Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harsoyo
Jakarta: Majalah Mingguan Berita Pajak , 1974
332.609 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Suhirta
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S22994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. Ruchijat
Bandung: Binacipta, 1980
332.6 RUC k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, John Prihadi
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S25058
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The aim of this paper is to describe the spread of Foreign Direct Investment (FDI) and domestic investment according to its location, sector; and labour absorption. Analysis is based on secondary data published by Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM). There are three main findings in this study: First, this study found that in the period 2002-2008, the largest past of FDI and domestic investment concentrated Java and Sumatra Island. Meanwhile, the provinces in the east of Indonesia received a small part of either FDI or domestic investment. This uneven investment concentration occurred because in the eye of investors, Java and Sumatra is more attractive than other Island in Indonesia in term of better infrastructure, wider potential market and higher quality of human resources. Second, the majority of foreign and domestic investor selected secondary sector (manufacturing) for their investment. Interestingly, there was a trend that those investments shifted from secondary sector to tertiary sector. Third, labour absorption both FDI and domestic investment, particularly invested in the secondary sector tend to increase. However, there is a tendency that investment in secondary and tertiary sectors moved to less labour intensive industries."
JEP 18:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Insa Ansari
"Persetujuan dan perizinan penyelenggaraan penanaman modal, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh penanam modal (investor) sebelum pihaknya melakukan penanaman modal. Untuk itu persetujuan dan perizinan penanaman modal menjadi salah satu pertimbangan panting bagi para penanam modal yang akan melakukan penanaman modal di suatu wilayah. Persetujuan dan perizinan penanaman modal yang mudah, sederhana, dan tidak berbelit-belit merupakan salah satu pertimbangan, bahkan dapat juga berperan sebagai salah satu pendorong bagi penanam modal untuk melakukan penanaman modal. Disamping pertimbangan ekonomi atau keuntungan (profit) yang bakal diperoleh dari penanaman modal yang akan dilakukannya. Selain itu, para penanam modal juga memperhatikan dan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya seperti kondisi keamanan, perburuhan, perpolitikan, kepastian hukum dari negara yang akan menjadi tempat mereka menanamkan modalnya.
Berkaitan dengan persetujuan dan perizinan penanaman modal, maka untuk mendorong penanaman modal di tanah air Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Pelayanan Satu Atap. Keputusan presiden tersebut merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk menyederhanakan persetujuan dan perizinan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Dengan keputusan presiden tersebut bahwa pelayanan persetujuan dan perizinan dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dilakukan oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan sistem pelayanan satu atap (one roof service). Pelayanan dengan sistem satu atap untuk memperoleh persetujuan dan perizinan penanaman modal merupakan suatu kebutuhan yang telah lama ditunggu dan dinantikan oleh para penanam modal. Namun konsep pelayanan dengan sistem satu atap yang terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tersebut berdasarkan perspektif penanam modal belum menunjukkan dan menciptakan iklim yang kondusif bagi penanam modal. Terutama sekali ketentuan untuk mendapatkan persetujuan dan perizinan penanaman modal yang hams dilakukan di BKPM.
Para penanam modal menginginkan dan membutuhkan pelayanan dengan sistem satu atap untuk memperoleh persetujuan dan perizinan penanaman modal dapat dilakukan di daerah melalui intansi penyelenggara penanaman modal yang terdapat di daerah dimana penanaman modal akan dilakukan. Menariknya bahwa konsepsi persetujuan dan perizinan penanaman modal telah mengalami perubahan dan perkembangan dan waktu ke waktu. Namun konsepsi pelayanan persetujuan dan perizinan penanaman modal dengan sistem satu atap yang terdapat dalam keputusan presiden tersebut lebih terlihat pada upaya untuk mengembalikan sentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal dari pada memberikan pelayanan yang mudah dan sederhana kepada para penanam modal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Lena
"Apabila investor asing ingin menanamkan modal di Indonesia tentu membutuhkan suatu badan hukum untuk digunakan sebagai tempat memberikan perlindungan hukum dan membatasi ruang geraknya agar tetap berada dalam pengawasan dan tidak keluar dari jalur yang telah diatur oleh UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Badan hukum tersebut dapat ditempuh melalui pendirian PT.PMA dengan rangkaian prosedur yang harus dilaksanakan. Diantara rangkaian prosedur tersebut, prosedur pertama yang harus dilaksanakan adalah pengajuan permohonan PMA ditujukan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan memperhatikan persyaratan yang diberlakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Berkaitan dengan hal ini, tugas notaris membantu pemerintah memberikan penyuluhan hukum bagi para pihak yang melakukan pendirian tersebut, membuatkan Joint Venture Agreement yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sebagai bentuk kesepakatan para pihak dan membuatkan akta pendirian PT. PMA. Metode penulisan tesis ini bersifat deskriptif, normatif dan empiris, terhadap prosedur yang diberlakukan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam pendirian PT. PMA, tugas notaris dalam hal ini adalah pemberian penyuluhan hukum, pembuatan Joint Venture Agreement dan pembuatan akta pendirian PT. PMA. Namun perlu diketahui juga bahwa pembuatan Suatu Joint Venture Agreement tidak mérupakan suatu keharusan karena pendirian PT. PMA dapat diajukan permohonannya secara langsung oleh para pihak dengan disertai dokumen yang diwajibkan saja, oleh karena itu pembuatan suatu Joint Venture Agreement hanya merupakan suatu pilihan bagi para pihak. Sedangkan tugas notaris dalam hal ini adalah memberikan saran kepada para pihak untuk membuat Joint Venture Agreement agar memudahkan pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam memberikan persetujuan terhadap pendirian tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 18939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Irvo Melyka Magdalena
"Untuk melaksanakan penanaman modal asing di Indonesia, investor diwajibkan membentuk badan hukum Indonesia.dalarn bentuk perseroan terbatas. Basal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas mengatur kewenangan Notaris untuk membuat akta pendirian perseroan terbatas yaitu perjanjian para pihak yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi perjanjian mereka. Namun pemerintah telah menentukan isi suatu akta pendirian sehingga timbul permasalahan mengenai peran Notaris dalam pembuatan akta pendirian perseroan terbatas untuk memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan kedudukan akta pendirian perseroan terbatas terhadap para pihak yang membuatnya setelah memperoleh pengesahan tersebut.
Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian tersebut diperoleh basil bahwa peran Notaris dalam pembuatan akta pendirian perseroan terbatas penanaman modal asing adalah memberikan nasihat hukum dan menuangkan kehendak para pihak ke dalam akta pendirian agar tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab agar akta pendirian memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan setelah mendapat pengesahan, akta pendirian menjadi hukum tertinggi bagi perseroan terbatas dan mengikat perseroan terbatas tersebut dan pihak ketiga. Peraturan berlaku jika tidak diatur dalam akta pendirian. Tidak semua ketentuan dalam perjanjian para pihak yang dibuat sebelumnya yaitu Joint Venture Agreement atau perjanjian lainnya dituangkan dalam Akta Pendirian, karenanya JVA secara tegas dapat dinyatakan mengikat perseroan terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan akta pendirian tidak mengaturnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Hasanuddin
"Penanaman modal asing secara langsung di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk pendirian perusahaan joint venture antara investor asing dengan investor nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Selain berdasarkan adanya ketentuan Undang-undang, pendirian perusahaan joint venture juga dilakukan berdasarkan pertimbangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan dengan kepentingan para pihak terutama insvestor asing dalam melakukan investasi di Indonesia. Perusahaan joint venture ini didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas, yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Sebelum membentuk Perusahaan Joint Venture para pihak terlebih dahulu membuat perjanjian joint venture yang menjadi dasar pendirian perusahaan joint venture. Dalam merumuskan perjanjian joint venture para pihak terikat dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum perjanjian baik yang bersifat nasional maupun internasional seperti pacta sunt servanda, consensus, dan kebebasan berkontrak, karena para pihak berasal dari Negara yang berbeda. Dalam perjanjian joint venture ditetapkan tujuan dan kebijakan dari perusahaan joint venture yang dapat dipergunakan untuk menafsirkan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan para partner.
Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengkoordinasikan perjanjian joint venture dengan Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Struktur perjanjian joint venture itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi: objek usaha patungan, modal dan proporsi masing-masing pemegang saham, kepemilikan saham dan kemungkinan pengalihan saham pada pihak lain, penambahan modal dan pengeluaran saham baru, pengurusan perusahaan, kontrol atau pengendalian perusahaan, alih teknologi dan pengetahuan, lisensi paten dan merek dagang, klausul wanprestasi, keadaan darurat, klausul pilihan hukum dan klausul penyelesaian sengketa, pengakhiran perjanjian, dan pengaturan tentang amandemen atau perubahan perjanjian.
Dalam hal adanya sengketa pada perusahaan joint venture, apabila sengketa tersebut terjadi antara pemegang saham, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase atau melalui pengadilan tergantung kepada choice of jurisdiction yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak. Apabila sengketa tersebut terjadi antara direksi, atau antara pemegang saham dengan direksi perusahaan joint venture (kasus gugatan derivatif), maka penyelesaiannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Apabila sengketa yang terjadi antara investor asing dengan Pemerintah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase internasional, seperti ICSID, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Foreign direct investment in Indonesia shall be realized in form of joint venture company established by domestic and foreign investor, which is stipulated by law number 25 of 2007 concerning Investment. Beside according to the provisions of the law, the carrying out of establishment of joint venture company also based on politic, economic, and socio-culture considerations related to all parties interests, especially foreign investors in making investment in Indonesia. The joint venture company was established in the form of Limited Liability Company, which is subject to Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company.
Before establishing joint venture company, all parties make a joint venture agreement that will be the groundwork of establishing that company. To formulate the joint venture agreement, the all parties was bound by norms contained in law of contract both nationally and internationally, such as pacta sunt servanda, consensus, and freedom of contract, because they come from different nations. The policy and purpose of joint venture company was stipulated by Joint venture agreement that can be used as a tool or guidance of contracts interpretation made by company with partners.
Because of that, it is necessary to coordinate joint venture agreement with article of association of joint venture company pursuant to law number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. The structure of the joint venture agreement itself include at least : the object of joint venture, initial capital and capital contribution, equity ownership and and the possibility of transfer of shares on the other party, capital increase and issuance of new shares, the management of company, control of the company, transfer of technology and know-how, patent and trademark licenses, profit sharing, breach of contract clause, force majeur clause, choice of law clause, and dispute settlement clause, termination of contract, and rules concerning the amendment of contract.
In the event any dispute arises in connection with joint venture company, if the dispute arises between shareholders of the company, the settlement may be carried out through arbitration or through the Court depending on choice of jurisdiction agreed by the parties. If the dispute arises between directors of the company, or between shareholder and directors of the company (derivative suit case), the settlement must be carried out through the Court, pursuant to law number 40 of 2007. If the dispute arises between foreign investor and Government, the settlement may be carried out through the international arbitration, such as ICSID, or other dispute settlement body agreed by the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia
"Dalam rangka memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia, kita masih menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu usaha mengatasinya adalah dengan penanaman modal asing yang pada dasarnya harus berbentuk joint venture. Untuk mendirikan PT joint venture, para pihak terlebih dahulu mengadakan perjanjian joint venture. Perjanjian ini lahir dari adanya sistem terbuka serta asas kebebasan berkontrak dan berdasarkan pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian joint venture mengikat sebagai undang-undang bagi kedua pihak. Perjanjian ini menentukan hak dan kewajiban antara para pihak, yaitu pemilik modal asing dan pemilik modal nasional. Asas kebebasan berkontrak yang berpangkal tolak pada kedudukan kedua pihak yang sama kuat, pada kenyataannya sulit dilaksanakan karena ada pihak yang lebih kuat, yaitu pemilik modal asing. Permasalahan ini menjadi sumber lahirnya berbagai persoalan. Perjanjian joint venture masuk dalam ruang lingkup Hukum Perdata Internasional. Adanya persoalan yang muncul sehubungan dengan sifat internasional perjanjian ini pun lahir dari adanya sistem terbuka dan kebebasan berkontrak yang dianut hukum perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>