Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Umar Muslim
"Tulisan ini menyoroti empat hal yang berkaitan dengan klausa bersubyek verba dalam bahasa Indonesia: jenis verba yang mempunyai kemungkinan menduduki fungsi subyek; jenis klausa yang bersubyek verba; perilaku struktural klausa bersubyek verba; dan analisis klausa bersubyek verba.
Data yang didapat dari beberapa surat kabar/majalah dan dari intuisi penulis setelah dianalisis rnenghasilkan beberapa kesimpulan: dengan memakai pembagian jenis verba dari Kridalaksana (1986) diketahui bahwa verba intransitif, transitif, aktif, pasif, antiaktif, antipasif, resiprokal, nonresiprokal, refleksif, nonrefleksif, dan ekuatif mempu_nyai kemungkinan menduduki fungsi subyek, hanya verba kopulatif yang tidak mempunyai kemungkinan tersebut; berdasarkan pembagian jenis klausa dari Kridalaksana dan Tim Peneliti Linguistik FSUI (1987) ternyata delapan jenis klausa verbal (yaitu klausa verbal intransitif, transitif, aktif, pasif, antiaktif , antipasif, ekuatif, dan kopulatif) dan tiga jenis klausa nonverbal (yaitu klausa nominal, ajektival, dan klausa berpredikat frase preposisional) da_pat bersubyek verba; klausa bersubyek verba menunjukkan perilaku struktural yang berbeda dengan klausa bersubyek nomina, misalnya dalam pemasifan; verba yang menduduki fungsi subyek dapat dianalisis sebagai klausa terikat yang berkategori nomina."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S11159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria F. Pranadi
"Dalam skripsi ini saya membahas masalah verba ergatif dengan prefiks ter-, konfiks ke-an dan dengan kata kena dalam Bahasa Indonesia. Adapun tujuan penulisan ini ialah melihat lebih jelas bahwa Bahasa Indonesia, yang bertipe akusatif, mempunyai bentuk verba : ergatif, yang berbeda dengan verba pasif. Dari penelitian ini pun diharapkan adanya deskripsi verba ergatif dengan prefiks ter-, konfiks ke-an, dan kata kena. Metode penelitian yang dipakai ialah metode induktif yaitu penelitian yang dimulai dari observasi-observasi atas fenomena-fenomena yang bersifat individual menuju pada sebuah generalisasi. Dasar pemikiran teori yang digunakan adalah gabungan pendapat-pendapat dari:1). Bernard Cowrie dalam bukunya yang berjudul Language Universals and Linguistic Typology.2). Ellen Rafferty dalam tulisannya yang berjudul Discourse Structure of The Chinese Indonesian of Malang,.3). Harimurti Kridalaksana dalam artikelnya yang berjudul Ergativitas.Ergativitas yang diperkenalkan oleh B. Comrie dan E. Rafferty menunjukkan bahwa satu bahasa dapat merniliki 2 ciri tipe bahasa sekaligus dengan memperhatikan masalah _pelatardepanan' dan 'pelatarbelakangan' dalam satu wacana. Selain itu Harimurti menambahkan bahwa sebuah verba pun dapat membentuk klausa ergatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa verba-verba dengan prefiks ter-, konfiks ke-an, dan dengan kata kena memang membentuk klausa ergatif, yang berbeda dengan klausa pasif. Perbedaan-perbedaan dibuktikan melalui analisis sintaksis dan semantis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lapoliwa, Hans
Yogyakarta: Kanisius, 1990
499.25 LAP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lapoliwa, Hans
"Salah satu ciri yang membedakan bahasa orang dewasa dari bahasa anak adalah pemakaian variasi kalimat yang lebih banyak, baik dalam hal panjang maupun dalam hal jenis atau tipe konstruksinya. orang dewasa, terutama dalam menulis, cenderung menggunakan kalimat panjang berupa kalimat kompleks dan/atau kalimat majemuk, sedangkan anak lebih banyak menggunakan kalimat sederhana. Hal itu mudah dimengerti karena orang dewasa--sebagai hasil pendidikan dan pengalaman bergaul dengan bahasa yang bersangkutan--telah menguasai secara lebih baik berbagai pola kalimat serta kaidah untuk memanipulasi pola-pola kalimat dan satuan-satuan lingual yang ada dalam bahasa yang bersangkutan. Akan tetapi, kecenderungan menggunakan kalimat panjang sering mengakibatkan kekaburan pengertian sehingga pendengar (pembaca) terpaksa "bekerja" lebih keras dalam usahanya menafsirkan makna untaian katakata itu. Kekaburan itu pada umumnya terjadi karena untaian kata-kata itu, walaupun sudah cukup panjang, belum dapat dikatakan bentuk (kalimat) yang apik (well-formed). Dengan perkataan lain, untaian kata-kata itu menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang bersangkutan. Gejala penyusunan kalimat panjang yang menyalahi kaidah-kaidah bentuk kalimat yang apik dalam bahasa Indonesia cukup memprihatinkan para pembina bahasa Indonesia. Terjadinya bentuk-bentuk yang tidak apik (ill-formed) itu terutama disebabkan oleh kurang mantapnya penguasaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia, khususnya kaidah-kaidah sintaKsis.
Mengingat bahwa bahasa Indonesia merupakan sarana yang penting bagi pembangunan bangsa dan negara (Halim, 1976:17), gejala penyimpangan yang sering tampak pada kalimat panjang dalam bahasa Indonesia dewasa ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Untuk itu perlu diusahakan pengadaan buku-buku pedoman pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam hubungan itu, penyediaan buku tata bahasa Indonesia untuk berbagai lapisan masyarakat merupakan hal mutlak. Oleh karena kaidah bahasa pada asasnya merupakan rumusan mengenai keteraturan yang terdapat pada bahasa (Stockwell, 1977:3), penelitian deskriptif merupakan suatu hal yang hares dilakukan sebelum penulisan buku tata bahasa yang baik dapat dilaksanakan. Penelitian pemerlengkapan (complementation) dalam bahasa Indonesia ini merupakan salah satu usaha yang berorientasi ke arah penulisai: tata bahasa Indonesia yang dapat diandalkan yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan mutu pemakaian bahasa Indonesia di kalangan masyarakat luas.
Telaah pemerlengkapan adalah'telaah yang menyangkut konstituen frasa atau klausa yang mengikuti kata yang berfungsi melengkapi spesifikasi hubungan makna yang terkandung dalam kata itu (Quirk et al, 1985:65). Istilah "pemerlengkapan" mencakup konstituen kalimat yang lazim disebut objek, pelengkap, dan keterangan yang kehadirannya bersifat melengkapi makna kalimat. Konstituen ke warung pada Dia pergi ke warung atau membeli rokok pada ilia pergi membeli rokok merupakan pemerlengkapan karena kehadirannya melengkapi makna kalimat. Meskipun bentuk dia pergi termasuk bentuk yang apik dari segi sintaksis, kalimat itu belum lengkap dari segi makna. Verba pergi menuntut adanya keterangan tempat atau keterangan tujuan (yang menyatakan perbuatan)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D1036
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Buha
Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2000
499.25 ARI v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Apipudin
"ABSTRAK
Relative clause (KR) in Arabic Language is an additional constituent describing a nominal head (FN hulu) in sentences. Its location in sentences is always behind the nominal head. Between the nominal head and the relative clause, there is a relative pronoun (PR), which relates both of them. The arrangement is like this: nominal head + relative pronoun + relative clause (FN hulu + PR + KR).
In Arabic, relative clause acts like an adjective. There are two reasons that show that relative clause function like an adjective. First, relative pronoun must concord with the nominal head in number, case, and gender. Second, a pronoun that is co-referential with nominal head must appear in the relative clause.
In the Arabic language, there are three things have to be concerned. First, the location of the nominal head is always before the relative pronoun and the relative clause. Second, relative pronoun always appears if the nominal head is a definite noun, and disappears after an indefinite nominal head. Third, the relative pronoun man will appear if the nominal head syahsurr `someone' is deleted, and the relative pronoun ma will appear if the nominal head syai'un `something' is deleted.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2000
499.25 KLA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Apipudin
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Moeharti Soesani Moeimam
"Teori dari Keenan dan Comrie (1977), hierarki keterjangkauan/HT (accessibility hierarchy), digunakan sebagai ancangan awal untuk tin¬jauan perbandingan antara klausa relatif bahasa Belanda dan bahasa Indonesia berdasarkan pertimbangan bahwa teori ini pernah diterapkan oleh Keenan dan Comrie pada pembahasan baik klausa relatif dari bahasa Indo Eropa (misaInya bahasa Jerman) maupun klausa relatif dart bahasa Austronesia (misalnya bahasa Batak Toba). Hierarki keterjang¬kauan adalah suatu teori yang memperlihatkan adanya hierarki, sebagai ciri utama dari kaidah berimplikasi, dari posisi-posisi frasa nominal. Posisi frasa nominal itu didasarkan pada fungsi dari suatu konstituen (dalam hal ini: penghubung) yang koreferensial dengan konstituen in¬duk (dalam hal anteseden) dalam klausa relatif. Apabila dalam suatu bahasa terdapat suatu bentuk klausa relatif, berarti terdapat penggunaan P (berkoreferensi dengan anteseden) dengan fungsi tertentu dalam klausa relatif yang sejajar dengan posisi frasa nominal dalam HT.
Hasil penerapan HT pada klausa relatif bahasa Belanda menunjukkan ketaatan bahasa itu terhadap kaidah berimplikasi dari HT. Penentuan posisi frasa nominal yang didasarkan pada fungsi penghubung dalam klausa relatif dengan mudah dapat dilakukan. Berbeda dengan bahasa Belanda, penerapan HT pada bahasa Indonesia mengalami hambatan. Fungsi penghubung dalam klausa relatif bahasa Indonesia perlu lebih dahulu di. identifikasikan. Berdasarkan pengidentifikasian tersebut, terlihat bahwa di dalam bahasa Indonesia pembedaan antara OL dan OTL, seperti dalam bahasa Belanda, tidak relevan. Dengan pembedaan antara OL dan OTL tidak relevan, berarti teori HT (SU > OL > OTL KM >GEN OPEM) sebenarnya (Adak berlaku untuk bahasa Indonesia. Untuk itu, dalam penelitian ini, sesuai dengan keadaan bahasa Indonesia, disusun model teori lain dengan prinsip hierarki yang dipertahankan tetap se¬jajar dengan teori HT. Dalam model teori ini, posisi tidak lagi di¬dasarkan pada fungsi penghubung tetapi pada peran penghubung dalam klausa relatif, sehingga terbentuk model teori seperti berikut:"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
T39934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwijatmoko, B.B.
Yogyakarta : Fakultas Sasatra Universitas Sanata Dharma, 2001
499.221 DWI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>