Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Komang Desy Setiawati Arya Pinatih
"Penelitian ini akan mencoba menjawab pertanyaan penelitian : Mengapa terjadi variasi dalam doktrin pertahanan Indonesia periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dan Orde Baru (1966-1998) ? Penelitian ini menggunakan dua kerangka pemikiran, yaitu : Strategic Culture dari Elizabeth Kier dan Teori Struktural dari Michael C. Desch. Penelitian ini bersifat komparatif dengan membandingkan doktrin pertahanan Indonesia dalam dua periode yaitu periode Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru. Dari perbandingan tersebut ditemukan variasi-variasi yang terjadi dalam doktrin pertahanan Indonesia. Penelitian ini juga akan menganalisa faktor-faktor yang mendasari dan mempengaruhi mengapa terjadi variasi dalam doktrin pertahanan Indonesia. Analisa mengenai strategic culture Indonesia dan struktur ancaman dalam dua periode tersebut serta pengaruhnya terhadap doktrin pertahanan akan menjadi sebuah bentuk penelitian yang dilakukan untuk melihat pola hubungan antara variabel dependen dan independen.

This research will try to answer the research question : Why there is variation in Indonesia military doctrine in Demokrasi Terpimpin period and New Order period? This research uses two frameworks, Strategic Culture from Elizabeth Kier and Structural Theory from Michael C. Desch. This is comparative research which compare two periods of Indonesia military doctrine : Demokrasi terpimpin period and New Order period. From those comparisons, found variation that happened in Indonesia military doctrine. This research will also analyze some factors that become foundation and influence why there is variation in Indonesia military doctrine. Analyzing about Indonesia strategic culture and threat structure in two periods will become a research form to see relation pattern between dependent and independent variable."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27582
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gde Nyoman Arsana
"Hubungan sipil-militer di setiap negara berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan latar belakan perkembangan bangsa, bentu negara, ideologi, dan falsafah negara, dan budaya bangsa. Jenis hubungan sipil-militer bervariasi mencerminkan ideologi poitik, orientasi-orientasi, dan struktur organisasi modern. Hubungan sipil-militer di Indonesia sejak 1945-1998 mengalami pasang surut sejalan dengan sikap politik penguasa pemerintah, sikap, dan solidaritas kaum militer pada periode yang bersangkutan.
Dwifungsi ABRI merupakan salah satu doktrin dasr bagi ABRI dalam melaksanakan tugasnya khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan sipil-militer. Doktrin ini secara evolusi mengalami perkembangan sejak awal revolusi 1945. Dwifungsi ABRI memperoleh roh dans emangatnya pada masa gerilya antara Desember 1948 sampai Juli 1949, dimana saat itu TNI bersama PDRI di Bukittinggi mempertahankan keberadaan Republik yang masih muda. Doktrin ini kemudian secara perlahan berkembang dari era Soedirman (1945-1949), era Nasution (1958) sampai dengan era Soeharto (1966-1988).
Soeharto sebagai pendiri Orde Baru telah berperan sentral dan memberi warna dan bentuk hubungan sipil-militer yang dilaksanakan dengan doktrin Dwifungsi ABRI karena dia menduduki posisi kunci sudut pandang tersebut dalam studi ini dilakukan kajian untuk mengenali sejauh mana Soeharto (agency) mempengaruhi produk-produk peraturan-peraturan (struktur) tentang kedudukan militer dalam Negara sampai kepada saat dimana terjadi dominasi militer dalam politik di Indonesia selama lebih dari tiga dekade.
Kajian ilmu sejarah yang menggunakan metodologi strukturis sebagai sebuah kajian yang mengedepankan bagaimana kuatnya pengaruh human agency yang memberi bentuk pada perubahan struktur yang berupa peraturan-peraturan tentang kedudukan militer dalam Negara RI. kajian ini menjabarkan periodesasi hubungan sipil-militer dalam tiga periode yaitu: (1) 1966-1975, disebut periode pengendalian militer dengan patner (memupuk kekuasaan), (2) 1976-1988, disebut periode pengendaliaan militer dengan patner, dan (3) 1988-1998, disebut periode pengendalian militer tanpa patner. Studi ini penting dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memaknai kembali kedudukan militer yang demikian dominan selama lebih dari tiga dekade, pada saat mana Republik ini sedang dalam pencarian bentuk demokrai yang cocok bagi bangsa Indonesia yang berfalsafah pancasila. Hasil kajian ini diharapkan dapat menumbuhkan inspirasi bagi generasi penerus bangsa, agar dapat menundukkan militer pada posisinya yang tepat sesuai jiwa dan semangat UUD 1945 dalam NKRI yang menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai demokrasi.
Dengan menggunakan teori sipil-militer Samuel P. Huntington dengan merujuk kepada model The Continuum of Military in Politics dari Claude E. Welch dan konsep kekuasaan dalam mempengaruhi proses perumusan dan implementasi Dwifungsi ABRI, sedemikian jauh, luas dan mendalam sehingga berdampak pada intensitas sifat dan corak hubungan sipil-militer di Indonesia ; kedua, hubungan sipl militer di Indonesia dalam era Soeharto, merupakan salah satu varian Subjective CIvilan Control; ketiga, terdapat tiga perbedaan prinsip pandangan antara Nasution dengan Soeharto mengenai Dwifungsi ABRI yang disebabkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh antara lain perbedaan latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, dan cara pandang; keempat, Soeharto sangat dipengaruhi nilai-nilai budaya Jawa dalam pelaksanaan kekuasaan dan penerapan kepemimpinannya; dan kelima, Dwifungsi ABRI digugat karena adanya faktor-faktor dari luar dan dari dalam negeri, khususnya karena implementasinya yang demikian meluas dan mendalam, serta pemanfaatannya oleh Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya.

The relationships between civil and military varies in every country because of the difference of the nation's background, the shape ol the country, the ideology and philosophy, and the culture of the nation- The variation of civil-military relationships reflected the political ideology, orientations, and the modern structure of organization, The relationships of civil military in Indonesia since 1945 ~ 1998 went ups and downs in accordance to the political attitude of the ruling government, the attitude and solidity of the military community ln that period.
ABRI double-function is one of the doctrines of ABR! to lullil their duties especially in compliance with civil-military relationships. This doctrine developed evolutionary since the beginning of the 1945 revolution. ABRI double-function was motivated during the 'guerrila?s era", between December 1948 and July 1949, when TNI together with PDRI defended the existence of this new and young Republic, in Bukittinggi, West Sumatera. The doctrine then developed slowly in the era of Soedirman (1945-1949), the era of Nasution (1958), until the era of Soeharto (1966-1998).
Soeharto, as the founder of the New Order. played as the central role in shaping and colouring the civil-military relationships that acted upon the ABRI double-function doctrine, because Soeharto was in the key position as the President of Republic indonesia, as ABRI Commander-in-chief, and as a more than three period Mandatory of MPR Rl. From this point of view. this study is trying to analyze Soehands deeply influence in the products of regulations about the military position in the country until the military domination in politics in Indonesia for more than three decades.
The study of the history using structurist methodology was a study that brought up the strong influence of human agency that gave shape to the change of structure of regulations about the position of military in the Republic of Indonesia. This study explained the periodicity about the relationship between civil-military : (1) 1966-1975, as the period of military with partner { to strengthen power), (2) 1976-1988, still as the period of military with partner, (3) 1988-1998, as the period of military without partner. This important study has done as an effort to signify the military position that had been so dominant for more than three decades, while this Republic was looking for the come out best democratic system for the nation, as it has Pancasila as its philosophy. We hope this analysis will develop an inspiration to the young generation to put military in accurate position in accordance to the morale of UUD 1945 in NKRI that uphold law and democratic values.
With applying the theory of civil-military relationships of Samuel P. Huntington, and with references of The Continuum of Military Involvement in Politics model of Claude E.Wetch, the concept of power in Javanese tradition, and the concept of ABRI double- function, this analysis will uncover that : first, Soeharto was proved of having deep influence in the conception and in implementing the ABRI double-function, that influenced also the character and the pattern of civil-military relationships in Indonesia; second, civil-military retationships in Indonesia in the era of Soeharto, was a variant of Subjective Civilian Control; third, there were three principal different views between Nasution and Soeharto about ABRI double-function, because of some factor of influences e.g. different background of culture, educations, experiences, and mind set; forth, Soeharto was deeply influenced by Javanese cultural values in implementing his power and leadership; fifth, ABRI double-function was claimed because of internal and external factors, especially the wide and deep implementation to stand up for Soeharto's power.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
D747
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Resky
Bandung: ADOYA Mitra Sejahtera, 2014
327.598 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Ganevia
"Penelitian mengenai DPA Sementara dilakukan berdasarkan kerangka teori ilmu-ilmu seiarah, yaitu menggambarkan DPA Sementara sebagai sebuah lembaga tinggi negara dan kemudian memberikan interpretasi terhadap data-data yang didapat. Data-data yang diperoleh dari beberapa kepustakaan dan wawancara yang dilakukan beberapa kali. Dengan berdasar data tersebut dilakukan deskripsi yang kemudian dapat disimpulkan bahwa: 1. DPA Sementara mempunyai kedudukan yang cukup berarti yaitu sebagai laboratorium politik Presiden Soekarno dan tidak hanya sebagai badan penasehat belaka. 2. Keanggotaan DPA Sementara lebih mengutamakan golongan fungsional. 3. Dari masalah-masalah yang dibahas terlihat, bahwa DPA Sementara lebih banyak membicarakan masalah-masalah politik dibandingkan masalah-masalah lainnya."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Praditya Anugrah
"ABSTRAK
Tesis ini memperbandingkan pretorianisme militer dalam politik Negara, mengambil studi kasus Indonesia dan Myanmar. Dengan menggunakan teori pretorianisme Eric Nordlinger, tesis ini membandingkan kedua Negara tersebut melalui empat indikator penting dalam teori petorianisme Eric Nordlinger, diantaranya : a penghapusan dan pembatasan persaingan dan keterlibatan masyarakat dalam politik, b upaya mempertahankan kekuasaan oleh rezim militer secara terpusat, c pertumbuhan dan modernisasi ekonomi dan d kecenderungan mempertahankan status quo ekonomi dibandingkan mengupayakan ekonomi yang progresif.Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa di Indonesia rezim Orde baru memiliki melakukan pembatasan persaingan dan keterlibatan dalam politik, sedangkan di Myanmar, rezim junta militer penghapuskan persaingan dan keterlibatan politik. Orde baru di Indonesia mengupayakan keberlangsungan kekuasaannya melalui mobilisasi politik, indoktrinasi di desa-desa, serta sensor atas media-media cara represif juga digunakan untuk meredam penentangan terhadap pemerintah , rezim junta militer di Myanmar mengupayakan indoktrinasi, kontrol serta pengawasan atas media-media namun cara represif lebih dominan. Orde Baru di Indonesia mengelola pertumbuhan ekonomi dan modernisasi dengan meliberalisasi perekonomian, investasi asing masuk membawa alih teknologi dan modernisasi di Indonesia, rezim junta militer Myanmar justru memberlakukan kebijakan ekonomi isolasionis yang melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan serta membatasi masuknya modal asing. Orde Baru di Indonesia mengupayakan kebijakan-kebijakan ekonomi progresif di pedesaan, akan tetapi secara porsi justru Orde Baru cenderung menngkonsentrasikan kapital dan pembangunan di pusat ketimbang daerah-daerah. Rezim Junta Myanmar juga memberlakukan kebijakan progresif terhadap petani namun konsentrasi kapital tetap berada pada kelompok militer. Penelitian ini menemukan bahwa secara teoritik dalam aspek politik dibutuhkan indikator tambahan mengenai pelanggaran HAM serta dalam aspek ekonomi dibutuhkan tambahan indikator mengenai konglomerasi oleh militer, karena kedua hal tersebut sangat menonjol di kedua negara.

ABSTRACT
This thesis comparing military praetorianism in Indonesia rsquo s New Order Era and Myanmar rsquo s Military Junta using the theoretical explanation of Eric Nordlinger rsquo s Praetorianism. There are four important indicators that can help us to compare both countries such as a the abolition and limitation of competition and involvement in politics for civilians b the military regime efforts to maintain the continuity of the regime c economic development and modernization and d the intention of ruler praetorians to preserve the economic status quo rather than progressive economy.This paper found that Indonesia rsquo s New Order tend to limit competitions and involvement of civilians in the politics while Myanmar rsquo s military junta abolished the competition and involvement of civilian in the politics. Indonesia rsquo s New Order regime tend to maintain the continuity of the regime through political mobilization and indoctrination especially for villagers, and media control, aside of repressive way. Myanmar rsquo s military Junta also tend to maintain the power by indoctrination and control over media, but the repressive actions by military was more dominant. Indonesia rsquo s New Order maintaining economic development and modernization through economic liberalization, foreign investment brought technological transfer and modernization, meanwhile the Myanmar rsquo s military junta regime imposing isolationist economic policy and nationaliziation of foreign enterprises and limit the foreign investment inflow within the country. Indonesia rsquo s New Order regime attempt to achieve progressive policies such as building public facilities for villagers but there was still huge disparity between economy in the village and central region. The capital was centralized within the circle of Jendral Soeharto rsquo s cronies. Myanmar rsquo s military junta government also attempt to achieve progressive policies toward peasants and farmers in the village by building public facilities and credit special for peasants and farmers, but the overall capital in fact concentrated within the military. This thesis found that more indicator needed about human rights violation and groups conglomeration of military, as the two aspects are very significant within the two countries"
2018
T51612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Kanumoyoso
"Nahdatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam yang muncul sejak awal masa pergerakan nasional Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah bagi kalangan Islam dalam memperjuangkan dan mengembangkan paham Ahlrrssunah Wa1 Jama'ah. Kemunculannya dipelopori oleh para Kiai Jawa yang menghimpun anggotanya dari kalangan pesantren. Dalam perkembangannya mengarungi zaman kolonial Hindia Belanda sampai dengan memasuki periode Demokrasi Terpimpin, kepemimpinan NU selalu berada di tangan para kiai. Walau mereka tidak mengecap pendidikan moderen, dengan mengacu kepada kitab kuning para kiai ternyata mampu menghadapi tantangan jaman. Dalam masa Demokrasi Terpimpin, NU berusaha tampil membawakan dirinya sebagai satu-satunya wakil umat Islam di kancah perpolitikan nasional, setelah partai Islam baru lainnya, Masyumi, dinyatakan terlarang pada tahun 1960. Di bawah kepemimpinan tokoh-tokoh PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama), NU turut memainkan peranan penting dalam mewujudkan gagasan Sukarno yang terangkum dalam semboyan NASAKOM, Nasionalis-Agama-Komunis. NU mewakili unsur agamanya, dan terpaksa harus bekerja sama dengan unsur Komunis yang diwakili oleh PKI. Karna pucuk pimpinan NU memiIiki hubungan yang hangat dengan Sukarno, maka pertentangan ideologi antara NU dengan PKI dapat diredam. Namun dalarn berbagai lapangan sosial-politik, NU menjalankan strategi pembendungan terhadap PKI. Yaitu dengan mencegah sebisa mungkin agar pengaruh PKI tidak meluas di kalangan rakyat. Terhadap Sukarno, NU bersikap sangat akomodatif. Dan dengan Angkatan Darat (AD), NU menjalankan kerja sama dalam rangka menghadapi PKI. Ketika menjelang masa akhir kekuasaan Sukarno, ker ja sama antara NO dan AD mempercepat berakhirnya periode Demokrasi Terpimpin. Kepemimpinan NU beralih didominasi oleh orang-orang NU yang anti Demokrasi Terpimpin."
1996
S12237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udsi Siska Widirianti
"Setelah kekalahan Jepang Perang Dunia II, pembangunan Jepang dibidang militer dihentikan dan dipaksa oleh Amerika Serikat untuk fokus hanya pada pertahanan diri. Namun awal abad ke-21, perubahan situasi keamanan dan politik di wilayah seperti China dan Korea Utara telah mendorong Jepang untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan armada militernya. Dalam meningkatkan kapabilitas militer, Jepang melihat Indonesia sebagai negara militer terbesar di Asia Tenggara kemudian mengadakan kerjasama dalam bidang militer. Di bidang pertahanan, Jepang telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Indonesia dan Jepang juga mengembangkan kerjasama pendidikan, antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan, pendidikan dan latihan (diklat), pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer Jepang dan Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang militer. Jepang dalam ekspansi militernya melihat perkembangan Cina dan Korea Utara khususnya ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan. Jepang juga melihat potensi yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang diyakini oleh pihak Jepang sebagai salah satu negara yang akan berperan besar menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara yang juga penting bagi banyak negara maju dari seluruh dunia.

After Japan's defeat of World War II, the Japanese development of military field stopped and forced by the United States to focus solely on selfdefense. But the early 21st century, conversion of the security and political situation in China and North Korea have been encouraging Japan to improve its military and fleet capacity and capability. By enhancing military capability, Japan saw Indonesia as the largest army in Southeast Asia and entered into military cooperation of Japan-Indonesia later. Japan Self-Defense forces (JSDF) has been developing a global partnership for development of Indonesian defense capabilities and professionalization of Indonesian national armed forces, furthermore, conducting other field cooperations such as military personnel exchange, education and training, military-to-military cooperation and exercises, disaster response, and exchange of visits between high-ranking military officers. This research discusses the military relationship of Japan and Indonesia in the military field. Japan's military expansion saw the development of China and North Korea especially the tension in South China Sea Region. Japan also saw the potential possessed by Southeast Asian countries particularly Indonesia, which is believed by the Japanese as one of the Southeast Asian countries that played a major role that was able to maintaining Southeast Asia security.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Driga Ardiansa
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5708
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Nurbari
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang Peran Tentara Nasional Indonesia Dalam Konfrontasi Indonesia–Malaysia: Operasi Dwikora Tahun 1963 – 1966. Semenjak Pemerintah Inggris menetapkan pembentukan Federasi Malaysia, Indonesia merasa terancam dengan pembentukan Federasi Malaysia ini karena dianggap sebagai proyek neo kolonialisme Inggris yang bisa mengganggu kestabilan keamanan di Indonesia. Usaha dengan cara damai menemui kegagalan sehingga Indonesia melakukan konfrontasi terhadap Federasi Malaysia dengan dicanangkan Dwikora.TNI AD dengan kesatuan KOSTRAD (Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat), AL dengan kesatuan Kompi X bagian dari KKO (Korps Komando AL), dan AU dengan kesatuan PGT (Pasukan Gerak Tjepat) bertugas untuk mengumpulkan intel, menyabotase, mengirimkan sukarelawan (sukwan) di daerah lawan, dll

ABSTRACT
This research discusses the role of Indonesian Military In Indonesia – Malaysia Confrontation : Dwikora Operation (1963-1966). Since the establishment of the British Government establishes the Federation of Malaysia, Indonesia felt threatened by the formation of the Federation of Malaysia is being perceived as neo colonialism British project that could destabilize security in Indonesia. Enterprises by peaceful means had failed so Indonesian confrontation with the Federation of Malaysia was declared Dwikora.Indonesian Ground Force with unity KOSTRAD (Army Strategic Reserve Command), Indonesia Navy Force with unity Company X part of the KKO (Corps Commander Navy), and Indonesian Air Force with unity PGT (Shock troops) tasked to gather intelligence, sabotage, send volunteers (sukwan) in the area of the opponent, etc"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Muhamad Iqbal
"Keterlibatan Indonesia di Timor Timur secara de facto berlangsung sejak tahun 1974 hingga tahun 1999. Namun demikian, periode tersebut bukanlah periode dengan pola kebijakan dan pengambilan kebijakan luar negeri yang konsisten serta teratur. Sekurangnya terdapat lima periode panting dalam kebijakan luar negeri Indonesia terhadap masalah Timor Timur yang memperlihatkan iregularitas serta inkonsistensi dalam pola pengambilan kebijakan serta kebijakan yang dihasilkannya. Periode tersebut adalah periode tahun 1974-1983, 1983-1989, 1989-1991, 1991-1997 serta 1997- 1999. lregularitas yang terjadi pada tiap periode tersebutlah yang menjadi concern dari penelitian ini.
Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban mengenai faktor apakah yang secara dominan mempengaruhi iregularitas tersebut. Diajukannya military industrial complex sebagai unit eksplanasi untuk menjawab pertanyaan tersebut, terutama didasari pertimbangan bahwa belum ada peneliti Iainnya yang melihat persoalan Timor Timur dari sudut tersebut, disamping karena military industrial complex menjanjikan sebuah jawaban yang lebih komprehensif, yang banyak melibatkan story behind the story, bagi persoalan tersebut.
Eksplanasi di dalam penelitian ini diiakukan dengan mengajukan tiga pertanyaan dasar yaitu "siapa(kah)" yang termasuk dalam unsur military
industrial complex, "apa(kah)" kepentingan dari unsur-unsurnya tersebut, dan dengan cara "bagaimana(kah)" unsur-unsur tersebut mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri indonesia dalam masalah Timor Timur?
Sumber yang digunakan dalam peneiitian ini adalah sumber-sumber primer, yaitu wawancara langsung dengan tokoh-tokoh dari berbagai kelompok yang terlibat dalam masalah Timor Timur serta menyaksikan langsung berbagai konstalasi politik yang terjadi di Timor Timur terutama selama periode Juli sampai dengan September 1999, sebeium hingga setelah pelaksanaan jajak pendapat. Sementara itu sumber-sumber sekunder diperoleh dari berbagai buku, majalah, jurnal, dan koran. Untuk menjaga aktualita data, penulis juga banyak menggunakan data-data dari berbagai situs intemet terutama yang berkaitan arm transfer baik kualitas maupun kuantitasnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>