Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yani Pratomo
"
ABSTRAK
Hingga kini, jumlah kajian dialek bahasa-bahasa daerah di Indonesia jumlahnya masih dianggap belum seimbang dibandingkan dengan jumlah bahasa daerah berikut dialek-dialek dari bahasa-bahasa yang ada. Oleh sebab itu, kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia masih perlu dilakukan. Salah satu bahasa daerah yang memiliki jumlah penutur, jumlah dialek, dan wilayah sebar terbesar adalah bahasa Jawa.
Kabupaten Magetan yang terletak di Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu daerah sebar bahasa Jawa. Daerah yang belum pernah diteliti dari sudut kebahasaan ini terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun daerah ini secara administratif berada di Jawa Timur dan akses interaksi sosial penduduknya juga lebih mudah ke Jawa Timur, masyarakatnya mengaku menggunakan dialek Yogya-Solo (Jawa Tengah) yang juga dikenal sebagai bahasa Jawa baku. Melalui penelitian ini, penulis ingin membuktikan kebenaran anggapan masyarakat Magetan selama ini.
Sebelum melakukan penelitian, penulis menetapkan hipotesis bahwa kebenaran anggapan tersebut hanya berlaku bagi kalangan orang tua. Bagi kalangan muda, penulis menduga dialek Yogya-Solo berikut unggah-ungguh-nya yang terkenal rapi sudah mulai ditinggalkan. Selain itu, penulis juga menduga bahwa kalangan muda sudah terpengaruh dialek jawa timuran dan bahasa nasional.
Setelah penelitian dilakukan, penulis mendapati bahwa kalangan tua memang masih mempertahankan kosakata dialek Yogya-Solo atau bahasa Jawa baku. Latar belakang pemertahanan ini diduga disebabkan latar belakang asal-usul para pendiri Magetan yang memang berasal dari Yogya-Solo atau tepatnya keraton Mataram di Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta. Selain itu, selama ratusan tahun Magetan menjadi daerah jajahan Mataram dan menjadikan Mataram sebagai pusat pemerintahan, politik, perdagangan, dan tentunya budaya.
Kalangan muda yang diduga sudah terpengaruh dialek Jawa Timur atau bahasa nasional, ternyata juga masih mempertahankan dialek Yogya-Solo. Hanya saja penguasaan mereka terliadap dialek tersebut (bahasa Jawa baku) dan kosakata khas daerah setempat tidak sebaik orang dewasa. Selain itu, mereka tampak lebih banyak memunculkan sejumlah kosakata yang juga dikenal dalam bahasa Indonesia, padahal untuk merujuk pada kata-kata tertentu masih tersimpan kosakata asli atau kosakata khas.
"
1998
S11299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hesti Pratiwi
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemetaan bahasa di Indonesia belum sebanding dengan jumlah bahasa daerahnya. Pernyataan tersebut menjadi latar belakang penelitian pemetaan bahasa di Kecamatan Cipayung DKI Jakarta. Cipayung merupakan daerah yang menarik untuk diteliti. Berdasarkan letak geografisnya, kecamatan Cipayung terletak di pinggir sebelah Timur Jakarta dan merupakan daerah perbatasan antara DKI Jakarta dengan Jawa Barat. Ada tiga masalah dalam penelitian ini Cipayung termasuk wilayah DKI Jakarta, maka dapat dikatakan bahwa bahasa penduduk asli adalah bahasa Betawi. Mengingat kecamatan Cipayung merupakan daerah yang relatif kecil dan terbuka dan letaknya yang bersebelahan dengan desa tetangga sebagai daerah pakai bahasa Sunda, maka situasi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi situasi kebahasaannya...

"
1996
S10923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Rahayu
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas variasi dan persebaran bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen. Bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen menarik untuk diteliti karena dipengaruhi oleh dua dialek, yaitu dialek Yogyakarta dan dialek Banyumasan. Pengambilan data dilakukan di 26 kecamatan di Kebumen dengan menggunakan metode pupuan lapangan. Sementara itu, daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh dan kosakata budaya dasar bidang kata tugas. Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta bahasa lambang. Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan membuat berkas isoglos dan penghitungan dialektometri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Kebumen tidak ada perbedaan dialek atau perbedaan bahasa. Bahasa Jawa yang digunakan di Kebumen adalah bahasa Jawa dialek Banyumasan atau dialek Ngapak. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan masyarakat penutur bahwa mereka menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan. Selain itu, ditemukan variasi fonologis dan variasi leksikal. Variasi fonologis dipengaruhi oleh dialek Banyumasan dan dialek Yogyakarta, begitu juga dengan variasi leksikal. Ditemukan pula kosakata khas yang bekembang dalam bahasa Jawa di Kebumen.

ABSTRACT
This paper discusses Javanesse language variation and distribution in Kebumen District. Javanesse Language in Kebumen District becomes interesting to be researched because influenced by two dialects, containing Yogyakarta dialect and Banyumasan dialect. Data is collected at 26 districts in Kebumen using questionnaire. Meanwhile, the list of questions used are Swadesh basic vocabulary and basic vocabulary of the function word. The result of this study is shown in map form language of symbols. The further data processing is done by creating isoglos and counting of dialectometri. The result of this study indicates that in Kebumen there is no dialect or language difference. The Javanesse language used in Kebumen is Banyumasan dialect or Ngapak dialect. This is in accordance with the recognition of the speakers community that they use the Banyumasan or Ngapak dialect. In addition, there are phonological variations and lexical variations. Phonological variations and lexical variations are influenced by Banyumasan dialect and Yogyakarta dialect. It is found special vocabularies in Javanesse language in Kebumen."
2017
S69676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nuraeni
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas variasi dan persebaran bahasa di Kabupaten Sumedang. Pengambilan
data dilakukan dengan menggunakan metode pupuan lapangan. Sementara itu, daftar tanyaan
yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, kosakata bagian tubuh, dan kosakata ganti,
sapaan, dan acuan. Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta bahasa lambang.
Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan membuat berkas isoglos dan penghitungan
dialektometri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sumedang terdapat dua
bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar
masyarakat di Kecamatan Surian.

ABSTRACT
This paper discusses language variation and distribution in Sumedang District. Data is
collected using questionnaire. Meanwhile, the list of questions used are Swadesh basic
vocabulary, the vocabulary of body parts, and pronoun, greetings, and references. The result
of this study is shown in map form language of symbols. The further data processing is done
by creating isoglos and counting of dialectrometri. The result of this study indicates that in
Sumedang there are two languages, namely Sundanese and Javanese. Javanese is spoken by
most people in Surian.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42370
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Flora Sinamo
"Penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik diatur dalam undang-undang Nomor 24 tahun 2009. Melalui undang-undang tersebut ruang publik dapat menjadi contoh praktik baik pengutamaan bahasa negara. Namun, keberadaan undang-undang tersebut diabaikan bahkan tidak diketahui oleh masyarkat dan pemerintah sekali pun. Program pengutamaaan bahasa negara memfokuskan pada lembaga-lembaga yang memiliki efek domino, artinya diakses dari bernagai kalangan, yaitu lembaga pendidikan, lembaga swasta, dan lembaga pemerintahan. Metode penelitian dilakukan dengan pengumpulan data langsung ke lapangan dana analisis deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan penggunaan bahasa pada lembaga binaan program Pengutamaan Bahasa Negara di Kota Serang. Ada pun hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa terdapat 67 objek yang mengandung kesalahan ejaan, 32 objek mengandung kesalahan penggunaan bahasa asing, dan 50 objek yang mengandung kesalahan fisik kebahasaan."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2023
400 BEBASAN 10:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fian Sulyana
"Skripsi ini membahas persebaran dan variasi bahasa Sunda di Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan serta dengan teknik wawancara terstruktur terhadap lima belas informan di lima belas titik pengamatan yang telah ditentukan. Data yang diolah didasarkan pada penghitungan dialektrometri dan berkas isoglos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi kebahasaan di Kota Bandung tidak menunjukkan perbedaan bahasa ataupun dialek, melainkan hanya perbedaan subdialek. Sikap positif akan bahasa Sunda dalam masyarakatnya perlu ditingkatkan untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Sunda, termasuk bahasa.

This thesis discusses about the distribution and variation of Sundanese language in The City of Bandung. The data was collected by using the survey method done on the field along with structural interview technique to fifteen informants in fifteen predetermined observation points. The data was processed based on the counting of dialectrometry and the isoglos files. The survey results show that the language situations in The City of Bandung do not show the language differences nor dialect, on the other hand they just show the difference of pronounciations. The positive manner in using Sundanese language among its citizens should be improved to maintain and develop all Sundanese cultures, especially language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1756
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rini Wulandari
"Di Indonesia terdapat sekitar lima ratusan bahasa daerah yang merupakan lahan yang menarik bagi bidang pemetaan bahasa. Akan tetapi penelitian mengenai pemetaan bahasa di Indonesia belum sebanding dengan jumlah bahasa daerah yang ada. Penelitian pemetaan bahasa di semua daerah di Jawa Barat bertujuan untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh mengenai situasi kebahasaan bahasa Sunda di Jawa Barat. Saya memilih Kabupaten Purwakarta sebagai objek penelitian karena kabupaten ini masih menarik untuk diteliti dari segi bahasanya. Menurut pengamatan saya, masih ada aspek yang belum digarap oleh dua peneliti sebelumnya, baik penelitian yang dilakukan oleh Nothofer (1977) maupun Suriamiharja (1984). Tujuan penelitian Nothofer sebenarnya bukan pemetaan bahasa, melainkan rekonstruksi bahasa proto pada bahasa Melayu, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa di Provinsi Jawa Barat. Dari Kabupaten Purwakarta Nothofer mengambil 1 titik pengamatan sebagai percontoh bahasa Sunda. Data yang diperoleh Nothofer itu, menurut saya, belum dapat memberikan gambaran situasi kebahasaan di Kabupaten Purwakarta. Selanjutnya Suriamiharja pada dasarnya memetakan variasi bahasa Sunda lemes dan kasar yang ada dalam bahasa Sunda Purwakarta. la belum menentukan berapa dialek yang ada serta letak batas daerah pakai dan daerah sebar bahasa Sunda Purwakarta. Suriamiharja lebih memusatkan penelitiannya pada variasi bahasa. Walaupun penelitian saya dilakukan pada lokasi yang sama dengan Suriamiharja, namun terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang saya lakukan dan penelitian Suriamiharja. Pertama, Suriamiharja menggunakan daftar tanyaan berbahasa Sunda. Saya menggunakan daftar tanyaan nasional yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Dengan demikian data kebahasaan yang saya kumpulkan dapat dibandingkan dengan penelitian di wilayah lainnya di Indonesia. Kedua, konstruksi daftar tanyaan yang dipetakan Suriamiharja terdiri dari 35 kosakata dasar dan 541 kosakata budaya dasar. Konstruksi daftar tanyaan yang saya petakan terdiri dari 200 kosakata dasar dan 93 kosakata budaya dasar. Ketiga, Suriamiharja tampaknya belum sempat membuat berkas isoglos dari peta-petanya, untuk kemudian dihitung berdasarkan dialektometri. Saya membuat berkas isoglos dari setiap peta dan dihimpun dalam berkas isoglos berdasarkan medan makna yang terdiri dari 17 medan makna, lalu dihitung berdasarkan dialektometri. Penghitungan dialektometri dilakukan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan kosakata antartitik pengamatan dengan membandingkan data yang terkumpul. Keempat, saya melakukan penelitian di desa yang berbeda dengan Suriamiharja dan dengan jumlah desa yang berbeda. Desa yang diteliti oleh Suriamiharja berjumlah 22 desa, sedangkan desa yang saya teliti berjumlah 37 desa. Hal ini disebabkan oleh distribusi titik pengamatan yang berbeda serta pembagian administratif Kabupaten Purwakarta yang berbeda antara tahun 1984 dan 1996. Dari penelitian yang saya lakukan ditemukan beberapa kosakata yang untuk sementara diasumsikan sebagai kosakata setempat, seperti namut 'bajak', sabraj 'cabai', kutumiri, 'pelangi', sulampe & 'saputangan'; kosakata bahasa Jawa; kosakata bahasa Arab, kosakata bahasa Belanda, dan kosakata bahasa Indonesia. Di samping itu dikenal bentuk pengulangan dwilingga dan dwipurwa dalam bahasa Sunda Purwakarta serta sejenis korespondensi bunyi antartitik pengamatan. Menurut pengamatan saya, bahasa Sunda Purwakarta tidak mengalami perkembangan memburuk. Untuk berkomunikasi sehari-hari penduduk tetap memakai bahasa Sunda. Bahasa Sunda pun mempunyai wilayah pemakaian yang merata di seluruh kabupaten ini. Bahasa Indonesia bersifat situasional karena hanya digunakan dalam situasi yang resmi (di kantor dan di sekolah), kegiatan kemasyarakatan (penyuluhan pertanian, penyuluhan KB, dan kegiatan PKK), dan pembicaraan yang menyangkut masalah ilmiah atau keilmuan. Walaupun begitu munculnya kosakata bahasa Indonesia dalam kosakata bahasa Sunda tidak dapat dihindari. Kemunculannya dapat terjadi melalui sarana komunikasi atau saluran budaya (radio, televisi, surat kabar) yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Akibatnya bahasa Indonesia tidak lagi dianggap asing oleh penduduk Purwakarta. Kabupaten Purwakarta merupakan wilayah yang terus berkembang dan tidak menutup diri terhadap pengaruh luar. Perkembangan pembangunan daerah yang pesat, seperti munculnya kompleks industri, secara berangsur mengubah komposisi penduduk menjadi beragam. Hal ini mengakibatkan terjadinya interaksi antara penduduk asli dan pendatang. Agar terjalin komunikasi di antara mereka, masing-masing saling menyesuaikan diri dalam penggunaan bahasa. Ada kemungkinan kosakata asli diganti dengan kosakata bahasa Indonesia agar dapat dimengerti oleh pendatang. Berdasarkan hasil penelitian Suriamiharja (1984) dan penelitian yang saya lakukan (1996), bahasa Sunda Purwakarta yang ada dan dipakai selama dua belas tahun terakhir ini masih cenderung baku. Menurut asumsi saya, ada kemungkinan karena letak Kabupaten Purwakarta yang tidak jauh dari pusat penyebaran bahasa Sunda (Bandung). Selain itu ada beberapa kosakata atau berian yang dipakai pada tahun 1984 yang sudah tidak dikenal lagi oleh para informan tahun 1996. Hal ini terjadi karena sebagian berian itu adalah bentukan setempat, seperti oyo k 'panggilan untuk gadis kecil'; cungkir, pancang 'kikir'; b3gE? 'tuli'; kukuk ' anak anjing' ; j E r E rj E s ' pemarah' ; m9 gu? , kD d 7 .I 'tumpul' ; perbedaan pembagian administratif kabupaten, dan perbedaan distribusi titik pengamatan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S10910
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soriente, Antonia
"Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dalam linguistik masa kini adalah bahasa-bahasa yang terancam punah. Indonesia dengan aneka ragam budaya dan bahasa merupakan salah satu panorama di mana masalah ini merupakan topik yang sangat menonjol. Pada Konferensi Linguistik Austronesia tahun 1994, telah diramalkan bahwa dalam abad mendatang hampir 90% bahasa marjinal di dunia akan hilang terdesak oleh arus globalisasi dan massifikasi.
Rumpun bahasa Austronesia merupakan kelompok bahasa terbesar di dunia yang salah satu subkelompoknya, Indonesia, mencakup 10% dari semua bahasa di dunia. Sebagaimana ditunjukkan oleh Steinhauer (1994:21), dari tahun ke tahun ancaman kepunahan bahasa daerah di Indonesia sungguh mengerikan. Dan hal ini terjadi dalam satu situasi di mana perbedaan di antara berbagai bahasa dan dialek belum jelas dan deskripsinya belum pula dilakukan. Sebenarnya Indonesia dengan dinamika dan keragaman bahasanya dapat merupakan kiblat linguistik. Namun dalam kenyataannya ia merupakan terra incognita karena kekayaan linguistiknya belum tergali. Misalnya, pengkajian kebahasaan di Palau Kalimantan teramat sedikit jika dibandingkan dengan di pulau lain di Indonesia. Dari pengamatan semua karya yang membahas bahasa di Kalimantan, dapat dikatakan bahwa masih banyak daerah Kalimantan yang belum dikaji sama sekali, baik dari sudut deskriptif maupun dari sudut dialektologi dan geografi dialek. Bahkan di banyak daerah di Kalimantan, name bahasa dan sebarannya banyak yang belum pasti. Penelitian geografi dialek dapat memperlihatkan stratifikasi pewujudan unsur kebahasaan secara menyeluruh.
Dari data kegiatan yang dilakukan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, terlihat bahwa di antara lima kelompok jenis penelitian, penelitian dialektologi dan geografi dialek hanya merupakan 9,12 persen semua penelitian linguistik. Berdasarkan wilayah penelitian, Kalimantan hanya memperlihatkan 12 persen dari seluruh penelitian di. Indonesia. Dari gambaran yang menunjukkan gabungan antara wilayah penelitian dengan jumlah bahasa yang diteliti, dapat diketahui bahwa penelitian dialek di Kalimantan baru dilakukan tiga kali. Itu pun dilakukan di luar Kalimantan Timur (Lauder 1992).
Penelitian dialektologi di Indonesia sangat sedikit walaupun hal itu sangat berguna untuk memberikan penjelasan. Misalnya penjelasan tentang jarak antara bahasa standar dan dialek dalam situasi di mana penggunaan bahasa daerah sangat besar, dan bagaimana perkembangan bahasa yang diteliti serta apa hubungannya dengan bahasa-bahasa yang berkerabat dengannya. Dari gambaran situasi kebahasaan dapat diketahui berapa banyak bahasa atau dialek telah ditemukan di Indonesia. Pemetaan bahasa perlu diadakan baik di daerah yang monolingual maupun yang plurilingual. Kemudian pemetaan tersebut sangat berguna juga untuk perkembangan teari linguistik: fonologi, historis-komparatif, morfologi dan sintaksis, serta pengajaran dan pembinaan bahasa dengan informasi berapa jumlah penutur dan untuk apa pemakaiannya. Penyebaran berian-berian pada peta sangat bermanfaat dalam penyusunan kamus etimologi.
Dialektologi, dalam kontras dengan linguistik historis-komparatif, dianggap sebagai telaah variasi bahasa pada dimensi yang bukan-waktu, yakni pada dimensi ruang dan jarak geografis. Bahasa yang dipakai pada wilayah yang begitu luas sering diucapkan agak berbeda antara satu bagian wilayah dengan bagian wilayah yang lain. Perbedaan itu dapat terjadi pada segi-segi fonetis, fonologis, dan sintaksis. Melalui peta-peta, dialektologi dapat menampilkan hal itu. Dalam bidang ini, Indonesia mempunyai kekurangan yang tidak kecil. Sampai sekarang, tidak ada kejelasan berapa jumlah bahasa dan dialek yang sebenarnya ada. Melalui data yang ada di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, diketahui bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 bahasa dan dialek, banyak yang tanpa tradisi tulisan. Tapi tak pernah dijelaskan, mana yang dialek dan mana yang sub-dialek dalam jumlah tersebut.
Jawaban atas permasalahan ini hanya dapat diperoleh apabila diadakan pemetaan bahasa dan dialek secara cermat dan menyeluruh. Dengan demikian dapat dibandingkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Dan pemilahan antara bahasa, dialek dan subdialek dapat pula dilakukan. Dengan demikian bidang dialektologi dan linguistik historis komparatif perlu dimanfaatkan guna memperjelas jumlah bahasa den dialek dan mengetahui situasi kebahasaan yang sebenarnya. Dalam kenyataan, sampai sekarang ini studi dialektologi di Indonesia sangat terbatas. Jumlah penelitian sangat terbatas, belum memadai, jika dibandingkan dengan jumlah bahasa dan dialek yang ada di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ebah Suhaebah
Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional, 2007
499.221 EBA a II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007
499.221 SUT a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>