Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triyogo Jatmiko
"Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang dapat menghubungkan dua satuan gramatikal yang memiliki status sintaktis yang sama. Konjungsi ini dapat menghubungkan klausa dengan klausa, frasa dengan frasa dan kata dengan kata. Penelitian terhadap konjungsi koordinatif pada skripsi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan dan perbedaan konjungsi tersebut dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan sintaktis dan pendekatan semantis. Pendekatan sintaktis dimaksudkan untuk menunjukkan unsur-unsur apa saja yang dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, sedangkan pendekatan semantis untuk menunjukan pertalian makna yang ada antara unsur-unsur yang dihubungkan.
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai ciri-ciri sintaktis dan semantis konjungsi koordinatif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hasil deskripsi tersebut kemudian dibandingkan secara konstrastif untuk menunjukkan persa_maan dan perbedaan antara kedua pokok bahasan tadi.
Baik dari segi sintaktis maupun segi semantis diperoleh kesimpulan bahwa antara konjungsi koordinatif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terdapat persamaan dan juga perbedaan. Dari segi bentuk, keduanya dapat dibagi menjadi bentuk sederhana, gabungan dan bentuk terpisah. Dari segi fungsi, keduanya sama-sama digunakan untuk menghubungkan satuan grammatikal yang memiliki status sintaktis yang sama. Begitu pula dalam hal posisi, kedua_nya menempati tempat yang sama, yaitu berada di antara dua satuan gramatikal yang dihubungkannya.
Dari segi semantis, baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa Indonesia, konjungsi koordinatif mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyatakan hubungan makna tertentu. Dan apabila mempunyai ciri-ciri sintaktis dan semantis yang sama, konjungsi koordinatif baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa Indonesia, dapat saling dipertukarkan penggunaannya dalam suatu konstruksi kalimat. Perbedaan antara konjungsi koordinatif dalam kedua bahasa tersebut terletak pada jumlah dan macam satuan gramatikal yang dapat dihubungkan oleh suatu konjungsi.
Dalam bahasa Jerman terdapat 26 jenis konjungsi, sedangkan dalam bahasa Indonesia hanya 24 jenis konjungsi koordinatif. Dalam bahasa Jerman dikenal adanya satuan gramatikal berupa Worttei1, dalam bahasa Indonesia tidak. Demikian pula secara semantis, ada beberapa hubungan makna yang dalam bahasa Jerman dinyatakan dengan konjungsi, tapi tidak dalam bahasa Indonesia, dan demikian pula sebaliknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anfebe Kapoh
"ABSTRAK
Preposisi sebagai salah satu jenis kata yang biasanya diletakkan di depan kata benda atau padanan kata benda. gategori ini tidak hanya dikenal dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Jerman. Jika kita analisa preposisi dalam kedua bahasa tersebut naka akan dapat kita lihat persanaan naupun perbedaannya.
Begitu banyak preposisi yang kita kenal dalam kedua bahasa tersebut, sehingga penulis nerasa perlu untuk nembatasi topik penbahasan dalan skripsi mni yaitu hanya nenbahas.secara detail preposisi yang nenyatakan hubungan lokal. Tidak hanya dari segi kuantitasnya saja, preposisi juga nemiliki fungsi dan variasi penggunaan yang sangat beraneka ragam.
Perbedaan yang paling menyolok antara preposisi yang Indonesia adalah Rektion. Mungkin istilah ini masih asing bagi kita dan semoga skripsi ini dapat membantu para pembaca untuk lebih mengenal istilah tersebut serta hal_hal lain yang berhubungan dengan preposisi, khususnya preposisi yang menyatakan hubungan lokal.

"
1990
S14586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buang Susanto
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11699
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Ariani
"Proses nominalisasi merupakan salah satu cara membentuk nomina yang terdapat di dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. bahasa Jerman membedakan pemakaian istilah nominalisasi, yaitu Nominalisierung untuk tatatran frase dan kalusa, dan substantivierung untuk tataran kata; bahasa Indonesia hanya memiliki satu istilah untuk tataran kata, frase dan klausa yaitu nominalisasi.
Berdasarkan penelitian, terdapat perbedaan penggunaan alat pembentuk, yaitu afiks. Dalam bahasa Jerman hanya sufiks yang dapat mengubah kelas kata, sedangkan bahasa Indonesia dapat dilakukan oleh prefiks, sufiks, konfiks dan kombinasi afiks.
Kedua proses nominalisasi tersebut masing-masing diuraikan dan dianalisis secara terpisah, baik dari segi bentuk maupun dari segi makna semantis. Hasil analisis yang didapat digambarkan dalam bentuk tabel.
Pada analisis kontrastif diperlihatkan perbedaan dan persamaan bentuk serta makna semantis dari hasil proses nominalisasi.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pada proses nominalisasi dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia walaupun berbeda bila ditinjau dari segi bentuk tetapi memiliki persamaan dari segi makna."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Dalam skripsi ini saya membandingkan iklan bahasa Jerman dan iklan bahasa Indonesia. Fokus penelitian ini adalah menganalisis iklan bahasa Jerman dan bahasa Indonesia pada produk ikian Nivea yang serupa ditinjau dari sudut sintaksis dan semantis. Skripsi ini terdiri atas empat bab. Teori-teori yang tersaji dalam Bab 2 terdiri atas teori kalimat bahasa Jerman menurut Duden Die Grammatik der deutschen Gegenwartssprche, teori kalimat bahasa Indonesia menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan teori makna dari Gustav Blanke.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi sintaksis, perbedaan iklan bahasa Jerman dan iklan bahasa Indonesia terlihat dari bentuk kalimat yang digunakan. Pada iklan bahasa Jerman, kalimat yang digunakan umumnya berbentuk kalimat elips dan sederhana, sedangkan pada iklan bahasa Indonesia, kalimat yang digunakan, umumnya, berbentuk kalimat elips dan majemuk. Ditinjau dan segi semantis, perbedaan iklan bahasa Jerman dan iklan bahasa Indonesia ini terlihat dari tidak adanya penggunaan kata/ungkapan pada iklan bahasa Jerman yang mengandung makna afektif negatif. Perbedaan-perbedaan ini tidak lepas dari latar belakang budaya masyarakat pembaca sasaran yang dituju."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S14604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricka Dewi Dato Lolang
"ABSTRAK
Membakukan istilah adalah menjadikan istilah sebagai standar, tolok ukur atau panutan. Sanyak hal yang hares diperhatikan dalam proses pembakuan istilah. Dibanding-kan dengan bahasa Jerman yang proses pembakuan istilahnya sudah lebih lanjut, pembakuan istilah bahasa Indonesia dirasakan oleh beberapa pihak asal-asalan. Terha_dap proses pembakuan istilah bahasa Jerman dan bahasa Indonesia dilakukan suatu penelitian kontrastif untuk meiihat sejauh mana kelebihan dan kekurangannya. Dalam penelitian ini dijabarkan proses pembakuan istilah ditinjau Bari segi historis, peranan lembaga bahasa, serta d,ampak pembakuan istilah bagi kelangsungan pemakaian bahasa dewasa ini.
Hasil analisis kontrastif memperlihatkan perbedaan-perbedaan proses pembakuan istilah bahasa Jerman dan bahasa Indonesia.
Pada awal perkembangannya bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosa kata bahasa asing. Masing-masing mempunyai Sara tersendiri untuk menghadapi membanjirnya pengaruh bahasa asing. Kekurangan yang terlihat jelas dalam bahasa Indonesia adalah hubungan kelembagaan yang kurang erat antara Pusat bahasa dengan kalangan dan badan-badan lain, juga kurangnya publikasi dalam menyebarkan istilah-istilah. Satu hal yang perlu diperhatikan, pembakuan istilah dimaksudkan bukan untuk mematikan kreatifitas lembaga, badan maupun perseorangan dalam membentuk istilah.

"
1990
S15005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Jayanti
"Bunyi Vokoid adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dalam proses produksinya. Penelitian terhadap vokoid dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan dan perbedaan cara pembentukan dan pelafalan bunyi tersebut dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fonetis-fonologis. Pendekatan fonetis fonologis dimaksudkan untuk memaparkan aspek-aspek fonetis-fonologis bahasa Jerman dan bahasa Indonesia khususnya bunyi-bunyi vokoid dan diftong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai bunyi-bunyi vokoid dan diftong bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hasil deskripsi ini kemudian dibandingkan secara kontrastif untuk menun_jukkan persamaan dan perbedaan antara kedua pokok bahasan tadi. Dari analisis kontrastif tersebut dapat disimpulkan adanya persamaan dan perbedaan antara vokoid bahasa Jerman dan vokoid bahasa Indonesia. Persamaan dan perbedaan tersebut mencakup masalah peta vokoid dan pembentuk_an vokoid. Berdasarkan peta vokoid, vokoid bahasa Jerman dapat dibagi menjadi: 8 bunyi vokoid panjang, yaitu [a:], [e:], [E:]. [i:], Co:]. [u:]. [o:]. [y:] dan bunyi vokoid pendek, yaitu [a], [E]. [I]. [)]. [U], [oe], [v], [a]. Sedangkan bahasa Indonesia mempunyai 6 bunyi vokoid, yaitu : [a], [e], Li], [o]. [u] dan [a]. Dalam bahasa Jerman terdapat pembagian bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan, tetapi hal yang sama tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jerman, pelafalan suatu bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena perbedaan tersebut dapat membedakan arti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia terdapat variasi fonem (alofon) yang tidak membedakan arti. Mengenai diftong dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terdapat perbedaan definisi antara keduanya tetapi dalam pembentukan dan pelafalannya dapat dikatakan sama. Dalam bahasa Jerman diftong terdiri atas dua bunyi vokoid atau disebut juga vokoid ganda. Ada tiga bentuk diftong dalam bahasa Jerman, yaitu: [a3], [aI] dan [)I]. Dalam bahasa Indonesia, diftong adalah rangkaian bunyi bahasa yang segmen pertamanya berupa vokoid dan segmen keduanya berupa bunyi hampiran. Rangkaian ini selalu berada dalam satu suku kata. Ada tiga bentuk- diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu: [aw], [ay] dan [oy]."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelwaty
"Yang menjadi topik dalam skripsi ini adalah koordinasi dalam Bahasa Belanda. Tipe koordinasi yang ada adalah tiga jenis, yakni asindeton, sindeton dan polisindeton. Tipe konjungsi yang dibahas ada dua belas. Pembahasan tipe koordinasi dengan konjungsi-konjungsinya menyangkut masalah 1) Bentuk, ciri serta fungsi konjungsi koordinasi dan 2) Ciri-ciri, khusus konjungta konjungtanya. Kedua masalah ini diterapkan pada kedua belas konjungsi yang ada. Empat dari dua belas konjungsi ini (en, maar, want dan dus) dibahas dari sudut sintaksis dan semantis. Dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian pustaka dan korpus. Pertama-tama penulis mengumpulkan sumber-sumber rujukan pustaka yang berkaitan langsung maupun tak langsung dengan pokok bahasan, kemudian bahasan yang berasal dari sumber pustaka tadi dibuktikan atau dilengkapi dengan penelitian korpus dari berbagai teks. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat utama konjungta haruslah sama fungsi gramatikanya atau sama nilainya. Janis konjungta dapat berupa morfem, kata (kata majemuk), frase, klausa atasan ataupun klausa bawahan. Tipe konstruksi koordinasi yang ada bukan saja tiga tipe di atas namun ada dua tipe lain yang dapat ditambahkan, yakni tipe kalimat elips yang terdiri dari satu konjungsi saja dan tipe yang terdiri dari satu konjungsi dengan satu konjungta. Hal lain yang sering terjadi dalam konstruksi koordinasi adalah 1) proses pelesapan, yakni penghilangan anggota-anggota konjungta yang identik dan tidak bertekanan, 2) proses permutasi, yakni pemindahan urutan konjungta dengan tidak merubah makna kalimat atau dengan kata lain makna kalimat hasil permutasi harus logis dan 3) proses pemecahan atau pemisahan satu konstituen yang berstruktur koordinatif yang disebut solitsina. Akhirnya bentuk lain yang berbeda dengan bentuk koordinasi biasa adalah reeksvormers yang dapat membentuk suatu deret dengan konjungsi dan konjungta yang tidak terbatas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Febriana
"Pengkajian unsur bayaniyah dalam drama Arab modern telah dilakukan oleh Asmara Dewi, sastra Arab angkatan 2001 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, pada tahun 2005, tujuannya ialah untuk mengetahui berapa banyak unsur gaya bahasa bayaniyah, penggunaan dan pemilihannya serta keterkaitannya dalam mengusung tema yang menjadi dasar dalam cerita drama ini. Sumber data didapat dari teks drama Arab modern berjudul Fida_ karya Mahmud Taymur terbitan Da:rul Haya_ Al-Kutubu Al-Arabiyah cetakan pertama tahun 1951. Teks drama itu diterjemahkan dan ujaran-ujaran yang merupakan unsur-unsur bayaniyah dipilah dan dikelompokkan untuk kemudian dianalisis maksud dan penggunaannya. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 546 ujaran yang terdapat pada drama Fida_ karya Mahmud Taymur terdapat 68 ungkapan yang tergolong ke dalam unsur-unsur bayaniyah. Jumlah ini sekitar seperdelapan dari jumlah ujaran yang ada. Sisanya sebanyak 478 ujaran bukanlah termasuk ke dalam unsur-unsur bayaniyah. Unsur bayaniyah yang paling dominan muncul adalah unsur isti_a:rah makniyah sebanyak 14 ungkapan, disusul kemudian dengan unsur kina:yah _an sifat sebanyak 14 ungkapan serta unsur-unsur lainnya. Adapun tujuan dari penggunaan ungkapan-ungkapan di atas adalah untuk memperhalus, memperindah dan mempertegas maksud pembicaraan para tokoh di dalam drama ini juga terkadang diperuntukkan sebagai sebuah sindiran.

Diese Untersuchung besch_ftigt sich mit der kontrastiven Analyse der Zigaretten-Werbungsprachen auf Deutsch und Indonesisch. Die Daten der Untersuchung wurden aus den Zeitschriften Stern und Tempo 2005 _bernommen. In dieser Examenarbeit werden die Zigaretten-Werbungsprachen aus der syntaktischen, pragmatischen, semantischen, und semiotischen Aspekte untersucht. Die Ziele der Untersuchung sind die _hnlichkeiten und Unterschiede der Zigarettenanzeigen, vor allem die sprachlichen Aspekte. Diese Examenarbeit besteht aus vier Kapitels. Die Theorie in dem Kapitel 2 l_sst sich nutzen, um Werbeanzeigen zu untersucht. Als theoristische Grundlage werden die syntaktische Theorie in der deutschen Sprache nach Peter Eisenberg und in der indonesischen Sprache nach Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia verwendet. Au?erdem werden die semantische Theorie _ber Bedeutung von Gustav Blanke, die Sprechakttheorie von JL. Austin, und die semiotische Theorie _ber Zeichenklassen von Van Zoest benutzt . Die Ergebnisse dieser Untersuchung zeigen, dass es in der deutschen Zigarettenwerbung und in der indonesischen Zigarettenwerbung aus der syntaktischen Aspekte und pragmatischen Aspekte einige _hnlichkeiten gibt, n_mlich die einfachen S_tze und Aussages_tze werden viel in der Werbungssprache ausgen_tzt. Au?erdem gibt es _hnlichkeit in den deutschen und indonesische aus dem pragmatischen Perspektiv steht im Mittelpunkt der Werbungssprache die lokusion_re Akt. Die Unterschiede der Zigarettenwerbungssprache werden aus den semantischen und semiotischen Aspekten festgestellt. Aus dem semantischen Aspekt haben die deutschen Zigarettenanzeigen W_rter, die assoziative Bedeutungen haben, dagegen haben die indonesischen W_rter mehr affektive Bedeutung. Aus dem semiotischen Aspekt sind Symbols sehr ha_fig in der indonesischen Zigarettenwerbung, aber in der deutschen Zigarettenwerbung werden mehr Index verwendet."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S15148
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Anjar Sari Rahayu
"Skripsi ini membahas kekhasan ragam bahasa lisan dalam chatting berbahasa Jerman yang terjadi antara seorang mahasiswi Indonesia dengan lima mahasiswa Jerman dari segi pragmatis, sintaksis dan semiotis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa kekhasan ragam bahasa lisan dalam chatting berbahasa Jerman dari segi pragmatis, yaitu terdapat beberapa hambatan dan dari segi sintaksis, yaitu tata bahasanya tidak sesuai aturan, serta dari segi semiotis, ditemukan penggunaan berbagai simbol. Meski demikian, komunikasi melalui chatting tetap dapat berjalan lancar.

The focus of this study is the typicality of the chatting in German language between an Indonesian Student and five Germany students in three aspects, Pragmatic, Syntaxis, and semiotic. This research is qualitative and the methode is descriptive. The conclution of this research is that the communication by chatting could run well eventhough there are obstacles in the communication, there are some syntaxtic error, and there are so many symbols that were used."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14733
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>