Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Umaimah Wahid
"Marjinalisasi terhadap kaum perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. bahkan jika memahami konteks sejarah keberadaan manusia dari sudut pandang agama, maka hakekatnya marjinalisasi terhadap perempuan sudah terjadi ketika manusia pertama ada dimuka bumi. Perkembangan sejarah kemudian mencatat bahwa marjinalisasi itu tidak semakin berkurang melainkan justru meningkat dan mengakar dalam bentuk budaya dan nilai-nilai estetika yang diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh sebagan besar manusia, bahkan terkadang termasuk perempuan itu sendiri. SItuasi ini lalu melahirkan sistem budaya patriarkhis yang sangat merugikan kaum perempuan. Sistem budaya patriarkhis ini semakin kuat berakar dan seakan memiliki legalitas kebenaran ketika Negara, sebagai struktur dominan dalam masyarakat, ikut memelihara dan melakukan pembiaran terhadap nilai-nilai yang terjadi dan merugikan kaum perempuan.
Pentingnya mempengaruhi keijakan negara agar kebih berpihak kepada kaum perempuan sudah banyak dipahami oleh kaum perempuan itu sendiri. Akan tetapi Negara sendiri seringkali membutuhkan pressure guna melahirkan kebijakan-kebijakan tertentu. Dan pressure terhadap Negara hanya dapat dilakukan oleh kaum perempuan jika mereka memiliki posisi tawar (Bargaining position) yang seimbang atau lebih kuat dengan negara.
Dalam konsep Gramscy, keseimbangan posisi tawar antara gerakan peempuan, yang lalu direpresentasikan sebagai masyarakat sipil, dengan negara, yang lalu disebut sebagai masyarakat politik, akan melahirkan pertarungan ide antara keduanya. Hegemoni negara bisa saja kalah dan pertarungan ide dapat dimenangkan oleh kaum perempuan sehingga akan muncul nilai-nilai baru yang lebih berpihak kepada kaum perempuan. Pada fase ini Gramscy menyebutnya sebagai gerakan 'counter hegemoni' dimana kaum perempuan mampu tampil dan melahirkan hegemoni baru setelah memenangkan pertarungan ide melawan hegemoni lama.
Dalam upaya melakukan counter hegemoni, kaum perempuan, sebagaimana disebutkan diatas, harus memiliki posisi tawa (bargaining position) yang tinggi. Posisi tawar yang tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak instrumen pendukung yang salah satunya adalah Media. Kebutuhan akan dukungan media industri menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan Media Industri memiliki gaung yang lebih luas dan cenderung lebih dapat diterima oleh publik dibanding media komunitas. Disamping itu media industri juga mampu menempatkan dirinya sebagai instrumen yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh hubungan saling ketergantungan yang kuat anatara media industri dengan masyarakat itu sendiri.
Marjinalisasi terhadap kaum perempuan sudah lama berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia. bahkan jika memahami konteks sejarah keberadaan manusia dari sudut pandang agama, maka hakekatnya marjinalisasi terhadap perempuan sudah terjadi ketika manusia pertama ada dimuka bumi. Perkembangan sejarah kemudian mencatat bahwa marjinalisasi itu tidak semakin berkurang melainkan justru meningkat dan mengakar dalam bentuk budaya dan nilai-nilai estetika yang diyakini kebenaran dan keabsahannya oleh sebagan besar manusia, bahkan terkadang termasuk perempuan itu sendiri. SItuasi ini lalu melahirkan sistem budaya patriarkhis yang sangat merugikan kaum perempuan. Sistem budaya patriarkhis ini semakin kuat berakar dan seakan memiliki legalitas kebenaran ketika Negara, sebagai struktur dominan dalam masyarakat, ikut memelihara dan melakukan pembiaran terhadap nilai-nilai yang terjadi dan merugikan kaum perempuan.
Pentingnya mempengaruhi keijakan negara agar kebih berpihak kepada kaum perempuan sudah banyak dipahami oleh kaum perempuan itu sendiri. Akan tetapi Negara sendiri seringkali membutuhkan pressure guna melahirkan kebijakan-kebijakan tertentu. Dan pressure terhadap Negara hanya dapat dilakukan oleh kaum perempuan jika mereka memiliki posisi tawar (Bargaining position) yang seimbang atau lebih kuat dengan negara.
Dalam konsep Gramscy, keseimbangan posisi tawar antara gerakan peempuan, yang lalu direpresentasikan sebagai masyarakat sipil, dengan negara, yang lalu disebut sebagai masyarakat politik, akan melahirkan pertarungan ide antara keduanya. Hegemoni negara bisa saja kalah dan pertarungan ide dapat dimenangkan oleh kaum perempuan sehingga akan muncul nilai-nilai baru yang lebih berpihak kepada kaum perempuan. Pada fase ini Gramscy menyebutnya sebagai gerakan 'counter hegemoni' dimana kaum perempuan mampu tampil dan melahirkan hegemoni baru setelah memenangkan pertarungan ide melawan hegemoni lama.
Dalam upaya melakukan counter hegemoni, kaum perempuan, sebagaimana disebutkan diatas, harus memiliki posisi tawa (bargaining position) yang tinggi. Posisi tawar yang tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak instrumen pendukung yang salah satunya adalah Media. Kebutuhan akan dukungan media industri menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan Media Industri memiliki gaung yang lebih luas dan cenderung lebih dapat diterima oleh publik dibanding media komunitas. Disamping itu media industri juga mampu menempatkan dirinya sebagai instrumen yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh hubungan saling ketergantungan yang kuat anatara media industri dengan masyarakat itu sendiri.
Yang menjadi masalah adalah ketika Media Industri, sebagai elemen penting untuk mengenalkan posisi tawar kaum perempuan terhadap negara,justru berperan sebagai pendukung budaya patrlarkhis yang berlaku ditengah masyarakat. Situasi menjadi semakin tidak menguntungkan bagi gerakan kaum perempuan ketika negara, yang juga memiliki kepentingan dengan media industri, memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan perselingkugan social (social conspiration) dengan media industri. Social conspiration antara negara dengan media Industri sangat mungkin terjadi terutama jika para pemilik media Industri itu adalah bagian dari masyarakat politik atau memiliki kepentingan dengan masyarakat politik yang berkuasa.
Media Industri, sebagai sebuah lnstitusi yang memiliki Ideology kapital, memang bukan tidak mungkin dimanfaatkan oleh gerakan kaum perempuan untuk memperjuangkan ide ide nya, terutama jlka mengingat bahwa Ideology kapilalis sangat menekankan pada orientasi financial (profit oriented). Orientasi financial ltu sendiri sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak sebuah media Industri mampu meraih peminat dikalangan masyarakat. Masyarakat sendiri, meski dengan pola budaya patriarkhis yang mereka miliki, sangat memiliki kepentingan akan pengetahuan yang sebagian besar dapat mereka peroleh melalui media Industri.
Rasa keingintahuan masyarakat terhadap hal hal baru maupun situasi yang sedang berkembang ditengah mereka merupakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh gerakan kaum perempuan untuk ?memaksa' media Industri berperan sebagai sarana sosialisasi perjuangan mereka. Diperlukan upaya yang cerdas dan konsisten dari kaum perempuan untuk terus mengangkat lsu lsu perjuangan agar mampu bermain dalam ?arena pasar? yang laku jual agar dapat terus memaksa media Industri berperan sebagai sarana sosialisasi mereka sehingga pada akhimya dapat tercipta opini publik yang lebih mendukung Ide Ide yang mereka perjuangkan. Opini publik inilah yang lalu akan menjadi salah satu instrumen penting untuk menalkan posisi tawar mereka terhadap negara.
Perjuangan counter hegemoni kaum perempuan sangat sulit dilakukan jika perjuangan dilakukan secara parsial / terpecah. Sejarah Indonesia mencatat bahwa spirit individual Kartini maupun "fighting movement" seorang Dewi sartika ternyata tidak memiliki posisi tawar signifikan untuk mengubah nilai budaya yang ada bahkan pada tataran "melintas tembok" sekalipun. Pada konsep ini jelas bahwa ?ideologi pembebasan' ternyata tidak cukup ampuh untuk menambah daya gerakan melainkan sebuah kebersamaan visi dan misi dari seluruh elemen perjuangan yang akan mampu melahirkan energi besar kaum perempuan untuk mencapai tujuan. Dan energi besar itu adalah ?collective will' dari kaum perempuan Itu sendiri. Dari sini jelas bahwa menjadlkan "collectlve will" sebagal sebuah ideologi perjuangan merupakan sebuah keharusan agar ide ide perjuangan kaum perempuan Itu memiliki energi yang konstant dan Signifikan.
Disertasi ini menggunakan metode Analisis isi Kualitatif untuk menemukan tema-tema utama yang dikandung dalam teks Kompas dan Media Indonesia yang berhubungan dengan proses perjuangan kaum perempuan meraih kuota 30 persen di Parlemen.. Untuk memahami dan mengangkat realitas dlbalik realitas yang muncul, termasuk dalam menganalisis isi kedua Media tersebut, dl pakai paradigma kritikal dengan menggunakan teori Marxist Humanist Antonio Gramsci sepertl konsep hegemonl-counter hegemonl antara masyarakat sipll dan masyarakat politlk dengan menyimak peran media massa diantara keduanya.
Beberapa temuan yang dapat disimpulkan diantaranya :
1. Sistem budaya patriarki masih berlangsung di masyarakat dan didukung oleh negara bahkan oleh sebagian perempuan itu sendiri sehingga menciptakan realitas yang merugikan kaum perempuan.
2. Kaum Perempuan butuh Ideologl yang komunal untuk menjamin kontinultas perjuangan yang memang belum selesal, dan Ideology yang dltawarkan adalah "collective wiIl", sementara kesetaraan dan keadilan gender serta ?pembebasan' Iebih merupakan tujuan.
3. Butuh upaya cerdas dan kompromis dengan nilal nilal kapitalis Industri media untuk dapat meraih dukungan media massa bagi gerakan perjuangan kaum perempuan guna menaikan posisi tawar mereka terhadap Ideology dominan negara.
4. Perjuangan kaum perempuan belum selesai. Quota 30 % hanya merupakan affirmative action menuju situasi yang Ieblh ideal bagi kaum perempuan. Gerakan counter hegemoni kaum perempuan Indonesia baru berada pada fase awal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D812
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Asyifa Matoati Yusfid
"Penulisan skripsi ini berfokus pada the overlooked architecture yang merupakan elemen arsitektur yang berinteraksi dengan aktivitas manusia dalam lingkup everyday life dengan frekuensi yang tinggi hingga menciptakan suatu ritme tersendiri. Pembahasan mengenai peran arsitektur dalam everyday life ini masih sangat minim. Hal ini karena ketidaksadaran manusia terhadap everyday life itu sendiri dan kurangnya kemampuan persepsi manusia menangkap detail sekelilingnya. Karena itu, diperlukan metode yang efektif untuk melihat overlooked architecture dan mendalami faktor pembentuknya. Dengan demikian, skripsi ini akan mengkaji the overlooked architecture lebih lanjut melalui sinema sebagai alat bantu kita melihat arsitektur dari perspektif everyday. Menggunakan sistem rhythmanalysis, pengkajian dilakukan dengan mengamati ritme yang terjadi pada film Still Walking (Kore-eda, 2008) yang menjadi studi kasus pada skripsi ini.

This thesis is focused on the overlooked architecture that can be defined as architectural elements that interact with humans’ activities within the everyday life with such high frequency it creates its own rhythm. The discussion surrounding architecture’s role as a subject within the everyday life is still very much the bare minimum. Humans’ unawareness to everyday life and the limit of our environment perception is to blame. That is the reason why we need an effective method to see through the overlooked architecture and to understand its origins. By that means, this thesis will study the overlooked architecture even deeper through the cinema lens to help us look at architecture from the perspective of everyday life. Using rhythmanalysis, this study is conducted to observe and analyse the rhythm within Still Walking (Kore-eda, 2008) — the film that will be used for the study case in this thesis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Maria Chrysanthy Meilina
"[Skripsi ini menelaah kasus industri persinemaan Belanda untuk mengetahui apabila ekses kapasitas berhubungan dengan perilaku ancaman masuk. Eksplorasi ini dilakukan dengan replikasi parsial pendekatan empirikal mengenai bagaimana pangsa pasar mempengaruhi ekses kapasitas. Permasalahan utama yang hendak dijawab melalui skripsi ini adalah: seberapa terkonsentrasinya pasar industri persinemaan di Belanda dan bagaimana keadaan tersebut berhubungan dengan ekses kapasitas. Selain itu dapat ditambahkan juga bahwa skripsi ini menyelidiki apabila excess kapasitas yang ada didalam industri dapat dibenarkan sebagai strategi ancaman masuk atau memenuhi penjelasan alternatif lainnya. ;This thesis examines the case of cinema industry in the Netherlands and whether excess capacity is related to entry-deterring behavior by attempting to partially replicate the empirical approach on how market share affects the excess capacity. The main questions this thesis set out to answer is: how concentrated is the cinema industry in the Netherlands and how does it corresponds in relation to idle/excess capacity. In addition to that, this thesis would also like to explore whether the excess capacity in the industry justifiably constitutes as entry deterrence strategy or seems to satisfy other alternative explanations., This thesis examines the case of cinema industry in the Netherlands and whether excess capacity is related to entry-deterring behavior by attempting to partially replicate the empirical approach on how market share affects the excess capacity. The main questions this thesis set out to answer is: how concentrated is the cinema industry in the Netherlands and how does it corresponds in relation to idle/excess capacity. In addition to that, this thesis would also like to explore whether the excess capacity in the industry justifiably constitutes as entry deterrence strategy or seems to satisfy other alternative explanations.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S59456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Syabi Aferza
"Penelitian ini membuktikan bahwa di era sekarang telah muncul berbagai fenomena di media sosial yang mendegradasi hakikat medium sinema menuju konten. Penelitian ini juga membuktikan adanya implikasi dari problem tersebut, berupa distorsi terhadap relasi antara kemampuan gambar sinematik dalam menangkap realitas dengan aktivitas atau proses mental penontonnya seperti melakukan refleksi hingga merasakan emosi tertentu. Penelitian ini di sisi lain menunjukkan bahwa mengembalikan pemaknaan medium sinema secara filosofis sekaligus merekonstruksi relasi antara gambar sinematik dan proses mental melalui pengalaman menonton yang utuh mampu memenuhi kondisi ambivalen manusia untuk mengetahui realitas. Tujuan dari penelitian ini adalah membongkar dimensi paling optimum dari sinema yang mampu dimaknai serta diinvestigasi secara filosofis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui kajian literatur terhadap buku, artikel, maupun jurnal yang berkaitan dengan tema penelitian. Teori ontologi film Stanley Cavell juga digunakan sebagai basis untuk melakukan analisis secara runut terhadap bentuk-bentuk fenomena konten yang ada. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena konten terbukti mendegradasi hakikat serta potensi sinema dalam mereproduksi realitas dan membangun relasi dengan penontonnya.

This study demonstrates that, in the current era, various phenomena on social media have emerged that degrade the essence of cinema as a medium into mere content. It also proves the implications of this problem, such as the distortion of the relationship between the cinematic image's ability to capture reality and the audience's mental activities or processes, including reflection and the experience of specific emotions. On the other hand, this research shows that restoring the philosophical meaning of cinema as a medium, while reconstructing the relationship between cinematic images and mental processes through a holistic viewing experience, can fulfill the human condition of ambivalence in understanding reality. The purpose of this study is to uncover the most optimal dimensions of cinema that can be interpreted and philosophically investigated. This research employs a qualitative method by conducting a literature review of books, articles, and journals related to the research theme. Stanley Cavell's theory of film ontology is also utilized as a basis for systematically analyzing the various forms of content phenomena. The conclusion of this study is that content phenomena are proven to degrade the essence and potential of cinema in reproducing reality and establishing a relationship with its audience. Keyword: cinema; image; content; mental process, reality"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irawanto
Yogyakarta: Media Pressindo, 1999
791.43 BUD f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rowella Octaviani
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku merokok staf administrasi pria di UI tahun 2009, dengan disain potong lintang dan metode tidak acak accidental sampling. Lebih dari setengah (56%) responden adalah perokok dan 37,5% dari mereka adalah perokok berat (>10 batang/hari). Pengetahuan responden mengenai penyakit akibat rokok sudah cukup baik namun mereka masih belum memahami zat-zat yang terkandung dalam rokok. Sikap staff administrasi terhadap perokok pasif, peraturan mengenai KTR dan pelarangan iklan, cukup positif. Namun mereka masih saja merokok di lingkungan kampus. Hal ini disebabkan rokok masih diperdagangkan di lingkungan kampus UI, harga rokok masih murah dan belum terlaksananya peraturan KTR di kampus UI. Saran, perlu dibuat peraturan yang melarang penjualan rokok di kampus UI dan UI menerapkan peraturan KTR disertai dengan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi yang tegas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nathaniel Jason Zacharia
"Tingginya jumlah perokok aktif di kalangan pelajar. Merokok adalah penyebabnya dari beberapa kondisi keluhan pernafasan dan faktor risiko untuk beberapa kasus: fungsi paru-paru. Inkonsistensi antara dampak negatif merokok dan prevalensi tingkat merokok yang tinggi membuat penelitian tentang hubungan antara kebiasaan merokok dan Keluhan gejala pernafasan dan fungsi paru perlu dilakukan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi dan gejala paru-paru pernapasan pada siswa di Depok.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan instrumen kuesioner penelitian dan alat uji. Kuesioner yang digunakan terdiri dari ATS. daftar pertanyaan (American Thoracic Society) untuk gejala pernapasan dan kuesioner Indeks Brinkman untuk kebiasaan merokok. Alat uji yang digunakan adalah spirometer merek EasyOne® Air
spirometer. Penelitian ini diikuti oleh 116 siswa laki-laki perokok aktif di Depok. Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney, T-test independen, dan korelasi bivariat Spearman. Hasil: Hasil analisis statistik dari 116 subjek menunjukkan mayoritas siswa adalah perokok aktif di Depok masih dalam kategori kebiasaan merokok ringan (96,56%) dan memiliki keluhan gejala pernafasan (74,14%). Ada siswa yang perokok aktif mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 15,5%. Namun, secara statistik tidak ditemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok pada mahasiswa perokok dengan keluhan gejala pernapasan dan gangguan fungsi paru.

The high number of active smokers among students. Smoking is the cause of several respiratory conditions and a risk factor in some cases: lung function. The inconsistency between the negative impact of smoking and the prevalence of high smoking rates makes research on the relationship between smoking habits and complaints of respiratory symptoms and lung function necessary.
Objective: To determine the relationship between smoking habits and respiratory lung function and symptoms in students in Depok.
Methods: This study used a cross-sectional method with research questionnaire instruments and test equipment. The questionnaire used consisted of ATS. questionnaire (American Thoracic Society) for respiratory symptoms and a Brinkman Index questionnaire for smoking. The test equipment used is the EasyOne® Air brand spirometer spirometer. This study was followed by 116 male students who were active smokers in Depok. The data obtained were analyzed using the Mann-Whitney non-parametric test, independent T-test, and Spearman bivariate correlation. Results: The results of statistical analysis of 116 subjects showed that the majority of students were active smokers in Depok who were still in the category of light smoking habits (96.56%) and had complaints of respiratory symptoms (74.14%). There are students who are active smokers have lung function disorders as much as 15.5%. However, statistically not found There is a significant relationship between smoking habits in student smokers with complaints of respiratory symptoms and impaired lung function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998
302.23 WAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Melfiana Puspita Sari
"Dewasa ini, film yang mempromosikan perempuan sebagai sosok yang kuat menjadi sebuah trend. Ada banyak film populer yang menawarkan cerita di mana perempuan berperang di dalam lingkungan patriarki. Genre film lainnya yang populer di masa kini adalah romansa yang dikombinasikan dengan supranatural. Beautiful Creatures adalah sebuah film yang menawarkan seorang karakter perempuan tangguh yang memiliki kekuatan supranatural. Beberapa media juga mendukung status Lena Ducchanes sebagai seorang feminis. Makalah ini berupaya untuk memperdebatkan pernyataan tersebut. Meskipun penulis Beautiful Creatures bermaksud menjadikan Lena sebagai seorang feminis, ada beberapa sifat Lena serta kondisi yang melemahkan posisi Lena sebagai seorang feminis. Melalui analisis film serta penelitian, tercapai kesimpulan bahwa beberapa factor yang seharusnya mendukung Lena sebagai feminis malah mendukung bagaimana lingkungan patriarki memposisikan perempuan.

Movies that promote woman as a strong figure seem to be a trend now. There are plenty of popular films that offer a story where women fight within patriarchal society. Other popular genres in this era are romance combined with supernatural. Beautiful Creatures is a movie that offers a strong woman character with supernatural power. Some media also support the character Lena Ducchanes as a feminist. This paper attempts to argue that notion. Although Lena is intended to be a feminist by the authors, there are some traits of her and also some conditions that weaken her position as a feminist. Through analysis of the movie and several research studies, a conclusion is reached that some factors that are intended for promoting Lena as a feminist actually reinforce how patriarchal society positions women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>