Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Angeline Kartika Sosrodjojo
"Universitas merupakan tempat untuk mendidik para pemimpin yang berprinsip, yaitu menjunjung tinggi integritas dan memiliki kompas moral yang kuar (intuisi untuk menilai apa yang benar dan salah) (Hendrick & Circle, 1980; Sims, 1993; dalam Anitsal, Anitsal, Elmore, 2009). Kenyataannya, banyak mahasiswa yang melakukan kecurangan saat ujian dan memaksa mahasiswa lain untuk ikut melakukannya. Jika pelanggaran ini dibiarkan terus, maka tidak ada lagi mahasiswa yang mau tidak curang saat ujian. Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada universitas, tapi juga banyak terjadi pada organisasi lainnya. Kelompok di dalam organisasi membuat norma yang bertentangan dengan regulasi organisasi dan memaksa anggota lain untuk ikut melakukan pelanggaran. Dalam penelitian ini, orang-orang yang tetap menunjukkan tingkah laku sesuai dengan regulasi organisasi di tengah kelompok yang melakukan pelanggaran disebut individu good deviant, dan tingkah lakunya disebut good deviance. Pada penelitian ini, sampel tingkah laku good deviance yang digunakan adalah tingkah laku intensional tidak melakukan kecurangan saat ujian di tengah teman-teman clique yang sering melakukan kecurangan saat ujian. Hasil dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkah laku good deviance dengan tiap-tiap personality traits, yaitu agreeableness, conscientiousness, extravresion, neuroticism, openness to experience. Hasil ini dipengaruhi oleh kondisi sampel yang kebanyakan jarang melakukan kecurangan saat ujian.

University is a place to educate leaders who has integrity, and strong moral which are able to distinguish right and proper (Hendrick & Circle, 1980; Sims, 1993; dalam Anitsal, Anitsal, Elmore, 2009). In fact, many students are cheating in the exam and force other students to do so. If a violation is allowed to continue, there will be no students are not cheating on exams. Cases like this do not just happen at the university, but also occurs in many other organizations. Groups within the organization making norm that opposing the regulation of organization and forcing other members to participate in violating organization?s regulation. In this study, people who continued to show the behavior in accordance with the regulations of the organization in a group of individuals who violate it called good deviant, and the behavior called good deviance. Sample of good deviance that use in this study is intentional no cheating behavior that occurs among clique that intentionaly cheating in written examination. The results of this study show that there is no significance corelation between good deviance behavior with each of personality traits, namely agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, and openness to experience. This results are influenced by the condition that the sample are rarely cheating during written examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Tuwaidan
"Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah memilih pasangan hidnp. Namun, perailihan pasangan hidup individu tidak sepenuhnya berada di tangan individu yang bersangkutan. Lingkungan sosial di luar individu juga ikut berperan. Keluarga dalam hal ini orangtua- merupakan faktor di luar individu yang paling berperan dalam pemilihan pasangan hidup. Saat ini, dalam pemilihan pasangan hidup orangtua cenderung tidak lagi menjodohkan individu dengan pasangan yang mereka anggap. Peran orangtua telah bergeser ke arah di mana individu memilih sendiri pasangannya namun perlu persetujuan orangtua.
Kecenderungan orangtua untuk melakukan evaluasi tentang pasangan yang dipilih individu berbeda antara pria dan wanita, di mana orangtua lebih cenderung untuk mengevaiuasi pasangan anak wanitanya. Mengingat hal itu, penelitian ditujukan pada wanita.
Dari pengalaman beberapa wanita tampak bahwa tampaknya ketidaksetujuan orangtua terhadap pasangan yang dipilih individu menimbulkan kebimbangan untuk melanjutkan hubungan ke pemikahan. Di satu sisi, ketidaksetujuan orangtua merupakan tekanan yang tidak dapat diabaikan begitu saja, sementara itu hubungan pacaran sendiri melibatkan banyak afek. Oleh karena itu dilakukan penelitian guna mendapatkan gambaran tentang seberapa besar kecenderungan wanita untuk menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua serta memahami faktor-faktor apa saja yang b^engaruh dalam pengambilan keputusan tersebut. Dengan kata lain, dilakukan penelitian tentang intensi menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua.
Dalam penelitian ini, pengkajian dilakukan dengan menggunakan kerangka teori Planned Behavior dari Ajzen (1988). Teori ini merupakan perluasan dari teori Reasoned Action, di mana teori Planned Behavior ini digunakan untuk tingkah laku yang tic^ sepenuhnya berada di bahwa kontrol kehendak individu. Menumt kerangka teori ini, intensi ditentukan oleh tiga determinan, yaitu: (1) sikap terhadap tingkah laku, (2) norma subyektif, dan (3) perceived behavior control. Ketiga determinan mtensi ini sendiri dibentuk oleh seperangkat belief yang menonjol, yang disebut salient belief. Teon ini juga membuka kemungkinan bagi masuknya variabel lain dalam meramalkan intensi pada situasi tertentu.Tingkah laku yang menjadi fokus penelitian im adaiah tingkah laku yang secara teoritis sesuai dengan keinginan individu namun berlawanan dengan harapan lingkungan sosial, yaitu tingkah laku menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua. Dalam menentukan pilihan salah satu faktor yang diduga ikut berperan adaiah penghayatan otonomi, yang mengacu pada pengertian sejauh mana individu mempersepsikan diri sebagai seseorang yang bebas bertmu sesuai dengan keinginan sendiri. Oleh karena itu, variabel penghayatan otonomi juga dijadikan determinan pembentuk intensi.
Subyek penelitian ini adaiah wanita dewasa muda yang bertahan untuk tetap berpacaran dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling insidental dan berhasil dilibatkan sebanyak 43 orang subyek. Alat pengumpulan data adaiah kuesioner yang terdiri dari skala-skala yang men^kur sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, perceived behavior control dan intensi berdasarkan format yang disarankan Ajzen (1980). AJat ukur penghayatan otonomi dibuat dengan mengacu pada alat ukur otonomi dari Ryff (1989) dan literatur tentMg otonomi lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisa deskriptif, mean, korelasi serta penghitungan korelasi berganda. Keseluruhan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows Release 6.
Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa skor intensi untuk menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua cenderung berada di tengah, atau dengan kata lam cenderung ra^. Sikap subyek terhadap tingkah laku menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua cenderung. Secara umum terlihat bahwa signidicant others bagi subyek cenderung mengharapkan subyek agar tidak menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangta. Subyek penelitian menganggap tingkah laku menikah dengan pasangan yang tidak disetujui orangtua sebagai tingkah laku yang sulit diwujudkan, meskipun subyek mempersepsikan diri sebagai individu yang bebas bertmdak sesuai dengan apa yang diinginkaimya.
Perhitungan korelasi menunjukkan bahwa keempat determinan intensi tersebut berkorelasi positif dan signifikan dengan intensi. Lewat analisis regresi berganda didapatkan mlai korelasi berganda yang signifikan. Dengan kata lain, keempat variabel tersebut secara bersama-sama raemberikan peramalan yang signifikan terhadap intensi. Namun, bila dilihat sumbangan unik masing-masing variabel, hanya variabel perceived ehavior control saja yang memberikan sumbangan unik yang signifikan dalam meramalkan intensi.
Variabel sikap, norma subyektif, otonomi, dan perceived behavior control mengukur common factors yang tercakup pada perceived behavior control. Hal ini juga ditunjang oleh adanya korelasi yang signifikan antar prediktor. Sebagaimana telah luraikan di atas, penghayatan otonomi diduga ikut meramalkan intensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tampaknya penghayatan otonomi sudah direfleksikan di dalain sikap dan norma subyektif sehingga masuknya variabel otonomi tidak membenkan tambahan peramalan yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mellia Christia
"Masa remaja dapat dikarakteristikkan sebagai masa timbulnya tingkah laku beresiko, yaitu tingkah laku yang berpotensi untuk menimbulkan bahaya atau akibat yang fatal (Gullone et al, 2000). Resiko yang ditimbulkan oleh tingkah laku tersebut dapat bennacam-macam, misalnya gangguan keseliatan, fisik maupun psikologis, menurunnya nilai-nilai pelajaran di sekolah, dijauhi teman-teman, sampai yang paling parah adalah kematian. Berbagai resiko yang mengikuti suatu tingkah laku tersebut, tampaknya tidak mempengaruhi keterlibatan remaja dalam tingkah beresiko. Karena selain dari resiko negatif yang ada, hadir pula resiko positif yang seakan-akan menutupi resiko negatifnya, misalnya dapat diterima oleh kelompok, meningkatkan rasa percaya diri dan keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu. Oleh karena itulah dalam penelitian ini akan diteliti tentang hubungan antara persepsi terhadap resiko tingkah laku dengan keterlibatan remaja dalam tingkah laku beresiko. Selain itu akan diteliti pula perbedaan antara remaja putri dan putra dalam mempersepsikan resiko tingkah laku dan keterlibatan mereka dalam tingkah laku beresiko. Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan 2 kuesioner yang mengukur persepsi terhadap resiko tingkah laku dan keterlibatan dalam tingkah laku beresiko. Teknik pengambilan sampel adalah purposeful sampling. Jumlah subyek 75 orang dengan rentang usia 16-18 tahun yang semuanya berasal dari bimbingan belajar BTA SMU 8 Jakarta. Setelah semua data didapat dilakukan uji homogenitas item dan dilanjutkan dengan uji hipotesa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap resiko tingkah laku dengan keterlibatan dalam tingkah laku beresiko secara umum dan pada remaja putri. Sedangkan pada remaja putra tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap resiko tingkah laku dengan keterlibatan dalam tingkah laku beresiko. Kemudian ada perbedaan yang signifikan antara remaja putra dan putri dalam keterlibatan pada tingkah laku beresiko dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara remaja putra dan putri dalam hal persepsi terhadap resiko tingkah laku. Selain itu, secara umum terdapat hubungan antara persepsi terhadap resiko tingkah laku dengan keterlibatan remaja dalam tingkah laku beresiko.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap resiko dapat berhubungan dengan keterlibatan dalam tingkah laku beresiko pada remaja secara umum. Selain itu ada perbedaan antara remaja putra dan putri dalam hal keterlibatan pada tingkah laku beresiko. Disarankan pada orangtua untuk lebih memberikan informasi yang tepat tentang suatu tingkah laku, selain lebih banyak diberikan perhatian dan kasih sayang. Karena remaja yang dekat dengan keluarga, biasanya tidak memiliki keinginan yang besar untuk melakukan tingkah laku beresiko. Di samping itu lingkungan sekolah juga diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat kepada para remaja dalam bentuk penyuluhan maupun secara ilmiah dalam kegiatan belajar di kelas. Sedangkan bagi para remaja sendiri, agar keinginan untuk mencoba hal-hal baru dapat tersalurkan, maka mengikuti kegiatan yang positif, misalnya kegiatan ekstra kurikuler , olahraga atau organisasi remaja, merupakan salah satu cara penyalurannya. Akan tetapi hasil ini hanya spesifik pada sampel penelitian ini saja dan untuk dapat memberi gambaran tentang tingkah laku beresiko pada remaja di Indonesia dibutuhkan sampel yang le'oih besar dan berasal dari daerah di luar Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sri Poerbasari
"Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara keterlibatan pemerintah federal Amerika dalam sistem hubungan industrial yang terwujud dalam The Sherman Anti Trust Act dengan tingkah laku politik AFL untuk melakukan amandemen terhadapnya.
Pentingnya penelitian ini menyangkut konsep pembatasan kekuasaan negara dalam sistem hubungan industrial yang bercorak liberal-voluntaris. Sistem kekuasan politik menurut model ini ditempatkan di luar sistem hubungan industrial, sehingga sangat menarik untuk mengkaji tingkah laku politik AFL ketika menghadapi kekuasan pemerintah federal yang berada dalam sistem hubungan industrial melalui undang-undang yang digunakan untuk mengatur pemogokan tersebut.
Craig (dalam Poole, 1981:31) yang menggunakan pendekatan sistem dalam membahas proses-proses dalam hubungan industrial menyebutkan bahwa faktor-faktor dalam sistem politik yang berpengaruh adalah:
- Tindakan legislatif
- Tindakan eksekutif
Sedang dari sistem hukum adalah:
- Statutory law (dibuat oleh lembaga legislatif) ?
- Common law (dibuat oleh lembag penngadilan)
- Administrative law.
Selanjutnya dimensi tingkah laku politik serikat pekerja difokuskan pada bentuk hubungan serikat pekerja dan partai yang dapat berupa:
- Serikat pekerja sebagai sekutu partai politik.
- Serikat pekerja sebgai partner partai politik.
- Serikat pekerja sebagai pengikut partai politik.
- Serikat pekerja sebagai pimpinan partai.
Pilihan terhadap salah satu bentuk hubungan tersebut merupakan cerminan dari fungsi, struktur, tindakan dan ideologi yang dimiliki oleh serikat pekerja.
Dari kedua pendekatan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan: "Seberapa jauh pengaruh sikap Kongres, Presiden dan Mahkamah Agung dalam masalah penerapan The Sherman Anti Trust Act terhadap intensitas hubungan AFL dan partai politik 1900-1920"
Pembahasan masalah tersebut dilakukan dengan meneliti sikap 3 lembaga pemerintah federal yaitu Kongres, Mahkamah Agung dan Kepresidenan selama tahun 1900-1920, yang dibagi menjadi 3 periode: 1. periode kepemimpinan Theodore Roosevelt {1990-1909); 2. periode kepemimpinan Howard Taft (1909-1913) dan 3. periode kepemimpinan Woodrow Wilson (1913-1920). Bentuk-bentuk sikap dan kebijaksanaan ketiga lembaga ini dalam hubungan industrial, khususnya dalam masalah pemberlakuan The Sherman Anti Trust Act merupakan indikator yang digunakan untuk meneliti perubahan tingkah laku poltik AFL.
Dari hasil penelitian menunjukkan ketika ketiga lembaga federal itu berada dalam posisi mendukung pengusaha dengan menolak untuk mengamandemen The Sherman Anti Trust Act yang merugikan gerakan serikat pekerja itu, maka terjadilah pergeseran sikap politik AFL dari non partisan menuju partisan Partai Demokrat.
Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan negara yang muncul dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan fungsinya, sangat berpengaruh terhadap tingkah laku politik serikat pekerja dan disisi lain juga memperlihatkan bahwa partai politik merupakan saluran yang penting bagi serikat pekerja untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T5978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Edith
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zaenal Abidin
"Kajian tentang tingkah laku manusia dari dulu hingga sekarang bahkan mungkin di masa yang akan datang tetap menarik. Para ahli filsafat, psikologi dan ilmu-ilmu sosial
terus mendiskusikan apakah manusia pada dasarnya belsifat prososial atau anti sosial, lebih bersifat egoistik atau altruistik, serta cenderung ben-Tuhan (beragama) atau ateis.
Stereotipe masyarakat Indonesia adalah prososial, suka menolong, gemar bergotong royong, ramah dan agamis. Bangsa Indonesia meletakkan keTuhamm sebagai sila pertama pada dasar negara, tempat ibadah hampir di semua tempat telah dibangun pengajian keagamaan cukup marak tetapi bagaimana dengan kehidupan sosialnya ?
Akhi:-akhir ini di beberapa bagian masyarakat Indonesia tidak hanya menunjukkan tingkat kesetiakawanan sosial yang menurun, tetapi sesama anggota masyarakat saling
menyakiti bahkan saling membunuh. Apakah ini dikarenakan religiusitas atau keberagamaan masyarakat Indonesia telah menurun ? Make yang menjadi permasalahan utama penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang positif antara religiusitas dengan tingkahlaku prososial ?
Tingkah laku prososial sebagai tingkah laku yang menguntungkan atau
mensejahterakan orang/pihak lain diduga dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen Salah satu faktor endogen atau yang ada dalam manusia adalah religiusitas.
Religiusitas terdiri dari lima dimensi, yakni; dimensi ideologi, num, ekspenensin,konsekuensial dan intelektual. Adapun yang termasuk faktor eksogen adalah keluarga,sekolah dan masyrakat sekitar atau daerah dimana bertempat tinggal. Hipotesis
mayor penelitian ini adalah ada hubugan yang positif dan bermakna antara religiusitas dengan tingkah laku prososial pada mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang.
Vadabel prediktor penelitian ini adalah religiusitas dengan 5 dimensinya, adapun variabel kriteriumnya adalah tingkah laku prososial, serta yariabel moderatornya adalah
religiusitas keluarga, inteusitas pendidikan agama asal sekolah (SMU), asal daerah dan jenis kelamin. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang
yang bemsia 18-21 tahun dan beragama Islam, dengan teknik pencuplikan: stratified
random sampling. Enstrumcn yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala religimsitas dan skala tingkah laku prososial yang disusun oleh peneliti. Adapun teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis regresi multivariat.
Prosedur pengumpulan data penelitian ini dimulai dengan mencntumkan subjek penelitian dengan cara undian bertingkat. Bertingkat dan undian fakultas, undian jurusan, dan undian untuk mata kuliah yang diikuti mahasiswa. Dari undian dihasilkan total
subjek 99 orang dan setelah diseleksi ternyata hanya 88 orang yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian ini. Setelah subjek mengisi sejumlahh aitem skala, diberi skor,
ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 7.5. Hasilnya ternyata hanya variabel religiusitas (total), dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial yang
berkorelasi posilif socara signifikan dengan tingkah laku prosossial, sedangkan variabel dimensi ideologi, ritual dan intelektual serta keluarga, asal sekolah, asal daerah dan jenis
kelamin koreasinya tidak signifikan.
Kesimpulan penelitian ini adalah: ada korelasi yang positif dan signifikan antara re1igiusi!as(total), dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial dengan tingkah laku
prososiai pada mahasiswa Univeritas Diponegoro Semarang Sedangkau untuk dimensi ideologi, ritual dau intelektual serta religiusitas keluarga, asal sekolah, asal daerah dan
jenis ke1amin` tidak signifikan korelasinya Terbuktinya hipotesis utama penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Turmudhi (1991) dan Suhartanto (1994). Saran untuk berbagai pihak yang terkait dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan agama,
kiranya perlu meninjau kembali mated dan metode khususnya yang berkaitan dengan keimanan, ibadah ritual dan pengetahuan agama. Untuk para peneliti lanjutan, instrumen
penelitian ini masih perlu disempurnakan dan jika ingin lebih komprehensif, perlu dipertimbangkan jika pendekatan penelitiannya digabungkan dengan pendekatan kualitatif
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T38141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tamar
"ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari adanya asumsi bahwa KUD tidak bisa maju, karena pengelolanya tidak memiliki tingkah laku entrepreneur (jiwa kewiraswastaan), serta banyaknya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan KUD. Sementara tuntutan untuk mengembangkan KUD pada khususnya dan koperasi pada umumnya semakin dirasakan perlunya baik ditinjau dari segi yuridis yaitu amanat UUD 1945 dan GBHN, maupun dari segi manfaatnya pada masyarakat. Sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional di antara BUMN dan swasta, koperasi nampaknya belum memberikan konstribusi secara berarti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga diperlukan upaya strategis untuk memacu gerak koperasi sehingga mampu berkembang dan bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya.
Manajer KUD sebagai pengelola usaha merupakan tulang punggung dalam usaha untuk memajukan KUD. Untuk itu sebagai langkah awal dalam membenahi manajemen KUD adalah dengan melibat potensi sumber daya manusia yang merupakan kunci utama keberhasilan suatu usaha, dalam hal ini manajer KUD dituntut pada dirinya kemampuan-kemampuan dalam pengelolaan usaha KUD. Kemampuan utama dalam pengelolaan usaha adalah tingkah laku antreprenur.
Untuk itu penelitian ini berusaha mengungkapkan bagaimana persepsi terhadap lingkungan tugas dan tingkah laku antreprenur manajer KUD yang dihubungkan dengan keberhasilan manajer yang dilihat dari kemandirian KUD yang dikelolanya. Persepsi terhadap lingkungan tugas meliputi empat jenis yang merupkan obyek persepsi yaitu kebijaksanaan pemerintah/aparaturnya, anggota KUD/pelanggan, penyalur dan pesaing. Tingkah laku antreprenur meliputi sembilan aspek tingkah laku yaitu : tingkah laku instrumental, tingkah laku prestatif, tingkah laku keluwesan bergaul, tingkah laku kerja keras, tingkah laku keyakinan diri, tingkah laku pengambilan risiko, tingkah laku swakendali, tingkah laku inovatif, dan tingkah laku kemandirian. Disertai beberapa variabel lain yaitu : tingkat pendidikan, lama kerja, umur, dan pelatihan.
Penelitian ini bersifat ex post facto; subyek penelitian adalah manajer KUD di Sulawesi Selatan sebanyak 151 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disusun dengan menggunakan skala pengukuran model Likert skala 1 sampai 6. Teknik analisis yang dipergunalcan adalah Regresi Berganda (Multiple Regression) dengan taraf signifikansi 0,05.
Dari hasil analisis regresi berganda ditemukan beberapa hal yaitu :
a. Persepsi terhadap lingkungan tugas dan tingkah laku antreprenur beserta variabel-variabel bebas lainnya secara bersama-sama ternyata mempunyai sumbangan yang bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Diantara variabel-variabel itu ternyata yang memberikan sumbangan unik secara bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD adalah tingkah laku antreprenur dan lama kerja.
b. Masing-masing jenis persepsi terhadap lingkungan secara bersama-sama memberikan sumbangan secara bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Jenis persepsi yang paling menonjol sumbangannya adalah persepsi terhadap pesaing.
Masing-masing aspek tingkah laku antreprenur secara bersama-sama memberikan sumbangan yang bermakna terhadap unjuk kerja manajer KUD. Aspek tingkah laku antreprenur yang menonjol sumbangannya terhadap unjuk kerja manajer KUD adalah tingkah laku prestatif dan pengambilan risiko."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hicks, Herbert G.
Jakarta: Bina Aksara, 1987
658.402 HIC o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>