaksanakan untuk pemenuhan akses masyarakat terhadap air bersih, tidak hanya untuk pemenuhan segi jumlah/debit, namun kualitas/mutu air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat juga harus menjadi prioritas. Untuk itu diperlukan kerja keras dari pemegang program penyehatan air, khususnya sanitarian puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan progran tersebut di tingkat puskesmas.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2007 di Kabupaten Solok. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkannya gambaran kinerja petugas Sanitasi Puskesmas dan faktor-faktor yang berperan pada kinerja petugas sanitasi puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air di Kabupaten Solok Tahun 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, Diskusi Kelompok Terarah dan observasi, dengan informan Sanitarian puskesmas dilanjutkan triangulasi sumber dengan Kepala Puskesmas dan Kepala Bidang PL & PKM Dinas Kesehatan Kabupaten Solok.
Rendahnya kinerja sanitarian puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air bersih dilihat dari Cakupan IS rendah, Penyuluhan Kurang, Pembinaan Pokmair Kurang, Pengawasan air Kurang , Sistem informasi program tidak jalan. Faktor yang berperan dalam kinerja sanitarian tersebut adalah; kemampuan dan keterampilan sanitarian yang kurang terasah, supervisi baik dari Kabupaten maupun Kapala Puskesmas kurang; pelatihan sanitarian frekwensi yang kurang serta tidak sesuai kebutuhan, motivasi sanitarian yang rendah, imbalan dan dana operasional kurang, adanya beban kerja tambahan, sarana dan prasarana tidak memadai, kurang prioritas program oleh Kepala Puskesmas, akses sebagian wilayah kerja yang tidak lancar terutama untuk kecamatan terisolir, serta kebijakan Dinas Kesehatan terutama kebijakan anggaran yang belum memprioritaskan anggaran program kesehatan lingkungan atau program air bersih.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah agar kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Solok pada program penyehatan air pelaksanaanya diintegrasikan dengan kegiatan puskesmas luar gedung dengan didukung tersedianya sarana dan prasarana, alokasi dana opersional sesuai dengan kebutuhan; Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan; Pelaksanaan supervisi yang berkesinambungan, Pelatihan sanitarian sesuai dengan kebutuhan kerja di lapangan, pembuatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program sesuai kebutuhan sanitarian, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan, pengadaan sarana dan prasaran sanitarian, merancang program pemberian reward bagi sanitarian teladan.

President Regulation No 7 in 2005 concerning National Development Planning at Middle Period (RPJMN) of 2004-2009 which conclude 10 programs that are instructed to Health Department. One of them is health environment program which its accomplishment arranged a strategic planning of Health Department at period of 2005- 2009 including its indicator (Health Department of Indonesian Republic, 2007). One of health environment program activity is preparing hygienic water and basic sanitation. Healthy program of hygienic water is accomplished to fulfill public access to hygienic water, not only a quantity supplied, but quality of hygienic water which is consumed by public must become a priority. Therefore, it needs a hard work from water healthy program holder, especially for sanitation officer at primary health care as leader of this program accomplishment at primary health care level.
This study was conducted from March until May 2007 at district of Solok. This study aim is to get describing of sanitation officer performance at primary health care and the factors which related to sanitation officer performance at primary health care on accomplishment of water healthy program at district of Solok in 2007. This study used a qualitative method by in depth interview, directed group discussion and observation, informant is sanitation officer at primary health care, and then source triangulation with a leader of primary health care and leader of PL and PKM of Health Service Department at district of Solok.
Low performance of sanitation officer at primary health care on accomplishment healthy program of hygienic water if it was seen from low IS coverage, less counseling, less training of Pokmair, less monitoring of water, information system program is not functioned. The factors which are important on sanitation officer performance such as : less ability and skill of sanitation officer, less supervision of district and primary health care leader, less training frequency of sanitation officer and the need is not available, low motivation of sanitation officer, less reward and operational fund, many extra jobs, facility and basic facility are not adequate, less program priority by leader of primary health care, work area access is not good especially for isolated district, and Health Service Department policy especially for budget policy which does not prioritized budget of development health program or hygienic water program.
It was suggested to Health Service Department policy at district of Solok on water healthy program in order its accomplishment is integrated with primary health care activity out of building by supporting of available facility and basic facility, operational fund allocation is available with the need, health information system development, accomplishment of continuity supervision, sanitation officer training is available with job need at work area, making of accomplishment guide and program technique guide are available with sanitation officer need, training to improve ability and skill, levying facility and basic facility of sanitation officer, arranging reward program for expert sanitation officer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T41301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Satiasari
"Berdasarkan SK Gub DKI Jakarta No. 2086 tahun 2006, 44 Puskesmas di Provinsi DK] Jakarta ditetapkan menjadi unit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daelah ( PPK BLUD ) secara bertahap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamharan realisasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah provinsi di 42 puskesmas DKI Jakarta untuk periode tahun 2007-2009 paska menerapkan PPK BLUD. Desain penelitian adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan puskesmas tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi anggaran di Puskesmas DKI Jakarta dari tahun 2007 sampai dengan 2009 cenderung meningkat yaitu Rp l7b.l66.506.28l (2007) , Rp 242.295.485.|2l (2008) dan Rp 247.076.8l0.111 (2009). Biaya perkapita berkisar dari USS 2 ( Jakarta Barat ) - USS 4,6 ( Jakarta Pusat ). Total pendapatan BLUD Puskesmasjuga menunjukkan peningkatan yaitu Rp 57.24l.949.0l7,- (2007), Rp 59.779.032.965 ,- (2008) dan Rp 65.745.497.256,- (2009). Realisasi anggaran rata-rata pertahun pada periode 2007-2009 untuk : upaya wajib 80%, program pzioritas 8l,08%. Berdasarkan sifat plogram : Kuratif 58%, preventif 2l%, promotif 0.98%. Berdasarkan jenis kegiatan : UK? 58%, UKM sebesar 22 %, Manajemen 13% dan investasi 6%. Berdasarkan kelompok belanja : BOP 85%. adum 8,56% , modal 5,76%. CRR 46,97%.

Under Decree of the Governor of DKI Jakarta Province No. 2086 ln 2006, 44 health centers in Jakarta Province enacted into units that implement the Financial Management Pattems Regional Public Service Board gradually.
This research aims to reveal the health budget comcs in 42 health centers of the provincial govemment of DKI Jakarta for the period 2007-2009 afler applying Financial Management Panems Regional Public Service Board. The study design is descriptive. Data collected is secondary data derived from the consolidated financial health centers in 2007-2009.
The results showed that the realization of budget in Jakarta Health Center from 2007 to 2009 tended to increase the l76,l66,506,28l IDR (2007), 242,295,481 121 IDR (2008) and 247,076,8l0,l ll IDR (2009). Per capita costs ranged fiom U.S. S 2 (West Jakarta) - U.S. S 4.6 (Central Jakarta). Total revenues Regional Public Service Board PHC also showed an increase of 57,24I,949,0l7 IDR (2007), 59,779,032,965 IDR (2008) and 6S,745,497,256 IDR (2009). Total expenditure per year on average for the period 2007-2009: the effort required 80% 8l.08% priority programs. Based on the nature of the program : Curative 58%, 21% preventive, promotive 0.98%. Based on the types of activities: UKP 58%, 22% SME, investment Management l3% and 6%. Based on expenditure groups: BOP 85%, ADUM 8.56%, 5.76% of capital. CRR 46.97% .
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>