Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Eka Putrianti
"Penggunaan formalin sebagai pengawt makanan dapat memberikan
dampak buruk bagi kesehatan manusia, karena bersifat karsinogen
(menyebabkan kanker), mutagen (menyebabkan perubanan sei, jaringan tubun),
korosif dan iritatif. Untuk itu diperlukan suatu indikator yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya formalin baik seoara kuantitatif dan kualitatif
Polianilin dapat berada dalam berbagai bentuk sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai sensor kimia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
polianilin/moclifikasi polianilin dengan gugus -SO3H yang dapat dimanfaatkan
untuk mengidentifikasi adanya formalin. Polianilin bentuk emeraldin terprotonasi
dibuat dari garam anilin-HCI dengan APS menggunakan rasio anilin/APS 1,25.
Pembuatan emeralclin basa (bentuk polianilin setengan teroksiclasi) dilakukan
dengan mereaksikan garam emeraldin dengan NaOH dan pernigranilin basa
(bentuk polianilin teroksiclasi penuh) dilakukan dengan mereaksikan garam
emeraldin dengan APS clan NaOH serta modifikasi kecluanya melalui reaksi
substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat. Emeralclin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dibuat dengan mereaksikan emeraldin basa
dengan HQSO4 pekat dengan rasio mol yang sesuai Pembuatan pernigranilin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dilakukan dari oksidasi emeraldin basa
tersulfonasi dengan APS clan NaOH. Karakterisasi clan identifikasi polianilin yang
terbentuk dilakukan dengan UV-Vis clan FT-IR. Hasil karakterisasi UV-Vis dari emeraldin basa dan pernigranilin basa ditunjukkan dengan adanya puncak
serapan pada 300 nm, 500 nm dan 600 nm, sedangkan pada emeraldin basa
tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa tersulfonasi (111) dan (112)
ditunjukkan dari adanya pergeseran puncak serapan ke 400 nm dan 800 nm.
Karakterisasi dengan FT-IR pada emeraldin basa dan pernigranilin basa
menunjukkan puncak serapan pada sekitar 1600 om'1 dan 1500 om'1, seclangkan
pada emeraldin basa tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa
tersulfonasi (111) dan (112) pada sekitar 600 om'1 yang merupakan karakteristik
dari gugus -SO3H. Reaksi polianilin yang stabil dengan formalin berada pada
bentuk polianilin tersulfonasinya Hal ini disimpulkan berdasarkan uji kuantitatif
dan kualitatif polianilin tersulfonasi dengan formalin yang memberikan daerah
rentang kerja yang lebih luas yaitu hingga rentang konsentrasi 15 dan 20 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rianti Amalia
"ABSTRAK
Polianilin telah berhasil dibuat melalui proses polimerisasi oksidatif kimia dengan berbagai laju reaksi polimerisasi masing-masing 3 ml / menit, 2 ml / menit dan 1 ml / menit. PANi dikarakterisasi menggunakan FTIR, PSA, konduktivitas listrik dengan four point probe dan vector network analyzer, VNA pada jangkau frekuensi 8-15 GHz. Reaksi polimerisasi anilin ditandai dengan kenaikan temperatur reaksi yang terjadi dalam larutan, mencapai temperatur tertinggi 42 C dalam larutan dengan laju reaksi tertinggi. Hasil dari reaksi polimerisasi oksidatif adalah polianilin emeraldin basa atau PANi-EB. Pembentukan PANi dikonfirmasi oleh FTIR yang ditandai dengan meregangkan getaran pada cincin benzenoid dan quinoid pada bilangan gelombang 1033 cm-1?1144 cm-1. Ukuran partikel yang diperoleh masih dalam skala mikro sekitar 0,597-5,238 ?m. Sifat konduktif PANi diperoleh melalui doping dengan protonasi menggunakan asam kuat HCl dan HClO4. Ditemukan bahwa nilai konduktivitas PANi-EB meningkat 102 kali setelah doping dengan HCl dan 106 kali setelah doping dengan HClO4. Nilai konduktivitas listrik PANi yang paling tinggi diperoleh pada PANi diprotonasi dengan HClO4 dengan nilai 337-363 mS/cm. Selain itu, semua PANi yang disintesis memiliki dielektrik dan memiliki kemampuan menyerap gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 10 GHz-15 GHz. Ditemukan bahwa semakin tinggi nilai resistivitas PANi atau semakin rendah nilai konduktivitasnya, semakin tinggi pula nilai reflection loss RL . Nilai RL tertinggi sekitar -12,6 dB dan - 14,4 dB masing-masing pada frekuensi10,4 GHz dan pada 12,5 GHz yang diperoleh dari PANi-EB dihasilkan dari polimerisasi dengan laju reaksi terendah.

ABSTRAK
Polyaniline has been successfully fabricated through the chemical oxidative polymerization process with various polymerization reaction rate respectively 3 ml min., 2 ml min and 1 ml min. PANi were characterized using FTIR, PSA, conductivity by four point probe and VNA with frequency 8 15 GHz. The polymerization reactions of aniline was characterized by an increase in temperature due to the reaction occurring in the solution, reaching the highest temperature of 42 C in a solution of the highest reaction rate. Result of oxidative polymerization reaction is the emeraldine base polyaniline or PANi EB. The PANi formation was confirmed by FTIR which characterized by stretching vibrations in benzenoid and quinoid rings at wave number 1033 cm 1 1144 cm 1. The particle size is still in micro scale is 0.597 5.238 m. The conductive property of PANi was obtained through doping by a protonation using strong acids HCl and HClO4. It was found that conductivity value PANi EB increased 102 times after doping with HCl and 106 times after doping with HClO4. The highest electrical conductivity of PANi was obtained in HClO4 doped PANi with a value of 337 363 mS cm. in addition to this, all synthesized PANi has characteristics of dielectric materials able to absorb the electromagnetic waves in the frequency range 10 GHz 15 GHz. It is found that the higher the resistivity value of PANi or the lower the conductivity value, the higher the reflection loss RL . The highest RL values of about 12.6 dB and ndash 14.4 dB respectively at 10.4 GHz and at 12.5 GHz obtained from PANi EB resulted from polymerization with the lowest reaction rate."
2017
S67825
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lienda Handojo
"Film elektrokromik mempunyai spektrum transmisi yang dapat berubah secara reversibel apabila diberi tegangan listrik. Perubahan ini mengganti keadaan tidak tembus cahaya (opaque) ke keadaan bening (transparent) atau sebaliknya, sehingga film dapat digunakan untuk mengatur pancaran cahaya. Dalam makalah ini dilaporkan studi tentang film polianilin sebagai salah satu bahan aktif elektrokromik. Dalam keadaan reduksi, warna film kuning transparan dan dalam keadaan oksidasi hijau sampai biru. Divais elektrokromik yang dibuat terdiri atas lapisan kaca konduktif − film polianilin − elektrolit − kaca konduktif dengan melibatkan larutan 1.0M H2SO4. Pengukuran rapat arus menghasilkan voltamogram untuk beberapa kecepatan perubahan tegangan, sedangkan karakteristik optik diukur dengan spektroskopi UV-Vis. Untuk memeriksa sifat pengaturan cahaya, diturunkan harga intensitas pancaran matahari yang melewatinya. Diperoleh bahwa dalam keadaan reduksi, 70% pancaran menembus divais, sedangkan dalam keadaan oksidasi, pancaran tersebut tinggal 11%. Hasil pengujian reversibiltas menunjukkan bahwa umur pakainya di atas 5.000 siklus.

Study on Electrochromic Effect of Polyaniline Film. The light transmission factor of an electrochromic film changes reversibly with the application of an electrical voltage. Thereby the transparent film becomes reversibly opaque so that it may be used to control light transmission. In this paper the results of a study on polyaniline film as an electrochromic active material is reported. Polyaniline looks yellow transparent in the reduced state and turns to green-blue at its oxidized state. The electrochromic device considered in this paper was fabricated in planar configuration of ITO glass − polyaniline film − electrolyte − ITO glass which involved 1.0M H2SO4 solution. The measurement of the current density yields voltamograms for several values of the rate of voltage change, while the optical characteristics were measured with ultraviolet-visible spectroscopy. To inspect the light control properties, the intensity of solar radiation propagating through the device was derived. It is found that in its reduced state, the device transmits 70% of the incoming radiation, while in the oxidized state only 11% of the radiation is left. The result of recycling test indicated that film is stable over 5,000 cycles."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Trifani
"ABSTRAK
Polianilin telah disintesis melalui polimerisasi oksidatif kimia dengan Ammonium Peroksidisulfat APS sebagai inisiator dalam berbagai konsentrasi 50 g/L, 100 g/L dan 200 g/L . Polimerisasi anilin berjalan dengan ditandai adanya kenaikan temperatur karena reaksi yang terjadi dalam larutan mencapai temperatur tertinggi sebesar 42 C pada larutan dengan konsentrasi APS 200 g/l. Hasil dari reaksi polimerisasi oksidatif berupa basa emeraldin PANi-EB . Struktur PANi dikonfirmasi dengan FTIR ditandai dengan adanya vibrasi stretching pada cincin benzenoid dan quinoid pada bilangan gelombang 1400-1500 cm-1. Sifat konduktif PANi diperoleh melalui pemberian protonasi menggunakan asam kuat yaitu HCl dan HClO4. Nilai konduktivitas PANi-EB mengalami peningkatan 102 kali setelah doping menggunakan HCl dan 106 kali pasca doping HClO4. Semua PANi hasil sintesis memiliki kemampuan penyerapan gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 10 GHz-15 GHz. Semakin tinggi nilai resistivitas PANi yaitu makin rendah nilai konduktivitas, semakin tinggi juga nilai reflection loss RL . Nilai RL tertinggi sekitar -18 dB pada frekuensi 12,5 GHz dan 14,3 GHz diperoleh dari PANi-EB hasil polimerasi dengan konsentrasi APS sebesar 200 g/l.

ABSTRAK
Polianiline has been synthesized by chemical oxidative polymerization using Ammonium Polyaniline has been synthesized through chemical oxidative polymerization with Ammonium Peroxidisulfate APS as an initiator in various concentrations 50 g l, 100 g l and 200 g l . The polymerization reactions of aniline are characterized by an increase in temperature due to the reaction occurring in the solution, reaching the highest temperature of 42 C in a solution with APS concentration of 200 g l. Result of oxidative polymerization reaction is the emeraldine base polyaniline or PANi EB. The PANi formation was confirmed by FTIR which characterized by stretching vibrations in benzenoid and quinoid rings at wave numbers 1400 1500 cm 1 respectively. The conductive property of PANi was obtained through doping by a protonation using strong acids HCl and HClO4. It was found that conductivity value PANi EB increased 102 times after doping with HCl and 106 times after doping with HClO4. Moreover, all synthesized PANi has the ability to absorb electromagnetic waves in the frequency range 10 GHz 15 GHz. The higher the resistivity value of PANi that is the lower the conductivity value, the higher the reflection loss RL . The highest RL values of about 18 dB at 12.5 GHz and 14.3 GHz frequencies were obtained from PANi EB polymeration results with APS concentrations of 200 g l."
2017
S68076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustami Shokirzod
"Polyaniline (PANi) telah sintesis melalui proses polimerisasi melalui penggunaan Ammonium Persulphate (APS) sebagai initiator pada suhu kamar. Selama proses polimerisasi, terjadi peningkatan nilai viskositas cairan polimer dari 436 mPa.s menjadi 1601 mPa.s. Selama proses, juga teramati peningkatan ukuran partikel. Kedua indicator tersebut, terkait dengan terbentuknya rantai molekul polimer ketika berlangsungnya proses polimerisasi. Terbentuknya PANi dapat dipastikan melalui spectrum FTIR sampel hasil sintesis. Hasil penelitian juga menunjukkan, terjadi peningkatan nilai konduktivitas listrik PANi setelah polianilin basa emeraldin (PANi-EB) didop dengan asam lemah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konduktivitas listrik PANi-EB meningkat dari 50 μS.cm-1 menjadi 1260 μS.cm-1 setelah penambahan asam lemah H3PO4 and 1480 μS.cm-1 setelah penambahan C2H4O2. Disimpulkan bahwa PANi konduktif telah berhasil disintesis melalui proses polimerisasi.

Polyanilines (PANIs) have been synthesized by the polymerization process utilized Ammonium Persulphate as an initiator at room temperature. The complete reaction of polymerization process was indicated by increasing viscosity from 436 mPa.s to 1601 mPa.s. An increase in electrical conductivity of PANi occurred after polyaniline emeraldine base (PANi-EB) doped with weak acids. It is shown that the electrical conductivity of PANi increases from 50 μS.cm-1 to 1260 μS.cm-1 and 1480 μS.cm-1 after doped with weak acids of H3PO4 and C2H4O2 respectively. It is concluded that the conductive PANi has successfully synthesized by the polymerization process."
2016
S62066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Formalin merupakan bahan yang berbahaya karena dapat terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengakibatkan antara lain penyakit kanker. Namun, pemanfaatannya sebagai bahan pengawet makanan sulit dikontrol/dicegah mengingat banyaknya industri rumah tangga yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Tersedianya sensor yang
sederhana dan murah dapat membantu konsumen dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat bentuk polianilin (PANI)/modifikasi PANI dengan adanya gugus –SO3H yang digunakan untuk mengidentifikasi formalin. PANI bentuk emeraldin terprotonasi dibuat dari anilin-HCl dengan menggunakan ratio Anilin/APS (Ammonium Peroksodisulfat) 1,25. Selanjutnya dari bentuk ini dibuat polianilin basa yaitu pernigranilin (teroksidasi penuh) dan emeraldin basa (setengah teroksidasi) serta modifikasinya melalui reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat menjadi polianilin basa tersulfonasi. Pembuatan pernigranilin basa tersulfonasi melalui dua metode yaitu metode A (berasal dari oksidasi emeraldin basa tersulfonasi) dan metode B (berasal dari pernigranilin basa yang direaksikan dengan H2SO4 pekat). Bentuk PANI/modifikasi PANI yang paling stabil ialah emeraldin basa, emeraldin basa tersulfonasi dan pernigranilin basa tersulfonasi dengan metode A. Berdasarkan pengujian formalin dengan ketiga bentuk tersebut,
iv
bentuk emeraldin basa tersulfonasi yang lebih sensitif karena memberikan penurunan absorbansi yang signifikan."
Universitas Indonesia, 2009
S30457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Sahputra
"Pengolahan Bijih BM-179 Eko remaja untuk memperoleh U308 yang dilakukan BATAN tidak effisien karena mengkonsumsi H2S04 125 kg/ton bijih pada tahap pelindian/leaching. Upaya pemanfaatan mineral sulfida dan logam potensial seperti Au, Cu, Ni, Co, Mo dan Fe dalam bijih BM-179 yang mampu memberikan nilai tambah untuk mendukung pengol&han uranium, belum banyak diinformasikan. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya pemanfaatan mineral sulfida dalam bijih uranium herkadar rendah guna menghasilkan H2S04 melalui proses kontak yang bermanfaat untuk proses pengolahan bijih uranium pada tahap leaching, serta untuk mengetahui potensi adanya kandungan emas, tembaga, nikel, kobal, molibdenum dan besi dalam bijih uranium BM-179 Eko Remaja Kalan-Kalbar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T40324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khatarina Mada Regita Cahya Kusuma
"Konsumsi bahan bakar fosil mengakibatkan peningkatan CO2 di atmosfer dan memicu perubahan iklim yang sangat signifikan salah satunya pemanasan global. Solusi untuk menanggulangi pemanasan global adalah dengan menerapkan metode penangkapan CO2 telah dianggap sebagai strategi yang paling menjanjikan dalam mengatasi masalah tersebut. Adsorben CO2 dapat digunakan sebagai solusi untuk meminimalisir peningkatan CO2 di atmosfer. Pada penelitian ini berhasil dilakukan sintesis grafena oksida (GO), magnesium oksida (MgO) dan MgO/GO dari ampas kopi sebagai adsorben CO2. Grafena oksida (GO) disintesis dari grafit yang telah dipirolisis ampas kopi menggunakan metode hummers termodifikasi. MgO disintensis dengan menggunakan metode hidrotermal. Hasil sintesis GO kopi kemudian didispersikan dengan magnesium oksida (MgO) membentuk komposit MgO/GO ampas kopi. Hasil sintesis GO Kopi, MgO, dan nanokomposit MgO/GO kopi berhasil disintesis. Nanokomposit MgO/GO kopi memiliki potensi sebagai adsorben CO2 dengan luas permukaan yang besar yaitu 113,81 m2/g dan kapasitas adsorpsi CO2 sebesar 0,3339 mmol/g.

The consumption of fossil fuels increases atmospheric CO2, triggering significant climate changes, including global warming. A solution to mitigate global warming is the implementation of carbon capture methods, considered the most promising strategy to address this issue. CO2 adsorbents can be utilized to minimize the rise of CO2 in the atmosphere. This study employed graphene oxide (GO), magnesium oxide (MgO), and MgO/GO synthesized from coffee grounds as CO2 adsorbents. Graphene oxide (GO) was synthesized from graphite pyrolyzed coffee grounds using a modified Hummers method. MgO was synthesized through a hydrothermal method. The synthesized GO coffee was then dispersed with magnesium oxide (MgO) to form the MgO/GO coffee composite. The synthesis of GO Coffee, MgO, and the MgO/GO coffee nanocomposite was successful, for synthesis. The MgO/GO coffee nanocomposite demonstrates potential as a CO2 adsorbent due to its large surface area of 113.81 m2/g and a CO2 adsorption capacity of 0.3339 mmol/g."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Krisna
"ABSTRAK
Jenazah untuk pendidikan anatomi kedokteran (kadaver) umumnya diawetkan dengan formalin untuk mencegah proses pembusukan selama rentang waktu penggunaannya. Namun, karena formalin merupakan pengawet yang poten, tanpa netralisasi, setelah dikebumikan, kadaver akan sulit diuraikan sehingga berpotensi menjadi polutan. Larutan amonium karbonat telah diketahui dapat menetralkan larutan formalin, tetapi belum pernah dilaporkan apakah amonium karbonat dapat digunakan untuk menetralkan formalin dalam tubuh kadaver sehingga jasad dapat mengalami dekomposisi sempurna. Oleh karena itu, dilakukan percobaan dengan hewan coba mencit (Mus musculus) untuk mengetahui apakah berbagai organ mencit berformalin dapat dinetralkan dengan amonium karbonat dan mengalami dekomposisi setara dengan organ-organ mencit tanpa formalin. Pada penelitian eksperimental ini mencit (n=18) dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tidak diawetkan (tanpa formalin; n=6), diawetkan dengan formalin (konsentrasi awal 10%, konsentrasi lanjut 4%; n=6), dan diawetkan formalin lalu dinetralkan dengan amonium karbonat (konsentrasi 25%; n=6). Agar menyerupai proses pemakaman pada manusia, sebelum dikebumikan mencit beserta organnya dimandikan dengan air dan dibungkus kain kafan. Pengamatan proses dekomposisi, yaitu skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ (usus, hati, otot, jantung, paru, dan otak) dilakukan setiap minggu. Dari total enam minggu pengamatan, diketahui bahwa skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ-organ mencit kelompok amonium karbonat lebih besar dari kelompok formalin, tetapi lebih kecil dari kelompok tanpa formalin. Disimpulkan bahwa penetralan berbagai organ mencit berformalin dengan 25% amonium karbonat mampu meningkatkan proses dekomposisi organ-organ tersebut, walaupun belum setara dengan jasad mencit tanpa formalin (tanpa diawetkan).

ABSTRACT
Corpse for medical anatomy education (cadaver) is generally preserved by formalin to prevent the decay process during the period of its use. However, because formalin is a potent preservative, without neutralization, after being buried, cadavers will be difficult to decompose and potentially become pollutants. Ammoniumcarbonate solutions have been known to neutralize formalin solutions, but it has never beenreported whether ammoniumcarbonate can be used to neutralize formalin in cadaveric bodies so that the body can experience perfect decomposition. Therefore, experiments with mice (Mus musculus) were conducted to determine whether the organ of formalin mice can be neutralized with ammoniumcarbonate and experience decomposition equivalent to the organs of mice without formalin. In this experimental study mice (n = 18) were divided into three groups, namely not preserved (without formalin n = 6), preserved with formalin (initial concentration 10%, following concentration 4%; n = 6), and preserved formalin then neutralized with ammoniumcarbonate (25% concentration; n = 6). In order to resemble the process of funeral in humans, before being buried miceswith their organs are bathed with water and wrapped in kafan cloth. Observation of the decomposition process, which is decomposition stage score and weight loss percentageof organs(intestine, liver, muscle, heart, lung, and brain) is carried out every week. From a total of six weeks ofobservation, it was found that the decomposition stage scores and the weight losspercentage of the ammoniumcarbonate group were greater than the formalin group, but smaller than the formalin-free group. It was concluded that neutralizing the organs of formalin mice with 25% ammoniumcarbonate was able to improve the decomposition process of those organs, although not equivalent to the organsof mice without formalin (without preserving)."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai jenis adsorben lokal yaitu sekam bakar, zeolit, arang kayu, dan abu terbang bagas digunakan untuk mengadsorpsi polutan pada limbah cair industri lateks pekat. Karakteristik effluent yang digunakan berasal dari sistem pengolahan limbah terpasang masih keruh dan berbau, dengan nilai pH 5,9-7,9; COD 396,8-8594 mg/l; BOD 80,82-2384 mg/l; TSS 126-12668 mg/l, dan amonia 10,4-28,6 mg/l. Effluent dialirkan pada peralatan pengolahan limbah cair sistem adsorpsi dengan variasi jenis adsorben pada berbagai % volume adsorben dengan kecepatan alir tertentu. Limbah cair setelah adsorpsi diuji nilai pH, COD, BOD, TSS, dan amonia. Hasil penelitian menunjukkan adsorben dapat menurunkan nilai COD, BOD, TSS, dan amonia dengan persentase yang bervariasi untuk masing-masing jenis adsorben. Semakin besar volume adsorben yang digunakan menunjukkan kecenderungan penurunan nilai polutan yang lebih baik."
Yogyakarta: Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, 2016
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>