Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Williams, Pat
Bandung: Kaifa, 2002
128 Wil h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aidiina Munir Sjamsoeddin
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat sumbangan empat bentuk dukungan sosial (dukungan informasi, dukungan praktis, dukungan harga diri, dan dukungan belonging) terhadap kepuasan pada masa pensiun serta melihat apakah ada perbedaan bentuk dukungan sosial terhadap kepuasan hidup pada orang yang pensiun pada usia dewasa madya dengan orang yang pensiun pada usia dewasa akhir.
Subyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 56-64 tahun yang dikelompokkan sebagai tahapan usia dewasa madya dan 65 tahun keatas sebagai dewasa akhir.
Hasil analisis regresi menemukan bahwa ke empat variabel dukungan sosial secara bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 46.7% terhadap kepuasan hidup para pensiunan. Selain itu ditemukan bahwa secara signifikan dukungan harga diri memberikan sumbangan yang terbesar ditunjukkan oleh hasil analisis simple regresi sebesar 28.1%. Perbedaan bentuk dukungan sosial ditemukan antara orang yang pensiun pada usia dewasa madya dengan orang yang pensiun pada usia dewasa akhir. Dukungan belonging memberikan sumbangan yang terbesar terhadap kepuasan hidup pada pensiunan dewasa madya sedangkan dukungan harga diri memberikan sumbangan yang terbesar terhadap kepuasan hidup pada pensiunan dewasa akhir.
Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menambahkan jumlah subyek dan melakukan kontrol yang lebih ketat terhadap variabelvariabel yang kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat kepuasan hidup. Selain itu perlu juga ditambahkan faktor lain untuk melihat pengaruhnya terhadap kepuasan hidup. Untuk praktisnya, disarankan bagi mereka yang hidup berdampingan dengan pensiunan untuk dapat lebih memahami kondisi yang dialami para pensiunan dan dapat memberikan bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan mereka sehingga mereka dapat tetap merasakan kepuasan dan menikmati masa tua mereka."
2007
T17833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Abdurachim Nazir
"Latar Belakang. Bedah pintas koroner merupakan salah satu pengobatan dari PJK Rehabilitasi Kardiovaskular selalu dilakukan pada pasien pasca bedah pintas koroner untuk memulihkan penderita pada kesehatan yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup. Mengukur kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner. Salah satu kuesioner yang banyak dipakai adalah SF-36. Di Indonesia belum ada penelitian kualitas hidup pasien pasca bedah koroner yang melakukan rehabilitasi fase III.
Metodologi. Penelitian dilakukan dengan disain potong lintang di divisi rehabilitasi PJNHK terhadap pasien pasca bedah pintas koroner yang melakukan rehabilitasi fase III tahun 2004 -2005 diambil secara consecutive sampling. Kuesioner SF-36 diberikan secara langsung atau melalui pos sµrat. Sebelumnya dilakukan uji kesahihan dan keandalan dari kuesioner SF-36 bahasa Indonesia.
Hasil. Didapatkan 112 pasien, 34 rehabilitasi di rumah sakit dan 78 pasien rehabilitasi di rumah. Karakteristik kedua kelompok sama. Uji kesahihan memakai r product moment dari Pearson setiap butir pertanyaan kuesioner SF-36 bahasa Indonesia r = 0,53-0.83 > 0,51 (r tabel) dan Cronbach a 0,855. Skor SF-36 tidak berbeda bermakna baik antara kedua kelompok ( rehabiltasi di rumah sakit vs di rumah) maupun dengan kelompok kontrol (sehat).
Kesimpulan. Kualitas hidup pasien yang melakukan rehabiltiasi fase III baik di rumah sakit maupun di rumah sama baiknya dan kuesioner SF-36 terjemahan bahasa Indonesia sahih dan andal untuk menilai kualitas hidup di Indonesia.

Background. Coronary artery bypass graft surgery (CABG) is one of the management for coronary artery disease. Cardiovascular rehabilitation usually conducted for recovery and improved quality of life. Questionnaire was used to evaluate quality of life. One of the quality of life instrument most commonly used is Questionnaire SF-36. So far there isn't any study to evaluate quality of life in patients post CABG who wishes to follow rehab program phase III in Indonesia.
Methodology. This is a cross sectional study conducted in Cardiovascular Rehabilitation Division in NCCHK to patients post CABG in phase III rehab program during 2004-2005. Subject was taken in consecutive sampling manner. Questionnaire SF-36 was handed directly or via mail. Validity and reliability test was done for the questionnaire form in Indonesia language.
Result. There were 112 patients, 34 patients did rehab program in hospital and 78 were home-based. The characteristics between two groups were similar. Validity test using r product moment from Pearson to every questions in SF-36 showed r = 0,53-0.83 > 0,51 (r table) and Cronbach a= 0,855. SF-36 scoring was not significantly different among two group (in hospital rehab vs home-based rehab) and also control group (healthy).
Conclusion. There were no difference of quality of life in patients who had done rehabilitation program phase III in hospital and home-based and questionnaire SF-36 form in Indonesia language valid and reliable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Djamaluddin
"Studi ini bertujuan untuk mengukur nilai kualitas hidup kota berdasarkan besarnya kompensasi yang bersedia dibayarkan rumah tangga terhadap kenyamanan fasilitas publik kota. Pengukuran kenyamanan dilakukan dengan menggunakan model Hedonik Berger-Blomquist-Hoehn yang dikembangkan. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk Menganalisis perkembangan nilai kualitas hidup kota, mengidentifikasi sektor-sektor publik yang menjadi sumber perubahan kenyamanan kota serta menganalisis variasi kenyamanan antar kota. Pengukuran dilakukan terhadap 28 kota di Pulau Jawa tahun 2002 dan 2005. Pengukuran indeks kualitas hidup menggunakan basis data Survei Ekonomi Nasional (susenas) core dan Potensi Desa (podes). Jumlah total individu yang libatkan pada estimasi model hedonik upah adalaha sebesar 30.007 individu tahun 2002 dan 34.760 individu tahun 2005. Adapun otal rumah tangga ang dilibatkan adalah sebesar 21.439 rumah tangga pada tahun 2002 da 24.530 rumah tangga pada tahun 2005. Hasil pengukuran IKH menunjukkan bahwa kualitas hidup kota di Pulau Jawa pada tahun 2002 dan tahun 2005 sangat bervariasi. Beberapa kota mengalami peningkatan kualitas hidup seperti Kota Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga dan Semarang. Penurunan kualitas hidup hampir terjadi di semua kota besar diantaranya kota-kota di DKI Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan Malang mengalami penurunan kualitas hidup. Perbedaan kualitas hidup antar kota berpotensi mendorong terjadinya migrasi. Rumah tangga cenderung pindah menuju kota yang kualitas hidupnya tinggi. Guna membatasi masuknya migran, pemerintah kota dapat mengenakan kebijakan (sejenis pajak) kepada migran maksimum senilai perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Sebaliknya jika beniat mendorong masuknya migran, pemerintah dapat mengenakan kebijakan (sejenis subsidi), minimun sebesar perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Selain mengetahui nilai kenyamanan kota secara total, analisis dekomposisi memungkinkan pemerintah mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan kualitas hidup suatu kota, baik secara menyeluruh maupun parsial. Analisis tersebut juga mampu menunjukkan pergeseran peranan masing-masing sektor publik antara waktu. Sebagai studi aplikasi pertama yang mengukur nilai kualitas hidup atau kenyamana kota di Indonesia, penulis berharap studi-studi lanjutan dapat dikembangkan di masa akan datang guna menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan variabel-variabel ekonomi lainnya, seperti migrasi, investasi daerah, pertumbuhan kota.

The objective of the study is to measure the quality of life according to the amount a household is willing to pay as a compensation for the public facilities in their cities. The level of amenities is measured by using Hedonic Model developed by Berger-Blomquist-Hoehn. The result will be used in analyzing the progress of the quality of life in each town, identifying certain public sectors which drive changes in amenities level as well as analyzing the amenities variation among the cities. The study, which measures the quality of life of 28 cities in Java during 2002 and 2005, is making use of data from National Social Economic Survey (susenas) and Village Potential Statistics (podes). In total, thc number of individual observation involved in hedonic wage model estimation was 30,007 in 2002 and 34,760 in 2005. ln addition, the number of households being involved in 2002 and 2005 amounted to 21,439 and 24,530 households respectively. The result of the quality of life index measurement shows that quality of life in cities in Java both in 2002 and 2005 quite vary. Among the cities which experienced an improved quality of life including Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga and Semarang. In the contrary, a decrease in quality of life almost took place in all other big cities such as Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Malang and all cities in Jakarta Provinces. In fact, the difference level of quality of life among the cities may potentially drive migration in which people tend to move to other city with higher quality of life. ln order to restrict migration to their town, the local government CBI) apply certain policy (such as tax) to the migrants as much as maximum the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. However if local government wants to attract migrants coming to their towns, they can apply a favorable policy such as certain subsidy to the migrants at least as much as the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. Through decomposition analysis, the government may not only able to know the city?s quality of life in total but also able to identify each sector?s contribution to the quality of life?s changes within the city. The analysis can show any changes in each public sector's role every year. As the first study which measures quality of life index in Indonesia, the author is expecting some relevant studies which take in to account other variables such as migration, regional investment and city?s growth to be done in the near fiiture."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
D969
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Fajar M. Nofitri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kualitas hidup penduduk dewasa pada lima wilayah di Jakarta. Responden penelitian adalah 255 orang penduduk dewasa yang tinggal di Jakarta dengan rentang usia 18 hingga 55 tahun. Peneliti menggunakan alat ukur SEIQoL-DW yang telah diadaptasi. Hasil penghitungan statistik deskriptif mendapatkan mean skor global quality of life sebesar 77,12 (dari rentang 1-100), menandakan bahwa sebagian besar penduduk dewasa di Jakarta memiliki kualitas hidup yang baik. Selain itu, ditemukan lima aspek kehidupan paling penting bagi sebagian besar penduduk dewasa di Jakarta dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu aspek keluarga, aspek spiritual/ agama, aspek kesehatan, aspek keuangan/ ekonomi, dan aspek hubungan sosial.

The purpose of this study is to descript the quality of life among adult citizen in five area of Jakarta. The participants of this research are 255 adult citizen who live in Jakarta, with age ranging from 18 to 55 years old. The instrument used in this study is adapted SEIQoL-DW. Descriptive statistic computation resulting a global quality of life mean score 77,12, indicating that most of adult citizen in Jakarta have a good quality of life. Meanwhile, the five most important life aspects according to adult citizen in Jakarta are family aspect, spirituality/ religion aspect, health aspect, monetary/ economic aspect, and social relationship aspect.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.92 NOF g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut penulis artikel ini, salah satu aspek dari pembangunan kota adalah masalah kualitas hidup dari masyarakatnya. Sehingga untuk melihat seberapa jauh kebrhasilan pembangunan suatu kota harus dilihat melalui kualitas hidup masyarakat kota tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam membahas artikel ini, Edie Toet Hendrato mengambil masalah kualitas hidup masyarakat Kotamadya Padang, Sumatera Barat, antara rentang waktu tahun 1990 sampai tahun 1994. Kajian masalah ini merupakan hasil dari studi literatur yang telah dilakukan."
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 3 Juni 1996 : 191-201, 1996
HUPE-26-3-Jun1996-191
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Salsabila
"Kebahagiaan atau subjective well-being (SWB) umumnya menjadi tujuan utama setelah individu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Berdasarkan penelitian terdahulu, kemampuan automatic inhibitory control, yaitu kemampuan individu untuk menghambat informasi emosional yang tidak relevan di level atensi berperan penting dalam mencapai kepuasan hidup yang merupakan komponen kognitif dari kebahagiaan. Namun, masih sulit ditemukan penelitian yang menguji sejauh mana kemampuan automatic inhibitory control memang berbeda di antara orang yang puas dengan hidupnya dan yang kurang puas dengan hidupnya. Oleh karena itu, penelitian ini menguji perbedaan kemampuan automatic inhibitory control berdasarkan tingkat kepuasan hidup. Studi quasi eksperimental yang menggunakan tugas negative affective priming (NAP) dilakukan untuk mengukur waktu reaksi ketika partisipan (N = 62, usia 18 - 23 tahun) menilai kondisi diri mereka selama 2 tahun terakhir, berdasarkan kata- kata sifat bervalensi positif atau negatif. Kemampuan automatic inhibitory control diukur dengan menghitung Efek NAP, yaitu selisih antara waktu reaksi di kondisi NAP dan kondisi Kontrol. Tingkat kepuasan hidup diukur menggunakan Satisfaction With Life Scale (SWLS) (Diener, et al., 1985; Akhtar, 2019). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa orang dengan skor SWLS tinggi menunjukkan Efek NAP yang jauh lebih besar dibandingkan orang dengan skor SWLS rendah. Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa orang yang puas dengan hidupnya memiliki kemampuan automatic inhibitory control yang lebih baik daripada orang yang kurang puas dengan hidupnya.

Happiness or subjective well-being (SWB) generally becomes the main goal after individuals fulfill their basic life needs. Based on previous research, the ability of automatic inhibitory control, namely the individual's ability to inhibit irrelevant emotional information at the attention level, plays an important role in achieving life satisfaction which is a cognitive component of happiness. However, it is still difficult to find studies that test the extent to which automatic inhibitory control abilities are different between people who are satisfied with their lives and those who are not satisfied with their lives. Therefore, this study examines differences in the ability of automatic inhibitory control based on the level of life satisfaction. A quasi-experimental study using a negative affective priming (NAP) task was conducted to measure the reaction time when participants (N = 62, ages 18 - 23 years) rated their self condition based on positive or negative valence adjectives. The ability of automatic inhibitory control is measured by calculating the NAP effect, which is the difference between the reaction time in the NAP condition and the Control condition. The level of life satisfaction was measured using the Satisfaction With Life Scale (SWLS) (Diener, et al., 1985; Akhtar, 2019). The results show that people with high SWLS scores show a much greater NAP effect than people with low SWLS scores. The findings of this study show that people who are satisfied with their lives have better automatic inhibitory control abilities than people who are less satisfied with their lives."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Herlan
"Latar Belakang: Gastrektomi, baik proksimal, gastrektomi distal dan gastrektomi total kerap diterapkan di RSUPN dr. Cpto Mangunkusumo, Jakarta untuk kanker, ulkus peptikum, nekrosis pada lambung dan kelainan-kelainan lainnya. Namun, sejauh ini belum pernah ada evaluasi gastrektomi dan etiologi penyakit terhadap kualitas hidup. Kami melakukan evaluasi pascagastrektomi melalui survei menggunakan kuesioner untuk tujuan evalausi.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain kohort restropektif mengambil data rekam medis. Pasien pascagastrektomi proksimal, distal, dan total atas indikasi tumor ataupun non-tumor (infeksi, kelainan bawaan dan lain-lain) pada periode Juli–September 2020 diikutsertakan dalam penelitian. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh jenis gastrektomi dan etiologi penyakit terhadap kualitas hidup yang dinilai berdasarkan kuesioner (World Health Organization Quality of Life questionnaire abbreviated version (WHOQOL-BREF).
Hasil: Enam puluh enam subjeck dengan rerata usia 47,12±14,5 tahun, diikutsertakan dalam studi. Ditemukan perbedaan signifikan antara kelompok proksimal, distal, dan total, hanya pada domain lingkungan dan nilai total WHOQOL-BREF. Median skor untuk domain lingkungan adalah sebesar 63 (50–88), 69 (50–88), 56 (50–75), secara berturut-turut untuk kelompok proksimal, distal, dan total. Rerata skor total WHOQOL-BREF untuk kelompok dengan gastrektomi proksimal, distal, dan total adalah sebesar 64,42±9,34, 67,19±9,44, dan 59,12±8,04. Subjek dengan etiologi keganasan memilki median skor WHOQOL-BREF yang cenderung lebih rendah pada sebagian besar domain. Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor WHOQOL-BREF antara kelompok non-tumor dengan kelompok tumor.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kualitas hidup subjek pascagastrektomi total dengan distal dan proksimal, pada domain lingkungan dan nilai total WHOQOL-BREF. Tidak terdapat perbedaan bermakna kualitas hidup subjek pascagastrektomi dengan etiologi tumor dan non-tumor, pada seluruh domain WHOQOL-BREF.

Background: Gastrectomy of proximal–, distal–and total gastrectomy referred to procedures indicated for cancer, peptic ulcer, gastric necrosis, and another disorder that frequently carried out in dr Cipto Mangunkusumo General Hospital. However, no evaluation was carried out before. Thus, we run a survey evaluating the quality–of–life following gastrectomy.
Method: The study was conducted using a retrospective cohort based on medical record. Those who underwent proximal, distal, or total gastrectomy for a tumor or any non-tumor indications were included in the research. A quality-of-life evaluate using the WHOQOL-BREF questionnaire and subjected to analysis.
Result: Sixty-six subjects with a mean age of 47.12 ± 14.5 years, were enrolled in the study. Significant differences were found between the proximal, distal, and total groups, only in the environmental domain and the WHOQOL-BREF total values. The median scores for the environmental domain were 63 (50–88), 69 (50–88), 56 (50–75) for the proximal, distal, and total groups, respectively. The mean WHOQOL-BREF total score for proximal, distal, and total gastrectomy group was 64.42 ± 9.34, 67.19 ± 9.44, and 59.12 ± 8.04. Subjects with an etiology of malignancy had a median WHOQOL-BREF score that tended to be lower in most domains. However, there was no significant difference in WHOQOL-BREF scores between the non–tumor and tumor group.
Conclusion: There are significant differences in patients quality-of-life after total gastrectomy with distal and proximal, in the environmental domain and the total WHOQOL-BREF values. There was no significant difference in postgastrectomy patients quality-of-life between non-tumor and tumor groups in all WHOQOL-BREF domains.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wangke, Welson Marthen
"Pembangunan di Indonesia yang dilakukan tahap demi tahap berupaya merombak struktur ekonomi yang tidak seimbang yakni terlalu bercorak pertanian ke struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri.Setiap kegiatan pembangunan dapat memberi dampak, baik yang bersifat positif atau menguntungkan maupun yang bersifat negatif atau merugikan terhadap lingkungan hidup yang terdiri dari lingkungan hidup alam; lngkungan hidup buatan dan lingkungan hidup sosial.
Pembangunan industri membutuhkan tanah yang cukup luas, sedangkan tanah yang cocok untuk industri umumnya telah dikuasai dan diusahakan oleh masyarakat terutama untuk pertanian. Pulau jawa yang terpadat penduduknya di Indonesia, telah cukup banyak dibangun industri sehingga banyak pula tanah pertanian yang dialihkan menjadi tanah untuk industri. Peralihan tanah tersebut dapat memberi dampak terhadap kehidupan masyarakat bekas pemilik tanah. Seluk-beluk kehidupan masyarakat bekas pemilik tanah tersebut hingga saat ini masih kurang diketahui, oleh sebab itu penelitian ini diadakan dengan mengevaluasi kualitas hidup masyarakat tersebut apakah baik atau buruk.
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah setelah tanah pertaniannya dialihkan menjadi tanah industri?; (2) Apakah ada perbedaan kualitas hidup antara masyarakat bekas pemilik tanah dengan masyarakat yang tidak mengalihkan tanahnya untuk industri (tetap sebagai petani)?; (3) Faktor--faktor apakah yang berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah?
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah dan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup tersebut.
Berdasarkan masalah penelitian, diajukan hipotesis sebagai berikut: (1) Ada perbedaan kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah dengan masyarakat yang tidak mengalihkan tanah pertaniannya untuk industri (tetap sebagai petani); (2) Ada perbedaan kualitas hidup antara masyarakat bekas pemilik tanah Kawasan Industri Pulo Gadung dengan di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi atau dengan kata lain faktor lokasi (pedesaan dan perkotaan) berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah; (3) Luas tanah yang dialihkan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah atau dengan kata lain semakin luas tanah yang dialihkan, semakin baik kualitas hidupnya; (4) Cara penggunaan uang ganti rugi pembebasan tanah berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah, atau dengan kata lain jika uang ganti rugi lebih banyak digunakan untuk tujuan produktif kualitas hidup cenderung lebih baik.
Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu: (1) di Kawasan Industri Pulo Gadung dan sekitarnya yang bercirikan perkotaan; (2) di Kecamatan Tambun kabupaten Bekasi yang lebih bercirikan pedesaan. Pengambilan contoh responden dengan cara acak sistematik yaitu masing-masing sebesar 60 keluarga bekas pemilik tanah Kawasan Industri Pulo Gadung, 60 keluarga bekas pemilik tanah industri di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi dan 80 keluarga petani di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi sebagai kontrol. Data diperoleh dengan mengadakan wawancara yang berpedoman pada kuesioner terstruktur dan mengadakan pengamatan lapanoan. Data lain diperoleh dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian ini. Data kualitas hidup dianalisis secara deskripsi dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji Chi- Square.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Pembangunan industri telah memberi dampak positif atau menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat bekas pemilik tanah. Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah lebih banyak yang menjadi baik daripada menjadi buruk (2) Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah lebih baik daripada masyarakat yang tidak mengalihkan tanah pertaniannya untuk industri (tetap sebagai petani); (3) Faktor lokasi peralihan tanah pertanian menjadi tanah industri tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah baik yang berlokasi di perkotaan maupun yang di pedesaan tidak menunjukan perbedaan yang nyata; (4) Faktor luas tanah yang dialihkan berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Semakin luas tanah yang dialihkan untuk industri, maka kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah cenderung makin baik; (5) Faktor cara penggunaan uang ganti rugi pembebasan tanah berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Semakin besar penggunaan uang ganti rugi untuk tujuan produktif maka kualitas hidup makin baik.
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah jika dilihat kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah, maka adanya peralihan tanah-tanah pertanian menjadi kawasan industri tidak perlu dikhawatirkan karena pada umumnya masyarakat bekas pemilik tanah tersebut dapat memperoleh manfaat dari pembangunan industri. Dalam membina masyarakat bekas pemilik tanah maka yang terutama adalah ditujukan kepada bekas pemilik tanah sempit agar dapat menggunakan uang ganti rugi pembebasan tanah untuk tujuan produktif. Dilihat dari indikator kualitas hidup, faktor pendidikan perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan.

The national development of the Republic of Indonesia has been implemented continuously in order to restore the imbalance economic structure. Indonesia is known as an agriculture country, thus automatically its economic system is characterized agriculture oriented. In other side of development, Indonesia has been starting to build up the industrial world. In general, activities of development always bring about antagonistic consequences, advantageous and disadvantageous impacts. These impacts will effect natural, man-made and social environment of the lands, which suitable for industries generally have been utilized and owned by people especially for farming. Java as the largest populated island becomes the center of industrial activities, therefore many industries built. It means that more lands are needed in such a dense island. The lands, which have utilized for agriculture purposes for many years, are transformed into industrial areas. Such a process affects the people's life, especially those who are quite dependent on the agriculture land. The effects can be evaluated either good or not.
Questions arise in this research are: (1) how is the quality of life of ex landowners who?s their agriculture lands have been transformed into industrial land? ; (2) Is there any difference in quality of life between the community whose agriculture lands are transformed and are not transformed into industrial land? ; (3) What are factors affect the quality of life of ex landowners?
The purpose of this research is to find out the community quality of life whose the agriculture lands have been transformed into industrial land, and to find out factors that effect its.
The'-'hypotheses" put forward in this research, are (1) There is difference in quality of life between community ex land owners Pulo Gadung Industrial Estate and at Tambun Sub district Bekasi; (2) There is difference in the community quality of life of ex land owners and those whose agriculture lands are not transformed (remain as farmers) ; (3) Size of lands were transformed effect the community quality of life of ex land owners ; (4) The way to spend land compensation fund effects the quality of life of the ex land owners.
The research was carried out in Pulo Gadung Industrial Estate and surroundings. The area is urban. The second place is in Tambun Sub district-Bekasi is more rural. The samples were taken with systematic sampling, consisting of 60 respondents in Pula Gadung Industrial Areas and 60 respondents in Tambun location. And then BO respondents are farmers or those whose agriculture land are not transformed into industrial land. Data were gathered by means of guided questionnaires and field observations. The data of the community quality of life were analyzed as by descriptive and the hypotheses were tested by Chi-Square Test (X2).
The results of this research are (1) Development of industries have positive impact or beneficiary to most of ex landowners. The quality of life of ex landowners is improving rather: than decreasing. (2) The: quality of life of. Ex landowners are better than those whose lands are not transformed to industry (remain as farmers). (3) The location factor of land agriculture transform to industrial land has not significant effect to the quality of life of ex landowners. The quality of life ex urban and rural landowners are not significant different. (4) The size of land transform has significant effect to the quality of life of ex landowners. The wider size of agriculture land transformed to industrial land, the quality of life has a better trend. (5) The way to spend land compensation fund has significant effect to the community quality, quality of life.
Spending for productive goods has better impact to quality of life, than for consumptive goods. The implication of these results is: If we are concerned with the quality of life of ex landowners, transform of agriculture land to industry mostly has beneficiary. To those who have small size land, it is appropriate to guide them to utilize their money productively. The education factor as an indicator of quality of life must be taken into consideration to improve."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estee Fina Pleyto
"Dalam bekerja, para pekerja seks biasanya membangun tembok yang menghalangi atau membatasi antara dirinya yang sebenarnya (real self) dengan dirinya pada saat mereka melayani para pria yang menjadi konsumennya. Barry (1995) menyebutnya sebagai disengangement, di mana pekerja seks membangun suatu jarak emosional dengan dirinya sendiri. Pheterson (1996) menyebut gejala ini sebagai detachment (ketidakterlibatan). Salah satu komponen utama yang digunakan untuk mengembangkan definisi pelacuran atau prostitusi adalah adanya ketidakacuhan emosional.
Konsep serupa dikemukakan oleh Seeman (dalam Mirowsky & Ross, 1989) sebagai self-estrangement, yaitu perasaan individu bahwa dirinya terpisah dari pikiran, perilaku, dan pengalamannya sendiri karena berada di bawah kontrol orang lain. Maddi dkk. (1979) menyebut gejala serupa sebagai vegetativeness, yaitu ketidakmampuan individu untuk memberikan makna pada pekerjaannya. Sikap yang terkait dengan vegetativeness adalah sikap apatis dan tidak perduli. Self-estrangement atau vegetativeness merupakan salah satu dimensi/bagian atau jenis dari alienasi, sebuah tema yang akan dibahas dalam penelitian ini. Maddi juga menemukan bahwa alienasi berkorelasi negatif secara signifikan terhadap makna hidup. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran alienasi dan makna hidup pada pekerja seks.
Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Alienasi (oleh Maddi dkk.,1979) dan Skala Makna Hidup (oleh Crumbaugh & Macholick) yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Komalasari (1995). Selain itu peneliti juga membuat pedoman wawancara terstandar yang terbuka untuk mendapatkan data kualitatif.
Dari hasil analisis ditemukan bahwa secara umum para pekerja seks di PSBKW Harapan Mulya Kedoya teralienasi dari kehidupannya. Para pekerja seks tersebut terpisah dan menjadi asing (alienated) dari pekerjaan, dari diri mereka sendiri, dari masyarakat (institusi sosial), dari hubungan interpersonal, serta dari keluarga mereka. Seluruh dimensi alienasi dihayati oleh para pekerja seks dalam seluruh area alienasi, dengan penghayatan paling signifikan adalah penghayatan powerlessness, diikuti oleh penghayatan nihilism, vegetativeness, dan terakhir penghayatan adventurousness. Alienasi dari hubungan interpersonal terkait erat dengan alineasi dari institusi sosial dan alienasi dari diri sendiri. Riga ditemukan bahwa alienasi dari hubungan interpersonal tidak sating terkait dengan alienasi dari keluarga. Selain itu, para pekerja seks di PSBKW Harapan Mulya Kedoya yang teralineasi belum tentu tidak rnemiliki penghayatan terhadap makna atau tujuan hidupnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>