Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwin Hermawan
"Hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Singapura dibina bukan hanya karena faktor geografis yang berdekatan tapi juga faktor sejarah. Berbagai ranah kerjasama dibangun atas nama kepentingan negara baik dalam bidang ekonomi maupun bidang politik. Hubungan itu bisa berlangsung harmonis dan produktif bila kedua negara bisa memaksimalkan dan mempertahankan hubungan yang sudah baik, dan meminimalkan atau menghilangkan ganjalan yang masih ada.
Setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun, pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali, Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement). Perjanjian tersebut ditandatangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi (Extradition Treaty).
Kerjasama pertahanan Indonesia dan Singapura merupakan salah satu bentuk dari posisi tawar atau bargaining power diplomasi Indonesia dalam menjalin hubungan kerjasama bilateral dengan negara Singapura. Bargaining power yang digunakan Indonesia dalam menyetujui kerjasama perjanjian pertahanan dan ekstradisi adalah adanya pemikiran bahwa DCA akan mampu menjadi alat yang efektif guna menekan Singapura agar melaksanakan perjanjian ekstradisi, dimana Singapura wajib mengejar dan mengekstradisi para tersangka tindak pidana korupsi yang lari dari Indonesia dan pergi ke Singapura. Sebagai konsekuensinya, Indonesia akan memberikan izin kepada Singapura untuk menggunakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) guna latihan militer tentara Singapura, dikarenakan Singapura merupakan negara yang tidak memiliki wilayah yang cukup luas untuk dijadikan sebagai tempat latihan militer.
Walaupun Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian DCA yang ditanda tangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi, namun sejak ditandangani hingga saat ini muncul sikap pro dan kontra. Dalam pembuatan perjanjian pertahanan dengan Negara lain harus seijin dan diratifikasi oleh DPR RI, bila belum ada ijin maka perjanjian tersebut belum bisa dilaksanakan.
Kritik pun diarahkan pada aspek jangka waktu perjanjian yang berjangka waktu 25 tahun. Dalam jangka waktu yang cukup lama tersebut dikhhawatirkan akan lebih merugikan Indonesia. Dikhawatirkan pula dalam kerjasama pertahanan tersebut adanya ketentuan dibolehkannya mengikut sertakan pihak ketiga dalam latihan militer yang dilakukan di dalam wilayah Indonesia akan memperbesar potensi tekanan-tekanan politik negara superpower untuk menempatkan basis kekuatan militernya di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia sebagai perimbangan posisi strategis baru dalam tatanan pertahanan dunia.

Bilateral relationship between Indonesia and Singapore is not only made bacause of close geografy but also becasue of history. Much relationship build instead of country needs in Economy and politics. Harmonics and productive relationship could happen if both countries maximise and preserve good relationship, also minimise or eliminate something that stands in between.
After exceed long negotiation proces in full dynamics for almost 30 years, in Tampak Siring, Bali on April 27, 2007 Defence Cooperation Agreement was signed. This agreement sign in one package with Extradition Treaty.
Indonesia and Singapore defence cooperation agreement is one of Indonesia bargaining power diplomacy in order to compose bilateral relationship with Singapore. Bargaining power which use by Indonesia in defence cooperation agreement and extradition is have opinion that DCA could become effective way to push hard Singapore carrier out extradition treaty, which Singapore have to chase and extradition corruption suspect disappear from Indonesia and went to Singapore. As consequence, Indonesia will give using Republik Indonesia teritory for Singapore militery force for training because Singapore do not have a wide land become militery training area.
Eventhough Indonesia and Singapore agreed and signed Defence Cooperation Agreement in one package with extradition treaty, but until now many pro and contra appear. In order to defence agreement with other countries has to approve and ratify by Indonesia parliamentary, and lack of implementation of the agreement if not ratified.
The factor of critic is 25 years of agreement length are too long. It will be anxious more not getting any profit for Indonesia in the length of agreement. The other anxious of defence agreement is permitted third parties in militery training thorough Indonesia teritory will enlarge potential pressure politic superpower country to occupy militery basis in South East Asia especially Indonesia as world defence system thorough new strategic position stability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27872
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Kerjasama antara negara baik dalam lingkup bilateral, regional dan multilateral sangat dibutuhkan oleh suatu negara, dimana suatu negara tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan negara lainnya baik dalam sektor ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN (Asosiation South East Asia Nation) yang mayoritas ruang lingkupnya dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Organisasi ASEAN tidak bergerak di bidang pertahanan keamanan apalagi di bidang pakta pertahanan, pertahanan keamanan merupakan isu yang sensitif karena menyangkut integritas dan kedaulatan suatu negara. Politik Indonesia yang bebas aktif bertujuan untuk menciptakan keamanan di dunia, maka kerjasama pertahanan Indonesia dengan negara lain dalam bentuk kerjasama bilateral yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Krisis moneter yang melanda Indonesia semenjak tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 membuat Indonesia harus berjuang menggerakkan roda perekonomian bangsa yang berakibat langsung pada penghidupan masyarakat di segala strata atau tingkatan, implikasi dari krisis ekonomi ini merupakan pengaruh dari globalisasi dunia, dimana manajemen ekonomi makro Indonesia kurang begitu kokoh ditambah dan kurangnya pengawasan dari instansi yang berwenang sehingga banyak timbul KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) yang melanda ditingkat lembaga instansi pemerintah dan non pemerintah. Beberapa kasus pelanggaran Bank yang dilakukan oleh para koruptor BLBI yang membawa uang Indonesia ke negara Singapura. Bertolak dari banyaknya para koruptor dan dana yang berasal dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai inisiatif untuk mengembalikan dana dan menghukum para koruptor yang ada di negara Singapura. Indonesia selama ini belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan negara Singapura maka kepentingan Indonesia di perjanjian ekstradisi sedangkan kepentingan negara Singapura di DCA (Defence Cooperation Agreement) dimana Singapura tidak mempunyai lahan latihan karena terbatasnya kondisi geografi Singapura, sehingga kerjasama pertahanan ini sangat diperlukan oleh SAF (Singapore Armed Forces) sekaligus untuk menguji alutsistanya yang jauh lebih mutakhir dan modern dari Indonesia. Perjanjian Pertahanan antara Indonesia dan Singapura telah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring Bali namun setelah itu banyak menuai pro dan kontra terhadap perjanjian pertahanan antara Indonesia dan Singapura karena dalam perjanjian tersebut jangka waktunya 25 tahun, wilayah latihan yang meliputi Alpha1, Alpha 2 dan Bravo cukup luas serta keterlibatan pihak ketiga yang dilibatkan oleh Singapura. Penolakan perjanjian DCA ini dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, pengamat militer serta dari Komisi I DPRRI dengan alasan perjanjian ini merugikan Indonesia dengan beberapa alasan diantaranya terkoreksinya kedaulatan Indonesia, berpengaruh pada mata pencarian masyarakat Provinsi Kepulauan Riau serta kerusakan alam disekitar Kepulauan Anambas dan Natuna. Penolakan DCA sangat tepat karena tidak ada keuntungan yang begitu besar yang diperoleh Indonesia sedangkan kerugiannya cukup banyak seperti dijelaskan diatas, walaupun melalui perjanjian pertahanan ini bisa meningkatkan profesionalisme TNI dan alih tekhnologi. Diharapkan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Singapura tidak dalam kontek DCA tetapi kerjasama pertahanan antara masing-masing Angkatan Bersenjata yang selama ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1970-an yang daerah latihannya tidak luas serta peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap dengan tujuan untuk menjaga seluruh kedaulatan Indonesia serta dengan ditolaknya perjanjian pertahanan RI-Singapura akan memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia karena kedaulatan tetap terjaga tanpa di masuki oleh negara lain.

A country needs cooperation in bilateral, regional or multilateral because it is very difficult for one country to exist without interaction with other countries in economy, politics, socio-culter, security and defence matters. Indonesia as one of the founding members of ASEAN (Association of South Asia Nations) whose scope of cooperation involves economic, political, and socio-culter affairs realize this. ASEAN itself is not a defence pact as it is a sensitive issue for the integrity and sovereignty of member countries. Indonesia?s politics which is free and active aims at creating security in the world. This drives Indonesia to have defence cooperation with other countries in a mutually beneficial bilateral agreement. The 1997-2001 Monetary Crises forced Indonesia to drive its economy and brought direct impact to the livelihood of Indonesians in all walks of life. The crises it self was the effect of globalization. At that time Indonesian?s macro economy was not so strong and made worse due to lack of institusional control. As a result, corruption, collusion, nepotism (popularly abbreviated as KKN) widely happened in government and non-government institutions. One of the big cases was BLBI (Liquidity Assistance of Bank of Indonesia). In this case many corruptors brought the funds to Singapore. Recognizing the fact that many corruptors and theirs funds went to Singapore, President Susilo Bambang Yudhoyono decided to regain the funds and bring the corruptors in Singapore to Indonesian court. Indonesia did not have extradition agreement with Singapore before. The initiative will be possible if Indonesia and Singapore have signed an agreement. For Singapore, the agreement should be in the contex of DCA (Defence Cooperation Agreement) in which Singapore with its limited lands needs areas in Indonesia to test their more modern and sophisticated weaponries. The Defence Agreement was signed on 27 April 2007 in Tampak Siring, Bali with pro and contra about it. Those who disagree argue that the length of cooperation which is 25 years is too long. Besides that the practice zones, Alpha 1, Apha 2 , Bravo are large and enable Singapore to invite third parties in their exercises. Rejection comes not only from commission 1 of Indonesian Parliament but also from many elements of society, academicians and military observers. They argue that this agreement has affected Indonesian sovereignty and income of people in Riau islands, let alone the natural damage around Anambas and Natuna islands. This thesis supports the rejections and argues that Indonesia does not get much out of it compared to the loss as mentioned above although the agreement can improve Indonesian Armed Forces (TNI) professionalism and technology transfer. The agreement should be in the context of defence cooperation and not in the context of DCA. This has been done since 1970s with limited areas of combat practice. The dismissal of this agreement can be seen as a way to strength Indonesian national resilience as the sovereignty can be kept intact without the interference of another country while gradually increasing the defence budget to protect all Indonesian territory and sovereignty."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29145
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Igor Herlisrianto
"Konteks penelitian ini ialah kebijakan luar negeri Indonesia terhadap ASEAN sebagai Ketua Panita Tetap ASEAN ke-36, pada waktu berlangsungnya KTT ASEAN ke- 9, yang berlangsung di Bali, Indonesia pada bulan Oktober 2003. KTT ini menghasilkan kesepakatan Bali Concord II (2003), dimana salah isi pilarnya adalah semua kepala negara anggota ASEAN berkomitmen dalam upaya membentuk ASEAN Security Community (ASC). Pilar ASC adalah pilar yang khusus membahas masalah politikkeamanan ASEAN. Amanat ini kemudian ditindaklanjuti dengan disetujuinya dokumen ASC Plan of Action (2004), yang pada pokoknya merumuskan lima komponen utama sebagai langkah-langkah kebijakan yang harus dilaksanakan dalam memenuhi komitmen tersebut. Pada akhirnya ASC Plan of Action kemudian diadopsi pada KTT ASEAN ke-10 di dalam kesepakatan Vientiane Action Program (2004), yang sejak itu telah mulai dijalankan. Kesepakatan bersama untuk membentuk ASC pada tahun 2015, sesungguhnya menandakan suatu perubahan dalam kerjasama regional ASEAN dalam bidang politik keamanan.
Dalam inisiatif ini, Indonesia berperan besar karena menggagas pembentukan ASC, sebagai bagian dalam Bali Concord II. Indonesia pula yang dipercaya untuk merumuskan ASC Plan of Action. Meski demikian, belum terdapat literature yang cukup yang dapat menjelaskan mengapa Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap terwujudnya ASC dan komponen-komponen pembangunnya. Oleh karena i t u , berdasarkan paparan di atas, penelitian ini membahas kebijakan luar negeri dalam menggagas pembentukan ASC, tepatnya menjelaskan kepentingan-kepentingan nasional Indonesia dalam bidang politik dan keamanan sehingga akhirnya menggagas pembentukan ASC. Penelitian ini dilandaskan asumsi bahwa berbagai dinamika internal maupun eksternal yang terjadi sejak berakhirnya perang dingin mendorong Indonesia menaruh perhatian terhadap peningkatan dan penguatan kerjasama keamanan ASEAN untuk memenuhi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Hipotesa yang diajukan dan dibuktikan dalam penelitian ini adalah bahwa setidaknya terdapat tujuh tujuan Indonesia sehingga mendorong pembentukan gagasan ASC, yakni: Indonesia berkepentingan untuk menjadikan ASEAN lebih terkonsolidasi dan berpadu (kohesif); Kebutuhan politik Indonesia untuk mencitrakan demokratisasi dan HAM di ASEAN dan di dalam negeri.
Kebutuhan Indonesia untuk mendukung kerjasama ekonomi ASEAN dengan kerjasama di politik keamanan ASEAN; Kebutuhan keamanan Indonesia untuk memperkuat platform kerjasama ASEAN di bidang politik dan keamanan ASEAN; kepentingan keamana Indonesia untuk mengamankan kawasan Asia Tenggara dari intervensi negaranegara besar; Kepentingan keamanan Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah keamanan non-tradisional termasuk kejahatan transnasional berupa terorisme, dan kebutuhan politik Indonesia untuk meningkatkan kembali (reassert) p e r a n kepemimpinannya (leadership) di ASEAN pasca krisis tahun 1997/1998, selagi menduduki posisi chairman ASEAN.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa gagasan Indonesia untuk mendorong pembentukan ASC disebabkan kepentingan politik dan keamanan Indonesia. Indonesia menyadari suatu stagnasi di dalam kerjasama politik dan keamanan ASEAN. Padahal kerjasama politik dan keamanan ASEAN mutlak diperlukan sebab keamanan dan stabilitas satu negara di Asia Tenggara terkait dengan keamanan semua negara di kawasan. Untuk itu Indonesia memandang bahwa ASEAN perlu memiliki prakarsa yang pada pokoknya dapat akan memperkuat kerjasama politik keamanan ASEAN, agar ASEAN mampu merespons dinamika keamanan dan politik yang baru, yakni tantangantantangan aktual baik berupa isu-isu keamanan yang bersifat tradisional maupun nontradisional, serta perkembangan politik lainnya seperti kegamangan ASEAN, dan persoalan kapasitas institusional.
Mengingat terutama karena isu-isu keamanan tersebut dapat menggerus ketahanan nasional sehingga pada akhirnya mengancam ketahanan regional. Untuk itu Indonesia juga memandang bahwa kerjasama politik keamanan ASEAN perlu berkembang dan menjadikan ASEAN sebagai sebuah organisasi yang lebih kompak, kohesif, modern, efisien dan berkapasitas dalam menyelesaikan persoalan di tingkat regional. Dengan kata lain, dengan kehadiran sebuah ASEAN Security Community, Indonesia berharap dapat membuka jalan mencapai tujuan tersebut.

The context of this research is Indonesia`s foreign policy towards ASEAN, as the chairman of the 36th ASEAN Standing Commitee during the Ninth (9th) ASEAN Summit, Held at Bali, Indonesia in October 2003. The ninth summit resulted with the agreements of Bali Concord II (2003), where one of the integral pillars were that all of the ASEAN head of nations agreed themselves to commit towards the creation of the ASEAN Security Community. The ASC pillar is a pillar that exclusively discusess political-security problems amongst members. T his self-instruction was followed through by the agreeing of the documents of the ASC Plan of Action (2004), that basically draws out five main components as the policy paths towards fulfilling the commitment. The ASC PoA was then adopted at the Tenth (10th) ASEAN Summit through the Vientiane Action Program (2004) which has since been carried out. The consensus decision to complete the creation of the ASC by 2015, has signaled a significant shifting of how ASEAN`s regional cooperation on behalf of regional security would be conducted.
In this initiative, Indonesia played a great role because it was actually the one who came up with the idea of ASC and proposed for it to be included in the Bali Concord II, as a part of the Bali Concord II. Indonesia was also entrusted to design the objectives of realizing it through the ASC Plan of Action. Even so, there has been no sufficient literature as to why Indonesia has great interest in the existence of a fully fledged ASEAN Security Community and its subsequent instruments. Therefore, based on the above explanation, this study will explain Indonesia`s foreign policy in proposing the idea of the creation the ASC, to be exact, it will explain Indonesia`s national interest in terms of political and security that eventually lead to its bidding to the creation of the ASC. This research is based on the assumption that the various internal and also external dynamics that has happened since the end of the cold war, has pushed Indonesia to place attention towards the efforts to increase and strengthen ASEAN`s security cooperation, in order to fulfill its national interests. The hypothesizes offered here and has been proved as well in this research area is that there are at least seven of Indonesia`s purposes that has pushed the creation of the ASC idea, that is Indonesia has interest to make ASEAN more consolidated and more cohesive; Indonesia`s political need to promote democratization and human rights at the ASEAN agenda and domestically;
Indonesia`s need to support the economic cooperation of ASEAN with a political-security cooperation dimension; Indonesia`s security need to strengthen the platform of ASEAN`s political security cooperation; Indonesia`s security interest to secure the Southeast Asian region from most likely intervention of big powers outside ASEAN; Indonesia`s security interest to non-traditional security issues; and Indonesia`s political need to reassert and enhance its leadership role in ASEAN after the 1997/1998 crisis, while in the position of ASEAN`S chairman.
As the conclusion will show, Indonesia`s initiative to push for the creation of the ASC was primarily for it`s political and security interests. Indonesia has realized a stagnation in ASEAN`s political security cooperation, post the cold war. When in fact, an ASEAN political security cooperation component is definitely needed considering that the security and stability of one state in Southeast Asia is connected to the security of all states in this region. Therefore Indonesia prefers to see ASEAN to have a initiative that essentially would strengthen ASEAN`s political security cooperation in the future, in order for ASEAN to be able to response the new political and security dynamics, that are actual challenges, either traditional or non-traditional security issues, and also other political developments, such as the uncertainty of ASEAN and the problem of institutional capacity.
Considering that primarily those security issues may may undermine national resilience , therefore threatening the regional resilience. For that it has also has been Indonesia`s concern that ASEAN`s political security cooperation should develop further to make it an organization that is more compact, cohesive, modern, efficient and has the capacity at solving problems at the regional level. In other words, with the presence of an ASEAN Security Community, Indonesia hopes to pave the way to such a goal."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Grata Endah Werdaningtyas
"ABSTRAK
Tesis ini berbicara mengenai kebijaksanaan Inggris terhadap Uni Ekonomi dan Moneter, dengan fokus kebijaksanaan Inggris terhadap mata uang tunggal Eropa atau yang lebih dikenal sebagai Euro. Pembentukan mata uang tunggal Eropa sebagai tahap akhir uni ekonomi dan moneter merupakan salah satu fenomena terakhir dalam integrasi kawasan. Integrasi kawasan Eropa Barat yang dimulai semenjak paska PD II, kini telah mencapai tahap integrasi antar negara yang paling mendalam di dunia, dengan dibentuknya mata uang tunggal Eropa/Euro, sebagai tahap akhir dan uni moneter dan ekonomi Eropa. Uni moneter diharapkan akan membuka jalan bagi langkah -langkah lebih maju ke arah uni politik.
Namun dalam atmosfir integrasi yang sudah cukup dalam ini, tetap terdapat beberapa hambatan di antara negara anggota Uni Eropa untuk memberikan komitmen yang kuat ke arah integrasi menyeluruh. Hal ini tampak saat Inggris, Swedia dan Denmark memutuskan untuk menunda bergabung dalam euro. Penulis memilih untuk membahas lebih lanjut berbagai faktor yang melatar belakangi keputusan Inggris tersebut. Mengingat keberadaan Inggris sebagai salah satu negara besar di Eropa, maka setiap tindakannya akan memberikan dampak pada langkah-langkah integrasi Eropa selanjutnya. Besarnya peran, pentingnya peran dan komitmen pemerintah nasional dalam suatu proses integrasi juga menjadi bagian dari kajian Robert Keohane dan Stanley Hoffman, Keohane dan Hoffman berargumentasi bahwa fokus awal yang tepat bagi analisa adalah tawar-menawar yang terjadi pada tingkat antar pemerintahan (intergovermental).
Di balik berbagai teori yang berupaya menjelaskan fenomena kerjasama antar negara di Eropa Barat, satu hal yang pasti adalah kenyataan bahwa selama ini terdapat berbagai kekuatan yang menyatukan maupun memecah belah Eropa (unifying and dividing forces). Kekuatan-kekuatan ini bermunculan pada tingkat regional dan nasional, serta mempengaruhi prospek masa depan integrasi Eropa. Dalam kasus Inggris, proses pengambilan kebijaksanaan terhadap EMU dipengaruhi oleh Kekuatan Negara (Statism) dan Kekuatan Pasar (Market Forces). Di satu sisi kekuatan pasar cenderung menciptakan dan mendorong interdependensi serta tidak menghiraukan kedaulatan. Di sisi lain, walaupun Inggris secara kelembagaan telah menjadi anggota EC, namun kehidupan bernegara masyarakat Inggris belum terintegrasi dalam komunitas Eropa.
Dua variabel yang dianggap melatarbelakangi keputusan Inggris untuk menunda keanggotaannya dalam mata uang tunggal Eropa, yaitu Sentimen Nasionalisme di kalangan masyarakat Inggris dan berbagai pertimbangan dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris. Variabel yang pertama berkenaan perdebatan mengenai apakah uni moneter memang dapat mendorong ke arah integrasi politik, sementara uni moneter tidak dapat sukses tanpa dukungan dan komitmen politik masyarakat negara anggota Eropa. Bergabung dengan mata uang tunggal Eropa memiliki konsekuensi hilangnya Poundsterling dan otoritas kebijaksanaan moneter nasional. Kelompok yang bersifat skeptis, memiliki kekhawatiran euro akan menjadi titik awal perlucutan kebijaksanaan nasional di bidang lainnya, sehingga makin merongrong kedaulatan nasional suatu bangsa. Dampak uni moneter terhadap perekonomian Inggris, juga menjadi pertimbangan mendasar mengenai kebijaksanaan terhadap mata uang tunggal. Singkatnya negara Uni Eropa, terutama Inggris belum memenuhi tingkat integrasi yang diperlukan untuk mencapai suatu uni moneter yang sukses. Sebaliknya dengan kondisi yang ada sekarang dikhawatirkan sistem uni moneter menjadi tidak efisien, dan dalam sejarah telah terbukti bahwa suatu sistem perekonomian yang tidak efisien usianya tidak akan bertahan lama.
Kombinasi dari pertimbangan politis dan ekonomis mengenai berbagai dampak yang timbul sebagai konsekuensi keanggotaan dalam mata uang tunggal Eropa menjadi dasar keputusan Inggris untuk menunda keikutsertaannya. Namun keputusan ini tidak menutup peluang Inggris untuk menjadi anggota, bila suatu saat nanti keanggotaan dalam euro dianggap penting untuk mencapai kepentingan nasional Inggris."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzihnia Fatnilativia
"Skripsi ini membahas kepentingan Jepang dalam kesepakatan kemitraan ekonomi (economic partnership agreement) dengan Indonesia pada tahun 2007 dalam konteks paradigma realis dan teori perdagangan strategis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kepentingan Jepang dalam IJEPA meliputi kepentingan dalam konteks regional dan bilateral. Dalam konteks regional, Jepang berkepentingan mendorong liberalisasi pasar ASEAN dengan memanfaatkan eksistensi jaringan binis regionalnya untuk mengamankan kepentingan ekonominya di kawasan. Dalam konteks bilateral, Jepang berkepentingan mendorong liberalisasi pasar Indonesia dan mengamankan pasokan energi dari Indonesia. Penelitian ini juga menyarankan agar Indonesia meningkatkan kapasitas daya saing dalam menghadapi tantangan mengimplementasikan FTA dengan Jepang.

The focus of this study is Japan?s interest on Economic Partnership Agreement with Indonesia in 2007 in the context of realist paradigm and strategic trade theory. The purpose of this study is to explain Japan's regional and bilateral interest in EPA with Indonesia. In regional context, Japan?s interest is to liberalize ASEAN market with utilizing its regional production network in the region. In bilateral context, Japan's interests are to liberalize Indonesian market and protect the guarantee of energy resource supply from Indonesia. This study also suggests that Indonesia must increase its competitive capacity to implement FTA with Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat adalah dua diantara sekian banyak masyarakat negara yang bercorak plural atau majemuk. Tetapi kendatipun demikian corak oluralisme atau kemajemukan dari dua masyarakat tersebut tidaklah sama
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Persetujuan pemerintah RI terhadap revolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) No. 1747 (24 Maret 2007) yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran terkait dengan pendayagunaan uranium mendapat reaksi keras dari DPR RI
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Kebangkitan Cina menjadikan dunia tidak lagi bersifat unipolar dan bipolar, namun semakin multipolar. Negara tirai bambu tersebut menjadi cerminan bagi negara berkembang di
Asia dalam memajukan pembangunan nasional. Cina sebagai kekuatan ekonomi baru
semakin menunjukkan kapabilitasnya dalam industrialisasi dan aliran investasi asing.
Kemampuan SDM yang kompetitif dan teknologi yang mumpuni, membuat Cina semakin
menunjukkan eksistensinya dalam urusan ekonomi politik internasional dengan menginisiasi
pembentukan jalur sutra Belt and Road Initiave (BRI) di tahun 2013. Kebijakan ini
diimplementasikan pertama kali oleh Presiden Deng Xiao-Ping, yang kemudian dilanjutkan
oleh Presiden Xi Jinping. Sejak dibukanya jalur kerja sama ekonomi lintas kawasan BRI,
kemitraan Indonesia dan Cina semakin erat. Peningkatan perekonomian kedua negara
menjadi magnet bagi warga kedua negara, baik untuk kepentingan perdagangan, investasi,
pariwisata, pendidikan maupun budaya. Dengan semakin meningkatnya arus lalu lintas
barang dan orang dari kedua negara, diperlukan pengelolaan dan kerja sama yang baik
antara kedua belah pihak. Realitanya, kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan
Cina dalam BRI dengan melibatkan lebih dari 65 negara, tidak terlepas dari kepentingan
ekonomi-politik di antara keduanya dan berimplikasi positif dan negatif terutama bagi
Indonesia. "
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 39 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mantong, Andrew Wiguna
"Skripsi ini mencari hubungan antara tingkat penerapan bantuan pendidikan Decentralizing Basic Education (DBE) sebagai bentuk kekuasaan produktif Amerika Serikat (AS) dengan tingkat pemahaman budaya demokrasi yang terdiri dari dimensi habitus, ketiadaan etos lama, dan prinsip deliberatif pada siswa-siswi sekolah dasar kelas 5 di Kota Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif untuk membuktikan ketidakmampuan program yang dilandasi oleh Teori Modernisasi dalam mendukung demokratisasi melalui pendidikan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa hubungan tidak terdapat karena keberadaan etos lama yang masih mengakar dalam implementasi bantuan dari pemerintahan Bush yang neokonservatif, alih-alih penampakan bentuk kuasa dalam sebuah struktur ideasional yang tercermin dalam bantuan pendidikan ini.

This undergraduate thesis seeks relation between the level of US Education Aid DBE implementation as a manifest of US Productive Power with the level of student understanding of democratic culture consisted of habits, the erosion of old ethos, and principle of deliberative in 5th grade elementary school students in Bogor City. This research is quantitative with explanative design to prove program? inability founded of Modernization Theory in supporting democratization through education.
The results find that no relation exists due to persistency of old ethos in the implementation of Neoconservative-Bush Administration Aid, instead of the manifestation of power form in an ideational structure reflected from this education aid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Raymon
"Skripsi ini menjelaskan mengenai peranan ODA (Official Development Assistance) Jepang di Indonesia pasca krisis Asia, dalam memperkuat hubunganekonomi yang asimetris dengan Indonesia, yang bahkan telah ada sebelum krisis Asia. Hubungan-ekonomi asimetris yang dimaksud ialah hubungan yang tidak setara?secara ekonomi antara Jepang dengan Indonesia. Usaha untuk menciptakan kondisi tersebut dianalisis dengan cara melihat kinerja ODA yang ada di Indonesia pasca krisis Asia.
Selain itu pula dalam skripsi ini akan dibahas mengenai sejarah lahirnya ODA dan perkembangan awalnya di Indonesia, serta bagaimana proses formulasi kebijakan ODA Jepang, dari tahap awal hingga pengimplementasiannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa ODA Jepang memiliki peranan dalam memperkuat hubungan-ekonomi yang asimetris dengan Indonesia, yakni dengan cara memperkuat posisi Jepang dan memperlemah posisi Indonesia secara ekonomi dalam hubungan tersebut.

This thesis explains about the role of Japan's foreign aid or usually called ODA (Official Development Assistance) in strengthening asymmetric economicrelationship with Indonesia, that have been existed before the Asian Crisis . The terminology of asymmetric economic-relationship here refered to unequall relationship?in economic terms?between Japan and Indonesia. The effort to strenghthen that condition can be explained by observing the implementaion of Japan?s ODA to Indonesia.
Besides that, this thesis also explained about the emergence of Japan?s ODA at the first time, the history about the flow of Japan's ODA to Indonesia from Old Order Era up to now, and also about the policy formulation of Japan's ODA, from the beginning until the implementation phase. This research used qualitative method with analytical-descriptive explanation.
The result of this research showed that ODA has role in strenghthening asymmetric economic-relationship between Japan and Indonesia, by strengthening Japan's position and weakening Indonesia?s economic position on that relationship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>