Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
London: International Institute for Environment and Development, 2000
352.63 TRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Ksatrio Utomo
"The use of technology in reforming the government bureaucracy, namely e-Bureaucracy in the regency of Jembrana raises the assumption that the modernization of the bureaucracy can be supported by the social system based on cultural values. It is assumed that the implementation of e-Bureaucracy since the leadership of Regent I Gede Winesa was able to reform the bureaucracy in Jembrana. However, the latest research of his successor?s leadership suggests that there is the potential for failure of e-Bureaucracy, ranging from a decrease in function of the J-Net tower, the non-functioning of the rural internet office, and the return to manual service.
The results showed that there are two basic problems in the implementation of e-Bureaucracy. First, the lack of sustained internal reform in Jembrana. This condition is caused by the euphoria with the past government and by the lack of innovation by the Jembrana bureaucratic apparatus. This situation is caused by the limited delegation of power in the bureaucratic structure in Jembrana. Secondly, community participation is not really being optimized as the basis of external reform. The lack of community participation is caused by the strong top-down approach from government and the lack of empowerment building by local NGO. The study uses a qualitative approach supplemented with literature study, in-depth interviews, and focus group discussions (FGD).

Proses reformasi birokrasi dengan metode e-Bureaucracy di Kabupaten Jembrana memunculkan satu asumsi bahwa modernisasi birokrasi dapat tertunjang oleh sistem kemasyarakatan berbasis pada nilai budaya. Secara normatif, ada asumsi bahwa penerapan e-Bureaucracy sejak masa Bupati I Gede Winesa mampu mereformasi birokrasi Kabupaten Jembrana. Namun, hasil penelitian terbaru pada masa Bupati Putu Artha menunjukkan bahwa ada anomali potensi kegagalan e-Bureaucracy, mulai dari penurunan fungsi menara J-Net, tidak berfungsinya Kantor Internet Desa, hingga pelayanan birokrasi secara manual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua masalah dasar dalam implementasi e-Bureaucracy. Pertama, lemahnya reformasi internal birokrasi Kabupaten Jembrana. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh euforia masa lalu dan lemahnya daya inovasi aparat birokrasi Jembrana. Lemahnya inovasi disebabkan oleh belum optimalnya prinsip pendelegasian dalam struktur birokrasi di Jembrana. Kedua, belum optimalnya partisipasi masyarakat sebagai basis reformasi eksternal. Penyebabnya adalah kuatnya pendekatan top-down pemerintah kabupaten kepada sistem kemasyarakatan yang ada dan masih belum optimalnya prinsip pemberdayaan masyarakat oleh LSM lokal. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan studi literatur, wawancara mendalam, dan focus group discussions (FGD)."
Depok: UI Center for Study of Governance Universitas Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Risdi Martono
"Penataan kelembagaan Lembaga Non Struktural (LNS) merupakan salah satu program dalam Reformasi Birokrasi, yang dilakukan dengan mengambil langkah melakukan evaluasi kelembagaan LNS dengan hasil akhir rekomendasi penggabungan, penghapusan dan konsolidasi kelembagaan demi mewujudkan LNS yang right sizing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan status Depanri sebagai LNS dalam sistem ketatanegaraan RI dan menjelaskan proses penataan kelembagaan yang dilakukan pemerintah serta implikasi penggabungan Depanri kedalam Instansi serumpun. Penelitian dilakukan dengan menganalisa karakteristik Depanri dengan menggunakan teori pemisahan kekuasaan dan lembaga/organ negara serta mengkaji implikasi penggabungan Depanri ke Lapan dan Kemenristek menggunakan ketentuan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi masing-masing Instansi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa proses dan tahapan penataan kelembagaan LNS belum didasarkan pada grand design penataan kelembagaan-reformasi birokras. Selain itu rekomendasi penggabungan Depanri ke Instansi serumpun belum dilakukan pengkajian secara mendalam terkait potensi untuk mengoptimalkan peran Depanri, dengan terlebih dahulu meneliti faktor apa saja yang menyebabkan Depanri tidak optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini menyebabkan in-efisiensi dan in-efektifitas dalam pelaksanaan integrasi kelembagaan. Agar kebijakan penataan kelembagaan LNS khususnya Depanri dapat mewujudkan efisiensi dan efektifitas kelembagaan, maka perlu adanya kajian yang mendalam sebelum rekomendasi penggabungan dikeluarkan dan alternatif pembentukan Tim Ad Hoc yang menjalankan tugas dan fungsi Depanri menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan guna mewujudkan kelembagaan negara yang right sizing.

The management of Non Structural Institutions (LNS) is one of some programs in Birocracy Reform that be done by taking a step in doing evalution of LNS institutioalship by the end result : the recommedation of combination, abolition and consolidation of institution for realizing LNS which right sizing. The purpose of this research is in order to describe status of Depanri as LNS in system of management of the country of RI and to describe the procesas of management of instritutions that be done by government and also the implicatio of combination of Depanri in to the same institution The researh be done by analyzing the characteristic of Depanri by usin theory of authority separation and institution/organ of country and also to learn the implication of combination of Depanri into Lapan and Kemenristek use the rule of regulation that related to the task and function of each institution
Base on the result of research can be said whereas the process and the step of management of LNS institution do not based to grand design of management of institution - Birocracy Reform. Beside that the recomendation of combination of Depanri into the same institution do not be done yet about the learning in depth related to the potency for optimalize the role of Depanri, by observing first the factor of the cause of Depanri which is not optimal in operating its task and finctions. This matter make in-effciency and in-efectifity in implementing the intefration of institution. In order that the policy og management of LNS institution specially for Depanri can realize \efficiency and effektifity of institution, so that it is important about the existence of in depth learning before the recommendation of combination be released and alternative of the establishing Ad Hoc Team that operate the task and function of Depanri become the alternative that important to be considered on order to realize the country institution which right sizing."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Mutialim
"Tesis ini menganalisis komunikasi internal di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam konteks manajemen perubahan berdasarkan teori Strategic Communication Model dari Roger D?Aprix. Penelitian dilatarbelakangi fakta bahwa komunikasi internal belum menjadi perhatian serius di banyak kementerian/lembaga pemerintah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dan berbasis studi kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi internal di Kemendag belum berperan secara ideal dalam mendukung pelaksanaan manajemen perubahan karena belum direncanakan secara strategis dengan pendekatan yang komprehensif.
Salah satu saran yang dikemukakan peneliti adalah pentingnya kajian-kajian akademis yang dapat membantu kementerian/lembaga melaksanakan komunikasi internal, bukan hanya terbatas pada sosialisasi program, tetapi terkait pengembangan ilmu kehumasan pemerintahan untuk memfasilitasi dan/atau mengelola perubahan, pemanfaatan IMC (integrated marketing communication) di K/L atau social marketing untuk mendapatkan dukungan staf dalam mencapai tujuan organisasi.

This thesis analyzes internal communication practices in managing change based on the theory of Strategi Communication Model from Roger D?Aprix. The study is based on the fact that many ministries/government organizations have not yet put serious attention to internal communication. This is a descriptive qualitative research based on a case study.
The research results show that ?internal communication has not provided ideal support to change management in the Ministry, as it is not planned strategically using a comprehensive approach.
One of recommendations provided by the researcher is the importance of having academic studies to help government bodies to implement better internal communication which is not limited only to socialization, but to improve public relations skills for facilitating and/or managing changes in the organization, the use of IMC (integrated marketing communication) approach or social marketing to get staff support in achieving organization?s objectives.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafuan Rozi Soebhan
"Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami keadaan bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi birokrasi. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai lapis tengah dan aktor public services yang netral dan adil, kenyataannya dalam beberapa kasus birokrasi malah menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi. Bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik dan melakukan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara untuk kepentingan "partai tertentu".
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa, bagaimana dan mengapa muncul gerakan yang menginginkan birokrasi di Indonesia menuju birokrasi yang netral dari afiliasi politik. Untuk itu data dikumpulkan lewat analisis dokumen berbagai media yang sudah beredar di masyarakat yang merekam aktivitas dan pendapat pelaku-pelaku gerakan tersebut. Kemudian dilakukan langkah deduksi yaitu menarik penalaran tema permasalahan dari umum ke khusus, berupa analisa terhadap perubahan paradigma dan reposisi birokrasi, serta memikirkan beberapa indikator yang bisa dipergunakan dalam membangun kondisi netralitas politik birokrasi.
Kerangka pemikiran yang melandasi tesis ini antara lain dari pemikiran legal rasional Max Weber, bureaumania Baron de Grimm, bureaucratic polity Karl D. Jackson, kepolitikan birokrasi Harold Crouch, korporatisme negara Dwight Y. King dan Manuel Kaiseipo, mobilisasi birokrasi William D. Lidlle, krisis partisipasi politik Myron Weiner, ketidakpuasan birokrasi akibat berpolitik dari Hans Antlov dan Cederroth, serta reinventing Government dan David Osborn dan Ted Gaebler.
Ada beragam bentuk gerakan netralitas politik birokrasi antara tahun 1998-1999 yang menentang politisasi birokrasi. Ada yang moderat menyatakan unitnya keluar dan KORPRI, menyatakan unitnya tidak berafiliasi dengan Golkar, ada yang menginginkan perubahan posisi birokrasi di lingkungan eksekutif dan di legislatif, Ada pernyataan kritis dari tokoh oposisi yang ingin pembubaran organisasi birokrasi (KORPRI), ada pernyataan bersikap netral dan objektif dari lembaga ilmiah non departemen. Solusi dari gerakan ini adalah pentingnya untuk membuat kebijakan dan sanksi yang mengharuskan PNS bertindak netral, disebabkan Partai Golkar dan partai yang lain akan terus berupaya untuk menggunakan jalur birokrasi untuk kemenangannya dalam pemilihan umum.
Temuan tesis ini antara lain kasus-kasus keterlibatan birokrasi di sejumlah daerah dalam pemilihan umum 1999 menunjukkan gerakan netralitas birokrasi belum mampu meminimalkan tingkat keikutsertean birokrasi dalam aktifitas mendukung partai politik tertentu. Dari 27 daerah pemilihan, hanya ada 2 daerah pemilihan yang birokrasi bertindak relatif netral. Hal ini menjadi semacam indikasi bahwa masih berlangsungnya secara terus-menerus keadaan politisasi birokrasi di Indonesia, seperti yang diramalkan teori korporatisme negara. Birokrasi di awal era reformasi masih seperti yang dulu. Keadaan Cita-cita gerakan netralitas politik birokrasi belum menjadi kenyataan pada tahun pertama reformasi di Indonesia.
Agaknya berlaku seperti apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik birokrasi di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan pegawai negeri itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Fardiana Latief
"Penelitian ini menggambarkan bagaimana birokrasi arus utama menempatkan perempuan, lalu menjelaskan penyebab dan upaya untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan karier seluas-luasnya. Kerangka pikir menggunakan teori femininisme eksistensialis, birokrasi arus umum dan birokrasi berperspektif ferminis. Dengan pendekatan kualitatif; dan extended case method penelitian ini memperoleh data dari dua belas perempuan yang bekerja di instansi pemerintah di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi birokrasi arus utama adalah buta gender.
Dari perspektif perempuan terlihat dua ketimpangan representasi perempuan, pertama ketimpangan perempuan dalam struktur organisasi dan kedua ketimpangan representasi perempuan pada posisi yang marginal. Hal ini dilihat dari rendahnya jumlah perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri, dan ketika menjabat, masih pada posisi subordinat dengan jenis pekerjaan sebagai "pembantu" atau "pelengkap". Pengembangan karier lebih diutamakan pada laki-laki ketimbang perempuan. Upaya yang dilakukan perempuan adalah melakukan rencana kehidupannya untuk urusan karier atau keluarga secara bergantian. Oleh karena itu, perlu reformasi struktur birokrasi agar menjadi Iebih women friendly melalui kebijakan yang peka gender dan dispensasi pada perempuan dengan affirmative actions.
Women in Bureaucracy: A Study Case on Women's Carrier Development in Several Governmental InstitutionsThis study attempts to shed light on women's carrier development within mainstream bureaucracy, and seeks to identify causes and efforts to overcome obstacles women face in their carrier. Concepts of bureaucracy within mainstream paradigm as well as feminist, and feminist existentialism are employed as theoretical framework. Using qualitative approach and extended case method, data gathered from twelve subjects working in government institutions in the Province of DKI Jakarta.
Results lead to a conclusion that mainstream bureaucracy is gender blind. Tackling the results from feminist perspectives, it has been identified that women are underrepresented in organizational structure and managerial position. Carrier development path are mainly reserved for men. It is therefore recommended to start reforming the structure of bureaucracy to accommodate women's best interests by means of gender-sensitive policies as well as affirmative actions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Slamet Wibowo
"Tesis ini tentang Corak Birokrasi Dalam Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Industri dan Perdagangan Oleh Sat Indag Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya. Perhatian utama tesis ini adalah pada corak birokrasi yang terdapat dalam kegiatan penyidikan yang tergambar dalam hubungan antara penyidik dengan saksi, penyidik dengan tersangka, dan di antara penyidik itu sendiri. Fokus penelitian tentang corak birokrasi dalam Sat Indag Dit Reskrimsus sehubungan kegiatan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang industri dan perdagangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tehnik pengumpulan data melalui pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara berpedoman untuk mengungkapkan corak birokrasi yang terdapat di Sat Indag tersebut.
Tesis ini menunjukkan bahwa corak birokrasi yang terjadi di dalam kegiatan penyidikan oleh Sat Indag, terjadi sebagai suatu bentuk birokrasi dan patologi dalam birokrasi, dan dilakukan dengan cara berhubungan, berkomunikasi, dan dalam berinteraksi sosial antara saksi, tersangka, dan penyidik Sat Indag. Corak birokrasi ini terbentuk dalam hierarki otoritas, adanya spesialisasi dan sistem peraturan, serta impersonalitas. Implikasinya, corak birokrasi yang ada seperti, pertama, tugas-tugas dibagi ke dalam berbagai posisi sebagai tugas resmi. Kedua, petugas diorganisir secara hierarkis dengan rantai ketat perintah dari atas ke bawah. Ketiga, diciptakan pembagian kerja secara detail. Keempat, aturan mengatur semua perilaku dalam rangka pelaksanaan tugas. Kelima, personil dipilih atas dasar kompetensi. Dan keenam, jabatan kantor cenderung menjadi pekerja seumur hidup. Kejahatan yang dilakukan itu berkaitan dengan kemiskinan dan minimnya kesempatan kerja dalam kehidupan mereka. Birokrasi ini diperparah lagi dengan reward dan punishment yang belum dioperasionalkan dalam Sat Indag, sehingga jalinan emosional yang terbentuk sangat tinggi.

The thesis discusses bureaucratic patterns in investigating criminal act in industry and trade conducted by Sat Indag Dit Rekrim Sus (Industrial and Trade Section, Special Crime and Detective Directorate) Jakarta Metropolitan Regional Police. The main focus of the thesis is the bureaucratic patterns of investigation activities which drawn in the relationship between investigator and witness; investigator and suspect; and among investigators themselves. The writer employs ethnography method and collects data by conducting observation, involved-observation, and guided-interview in order to uncover the bureaucratic patterns in Sat Indag above.
The result of the thesis reveals that the bureaucratic patterns in investigation activities conducted by Sat Indag happen as a form of bureaucracy and pathology in bureaucracy. They are conducted by establishing relationship, communication and social interaction among witnesses, suspects and investigators of Sat Indag. The bureaucratic pattern is formed in the hierarchy of authority and there are specialization, system of rule and impersonality. There are some implications of such bureaucratic patterns. First, duties are divided into various positions as official duty. Second, personnel are hierarchically organized with a tight chain of command in a top-down way. Third, job distribution is created in a detail way. Fourth, regulations regulate all behavior in carrying out duties. Fifth, personnel are selected based upon their competence. And sixth, position in the office tends to be a position for life.
The bureaucracy is aggravated by the system of reward and punishment that has not been operationalized in Sat Indag Dit Reskrimsus resulting in higher emotional relationship among the personnel.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Jaipuri
"Tesis ini berusaha mungurai permasalahan di seputar budaya birokrasi IAIN SU, khususnya masalah kebijakan. Di sini budaya dilihat sebagai sesuatu yang dibangun bersama, sehingga merupakan tatanan nilai dan norma yang dianut dalam komunitas lembaga tersebut.
IAIN SU sebagai bagaian dari birokrasi pemerintah berada di bawah kendali departemen Agama, Namun sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, kepadanya diberikan wewenang oleh pemerintah untuk menentukan sebagian kebijakan bagi operasional dan pengembangan diri. Namur meskipun ia memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan sendiri, masih terdapat fenomena kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa di antara kebijakan yang ditetapkan terdapat kebijakan yang tidak dapat berjalan efektif, kebijakan yang menyebabkan terjadinya involusi dalam perkembangan kelembagaan, serta kebijakan yang kurarig berkenan di hati sebagian pegawai dan dosen.
Berbagai kondisi yang merupakan bagian dari proses kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kreatifitas dan loyalitas kerja, serta mempengaruhi efektifitas dan efisiensi jalannya birokrasi pendidikan. Hal ini akan berujung pada lemahnya produktifitas berupa output mahasiswa.
Ada keinginan pimpinan untuk membangun birokrasi IAIN dengan manajemen organisasi yang korpopratif. Namun terjebak pada keterikatan yang kuat dengan birokrasi pemerintah menyebabkan lembaga ini justru berputar di dalam birokrasi itu sendiri antara birokrasi mesin dan professional. Di sisi lain, keinginan mengakomodasi kebutuhan mahasiswa untuk menjadi pegawai purna studi turut mendorong lahirnya kebijakan yang justru involutif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Ismanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi proses restrukturisasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam kaitannya dengan pengembangan Good Governance di tingkat lokal khususnya dilihat dari aspek kompetensi administrasi, transparansi dan efisiensi dari Birokrasi Pemerintah Daerah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
Disimpulkan bahwa restrukturisasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ternyata belum mengarah pada pengembangan good governance, karena hanya dalam proses restrukturisasi birokrasi dan aspek kompetensi lembaga saja yang sudah mengarah kepada Good Governance, untuk kompetensi personil, transparansi dan efisiensi ternyata belum terakomodasi.

The research aims to know and to evaluate the bureaucratic restructuring process carried out by the Government of Tangerang Regency in relation to the development of Good Governance in local level, particularly viewed from the aspects of administrative competence, transparency and efficiency of the Local Government Bureaucracy.
The method used in this study is a descriptive analysis, which collects information about the status of existing symptoms, the symptoms according to what the circumstances when the study was conducted.
It was concluded that the restructuring of the bureaucracy that implemented by the local government has yet to lead to the development of good governance, as it is only in the process of restructuring the bureaucracy and aspects of competence of the institutions are already leading to good governance, for personnel competence, transparency and efficiency had not yet accommodated."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Nurfitriana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap komitmen karyawan dalam menjalankan reformasi
birokrasi. Penelitian dilakukan di salah satu organisasi sektor publik di Jakarta
dengan jumlah sampel sebanyak 163 yang merupakan pegawai dari organisasi
tersebut. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kepemimpinan
transformasional adalah kuesioner Multifactor Leadership Questionnaires
(MLQ5X), dan kuesioner komitmen perubahan yang dikembangkan oleh
Herscovitch dan Meyer (2002) untuk mengukur komitmen karyawan terhadap
reformasi birokrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen karyawan
terhadap reformasi birokrasi dipengaruhi secara signifikan oleh kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional juga berpengaruh secara
signifikan terhadap komponen affective commitment to change dan normative
commitment to change, sedangkan kepemimpinan transformasional tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap continuance commitment to change. Hasil
penelitian ini menyarankan untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai
pengaruh gaya kepemimpinan yang lain yaitu, kepemimpinan transaksional,
laissez-faire, servant leadership, dan change leadership terhadap komitmen
karyawan dalam menjalankan reformasi birokrasi.

ABSTRACT
This research aims to analyze the influence of transformational leadership toward
commitment to bureaucracy reformation. The research was held in one of the public
sector organization in Jakarta with the 163 employees of the organization used for the
sample. The Multifactor Leadership Questionnaires (MLQ) was used to measure
transformational leadership and questionnaires developed by Herscovitch and Meyer
(2002) was used to measure commitment to bureaucracy reformation. The results showed
that commitment to bureucracy reformation was significantly influenced by
transformational leadership. The transformational leadership also has significant
influence on affective and normative commitment to change, whereas transformational
leadership has no significant influence on continuance commitment to change. The study
suggests conducting more analyses about the influence of other leadership style
(transactional, laissez-faire, servant leadership, and change leadership) toward
commitment to bureaucracy reformation."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T34772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>