Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5860 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yetty Nurhayati Hadi
"Sebagai negara yang paling maju di Asia, Jepang ber_hasil menyaingi negara-negara Eropah, Amerika terutama dalam bidang teknologi. Sehingga dengan mendengar nama Jepang, orang langsung mengasosiasikan Jepang dengan ge_dung-gedung pencakar langit, kereta super cepat shinkan_sen dan kehidupan orang Jepang yang serba listrik serta modern. Pandangan umum beranggapan bahwa Jepang adalah negara modern, yang kehidupan sehari-hari penduduknya bergaya Barat dan jauh dari hal-hal yang bersifat tradi_sional. Ketika penulis mengadakan wisata kajian ke Jepang, penulis berkesempatan melihat sendiri bagaimana kehidup_an orang Jepang sehari-hari ternyata jauh berbeda dengan pendapat umum tersebut di atas.Tampaknya kebudayaan Jepang ini mempunyai dua wajah. Pertama wajah modern yang sering diartikan sebagai wajah Barat dan ke dua adalah wajah tradisional. Wajah modern atau wajah Barat yaitu suatu gambaran wajah Jepang yang_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S14037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
Jakarta: ILUNI Kajian Wilayah Jepang Press, 2009
306.952 IKE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Iswary Lawanda
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2004
299.56 IKE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Windupeni Wulansari
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana orang Jepang melestarikan tradisi untuk mendoakan keselamatan pertumbuhan anak-anak perempuan melalui perayaan hina matsuri dengan segala upayanya seiring dengan berkembangnya zaman. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan dan metode observasi, sedangkan dalam analisa dicoba menggunakan teori kebudayaan yang bersifat hibrid, cair, dinamis dan sementara, dan selalu berubah. Selain itu, juga digunakan teori kebudayaan yang bersifat adaptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perayaan hina matsuri mengalami pergeseran makna dari sebuah ritual penyucian menjadi sebuah acara yang bersifat hiburan yang kemudian memunculkan unsur komersialisasi di dalamnya. Kemeriahan dalam perayaan hina matsuri dijadikan sebagai ajang mencari keuntungan bagi sebagian masyarakat. Menjelang perayaan, berbagai pihak menyediakan barang-barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan matsuri. Kegiatan seperti ini terus berulang setiap tahunnya dan mengingatkan kepada masyarakat Jepang, khususnya orang tua yang memiliki anak perempuan, bahwa perayaan hina matsuri masih tetap ada.

The focus of this study is to give a description of how the Japanese effort to preserve their tradition with the changing times. This tradition is to worship the safetyness of girl_fs growth through the hina matsuri. The data collection used literature and observation methods. In addition, the analysis used cultural theory which are hybrid, liquid, dynamic, temporary, always changing. Moreover, the analysis also used an adaptive cultural theory. Based on the analysis, it can be concluded that hina matsuri festival has experience a change of meaning, from a purification ritual to an entertaining event which has commercialism in it. For some people, the event of hina matsuri is a chance to earn profits. They provide services and goods for preparation pof the ceremony. This activity has become a custom which continue annually. This festival also reminds the Japanese society, especially the parents who have daughters, that hina matsuri is still exist."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13482
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yerina Asnawi
"Adanya hubungan yang cukup erat antara Indonesia Jepang secara tidak langsung telah terjalin sejak negara Indonesia terjajah dari tahun 1942. Namun pengalaman semasa penjajahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia bukanlah suatu alasan untuk membuat kerenggangan hubungan yang terjalin dewasa ini. Kenyataan menunjukkan gejala yang sebaliknya. Kekaguman akan kemajuan dan keberhasilan Jepang, telah menjadi motivasi bagi negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Secara tidak langsung keberhasilan Jepang dianggap dapat menjadi motivasi menuju dunia moderen dan telah pula menjadi alasan bagi setiap negara untuk meningkatkan hubungan yang lebih erat lagi dengan bangsa tersebut. Sebetulnya bukan hanya Jepang yang dapat digolongkan negara yang berhasil membangun negerinya, melainkan Amerika dan Eropa pun menduduki peringkat nomor satu di dunia. Namun dalam kenyataan dewasa ini, dari negara-negara moderen tersebut di atas mulai tampak selisih yang cukup unik di antara mereka, terutama dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaannya. Jepang bukanlah merupakan suatu negara yang kaya akan sumber alamnya jika dibandingkan dengan Indonesia. Oleh karena itu patutlah kiranya kita bersyukur dianugerahi kekayaan sumber alam yang tinggi dan memiliki iklim yang tidak kejam. Dalam jalinan yang cenderung semakin erat ini antara Indonesia dan Jepang, para sarjana dan juga mahasiswa berusaha menemukan jalan untuk menyetahui faktok-faktor yang menyebabkan kemajuan Jepang tersebut yang kemudian akan dijadikan pegangan atau pun pola baru yang perlu diterapkan. Di dalam kita memahami suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya menyoroti segi ekonomi, politik, tehnik dan semacamnya yang merupakan perwujudan konkrit dari budaya material. Melainkan kita perlu memperhatikan serta mencoba menemukan apa dan bagaimana yang terdapat di balik perwujudan konkrit yang dapat kita saksikan sekarang ini.
Atas dasar inilah penulis mencoba untuk meneliti kebudayaan Jepang yang dapat membantu menjelaskan atau menerangkan lebih jelas lagi tentang ciri kebudayaan Jepang. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menjabarkan ke-budayaan Jepang khususnya dalam bidang keagamaan yaitu sekitar pemujaan leluhur di Jepang, khususnya berkisar sekitar pemikiran 'Pemujaan Leluhur' menurut Takeda Chaoshu. Takeda Choshu adalah seorang ahli sejarah, tapi ia banyak menaruh perhatian pada bidang folklor dan agama Buddha. Ia juga mencoba mengamati masalah shinbutsu shuga (perpaduan antara agama Shinto dan Buddha) terutama di zaman Edo (abad 17-18). Setelah Perang Dunia ke-II, Takeda mengadakan penelitian agama Buddha di Cina. Beliau mempunyai premis bahwa agama Buddha di Cina sama dengan agama Buddha di Jepang. Namun ternyata dugaan itu meleset, karena agama Buddha di Cina memiliki bentuk yang lain. Sedangkan agama Buddha di Jepang menurutnya sangat erat kaitannya dengan pemujaan leluhur. Inilah yang merupakan motif baginya untuk mengadakan penelitian sosen suhai atau pemujaan leluhur di Jepang. Takeda beranggapan bahwa agama Buddha di Jepang adalah sosen sehaiteki atau bersifat pemujaan leluhur. Ada pun faktor yang menyebabkan terjadi kompleks ini, adalah struktur masyarakat Jepang yang sangat menunjang pembentukan sistim tersebut. Memang masalah pemujaan leluhur sudah banyak diteliti, terutama oleh kalangan ahli folklor, namun Takeda memperhatikannya dari sudut agama Buddha. Menurutnya dalam mempermasalahkan kebudayaan spi ritual Jepang tidak mungkin dapat dipisahkan dari faktor agama Buddha. Atas dasar pertimbangan ini penulis mengambil topik tentang pemujaan leluhur. Pemujaan leluhur merupakan salah satu tradisi keagamaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Jepang. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya kebiasaan memlliki butsudan (altar agama Buddha yang ada di rumah-rumah anak laki-laki tertua), adanya tradisi ziarah ke kubur-kubur keluarga ataupun ke kubur-kubur orang tertentu seperti obon dan higan."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S13911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Sawindra Janti
"Skripsi ini membahas mencoba untuk membahas kebudayaan Jepang dari sudut iklim, yang didasarkan atas tulisan seorang fisuf terkenal di Jepang yaitu Watsuji Tetsuro. Ia menulis tentang iklim yang terangkum dalam karangannya yang berjudul Fudo atau iklim pada tahun 1978. Setelah membaca buku tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana hubungan antara iklim dan karakter manusia dari suatu daerah tertentu"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Permana
"Sebelum masuk dan berkembangnya agama Buddha, masyarakat Jepang telah mempunyai suatu sistem kepercayaan tradisional. Sistem kepercayaan ini, secara konseptual belum tertata dengan baik, Bahkan keberadaannya sebagai agama asli orang Jepang pun tidak disadari oleh masyarakat Jepang sendiri. Hal ini disebabkan karena kepercayaan ini dianggap sebagai bagian dari tradisi kehidupan sehari-hari, terutama sebagai kanshu (kebiasaan) atau shuzoku (adat istiadat). Sistem kepercayaan ini kemudian dinamakan sebagai ko-shinto (Shinto kuno). Ko-shinto bukan merupakan prinsip moral atau doktrin-doktrin yang bersifat filosofis, melainkan sistem pemujaan kepada alam yang berkaitan dengan sumber kehidupan utama masyarakat Jepang waktu itu, yaitu pertanian. (Ishida Ichiro, 1963: 18)
Oleh karena itu, berkembanglah pemikiran pemikiran yang beranggapan bahwa: (1) benda-benda dan tumbuh-tumbuhan mempunyai jiwa; (2) alam semesta merupakan kumpulan kekuatan ghaib (supernatural), baik benda - benda yang terdapat di alam (misalnya, matahari, bulan, gunung, sungai, dan Sebagainya) maupun benda-benda buatan manusia (seperti, pedang, tombak, dan sebagainya) serta kekuatan mantera-mantera yang berasal dan orang-orang tertentu, yang dipercaya memiliki kekuatan ghaib (seperti itako dan gomiso, sebutan bagi dukun di dalam tradisi Jepang); dan (3) arwah atau roh prang yang telah meninggal bersemayam di gunung-gunung, di pantai, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T16835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Aras K.E.
"Penelitian ibertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai perubahan matsuri dari suatu kegiatan yang bersifat sakral menuju ke arah komersialisasi, khususnya pada saat Shichi Go San matsuri. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, sedangkan dalam analisa dicoba menggunakan teori yang dikembangkan oleh Celia Lury tentang perubahan kegunaan benda oleh pencari keuntungan, teori Sokyo Ono dan William P. Woodard tentang kehidupan ekonomi dalam ajaran agama Shinto dan juga teori yang dikembangkan oleh Freddy Yuliharto tentang kapitalisme yang merupakan awal terbentuknya komersialisasi. Selain itu, juga digunakan teori kebudayaan yang bersifat adaptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa matsuri yang merupakan kegiatan sakral dalam ajaran agama Shinto dimanfaatkan oleh pencari keuntungan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan ini diperoleh dengan cara menjual berbagai macam barang dan jasa yang menunjang pelaksanaan suatu matsuri. Kegiatan pengadaan barang dan jasa seperti ini dalam ajaran agama Shinto diperbolehkan selama hal tersebut untuk kepentingan memuja kami atau dewa. Perilaku ini kemudian memudarkan unsur sakral dalam matsuri karena masyarakat Jepang lebih memfokuskan diri kepada persiapan aneka macam barang untuk menyambut suatu matsuri daripada keadaan komunikasi aktif dengan kami atau dewa. Gejala pemfokusan diri terhadap aneka macam barang untuk menyemarakkan matsuri inilah yang kernudian menimbulkan suatu bentuk komersialisasi matsuri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S10980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subarno
"The Meiji restoration indicated an early process of modernization in Japan, a major political, economic, and social change that took place rapidly in the second half of the 19th century, by which Japanese society was transformed into the modern one. This process of modernization continued up to the end of Pacific War when Japan was defeated by the allied forces. In the post war era, Japan rushed to catch up with the industrialized west by focusing on her industrial and economic development. Consequently, less than two decades Japan has become a rich country.
Even though Japan has been an advanced and modern country, and accepted modern culture of the west and developed advanced industries based on what she has learned, she has at the same time, maintained her own culture, that has many characteristics, like: multi-layered, homogeneity, Japanization, and pragmatism. These features can be seen in religion too. Buddhism is absorbed side by side with Shinto and the two religions become harmoniously interwoven in the lives of the Japanese. This phenomenon strengthens folk religion, an indigenous primitive religion into which elements from Shinto, Buddhism, Taoism, Confucianism and other religions have been grafted and is expressed in the daily ritual and matsuri. Among them is the 0-Bon Matsuri.
0-Bon Marsuri is a part of ancestor worship, observed between 13-15th day of the seventh month, by placing offerings on the bondana and by otherwise seeking to please the ancestral spirits. For contemporary Japanese people, this observance has many functions, such as: to fulfill basic human needs, to strengthen solidarity among family groups, to be recreational event, and to break monotonous. That's why the phenomenon changes from religious ceremony to social custom."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kania Izmayanti
"Kyoto yang kini telah dikenal sebagai kota besar, namun tidak memiliki industri berat dan masih kaya akan hal-hal yang bersifat tradisional dan masyarakatnya sangat menyukai kreasi-kreasi yang kecil. Kyoto lebih menitikberatkan dalam hal cita rasa, cita rasa akan kerajinan, industri rumah tangga, adat istiadat, festival, pertunjukkan, makanan, toko-toko yang ada kalanya sangat sempurna bahkan bisa dikatakan berlebihan atau pemborosan (Japan today : 240) Cita rasa yang dimiliki oleh masyarakat Kyoto dituangkan dalam perayaan Gion matsuri.
Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat dengan jelas fungsi dan makna dari perayaan Gion matsuri yang dilaksanakan pada masyarakat Kyoto dewasa ini. Dan juga ingin memberikan sedikit pemahaman tentang kebudayaan Jepang khususnya tentang matsuri kepada orang-orang yang mempunyai minat terhadap Jepang dan khususnya tentang kebudayaan Jepang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, yaitu dengan mengkaji buku-buku ilmiah, risalah, serta bahan tuisan lainnya yang relevan dengan penelitian. Data yang ada dikumpulkan dan dianalisa dengan teknik deskriptif interpretatif dengan melakukan pendekatan kwalitatif yaitu dengan menganalisa terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk mendapatkan analisa yang seobjektif mungkin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T3048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>