Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87079 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1990
351.077 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes , 1990
540 POL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes, 1990
362.1 IND po (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depkes. RI, 1992
362.11 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novrita Indra Tiara Kusuma
"Pelatihan dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu tenaga kesehatan. Pelatihan pada dasarnya merupakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja, profesionalisme, dan/atau menunjang pengembangan karir. Pelatihan bagi tenaga kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dengan syarat pelatihan harus terakreditasi dan diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi pemerintah pusat. Ketersediaan institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan terakreditasi pemerintah pusat di Indonesia masih terbatas apabila dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan yang berhak memperoleh pelatihan berkualitas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan akreditasi institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan dengan mengamati faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi sebuah kebijakan antara lain faktor ukuran dan tujuan kebijakan, komunikasi, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, lingkungan, disposisi pelaksana, serta kinerja kebijakan implementasi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan telaah dokumen di Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan dan institusi-institusi penyelenggara pelatihan bidang kesehatan yang telah terakreditasi. Hasil penelitian menunjukkan secara umum pencapaian indikator yang menjadi target kinerja kebijakan akreditasi institusi telah tercapai walaupun belum terlihat pemerataannya di seluruh provinsi di Indonesia. Pada beberapa faktor, seperti kejelasan dan pola penyampaian informasi masih perlu dikembangkan upaya lainnya agar informasi dapat jelas dipahami semua pelaksana dengan cara yang efektif dan efisien, khususnya bagi Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan. Kemudian pada faktor lingkungan, perlu upaya pendekatan dan koordinasi yang mendalam dan meluas agar kesempatan tenaga kesehatan mengikuti pelatihan terakreditasi yang diselenggarakan institusi penyelenggara pelatihan terakreditasi semakin banyak.

Training is carried out in an effort to improve the quality of health workers. Training is basically a learning process that aims to improve performance, professionalism, and/or support career development. Training for health workers can be organized by government, regional department, or community with the condition that the training must be accredited and held by an accredited health training provider institution. The availability of institutions providing training in the health sector accredited by the central government in Indonesia is still limited when compared to the number of health workers who are entitled to receive quality training. Therefore this study was conducted to analyze the implementation of the accreditation policy for institutions providing training in the health sector by observing factors that contribute to the implementation of a policy include the size and objectives of the policy, communication, resources, characteristics of the implementing agency, environment, disposition of the implementer, as well as the performance of the implementation policy. This research is a qualitative research using two methods of data collection, in-depth interviews and document review at Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan and accredited training institutions in the health sector. The results of the study show that in general the achievement of the indicators that are the performance targets for institutional accreditation policies has been achieved, although the distribution has not yet been seen in all provinces in Indonesia. On several factors, such as clarity and patterns of information delivery, other efforts need to be developed so that information can be clearly understood by all implementers in an effective and efficient manner, especially for Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan. Then on environmental factors, an in-depth and widespread approach and coordination is needed so that there are more and more opportunities for health workers to take part in accredited training organized by accredited training institutions."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasugian, Armedy Ronny
"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan produktivitas PNS tenaga kesehatan dengan faktor-faktor yang berhubungan berdasarkan Riset ketenagaan di bidang kesehatan 2017 (Risnakes) secara multilevel. Selain itu dinilai juga hubungan produktivitas PNS tenaga kesehatan dengan ketanggapan dan kepuasan pasien, serta dengan efisiensi tenaga kesehatan. Penelitian ini adalah analisis lanjut menggunakan data time study Risnakes 2017, untuk menilai produktivitas waktu produktif per waktu tersedia (waktu produktif) dan produktivitas waktu pelayanan per satu pasien (waktu pelayanan per pasien). Waktu produktif diambil dari aktifitas UKM, UKP, produktif lainnya dan non produktif. Rerata produktivitas waktu produktif adalah 83,4%, dan variasinya ditentukan oleh beda antar Puskesmas dan beda antar dinas kesehatan kabupaten/kota. Hasil mendapatkan aktivitas UKM paling rendah di Puskesmas. Sementara produktivitas waktu perlayanan per pasien adalah 9,84 menit per pasien dan variasinya ditentukan oleh beda antar Puskesmas. Beberapa variabel dan komposit dari ketanggapan dan kepuasan pasien rawat jalan berhubungan dengan produktivitas waktu produktif. Efisiensi eknis PNS tenaga kesehatan waktu produktif hanya sebesar 68% akibat adanya inefisiensi teknis. Sementara efisiensi PNS waktu pelayanan per pasien mencapai 98% dimana random error lebih dominan. Kesimpulan didapatkan bahwa Puskesmas dan dinas kesehatan berperan menentukan variasi produktivitas PNS tenaga kesehatan, dimana produktivitas UKM adalah yang terendah. Inefisiesi teknis ditemukan pada produktivitas PNS tenaga kesehatan waktu produktif namun random error berperan pada produktivitas waktu pelayanan per pasien.

This study aims to determine the productivity of employees government (PNS) health workers with related factors based Labour Research in health sector (Risnakes) 2017 with multilevel analysis. Besides that, it was assessed too the relationship between the productivity with the responsiveness and satisfaction of patients, and with the efficiency of health workers. This study was an advance analysis based on time study data of Risnakes 2017, to assess the productivity of productive time per available time (productive time) and service time productivity per patient (service time per patient). Productive time was identified from activities of UKM, UKP, other productive and non-productive activities. The average productivity of productive time" was 83.4%, and the variation was determined by the difference between Puskesmas and difference between district / city health offices. The results got the lowest UKM activity in the health center. While the productivity of service time per patient was 9.84 minutes per patient and the variation was determined by the difference between Puskesmas. Several variables and composites of outpatient responsiveness and satisfaction are associated with productive time productivity. The technical efficiency of PNS health worker "productive time" is only 68% due to technical inefficiencies. While the efficiency of civil servants service time per patient reaches 98% where random error was more dominant. The conclusion was that the Puskesmas and health offices played a role in determining the variation in the productivity of PNS health workers, where the productivity of UKM was the lowest. Technical definitions were found in the productivity of health service civil servants in productive time but random error plays a role in productivity service time per patient.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
D2730
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktari Raqil Saputri
"Literasi kesehatan merupakan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami, menilai dan menerapkan informasi kesehatan untuk membuat keputusan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi kesehatan memiliki hubungan terhadap status kesehatan seseorang, termasuk kesehatan reproduksi, namun belum banyak penelitian yang mengeksplorasi bagaimana literasi kesehatan reproduksi dari wanita pekerja seks (WPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran literasi kesehatan reproduksi pada WPS di Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Penelitian kuantitatif dengan disain potong lintang (cross sectional) ini mengambil data pada bulan November sampai Desember 2019 dengan menggunakan kuesioner cetak yang dibagikan kepada 242 WPS. Kuesioner terdiri dari instrumen Sexually Transmitted Diseases Knowledge Questionnaire (STD-KQ) yang mengukur pengetahuan akan infeksi menular seksual (IMS), instrumen European Health Literacy Survey Questionnaire (HLS-EU-Q16) untuk mengukur literasi kesehatan, serta pertanyaan mengenai  persepsi risiko tertular IMS, praktik pencegahan IMS, dan karakteristik WPS (usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, lama bekerja sebagai WPS, pekerjaan selain WPS, dan penghasilan bulanan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan IMS adalah 9,92 (SD=1,89; dari skala 24) dan rata-rata skor literasi kesehatan adalah 2,28 (SD=0,26; dari skala 4). Lebih dari separuh responden merasa tidak tahu atau tidak memiliki risiko terkena IMS (52%), sementara sebagian besar responden merasa kesulitan meminta pelanggan memakai kondom (59%) dan menolak pelanggan yang tidak mau memakai kondom (63%). Diperlukan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan IMS, literasi kesehatan, dan efikasi WPS dalam mencegah penularan IMS.

Health literacy is a persons ability to access, understand, assess and apply health information to make health decisions in daily life. Health literacy is associated with reproductive health outcomes; however, research around the reproductive health literacy among female sex workers (FSW) is lacking. This research aimed to explore the reproductive health literacy among FSWs in the District of Cilincing, Jakarta. Data for this cross-sectional study were collected from 242 FSWs using paper-based questionnaire in November-December 2019. The questionnaire consisted of the 16-item European Health Literacy Survey Questionnaire (HLS-EU-Q16) to measure health literacy, Sexually Transmitted Diseases Knowledge Questionnaire (STD-KQ) to measure knowledge of STDs, as well as questions to measure perceived risks of STDs, perceived efficacy of condom use, and sociodemographic variables (age, marital status, educational level, work hour as FSW, other jobs, and monthly income). The results indicated a low level of both health literacy (M=2.28, SD=0.26; on a scale 4) and knowledge of STDs (M=9.92, SD=1.82; on a scale 24) among respondents. More than half of them perceived unknown or no risk of STD exposures (52%), had difficulties to ask clients to use condom (59%) or to refuse clients who did not want to use condom (63%). Intervention tailored to improve reproductive health literacy among FSWs is recommended.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Ardiarini
"Manajemen klaim memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu pada pembayaran atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan menggunakan asuransi (BPJS Kesehatan). Unit ini menentukan arus kas keuangan rumah sakit dan menentukan suatu klaim harus segera dibayar, ditunda maupun ditolak. Penelitian ini menggunakan metode literature review yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pending claim BPJS Kesehatan di rumah sakit. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya pending claim BPJS Kesehatan di rumah sakit serta upaya untuk menguranginya. Untuk memperoleh literatur yang layak uji, dilakukan tinjauan literatur menggunakan pedoman PRISMA. Kemudian didapatkan 15 penelitian yang layak uji. Hasil penelitian ini adalah 6 faktor yang mempengaruhi terjadinya pending claim BPJS Kesehatan di rumah sakit, yaitu faktor sumber daya manusia, kebijakan/SOP, sarana dan prasarana, administrasi klaim, faktor eksternal, dan evaluasi. Faktor administrasi klaim merupakan faktor terbanyak yang menyebabkan terjadinya pending claim di rumah sakit. Rumah sakit sudah melakukan upaya untuk mengurangi ternyadinya pending claim BPJS Kesehatan, tetapi masih banyak berkas klaim yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Untuk itu, rumah sakit juga perlu membuat strategi dan melaksanakan secara berkelanjutan untuk mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan.

Claim management has a very important function, including payment for health services that have been provided using insurance (BPJS of health). This unit determines the financial cash flow of the hospital and determines a claim must be paid immediately, postponed or rejected. This study use a literature review method that discuss factors related to pending claim BPJS at the hospital. The purpose of this study is to get an overview of the implementation and what factors are related to pending BPJS claim and efforts to reduce them. In order to acquire a proper literature test, a literature review was conducted using PRISMA guidelines. The search found 15 studies that eligible for the study.The 15 studies showed factors related to pending claim at hospital were human resource, policy, facilities and infrastructure, claim administration, external factor and evaluation. Claim administration factor more likely appeared as cause for pending BPJS claim. The hospitals have made efforts to reduce pending BPJS claim, but there are still many claim files returned by BPJS Health. For this reason, the hospitals also must create strategies and implement sustainably to overcome the impact caused by pending BPJS claim.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Ditri Bintari
"ABSTRAK
Penulisan ini menganalisis perbandingan pengaturan antara fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia dan di Inggris, perbandingan pengaturan mengenai rahasia kedokteran di Indonesia dan di Inggris, dan perbandingan tanggung jawab hukum dokter dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan terkait rahasia kedokteran pelayanan kesehatan online di Indonesia dan di Inggris. Metode penelitian yang dilakukan berbentuk yuridis normatif, dan menggunakan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa di Indonesia belum terdapat pengaturan hukum mengenai penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan online, berbeda dengan Inggris yang telah mengatur mengenai hal tersebut, selanjutnya di Indonesia, pengaturan mengenai rahasia kedokteran tidak dikaitkan pada pengaturan mengenai perlindungan data pribadi, sebagaimana dilakukan di Inggris. Kemudian, tergambarkan pula bahwa tanggung jawab hukum dokter dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan terkait rahasia kedokteran dalam proses tindakan medis di fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia terbagi atas 3 tiga aspek, yakni pidana, perdata, dan administratif. Seluruh aspek pertanggungjawaban hukum tersebut saat ini hanya diatur dalam sektor kesehatan, berbeda dengan di Inggris yang mana pengaturan mengenai hal tersebut justru diatur dan dirujuk pada peraturan mengenai perlindungan data pribadi. Berdasarkan pemaparan di atas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu melakukan perancangan regulasi dalam rangka memberi kepastian hukum perlindungan terkait rahasia kedokteran dalam proses tindakan medis di fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis analyzes the legal standing of an online health care facility in Indonesia and its comparison with England, the regulation concerning medical confidentiality in Indonesia and its comparison with England, and the legal liabilities of doctors and healthcare providers regarding the concept of medical confidentiality in online healthcare facilities in Indonesia, and its comparison with England. The method of research conducted is in the form of juridical normative, and using the descriptive type. The results of this writing illustrate that Indonesia has no legal statutory regarding specifically the provision of online healthcare facilities, unlike England that has regulated this matter. Secondly, in Indonesia, the regulation of medical secrets is not related to the arrangement of personal data protection, as conducted in England. Furthermore, it has also been illustrated that the legal liabilities of doctors and healthcare providers regarding the concept of medical confidentiality in medical treatments which are processed by online healthcare facilities in Indonesia are divided into 3 three aspects, namely criminal, civil and administrative. All aspects of legal liability are currently only regulated in the health sector, whereas in England, the regulation on such matters is specifically regulated and refereed to the rules on personal data protection. Based on the explanation written above, Indonesia rsquo s Ministry of Health needs to conduct regulatory drafting in order to provide certainty of medical confidentiality safeguard law in every medical treatment processed by online healthcare facility in Indonesia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidiya Muliawati
"Pelaksanaan SIK terintegrasi di Indonesia masih belum sepenuhnya terlaksana secara optimal karena masih adanya fragmentasi pelaporan data dari daerah menuju pusat. Skripsi ini membahas gambaran SIMPUS sebagai salah satu bentuk SIK terintegrasi untuk mendukung manajemen pelayanan kesehatan melalui studi kasus pelaksanaan di Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi desktriptif menggunakan pendekatan 7 komponen dari National e- Health Strategy Toolkit milik WHO serta proses dalam manajemen pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi untuk mendapatkan data primer, serta didukung oleh telaah dokumen untuk mendapatkan data sekunder. Informan dalam penelitian ini adalah 1 orang penanggung jawab pelaksanaan SIMPUS di Dinkes Kota Depok serta 11 orang penanggung jawab pelaksanaan SIMPUS di UPT Puskesmas Kota Depok yang didapatkan dari teknik purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa berdasarkan National e-Health Strategy Toolkit dari WHO, aplikasi SIMPUS belum cukup optimal dalam pelaksanaannya sebagai bentuk SIK Terintegrasi di Kota Depok. Hal tersebut dapat dilihat dari infrastruktur jaringan dan sistem yang masih sering eror, kompetensi tenaga kerja yang masih belum seragam dan sesuai, hingga belum adanya pemanfaatan data untuk pengambilan keputusan dan kebijakan. Selain itu, analisis dengan manajemen pelayanan kesehatan menunjukkan SIMPUS masih membutuhkan optimalisasi di setiap tahapan prosesnya, yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (implementasi), evaluation (evaluasi), dan controlling (pengawasan dan pengendalian).

The implementation of integrated health information system (SIK) has not been fully implemented optimally because there is still a data fragmentation of reporting from regions to the center. This paper discusses an overview of SIMPUS implementation as part of integrated health information system (SIK) to support health service management through case studies of the implementation in Depok City. This paper employs qualitative research in a descriptive study, using the 7 components of National e-Health Strategy Toolkit from WHO as an assessment and the process of health service management. This research using indepth interviews and observation methods to obtain primary data, and supported by document review to obtain secondary data. Informants in this research are the person in charge (PJ) of SIMPUS in Depok City Health Office (Dinkes Kota Depok) and Depok Health Center (Puskesmas) as obtained from purposive sampling techniques. The result shows that SIMPUS has not been implemented optimally as a part of integrated health information system (SIK) in Depok based on the National e-Health Strategy Toolkit from WHO. This can be seen from the lack of infrastructure that often getting error-either the networks or the system, competencies of human resources that still not equivalent, and the absence of data utilization for policy and decision making. Moreover, analysis with the management health service process still needs optimization at each stage- planning, organizing, actuating, evaluating, and controlling. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>