Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gaylin, Willard
New York: Public Affair, 2003
152.421 GAY h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Silmi Kamilah
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengungkapan kasus kekerasan seksual melalui Twitter sebagai bentuk resistensi penyintas kekerasan seksual di Indonesia. Studi-studi terdahulu mengenai pengungkapan kasus kekerasan seksual membahas dua jenis pengungkapan, yaitu secara langsung dan secara daring melalui perantara media sosial. Akan tetapi, belum banyak studi yang melihat fenomena ini sebagai bentuk resistensi penyintas, khususnya melalui pewacanaan diskursus tandingan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Penelitian ini berargumen bahwa pengungkapan kasus kekerasan seksual di Twitter merupakan bentuk resistensi penyintas dan terwujud melalui diskursus tandingan yang memicu dialog publik mengenai kekerasan seksual. Diskursus tandingan penyintas beroperasi dalam online counterpublics, yaitu arena diskursif berbasis teknologi internet di mana kelompok marjinal mampu mengontestasikan eksklusi mereka dari ruang publik. Temuan penelitian menunjukkan diskursus tandingan penyintas terlihat dalam teks yang merebut kembali narasi kekerasan seksual dari perspektif penyintas, menggambarkan bentuk kekerasan yang beragam, serta memberikan sanksi sosial kepada pelaku. Proses produksi teks utas juga merepresentasikan resistensi penyintas sebagai aktor yang aktif dalam proses pengambilan keputusan. Meskipun begitu, terdapat kontestasi antara diskursus tandingan penyintas dengan diskursus dominan yang mereproduksi nilai-nilai rape culture di arena diskursif yang sama. Resistensi penyintas juga diinterpretasi secara berbeda-beda oleh publik sehingga arena diskursif yang ada tidak menjadi ruang aman bagi penyintas untuk bersuara. Oleh karena itu, pengungkapan kasus kekerasan seksual melalui Twitter tidak menjadi jalur alternatif yang ideal bagi penyintas untuk mendapatkan keadilan di tengah konteks sosiokultural Indonesia yang masih melanggengkan kekerasan seksual.

This study aims to explain how sexual assault disclosure on Twitter is a form of sexual violence survivors’ resistance in Indonesia. Previous studies on sexual assault disclosure mainly discussed two kinds of disclosure, which are direct or offline disclosure and disclosure through social media or online disclosure. However, there is little to no studies which analyzed the phenomenon as sexual violence survivors’ resistance through the construction of counter discourse, specifically using critical discourse analysis (CDA). This study argues that sexual assault disclosure on Twitter is a form survivors’ resistance which further manifested through counter discourse that encourages public discussion on sexual violence. Survivors’ counter discourse operates through online counterpublics, which is a discursive arena facilitated by the internet in which marginalized group contested their exclusion from the public sphere. The findings of this study show that survivors’ counter discourse can be seen through texts which reclaim sexual assault narrative, depict various sexual violence forms, and give social punishment to the perpetrators. The text production process also represents survivors’ resistance as an active actor in the decision-making process. However, there is a contestation between survivors’ counter discourse and the dominant discourse which reproduces rape culture values in the same discursive arena. Survivors’ resistance is also interpreted in different ways by the public, emphasizing how the discursive arena is not a safe space for survivors to speak up. Therefore, the sexual assault disclosure through Twitter is not an ideal alternative route for survivors to seek justice in the midst of Indonesia's sociocultural context which still perpetuates sexual violence"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Dhea Novia Anzani
"Penelitian ini membahas mengenai kekerasan seksual dalam hubungan pacaran pada perempuan pada saat usia remaja yang dilihat dari aspek resiliensi serta konsep diri dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Kekerasan seksual pada perempuan merupakan fenomena yang marak terjadi di Indonesia. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya khususnya pada ranah privat atau personal. Pada ranah privat, pelaku kekerasan seksual didominasi oleh pacar dan mantan pacar. Kasus kekerasan dalam hubungan pacaran dapat digambarkan seperti fenomena gunung es yang mana tidak banyak terlihat di permukaan. Para penyintas tidak banyak melaporkan kasus kekerasan yang terjadi pada dirinya sendiri. Kasus kekerasan seksual dalam hubungan pacaran juga sering mengalami kebuntutan pada proses hukum. Hal tersebut menyebabkan para penyintas hanya dapat bergantung pada dirinya sendiri dalam menangani permasalahannya. Perempuan penyintas kekerasan seksual dalam hubungan pacaran pada umumnya memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan yang ia alami atau disebut dengan resiliensi. Proses resiliensi tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu terhadap dirinya sendiri atau konsep diri yang terbentuk pada diri para penyintas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus yang mengambil data dari berbagai informan penyintas kekerasan seksual dalam hubungan pacaran pada usia remaja di Jabodetabek dan dilakukan pada tahun 2021. Dalam penelitian ini akan dibahas bentuk-bentuk tindak kekerasan yang terjadi, resiliensi, serta konsep diri pada informan utama. Pada penelitian ini ditemukannya hasil bahwa para informan utama telah menjadi individu yang resilien dengan proses yang ditentukan oleh faktor, sumber, karakteristik yang berbeda. Konsep diri yang terdiri dari ideal self, self image, dan self esteem yang terbentuk pada diri informan merupakan hasil dari kekerasan seksual yang dialaminya dan mempengaruhi pandangan positif atau negatif yang mereka bentuk. Konsep diri tersebut seiring berjalannya waktu berubah karena lingkungan yang mempengaruhi para informan. Penelitian ini berimplikasi pada Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya mata kuliah pengantar psikologi dan kesehatan jiwa dalam pembahasan resiliensi dan teori sosiologi dalam pembahasan konsep diri. Penelitian ini juga bermanfaat untuk pekerja sosial dalam lembaga penanganan kasus dalam merancang metode intervensi yang dibutuhkan.

This research discusses sexual violence in dating relationships among women at the age of adolescence which is seen from the aspect of resilience and self-concept from the discipline of Social Welfare Sciences. Sexual violence against women is a big phenomenon in Indonesia. Sexual violence against women’s cases always increase in every year. The most cases of sexual violence that occur are in the private or personal space. In the private space, the perpetrators of sexual violence are dominated by boyfriends and ex-boyfriends. Sexual violence in dating relationships can be described as an iceberg phenomenon which is not widely seen on the surface. The vitcims did not report many cases of violence against themselves. Sexual violence in dating relationships or dating violence also often ends in the ambiguity of the legal process. This causes the victims only depend on themselves in dealing with their problems. Women who have survived sexual violence in dating relationships generally have the ability to deal with the problems they experienced or what is known as resilience. The resilience process will affect the individual's perspective on himself or the self-concept that is formed in the survivors. This research is a qualitative research using a case study method that takes data from various informants of sexual violence survivors in dating relationships at the age of teenagers in Jabodetabek in 2021. This research will discuss the forms of violence that occur, resilience, and self-concept in the main informants. In this research, it was found that the main informants had become resilient individuals with a process determined by different factors, sources, and characteristics. The self-concept consisting of the ideal self, self-image, and self-esteem that is formed on the informant is the result of the sexual violence they have experienced and influences the positive or negative views they form. This self-concept changes over time because of the environment that affects the informants. This research has implications for Social Welfare Science, especially on psychology introduction study and mental health study for resilience discussion and sociological theory study for self-concept discussion. This research is also useful for social workers at organization who handle sexual violence cases in designing intervention method they needs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Pratiwi
"Saat ini pengguna media sosial semakin kreatif dalam menyampaikan ujaran kebencian. Untuk menghindari peraturan kebijakan di media sosial, pengguna menggunakan kode untuk berinteraksi satu sama lain. Kode tersebut merupakan istilah atau julukan berisi kebencian yang ditargetkan pada suatu pihak untuk menyampaikan ujaran kebencian. Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan kode kebencian dalam mengidentifikasi ujaran kebencian pada media sosial. Penelitian ini menggunakan twit berbahasa Indonesia serta menggunakan metode Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, dan Random Forest Decision Tree. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitur kode
kebencian (hate-code HC) yang diusulkan, dapat digunakan sebagai fitur untuk identifikasi
ujaran kebencian. Jika tanpa fitur kode kebencian, F-Measure menghasilkan tidak lebih dari 55%. Namun, performa meningkat jika menggunakan fitur kode kebencian dengan hasil F-Measure sebesar 80.71% yang dikombinasikan dengan metode Logistic Regression Nowadays social media users are increasingly creative in expressing hate speech.

To avoid policy regulations on social media, users use code to interact with each other. The code is a term or nickname containing hatred that is targeted at a individual or groups to convey the utterance of hate. This study aims to use hate codes in identifying hate speech on social media. This study uses twit in Indonesian and uses the Logistic Regression, Support Vector Machine, Naïve Bayes, and Random Forest Decision Tree. The results show the hate code features (HC) that proposed can be used as a feature to identify hate speech. If without the hate code feature, F Measure generates nomore than 55%. However, performance increases if using this feature, with the result of F-Measure of 80.71%
combined with Logistic Regression method.
"
Depok: Fakultas Komputer Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gloria Truly Estrelita
"Lembaga Kebudayaan Rakyat atau kerap disingkat Lekra adalah wadah untuk mempertahankan eksistensi kebudayaan Indonesia. Selain juga berusaha menyampaikan pesan-pesan politik, seperti kerakyatan dan kemanusiaan melalui karya-karya yang ditelurkan oleh para senimannya. Lekra memang memiliki kedekatan ideologis dengan PKI, yaitu sama-sama memperjuangkan rakyat miskin. Walau begitu, Lekra menolak untuk "dimerahkan" oleh PKI. Meletusnya peristiwa G30S, membuat Lekra dituduh sebagai organisasi masyarakat yang berdiri di bawah PKI. Selanjutnya Lekra turut diberangus oleh Orde Baru dengan alasan mengancam stabilitas keamanan nasional. Karya-karya berlabelkan Lekra diberi stigma komunis oleh penguasa pada masa itu. Tidak cukup di situ, penguasa melalui pemerintah memusnahkan data dan sejarah Lekra untuk selanjutnya disenyapkan dari ruang sejarah politik Indonesia.supaya tidak bisa dipelajari oleh generasi berikutnya.
Dalam kajian kriminologi, stigmatisasi menjadi salah satu hal penting yang dipelajari. Arti dari stigmatisasi itu sendiri adalah stigma atau citra yang dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang. Dan, stigmatisasi adalah salah satu bentuk dari aksi kekerasan atau violence. Dalam studi ini, Penulis menggunakan teori yang ditelurkan oleh Louis Althusser dalam rangka membangun kekuasaan melalui peran hakiki negara yang bersifat represif (repressive state apparatus/RSA) dan ideologis (ideological state apparatus/ISA). Selanjutnya, Althusser menempatkan media sebagai media ideologis yang artinya selalu memiliki dan menjalankan ideologi tertentu. Dan, melalui medialah ideologi bisa memiliki eksistensi material. Dengan begitu, bukanlah hal yang aneh bila media dilihat sebagai aparatus ideologi. Disinilah ISA kemudian menyusun sebuah kerangka legitimasi yang akan mengabsahkan tindakan represif tersebut, sehingga masyarakat tidak akan melawan. Dengan begitu, dalam analisa ini, negara bisa dilihat sebagai institusi yang tidak netral dan penuh dengan konsentrasi kekuatan, karena ia berusaha melakukan penciptaan pemaknaan yang sesuai dengan keinginannya. Misalnya, manipulasi media massa, yaitu pengaturan berita di Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha adalah salah satunya. Dengan begitu, negara yang dibangun atas kekuasaan yang ada padanya adalah wujud dominasi politik atas masyarakat. Selanjutnya, tindakan penguasa memberikan stigma komunis melalui media kepada Lekra adalah bentuk tindak kekerasan atau state violence.

Lembaga Kebudayaan Rakyat (The Movement of People"s Art and Culture) or commonly abbreviated as LEKRA was believed to be founded to maintain the existence of the Indonesian culture apart from its purpose to deliver any political messages like peoples and humanitarian issues " through the works of its artist members. LEKRA has a close ideology connection with PKI both of which had the spirit to fight for the rights of common people. However, even they shared similar perspective, LEKRA refused to be made "red" by PKI. The G30S incident brought LEKRA to the accusation of being a community organization stands under the PKI flag. This follows the consequences of banning by the government for reason that LEKRA might be a possible threat to the national security. Any works produced by LEKRA membersthen was stigmatized as "communist product" by the government. The government even demolished all data and history of LEKRA and deleted its existence in the political history of the nation in order not to learned by the following generations.
In the study criminology, stigmatization has become one of important substance to study. The meaning of the stigmatization itself is a stigma or an image which is put or created against any individual or some people of the same group. In this study, the writer will bring forward the Louis Althusser"s theory of building a power using the repressive state apparatus (RSA) and ideological state apparatus (ISA). Furthermore, Althusser further put media as ideological media which means always posses and implement certain ideology. And, through media any ideology can have the material existence. Consequently, media will always be seen as an ideological apparatus. ISA has formed a legitimate frame which it used to legalize any repressive action against the people so that they would not be in any position to fight back. With this analysis, a state can be seen as an un-neutral institution and full with power concentration because it hows its efforts to do any "meaning creation" which is in accordance with its purpose. Ideological state apparatus through its mass-media manipulation efforts, which is news management in their Angkatan Bersenjata Daily and Berita Yudha daily, was one of the above mentioned efforts. Meaning, a state has a function to maintain its repression against its people. This study tries to further see that any action of communist stigmatization by the government upon LEKRA members was indeed a representation of a state violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26659
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Annisa Meiwindah
"Hate crime berupa penutupan paksa Pondok Pesantren Al-Fatah harus dialami oleh para santri waria yang berada di dalamnya. Hate Crime tersebut merenggut hak atas religious freedom dan freedom for expression yang dimiliki para santri waria. Hate crime yang  dilakukan oleh Front Jihad Islam tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan terhadap para santri waria sebagai individu yang menyimpang dan menyalahi kodrat. Timbulnya anggapan tersebut tidak terlepas dari paham patriarki, heteronormativitas, serta stigma yang mengakar dalam masyarakat. Penutupan paksa yang terjadi menimbulkan respon dari para santri waria. Setelah mengalami trauma, mereka bangkit dan menunjukan kemampuan resistensinya. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa para santri waria memiliki kemampuan untuk melawan dan berdaya terhadap hate crime yang dialami. Penelitian ini menggunakan teori queer criminology dengan teknik analisis naratif melalui kisah yang mereka tuturkan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa budaya patriarki, heteronormativitas, serta stigma terhadap kelompok LGBTQ merupakan akar terjadinya hate crime terhadap santri waria. Penutupan paksa Pondok Pesantren tersebut justru membangun kemampuan resistensi santri waria untuk berdaya di tengah situasi yang diskriminatif.  Resistensi yang dilakukan didasari oleh agensi atau kesadaran para santri waria untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Resistensi yang dilakukan menjadikan para santri waria sebagai penyintas hate crime berupa penutupan Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta.

Hate crime in the form of the forced closure of the Al-Fatah Islamic Boarding School experienced by santri waria who are in it. The hate crime took away the right to religious freedom and freedom for expression that belongs to santri waria. The hate crime by the Front Jihad Islam was motivated by the perception of santri waria as individuals who deviate and violate nature. Those assumption is inseparable from patriarchy, heteronormativity, and the stigma rooted in society. The forced closure occurred a response from santri waria. They did not give up. After experiencing trauma, they show their resistance abilities. This research aims to explain that santri waria have the ability to empowered against hate crimes in the form of the closure of Islamic boarding schools. This research uses the theory of queer criminology with narrative analysis techniques through the stories they tell. The results of the data analysis show that the patriarchal culture, heteronormativity and the stigma against LGBTQ groups is the root cause of hate crimes against santri waria. They shows the resistance ability to be empowered in a discriminatory situation. The resistance carried out was based on agency or the awareness of santri waria to change their lives for the better. The resistance then made the santri waria as survivors of hate crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Annur
"Karya akhir ini membahas mengenai propaganda kejahatan kebencian (hate crime) berbasis orientasi seksual dan identitas gender yang diimplementasikan melalui acara “Deklarasi Padang Bersih Maksiat”. Penulisan karya akhir ini bertujuan untuk memahami bagaimana kejahatan kebencian dipropagandakan untuk menolak eksistensi LGBTIQ+ melalui tafsir agama patriarkal-konservatif, kebijakan diskriminatif, serta tindakan persekusi. Penulisan ini menggunakan teknik analisis isi kualitatif dan queer criminology theory yang pada dasarnya berusaha mengkritik dan menentang narasi mengenai binerisasi heteronormativitas, homofobia, serta pengabaian kesetaraan tentang gender dan seksualitas. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tafsir agama patriarkal-konservatif diiringi dengan prasangka terhadap seksualitas LGBTIQ+ mendorong digelarnya acara “Deklarasi Padang Bersih Maksiat” pada November 2018. Para propagandis dan masyarakat menstimulasi kejahatan kebencian dalam setiap aksi selama acara berlangsung. Pada akhirnya, tindakan persekusi sebagai bentuk kekerasan terhadap LGBTIQ+ seperti penangkapan sewenang-wenang, pemaksaan terapi konversi, dan perlakuan merendahkan martabat pun menjadi jalan keluar untuk menyembuhkan ‘penyakit’ LGBTIQ+. Hal ini berimplikasi pada kerugian dan penderitaan seksual, psikis, dan fisik terhadap kelompok LGBTIQ+.

This final work discusses the propaganda of hate crimes based on sexual orientation and gender identity which is implemented through the “Deklarasi Padang Bersih Maksiat”. This final work aims to understand how hate crimes are propagated to reject the existence of LGBTIQ+ through patriarchal-conservative religious interpretations, discriminatory policies, and acts of persecution. This writing uses qualitative content analysis technique and queer criminology theory which basically tries to criticize and challenge narratives about the binaryization of heteronormativity, homophobia, and the neglect of equality regarding gender and sexuality. The results of the data analysis show that patriarchal-conservative religious interpretations accompanied by prejudice against LGBTIQ+ sexuality prompted the holding of the “Declaration of Padang Clean Maksiat” in November 2018. The propagandists and the public stimulated hate crimes in every action during the event. In the end, acts of persecution as a form of violence against LGBTIQ+ such as arbitrary arrest, forced conversion therapy, and degrading treatment become a way out to cure the LGBTIQ+ 'disease'. This has implications for sexual, psychological and physical losses and suffering for the LGBTIQ+ group."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Octaviani Firdhania
"Penulisan ini dibuat untuk membahas mengenai peran jurnalis warga dalam mendukung upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak berbasis komunitas. Hal tersebut dijelaskan dengan menggunakan pemikiran Kate Bowers dan Shane Johnson mengenai penggunaan publisitas untuk tujuan pencegahan kejahatan dan teori stigma Erving Goffman. Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa jurnalis warga dapat mendukung upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak berbasis komunitas, tetapi belum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya perlindungan anak berbasis komunitas.

This thesis aims to understand the role of citizen journalist to support a community-based sexual violence against children prevention. I initially considered the strategy to be a form of community-based child protection. I am using Kate Bowers and Shane Johonson’s thoughts of Using Publicity for Preventive Purposes and also Erving Goffman’s theory of stigma. The result shows that citizen journalism can be useful for community members to prevent sexual violence against children, though the strategy can not be considered as a community-based child protection due to several reasons."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Contents :
Introduction /​ Nathan Hall, Abbee Corb, Paul Giannasi, and John Grieve
Theories and concepts
Framing the boundaries of hate crime /​ Neil Chakraborti
Beyond the silo : rethinking hate crime and intersectionality /​ Hannah Mason-Bish
The personal injuries of hate crime /​ Paul Iganski and Spiridoula Lagou
Exploring the community impacts of hate crime /​ Barbara Perry
Legislating against hate /​ Gail Mason
Explaining hate crimes : sociological and criminological perspectives /​ Nathan Hall
Explaining hate crimes : perspectives from the wider social sciences /​ Nathan Hall
The international geography of hate
Hate crimes in Europe /​ Mike Whine
Hate crimes in the UK /​ Paul Giannasi
Sectarianism and hate crime in Northern Ireland /​ Marian Duggan
Global antisemitism /​ Dave Rich
The European extreme right /​ Emmanuel Godin"
Abingdon, Oxon New York: Routledge, 2015
364.15 ROU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Martono Kalapadang
"Kasus ujaran kebencian di media sosial Indonesia tidak sedikit. Penelitian ini akan mengkaji salah satu kasus ujaran kebencian yang terjadi di tahun 2022, yaitu kasus yang menimpa EM. Pada saat karya ilmiah ini ditulis, kasus ini sudah naik ke tahap persidangan di pengadilan. EM didakwa menyatakan ujaran kebencian terhadap masyarakat yang ada di Kalimantan dengan frasa "tempat jin buang anak". Jenis kajian penelitian adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini bersumber dari YouTube yang dikelola oleh EM sendiri. Penelitian ini untuk mengungkapkan apakah ujaran EM “tempat jin buang anak” dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau tidak berdasarkan Pasal 156 KUHP dan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Peneliti menggunakan teori tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana untuk membuktikan ujaran EM tersebut. Berdasarkan analisis tindak tutur, konteks pertuturan, dan analisis wacana, EM dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 156 KUHP karena memenuhi semua unsur yang dipaparkan dalam undang-undang tersebut. Namun, EM tidak dapat dinyatakan melakukan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE karena salah satu unsur wajib tidak memenuhi. Unsur yang tidak memenuhi tersebut adalah semua pernyataan EM tidak ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian kepada masyarakat Kalimantan. Selain itu, pernyataan EM juga tidak ditujukan untuk menimbulkan permusuhan kepada masyarakat Kalimantan.

There are many cases of hate speech on Indonesian social media. This study will examine one of the cases of hate speech that occurred in 2022, namely the case that befell EM. At the time this scientific paper was written, this case had already reached the stage of trial in court. EM was charged with expressing hatred towards the people in Kalimantan with the phrase "tempat jin buang anak". The type of research study is descriptive qualitative. The object of this research is sourced from YouTube which is managed by EM himself. This research is to reveal whether the EM utterance “tempat jin buang anak” can be categorized as hate speech or not based on Pasal and Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. The researcher uses speech act theory, context of speech, and discourse analysis to prove the EM utterances. Based on the analysis of speech acts, context of speech, and analysis of discourse, EM can be declared to have committed hate speech in Pasal 156 KUHP because it fulfills all the elements described in the 2 law. However, EM cannot be declared to have committed hate speech on Pasal 45A ayat (2) dalam UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE because one of the mandatory elements does not fulfill. The element that does not fulfill this is that all of EM's statements are not intended to cause hatred for the people of Kalimantan. In addition, all of EM's statements are also not intended to cause hostility to the people of Kalimantan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>