Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dhiandra Mugni Binara Ayu
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi dokter yang melakukan tindakan medis, pengaturan mengenai kegawatdaruratan medis, serta perlindungan hukum bagi dokter dalam melakukan tindakan medis dalam kondisi gawat darurat. Penelitian ini juga menganalisis putusan Nomor 475/Pid.Sus/2017/PN Pal. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti pada Pasal 45 ayat (2) UU Rumah Sakit, seorang dokter yang bertindak dalam kondisi gawat darurat tidak lah bisa dituntut atau digugat. Namun pada kenyataannya masih banyak dokter yang diperkarakan karena hal tersebut walaupun sudah jelas ada aturannya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang berbentuk deskriptif. Sementara itu, hasil penelitian ini adalah perlindungan hukum merupakan salah satu hak dokter yang esensial dalam melakukan profesinya terutama dalam kondisi gawat darurat. Pada Putusan Nomor 475/Pid.Sus/2017/PN Pal, dokter bertindak dalam kondisi gawat darurat dan telah bertindak sesuai dengan standar profesi medis serta standar prosedur operasional yang telah ditentukan dan dengan demikian ia berhak atas perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf a UU Praktik Kedokteran. Dalam melakukan tugasnya, seorang dokter haruslah selalu berpegang kepada standar profesi kedokteran serta standar prosedur operasional yang telah ditentukan. Ikatan Dokter Indonesia juga harus lebih memperhatikan hak dokter khusunya terkait dengan perlindungan hukum karena banyaknya kasus yang terjadi di mana dokter telah bertindak sesuai standar atau pun bekerja dalam kondisi gawat darurat dan tetap bisa dituntut. Terakhir, diperlukan adanya edukasi atau sosialisasi mengenai hukum kedokteran atau hukum kesehatan bagi para tenaga kesehatan dan juga aparat penegak hukum.

This study discusses the legal protection for doctors in giving a medical treatment, regulation about medical emergency, and legal protection for doctors who give a medical treatment under an emergency condition. This study is also analysing the court decision no. 475/Pid.Sus/2017/PN.Pal. In accordance with applicable laws and regulations, doctors who perform a medical treatment under emergency condition can’t be prosecuted or be sued. But in reality, there are still many doctors who are being prosecuted or sued for this matter even though the rules are already clear. This research is a normative juridical and descriptive research. The result of this research is that legal protection is one of the doctors’ rights which is very essential especially under the emergency condition. In the court decision no. 475/Pid.Sus/2017/PN Pal, the doctor was performing the medical treatment under an emergency condition and had acted in accordance with medical professional standards as well as standard operating procedures. Thus, the doctor really has a right for the legal protection as stipulated in Article 50 UU Praktik Kedokteran. In doing their profession, doctors must always adhering to medical professional standards and also the standard operating procedures. The Indonesian Medical Association (IDI) should also paid more attention to the doctors’ rights, especially related to the legal protection for them because there are so many cases that occurred where doctors have acted the way the standards are or worked under an emergency condition and can still be sued. Lastly, there is a need for education or socialization regarding the medical law for health workers and law enforcement officers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Nofty
"ABSTRAK
Pertumbuhan pekerja perempuan dari tahun ke tahun meningkat secara tajam. Untuk memenuhi tuntutan target produksi perusahaan yang semakin tinggi, maka tidak sedikit pekerja perempuan dipekerjakan pada malam hari, seperti yang terjadi di PT. Ricky Putra Globalindo Tbk. Dalam hal ini, upaya perliindungan yang dilakukan oleh pemerintah dituangkan melalui regulasi yang m,emberiikan kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan penyediaan makanan clan minumaan, penjagaan kesusilaan serta penyediaan transportasi, seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dari Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00, sebagai peraturan pelaksana dad Undang-Undang Nomor 13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lebih lanjut, upaya pemeari.ntah untuk mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan tersebut juga dmwujudkan dengan pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukar oleh Dinas Tenaga Keaafa dart Transmigrasi Kabupaten Bogor. Pada umumnya, PT. Ricky Putra Globalindo Tbk. turut berperan serta secara aktif dalarn memberikan perlindungan terhadap hak asasi pekerja perempuan, seperti tidak mempekerjakan pekerja perempuan yang berumuff kurang dad 18 (delapan betas) tahun, tidak mempekerjakan pekerja perempuan Nang hamil, tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan nenikah, hamil dan melahirkan, memberikan istirahat atau cuff bald, hamil, melabirkan dan keguguran kandungan, serta memberikan kesempatan menyusui anak. Akan tetapi, pelaksanan waktu kerja malam bagi pekerja perempuan di PT- Ricky Putra Globalindln Tbk. tidak serta merta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beiiaku. Berbagai penyimpangan hukum ditemukan sebagai akibat dari kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam penerapannya. Dalam hal ini, pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor masih lemah, sehingga dapat menimbulkan terjadinya penyimpangan yang semakin luas, terutama yang dapat mengancam ketertiban dan ketenangan kerja dalam Hubungan Industrial Pancasila di perusahaan."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2007
T 02137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Nofty
"ABSTRAK
Pertumbuhan pekerja perempuan dari tahun ke tahun meningkat secara tajam. Untuk memenuhi tuntutan target produksi perusahaan yang semakin tinggi, maka tidak sedikit pekerja perempuan dipekerjakan pada malam hari, seperti yang terjadi di PT. Ricky Putra Globalindo Tbk. Dalam hal ini, upaya perliindungan yang dilakukan oleh pemerintah dituangkan melalui regulasi yang m,emberiikan kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan penyediaan makanan clan minumaan, penjagaan kesusilaan serta penyediaan transportasi, seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dari Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00, sebagai peraturan pelaksana dad Undang-Undang Nomor 13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lebih lanjut, upaya pemeari.ntah untuk mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan tersebut juga dmwujudkan dengan pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukar oleh Dinas Tenaga Keaafa dart Transmigrasi Kabupaten Bogor. Pada umumnya, PT. Ricky Putra Globalindo Tbk. turut berperan serta secara aktif dalarn memberikan perlindungan terhadap hak asasi pekerja perempuan, seperti tidak mempekerjakan pekerja perempuan yang berumuff kurang dad 18 (delapan betas) tahun, tidak mempekerjakan pekerja perempuan Nang hamil, tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan nenikah, hamil dan melahirkan, memberikan istirahat atau cuff bald, hamil, melabirkan dan keguguran kandungan, serta memberikan kesempatan menyusui anak. Akan tetapi, pelaksanan waktu kerja malam bagi pekerja perempuan di PT- Ricky Putra Globalindln Tbk. tidak serta merta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beiiaku. Berbagai penyimpangan hukum ditemukan sebagai akibat dari kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam penerapannya. Dalam hal ini, pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor masih lemah, sehingga dapat menimbulkan terjadinya penyimpangan yang semakin luas, terutama yang dapat mengancam ketertiban dan ketenangan kerja dalam Hubungan Industrial Pancasila di perusahaan."
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T19305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Windy Asmara Bayu Putri
"Kemiskinan merupakan salah satu kondisi yang memaksakan banyak anak terlibat dalam pekerjaan guna menghidupi diri dan keluarganya agar dapat memperbaiki kondisi ekonomi. Pekerja anak juga dapat menyebabkan terpeliharanya kemiskinan, karena anakanak yang bekerja sering kali tidak mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Kejadian-kejadian mengenai masalah pekerja anak ini masih banyak terjadi di Indonesia. Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab, terlihat belum menanggapi dengan serius. Terbukti dengan diratifikasinya Konvensi hak Anak sebagai perwujudan kepedulian pemerintah atas nasib anak-anak yang bertujuan agar pemerintah mendapatkan bantuan dana dari luar negeri, belum mampu mengubah keadaan yang terjadi di Indonesia. Masalah-masalah yang dihadapi antara lain adalah penerapan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.235/MEN/2003, kendala yang dihadapi dalam penerapannya, serta pengawasan ketenagakerjaan yang dilaksanakan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu penelitian terhadap penerapan perundang-undangan yang dilakukan oleh para praktisi hukum, seperti putusan hakim, surat gugatan, tuntutan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikethaui bahwa penerapan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.235/MEN/2003 masih belum efektif karena adanya faktor-faktor yang mendukung keberadaan pekerja anak dan masih minimnya pengawasan oleh Dinas Ketenagakerjaan.

Poorness represent one of the conditions forcing a lot of child involve with a work utilize as a way to take care of their family and themselves in order to improve economic condition. Child worker also can cause the maintenance of poorness, because laboring children do not have an opportunity for having a better education. Events of problems regarding child worker often happen in Indonesia. Government which ought to hold responsibility seems not yet take care this matter seriously. The ratification of Children Right Convention as governmental caring materialization for children worker which aim government in order to get international fund aid, not yet able to alter circumstance that happened in Indonesia. Problem faced for example is the application of Ministerial Decree of Labour and Transmigration No.Kep.235/Men/2003, constraint faced in its application, and also the executed observation. Research method used Empirical Normatif method, which is a research to legislation applying conducted by all Law practitioner, like judge decision, letter of claim, demand, and others. Pursuant to research result earn that application of Ministerial Decree of Labour and Transmigration No.Kep.235/Men/2003 still not yet effective caused by its factors supporting child worker existence and its minimum observation by the law enforcement."
Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25678
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Asmara Bayu Putri
"Kemiskinan merupakan salah satu kondisi yang memaksakan banyak anak terlibat dalam pekerjaan guna menghidupi diri dan keluarganya agar dapat memperbaiki kondisi ekonomi. Pekerja anak juga dapat menyebabkan terpeliharanya kemiskinan, karena anakanak yang bekerja sering kali tidak mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Kejadian-kejadian mengenai masalah pekerja anak ini masih banyak terjadi di Indonesia. Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab, terlihat belum menanggapi dengan serius. Terbukti dengan diratifikasinya Konvensi hak Anak sebagai perwujudan kepedulian pemerintah atas nasib anak-anak yang bertujuan agar pemerintah mendapatkan bantuan dana dari luar negeri, belum mampu mengubah keadaan yang terjadi di Indonesia. Masalah-masalah yang dihadapi antara lain adalah penerapan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.235/MEN/2003, kendala yang dihadapi dalam penerapannya, serta pengawasan ketenagakerjaan yang dilaksanakan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu penelitian terhadap penerapan perundang-undangan yang dilakukan oleh para praktisi hukum, seperti putusan hakim, surat gugatan, tuntutan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikethaui bahwa penerapan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.235/MEN/2003 masih belum efektif karena adanya faktor-faktor yang mendukung keberadaan pekerja anak dan masih minimnya pengawasan oleh Dinas Ketenagakerjaan.

Poorness represent one of the conditions forcing a lot of child involve with a work utilize as a way to take care of their family and themselves in order to improve economic condition. Child worker also can cause the maintenance of poorness, because laboring children do not have an opportunity for having a better education. Events of problems regarding child worker often happen in Indonesia. Government which ought to hold responsibility seems not yet take care this matter seriously. The ratification of Children Right Convention as governmental caring materialization for children worker which aim government in order to get international fund aid, not yet able to alter circumstance that happened in Indonesia. Problem faced for example is the application of Ministerial Decree of Labour and Transmigration No.Kep.235/Men/2003, constraint faced in its application, and also the executed observation. Research method used Empirical Normatif method, which is a research to legislation applying conducted by all Law practitioner, like judge decision, letter of claim, demand, and others. Pursuant to research result earn that application of Ministerial Decree of Labour and Transmigration No.Kep.235/Men/2003 still not yet effective caused by its factors supporting child worker existence and its minimum observation by the law enforcement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37169
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Alma Febiola
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi perawat anestesi yang melakukan tindakan pembedahan tanpa didampingi oleh dokter spesialis anestesi. Anestesi merupakan tindakan yang sangat beresiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis anestesi. Namun terdapat pengecualian apabila tidak ada dokter spesialis anestesi atau berhalangan hadir, kewenangan tersebut dapat dilimpahkan dengan tetap berkoordinasi dan pemberian dosis sesuai dengan perintah dokter spesialis anestesi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi mengatur bahwa pelimpahan wewenang tersebut dilakukan dengan cara mandat, karena tanggung jawabnya tetap berada pada pemberi mandat yaitu dokter spesialis anestesi. Sebagaimana kasus dalam Putusan Nomor 109/Pid.sus/2015/PN. Trt, seorang perawat melakukan tindakan anestesi dengan memberi dosis sesuai perkiraannya sendiri dan menghubungi dokter spesialis anestesi setelah tindakan anestesi dilakukan. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kewenangan antara dokter spesialis anestesi dengan perawat anestesi serta tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan anestesi yang dilakukan tanpa didampingi dokter spesialis anestesi. Sedangkan deskriptif analisis adalah pelimpahan kewenangan yang dilakukan secara mandat dan tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi perawat anestesi. Hasil penelitian yang diperoleh ialah segala tindakan perawat anestesi harus di bawah pengawasan dokter spesialis anestesi sebab pelimpahan wewenangnya secara mandat, mengakibatkan tidak berpindahnya tanggung jawab atas tindakan tersebut dan rumah sakit pun berkewajiban untuk mengawasi serta bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh pekerja di rumah sakit tersebut.

This thesis discusses the responsibility and legal protection of anesthetist nurses who perform surgery without being accompanied by an anesthetist.  Anesthesia is a very risky action and can only be done by anesthetists.  However, there are exceptions if there is no anesthetist or unable to attend, the authority can be delegated by continuing to coordinate and administer doses according to the anesthetist's orders.  Minister of Health Regulation No. 18 of 2016 concerning Licensing and Implementation of Anesthesia Management Practices stipulates that the delegation of authority is carried out by means of a mandate, because the responsibility remains with the mandate giver, namely the anesthetist.  As is the case in Decision Number 109 / Pid.sus / 2015 / PN.  Trt, a nurse performs anesthetic action by giving the dose according to his own estimation and contact an anesthetist after the anesthesia is performed.  By using the juridical-normative method, this study aims to determine the comparison of authority between anesthetist and anesthetist nurses and hospital responsibilities for anesthetic actions carried out without the anesthetist's specialist.  Whereas descriptive analysis is the delegation of authority which is carried out by mandate and responsibility as well as legal protection for anesthetist nurses.  The results obtained all the actions of anesthetist nurses must be under the supervision of anesthetist specialist because the delegation of authority in a mandate, resulting in no transfer of responsibility for these actions and the hospital is obliged to supervise and be responsible for all actions carried out by workers in the hospital."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sabar Wahyono
Universitas Indonesia, 2008
T25697
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>