Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tandiyani Basuki
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
S19098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Liem Fu
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Sung Suk
"This study tests preference hierarchies in incremental financial decisions on a sample of 147 companies quoted on the Jakarta Stock Exchange for the years 1994-2001. We distinguish 4 types of incremental financial decision, namely, internal financing, short term debts, long term debts, and share issues.
Evidences from CART (classification and regression tree) show that financial decisions from companies in JSX can be divided 3 sub-groups on the basis of the interaction among variables. First group is determined by the interaction among SIZE, SPR (stock price run-up), and CRISS (economy crisis) ; second group is determined by the interaction among SIZE, SPR, CRISS, DTA (depreciation), OITA (profitability), and LATA (liquidity); third group is determined by the interaction among SIZE, SPR, LATA, and DECS (deviation from the expected capital structure). SPR, LATA, and OITA suggested by pecking order and static trade-off theory and SIZE suggested by pecking order theory support pecking order theory. But DTA and DECS suggested by only static trade-off theory support static trade-off theory.
Estimations from the multinomial logit model confirm the evidences from the classification tree, except SPR for internal financing. Evidence classification tree says that the correlation between internal financing and SPR can not be determined. But estimation from the multinomial logit model says that internal financing and SPR have negative correlation which contradicts with expected hypothesis. SIZE is used as the first variable to split datasets in the classification tree, but is not statistically significant in all odd ratios.
Ordered logit models are used to determine which financing hierarchy fits the data JSX best. The results suggest that Indonesian firms have a most-preferred financing hierarchy, even if that financing hierarchy are not statistically significant ; i) internal financing, ii) long term debts or issues share, iv) short term debts."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Bagus Kresna
"Dengan semakin kompleksnya aktivitas dalam perusahaan, semakin banyaknya segmen nasabah yang dilayani sería semakin banyaknya lini produk/jasa yang dihasilkan, perusahaan cenderung memiliki proporsi biaya tidak langsung yang juga sernakin meningkat. Cara terbailc saat ¡ni untuk mengalokasikan biaya tidak langsung tersebut ke cost objectivenya, adalah sistem Activity Based Costing.
Activity Based Costing merupakan sistem yang mengenali bahwa biaya timbul karena aktivitas-aktivitas yang teijadi dalam perusahaan. Karenanya sistem ini menjadikan aktivitas sebagai dasar akumulasi biaya, dan activity drivernya digunakan sebagai dasar alokasi biaya.
Kaplan dan Cooper menyatakan bahwa terdapat 4 macam level activities, kareflaflYa terdapat pula 4 macam activity driver. Keempat macam level activities tersebut adalah unit-level, batch-level, productsustaifliflg-IeVe sería fàcility-sustaining-level activities. Model Sistem ABC yang dikembangkan dalam kaiya akhir ini merupakan sistem ABC tahap awal, karenanya hanya menggunakan activity cost driver. Adapun coSt driver lain yang tidak dibahas / dipergunakan adalah duration cost driver sería intensity cost driver.
Perusahaan yang menjadi tempat pilihan pembuatan model ABC ini adalah sebuah card center, yaitu perusalman yang menerbitkan kartu kredit. Hasil perhitungan profitabilltas yang dilakukan pada karya akhir ini, mernrniukkan bahwa terdapat seglflen yang rrienghasilkan kerugian (loss), yaitu segmen Biru Reguler. Segmen ini menghasilkan proporsi revenue sebesar 26% dibandingkan segmen Iainnya, namun la juga memiliki proporssi biaya sebesar 43% dan total biaya selunih segmen.
Meskipun segmcn Biru Reguler menghasilkan kerugian, narnun segmen ¡ni tetap dipertahankan karena Card Center XYZ pada saat ini memang sedang memfokuskan kegiatannya untuk menumbuhkan juniiah pemegang kartunya. Melihat relatif kecilnya Sumbangan pendapatan segmen Biru Reguler, perusahaan memiliki kesempatan untuic meningkatkan lagi pendapatan segmen tersebut.
Hasil perhitungan yang didapatkan dail model ABC pada kaiya akhir ini, rnerupakan perkiraan dan keadaan yang tengab terjadi Untuk mendapatkan angka profitabilitas yang lebib akurat, harus dibangun model ABC yang lebih advanced. Hal ini dapat dilaicukan dengan cara membagi lagi activity center yang ada menjadi sub activities yang lebih kecfl, dengan rncnambah cost driver, dengan menggunakan sehuiih activity driver pada masing-masing activity level, dengan menggunakan pula duration cost driver & intensity cost driver, dan lain-lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Darius
"Perum PPD badan usaha milik negara yang bergerak di bidang jasa transportasi bus dalam kota yang kegiatan aktivitas usaha terbagi ke lokasi depo-depo yang berada diwilayah Jabotabek Saat ini Perum PPD mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran gaji karyawan yang dianalisa akibat rendahnya laba kotor usaha dan biaya pokok operasi yang tinggi.
Studi karya akhir adalah kajian penerapan icon target costing di salah satu depo (unit usaha) PPD. Maksud dan tujuan dengan penerapan target costing apakah dapat dilakukan proses efisiensi biaya pokok operasi agar target laba kotor usaha dan target biaya operasi yang ideal dapat tercapai dan depo unit usaha dapat memenuhi kewajiban beban usaha antara lain pembayaran gaji pokok karyawan. Metode penelitian dengan mengambil data sekunder dari Depo lntras (Halim) dan pengamatan langsung diskusi dengan karyawan Perum PPD.
Hasil dari penerapan target costing diproyeksikan beban biaya operasi dapat diturunkan dan Rp694,950,736 atau sebesar 71% Rp 553,389,120 atau sebesar 56% dari total pendapatan dan laba operasi diproyeksikan dapat ditingkatkan menjadi 44% dari total pendapatan sebesar Rp429,973,889. Hasil dari proses target costing telah mencapai target allowable cost dan target laba operasi yang direncanakan yaitu sebesar 56% dan 44% dari total pendapatan
Proses efisiensi biaya antara lain meliputi:
? proses realokasi bus dengan kapasitas cc lebih kecil ke rute tempuh km lebih jauh agar biaya solar dapat dihemat
? Proses penggunaan ban jenis vulkanisir untuk penghematan biaya ban
? Penggunaan oli yang mempunyai asumsi masa guna km tempuh lebih besar
? Perhitungan anggaran biaya suku cadang berdasarkan asumsi masa guna pemakaian dengan total km tempuh bus
Direncanakan akan dilakukan pengawasan setelah proses efisiensi biaya agar kualitas jasa pelayanan tetap menjadi lebih baik. Kelemahan dari studi ini adalah karena keterbatasan waktu dan data target costing hanya dilakukan di salah satu depo unit usaha dan tidak meliputi seluruh depo dan Kantor Pusat Perum PPD. Kondisi permasalahan saat ini Perum PPD tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran seluruh karyawan depo dan Kantor pusat.
Khususnya Kantor pusat yang tidak mempunyai kegiatan aktivitas operasi bus unit usaha harta menerima setoran pendapatan bersih dan seluruh depo-depo unit usaha. Sehingga untuk dapat mengetahui secara akurat kemampuan Perum PPD di dalam memenuhi kewajiban beban usaha keseluruhan harus dilakukan perhitungan target laba operasi ideal dari seluruh depo untuk dapat mengetahui kemampuan Perum PPD di dalam memenuhi seluruh kewajiban gaji karyawan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komala Dewi
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Soehardjo
"PT. Krakatau Engineering Corporation adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang rancang bangun, rekayasa induslri dan manajemen proyek konstruksi. Perusahaan ini dibentuk untuk ikut berperan serta dalam proyek peningkatan kapasitas produksi PT Krakatau Steel pada tahun 1989-1990 dan mengantisipasi perluasan PT. Krakatau Steel yang diperkirakan dimulai tahun 2003 (semula direncanakan tahun 1997) dan dinamakan proyek Second Generation Steel Mill (SGSM).
Perusahaan ini mengerjakan produk/jasa yang selalu berlainan untuk masing-masing jasa/proyek yang dikerjakannya (sesuai dengan permintaan konsumen/klien). Biaya overhead dalam struktur biaya perusahaan mencapai ±20% dari total biaya, dari jumlah itu biaya yang dominan adalah biaya tenaga kerja (tenaga tetap/organik maupun kontrak) sebesar ± 60 %.
Perusahaan dalam mengalokasikan biaya overhead selama ini dengan sistem biaya tradisional yaitu dengan menggunakan bobot dari perbandingan prosentase biaya langsung yang telah dikonsumsi oleh masing-masing proyek. Untuk proyek-proyek CRM, KWT, PLN dan PIM, adalah sebagai berikut:
*untuk tabel lihat file fdf asli.
Dengan cara di atas menghasilkan data yang terdistorsi karena sistem biaya tradisional menyamaratakan cost drivernya (hanya satu), maka pembebanan biaya overhead menjadi tidak akurat. Hal ini disebabkan karena semua biaya termasuk yang berhubungan dengan batch related activity, facility sustaining activity, dan product related activity dialokasikan dengan cost driver yang sama. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing kendala di atas dapat diatasi. karena dalam sistem ini lebih memperhatikan hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) antara sumber daya yang digunakan dcngan aktivitas yang ada, dan dalam sistem ini menggunakan cost driver yang disesuaikan dengan aktivitasnya (unit level activities, bacth related activities, facility sustaining activities atau product related aetvities).
Dengan menggunakan sistem Activity Based Gosling apabila dibandingkan sistem Tradisional akan menghasilkan data sebagai berikut :
*untuk tabel lihat file pdf asli.
Pcrusahaan selama ini menggunakan sistem biaya Tradisional apabila dibandingkan dengan sistem ABC akan menghasilkan data sebagai berikut :
*untuk tabel lihat file pdf asli.
Ketidak akuratan pendistribusian biaya tidak langsung (overhead) akan menyebabkan data biaya tidak akurat, sehingga data tersebut akan menyesatkan jika digunakan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen. Oleh karena itu PT Krakatau Engineering Corporation sebaiknya segera menerapkan sistein Activity Bused Costing, hal ini untuk menghindari death spiral effect yang mungkin akan terjadi pada perusahaan ini. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T15580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selina Agustina Santoso
"Perubahan teknologi yang sangat pesat mendorong perusahaan untuk ikut mengembangkan kemampuan produksinya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian banyaknya perusahaan yang mengandalkan otomatisasi teknologi, mengakibatkan terjadinya persaingan yang sangat ketat, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan. Pencapaian laba optimal dapat dilakukan dengan cara melakukan perhitungan harga pokok produksi yang akurat.
Untuk tujuan perhitungan harga pokok produksi yang akurat salah satu metode yang banyak diterapkan adalah sistem Activity Based Costing. Sistem Activity Based Costing menggunakan lebih dari satu pemicu biaya yaitu berdasarkan luas lantai (m2), jam kerja mesin, jam tenaga kerja tidak langsung, dan persentase pemakaian bahan kimia. Berbeda dengan sistem akuntansi biaya tradisional, biaya overhead pabrik yang terjadi hanya dialokasikan dengan menggunakan satu pemicu biaya yaitu berdasarkan total unit produksi. Dengan demikian ketepatan perhitungan harga pokok produksi akan dapat lebih tercapai dengan penerapan sistem Activity Based Costing.
Sistem activity based costing meningkatkan akurasi pembebanan biaya karena pertama kali melakukan penelusuran biaya aktivitas dan kemudian biaya produk atau pelanggan yang mengkonsumsi berbagai aktivitas tersebut. Tujuannya adalah untuk menemukan cara melakukan aktivitas dengan lebih efisien dan menghilangkannya apabila tidak menciptakan nilai pelanggan.
Sistem akuntansi biaya tradisional yang menggunakan dasar alokasi tingkat unit seperti banyaknya unit produksi, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sudah kurang relevan apabila perusahaan menghasilkan produk yang beraneka ragam dan memanfaatkan teknologi modern, Penelusuran biaya ini sebaiknya dilakukan terhadap aktivitas yang teriadi. Perhitungan biaya overhead pabrik per unit yang tidak tepat dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius untuk perusahaan. Contohnya, dapat mengakibatkan keputusan yang salah mengenai penetapan harga, bauran produk atau penawaran kontrak.
Sistem Activity Based Costing berusaha untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem akuntansi biaya tradisional dengan menghubungkan biaya overhead pabrik yang iimhtil Dada proses produksi melalui aktivitas yang dilakukan untuk produk tersebut.
Dari hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing dan sistem akuntansi biaya tradisional menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan akuntansi biaya tradisional menyebabkan terjadinya distorsi, yaitu menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) untuk susu cair indomilk.
Pada PT. Indomilk diketahui harga pokok produksi per unit untuk produk susu kental manis sebesar Rp. 1.452,79 per unit dan produk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.607,50 per unit. Sedangkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional diperoleh harga pokok produksi per unit untuk susu kental manis sebesar Rp. 1.483,89 per unit dan untuk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.592,67 per unit. Hal ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi biaya tradisional menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) sebesar Rp. 31,1 atau sebesar 2,05 % untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) sebesar (Rp. 14,83) atau (1%) untuk produk susu cair indomilk."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill , 1992
R 658.8 DIR
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Elrin
"Dalam menentukan harga jual suatu produk merupakan salah satu strategi yang sangat penting untuk dapat berkompetisi dengan para competitors, perilaku customers sudah sangat selektif dalam melakukan pemilihan untuk melakukan pembelian atas suatu produk, bagi mereka akan timbul beberapa pertimbangan-pertimbangan mengenai kualitas suatu produk serta harga yang pantas untuk produk tersebut.
PT.IQL mempraktekkan suatu metode yang unik dalam menentukan harga jual, yaitu menggunakan " system index " yaitu harga jual barang ditentukan hanya dengan mark-up harga pembelian raw materials semata. Misalnya index 2, artinya mark-up 2 kali lipat dari harga beli raw material. Sedangkan strategi penentuan harga jual jasa ditetapkan dengan membandingkan harga pasar tertinggi dan terendah.
Kebijakan manajemen dalam menentukan harga jual seperti diatas dapat dimaklumi, karena tidak adanya informasi mengenai harga pokok barang dan jasa yang dijual. Keinginan manajemen untuk dapat memperoleh informasi harga pokok produksi tidak pernah dapat terealisasi.
Manajemen tidak mengetahui berapa sebenarnya biaya yang dikonsumsi suatu produk hingga siap untuk dijual, tidak tertutup kemungkinan setelah dilakukan penghitungan secara detail dan akurat didapatkan hasil bahwa biaya untuk memproduksi suatu unit produk atau jasa lebih besar daripada biaya pembelian raw materials itu sendiri. Jika, penentuan harga jual per produk hanya mark-up 2 kali lipat dari raw material, maka produk tersebut dijual dibawah cost (harga pokok).
Menentukan harga jual hanya dengan mengandalkan informasi harga beli raw materials saja merupakan suatu hal yang tidak tepat serta memiliki banyak kelemahan, karena produk yang dijual melalui proses produksi dan konsekuensinya timbul biaya-biaya lain diluar harga beli raw materials itu sendiri.
Disisi lain, committed resources pada PT.1OL yang akan menjadi fixed cost memiliki nilai yang cukup besar, sehingga dengan aplikasi metode activity based costing akan menghasilkan informasi cost per unit produk lebih akurat dan detail, Setiap decision makers pasti membutuhkan informasi yang akurat mengenai cost suatu produk agar keputusan yang diambil juga menjadi valid dan updated. Activity based costing merupakan salah satu tool yang dapat digunakan sebagai supporting dalam pengambilan keputusan termasuk strategi penetapan harga jual.
Dalam melakukan penelitian digunakan applied research terhadap obyek yang diteliti, input yang diperoleh berdasarkan data-data dan hasil wawacancara dengan karyawan-karyawan yang telibat langsung pada obyek yang diteliti.
Dari hasil penelitian dan analisa ternyata beberapa produk saat ini dijual dibawah cost (harga pokok) dan beberapa produk menghasilkan profit margin yang tinggi. Tetapi secara keseluruhan perusahaan masih memperoleh profit margin sebesar ± 10.63% dari net sales. Walaupun perusahaan memperoleh profit margin, nyatanya profit margin tersebut berasal dari saling subsidi antara produk yang menghasilkan profit dengan produk yang dijual dibawah harga pokok.
Setelah harga pokok diketahui, maka manajemen merencanakan untuk menaikkan harga jual produk pada awal tahun 2006 ini, dengan ketentuan;
? Jika, harga jual suatu produk saat ini dibawah harga pokok, maka harga jual harus dinaikkan dengan mark-up minimal 25% diatas harga pokok baru.
? Jika, harga jual suatu produk sudah dijual diatas harga pokok tetapi marginnya masih dibawah 25%, maka harga jual baru harus disesuaikan dengan minimal margin 25%.
? Jika, harga jual produk saat ini sudah melebihi 25% dari mark-up harga pokok, maka harga jual lama tetap dipertahankan.
Jika rencana manajemen diatas diaplikasikan, hasil penelitian dan analisa menunjukkan bahwa harga jual baru menjadi tidak kompetitif bila dibandingkan dengan competitors. Karena " players " dalam bisnis dari obyek yang diteliti sangat banyak, maka competitors yang dimaksud dalam penelitian ini hanya competitors yang menghasilkan produk barang dan jasa sepadan dari sisi kualitas dengan produk dan jasa obyek yang diteliti (apple to apple).
Hasil penelitian ini dirasakan masih memiliki beberapa kelemahan untuk diperbaiki dikemudian hari, yaitu; beberapa alokasi supporting activities menggunakan asumsi-asumsi, sehingga jika asumsi tidak tepat berdampak pada kekeliruan informasi harga pokok."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>